SHIELDA

By aegeast

96.9K 9.9K 2.1K

Apa jadinya, jika seorang dewi yang berasal dari dunia atas terpandang seperti Shielda, mendapati dirinya ter... More

EP. 0 : Prolog
EP. 01 : Shielda
EP. 03 : Tuduhan Tak Berdasar
EP. 04 : Cermin Cahaya dan Gielda
EP. 05 : Kekacauan Pertama
EP. 06 : Tiga Tokoh Pendamping
EP. 07 : Kekaisaran Aquilla
EP. 08 : Siluman Tanah Suci
EP. 09 : Pangeran Mahkota
EP. 10 : Sedikit Fakta
EP. 11 : Pangeran Brahma
EP. 12 : Perjamuan Teh
EP. 13 : Pangeran Atsper

EP. 02 : Putri dan Raja

5.6K 704 93
By aegeast

SHIELDA
EP. 02 : Putri dan Raja

• • ๑ • •

Mata terpejam itu kembali terbuka. Menampilkan mata perak yang menyala terang, hampir menyamai warna putih.

Mata perak milik Shielda, menatap nyalang sang pelayan di depannya. Dia sekarang tahu, kalau pelayan di depannya yang dengan berani menepuk-nepuk keras pipinya serta menjambak rambutnya.

Pelayan itu menatap Shielda takut. Tapi terlintas di otaknya kala mengingat Tuan Putrinya itu bodoh, lemah dan penakut. Langsung saja sang pelayan itu kembali menatap Shielda dengan berani, syarat akan mengancam.

"Jangan menatapku Putri bodoh!" kata si pelayan itu dengan garang. Sedangkan Shielda masih menatap pelayan itu, tanpa berkedip.

Tak peduli tatapan Shielda yang mengarah padanya, sang pelayan kembali berucap, "Siapkan air di pemandian! Aku harus mengistirahatkan tubuh mulusku ini." titahnya pada Shielda.

Shielda masih diam. Di pikirannya kini, kelakukan bejat pelayan ini berputar terus-menerus tanpa henti. Shielda menatap pelayan itu dengan tenang, mata peraknya masih menyala terang. "Kau pikir kau siapa?" tanyanya dengan tenang, nada menantang dan menyindir tersirat jelas dalam suaranya.

Pelayan itu melolot. "Aku majikanmu! Cepat siapkan air pemandian atau kau tidak akan kuberi makan malam ini!" titahnya lagi, kali ini dengan suara yang lumayan keras.

Shielda memiringkan sedikit kepalanya sambil menatap meremehkan pelayan itu. "Majikan? Pelayan rendahan sepertimu majikanku? Menggelikan." Kata Shielda dengan memutar bola matanya malas sembari menyeringai.

"Kau!" Pelayan itu menggeram. Tangan si pelayan bergerak ke atas hendak menampar pipi Shielda. Shielda tetap diam, tidak melakukan apapun.

Saat tangan si pelayan itu hampir menyentuh kulit pipinya, tiba-tiba secercah cahaya muncul dalam kulit Shielda, menyentuh lengan pelayan itu, menimbulkan ledakan yang sangat keras.

Brak!

Tembok yang membelakangi pelayan itu runtuh di karenakan si pelayan yang terdorong dengan sangat kuat. Ledakan keras terdengar sangat nyaring di seluruh istana. Membuat semua orang yang mendengarnya langsung ketakutan, ada juga yang langsung mencari sumber suara untuk mengetahui pelaku dari ledakan itu.

Secercah cahaya itu berasal dari perisainya. Shielda bisa mengaktifkan perisai langsung di kulitnya atau berjarak 30cm dari kulitnya. Orang yang berniat jahat kepadanya, biasanya langsung celaka sebelum menyentuh kulitnya.

Ada pula yang langsung mati di tempat. Perisai Shielda mengeluarkan kekuatan yang setara dengan niat kejahatan orang itu. Si pelayan tadi, sepertinya memiliki niat jahat yang cukup besar kepadanya. Terbukti dari balasan kekuatan yang memantul, menyerang balik kepada pelayan itu.

Suasana masih sepi, sedangkan orang-orang istana sedang mencari sumber ledakan. Shielda bangkit dari duduknya, menatap sejenak ke sekitar ruangan ini yang ia yakini merupakan kamarnya. Lantas, dia berjalan menuju cermin di samping tempat tidurnya, Shielda menatap dirinya di cermin.

"Ini wajahku?" gumamnya sendiri, tangannya terangkat menyentuh pipinya.

Wajah ini, benar-benar mirip dengan wajahnya dulu, wajah Dewi Shielda. Akan tetapi di wajah ini: wajah Putri Shielda, terdapat beberapa bintik merah yang menghalangi kecantikan seorang Shielda.

Shielda menatap tubuhnya. Tingginya sama, hanya saja, tubuh ini terlalu kurus. Di raga nya yang asli, tubuh Dewi Shielda begitu ramping dan elok. Berisi di beberapa bagian, tidak terlalu menonjol.

Shielda kembali menatap rambutnya. Tangannya menyentuh rambut hitam yang hanya setengah punggung. Saat menyentuh rambutnya, Shielda merasakan betapa kasarnya rambut ini. Berbeda dengan rambutnya dulu yang begitu halus dan hitam mengkilap.

Shielda berdecak, meratapi raga tubuh yang ditempatinya sekarang. "Aku yakin, Hamera pasti sekarang sedang menertawakanku." Ucapnya dengan sedikit kesal. Shielda benar-benar yakin. Masalahnya, Dewi Hamera akan menjadi orang pertama yang akan mengejeknya ketika Shielda berada dalam keadaan buruk rupa.

Tak memperdulikan Hamera lagi, Shielda kembali menatap cermin lalu tersenyum tipis. "Baiklah, mari kita kembalikan wujudku yang sebenarnya." Dia lantas memejamkan mata. Cahaya berwarna perak, dan oren keemasan berpendar mengelili tubuhnya. Selang beberapa detik, cahaya itu menghilang bersamaan dengan terbukanya mata perak itu.

Shielda tersenyum tipis, kembali lagi menatap cermin. Sekarang ini seperti benar-benar tubuhnya. Rambut yang tadinya kasar berubah menjadi halus dan mengkilap. Kulit wajah yang terdapat beberapa bintik merah, sekarang lenyap tak berbekas, memperlihatkan wajah putih susu yang begitu halus. Kulit yang tadinya agak kusam, sekarang setara dengan kulit wajahnya, putih susu yang begitu halus.

Tubuhnya kurusnya kini menjadi tubuhnya yang dulu, tubuh yang begitu ramping dan elok, berisi di beberapa bagian.

Aroma bunga olimpus menguar dari tubuhnya. Bunga olimpus memang aroma wangi tubuhnya, khas Dewi Shielda. Aroma bunga olimpus begitu harum, lembut dan menyejukkan. Tidak menyengat, karena Shielda tidak menyukai aroma yang menyengat.

Bunga olimpus adalah bunga para dewa. Bunga olimpus hanya tumbuh di taman Alam Langit, Dunia Atas. Tidak pernah sekalipun bunga olimpus tumbuh di Dunia Tengah, apalagi Dunia Bawah.

Dewa Pencipta beserta Dewi Pemelihara tidak memberkati bunga olimpus tumbuh di Dunia Tengah ataupun Dunia Bawah. Dan, Bunga Olimpus adalah bunga yang di berkati para dewa.

Suara gemuruh lantai marmer terdengar, disusul oleh suara alas kaki yang saling menyahut. Suara alas kaki yang bergemuruh itu terdengar mendekat ke arah sumber ledakan, kamar Shielda.

Shielda yang sedang menatap cermin menoleh kearah tembok yang runtuh menindih pelayan itu. Dia harus bagaimana sekarang? Berpura-pura lemah seperti Shielda yang dulu, atau bersikap tenang?

Berpura-pura lemah lalu di tindas? Tidak. Shielda tentu tidak akan melakukan itu. Di mana harga dirinya yang tinggi kalau sampai dirinya dengan begitu mudah ditindas oleh orang-orang rendahan macam mereka?

Selain karena tidak ingin menurunkan harga dirinya, Shielda juga pasti nantinya akan di ejek habis-habisan oleh Dewa Perang. Cih, menggelikan.

Pikiran Shielda terbuyarkan ketika mendengar seseorang berteriak di susul oleh suara yang lain.

"Itu! Di kamar Tuan Putri Shielda!"

"Ya, sepertinya ledakan berasal dari sana."

Tidak memikirkan apapun lagi, Shielda duduk di pinggiran kasurnya dengan tenang. Dirinya akan menunjukan, kalau Shielda tidak akan pernah lagi di tindas.

Orang-orang berpakaian prajurit itu datang tepat di depan tembok yang runtuh itu. Kira-kira asa sekitar 20 prajurit di sana. Mata orang-orang itu menatap tembok yang runtuh menindih pelayan, pandangan mereka beralih ke tempat tembok yang seharusnya berdiri kokoh, lalu beralih lagi ke arah Tuan Putri mereka yang masih duduk dengan tenang sambil menatap mereka.

Sedikit ada beberapa prajurit yang tampak terkejut melihat perubahan penampilan Shielda. Lebih tepatnya, perubahan postur tubuh dan wajahnya yang terlihat lebih mulus. Meskipun Shielda mengenakan gaun sederhana yang tampak lusuh, itu tak bisa menyembunyikan kecantikan alami yang menguar dari tubuhnya.

Ada pula beberapa yang mengendus aroma harum yang menguar, aroma harum yang lembut tidak menyengat.

Seakan tersadar akan tugasnya, salah seorang prajurit yang berdiri paling depan menoleh ke belakang, menatap salah satu prajuritnya. "Beritahu ini kepada Yang Mulia, beliau pasti akan sangat khawatir. Cepat!" titahnya tegas.

"Baik." Tanpa menunggu apapun lagi, satu prajurit itu meninggalkan tempat itu, berbalik, lalu menuju aula.

Setelah prajurit yang disuruh itu pergi, prajurit yang tadi memerintah menatap ke arah prajurit yang lain, lalu berucap, "Bereskan reruntuhan ini, pisahkan pelayan itu." Perintahnya.

Prajurit yang berdiri paling depan itu berjalan mendekat ke arah Shielda, lalu membungkuk hormat. "Salam Putri, apakah Putri baik-baik saja?" Tanya prajurit itu.

Shielda menatap prajurit itu sebentar, lalu mengangguk.

"Ijin bertanya Putri, sebenarnya apa yang terjadi di sini? Kenapa tembok ini sampai runtuh dan menimpa pelayan itu?" Tanya prajurit itu.

Shielda menatap prajurit itu, lalu mengalihkan pandangannya pada pelayan kurang ajar yang masih tertimpa reruntuhan tembok. Tanpa berbohong, Shielda menjawab, "Dia tidak sopan, menjambak rambutku, menyuruhku untuk menyiapkan air pemandian untuknya, dan tangan rendahan itu hampir menampar pipiku. Dia pikir dia siapa." Kata Shielda berucap dengan tenang dan berwibawa, tanpa ada kebohongan sedikitpun. Bagaimana mungkin seorang Dewi berbohong? Seumur hidupnya, Shielda bahkan tidak pernah berbohong.

Shielda lalu menatap prajurit itu. "Menurutmu, apa yang harus kulakukan kepada pelayan kurang ajar sepertinya?"

Bisa dilihat dengan jelas, tubuh prajurit itu menegang selama beberapa detik. Di pemikiran prajurit itu, kenapa Tuan Putrinya menjadi setenang dan sepemberani ini? Dia tahu, kalau yang diucapkan Tuan Putrinya itu memang kebenaran. Karena sudah menjadi rahasia umum di kalangan pelayan dan beberapa prajurit kalau pelayan pendamping Shielda sering menindas dan menganiaya majikannya.

Tapi selama ini Tuan Putrinya tidak pernah mengadu, dan selalu beringsut ketakutan jika melihat pelayan atau prajurit yang menghampirinya. Dan apa ini? Shielda, Tuan Putrinya mengadu, dengan nada tenang nan berwibawa itu, tanpa ada ketakutan atau kegelisahan yang terpatri di matanya.

Prajurit itu segera menjawab, "Hukuman mati, Putri. Anda tidak perlu turun tangan langsung untuk menghukumnya, karena itu sudah menjadi tanggung jawab pihak istana." Ujarnya.

Shielda menatap lagi pelayan yang tertindih reruntuhan itu, "Ya, sepertinya kau benar, aku tidak perlu turun tangan langsung untuk menghukumnya. Harga diriku akan jatuh kalau aku menghukum pelayan rendahan sepertinya." Kata Shielda dengan nada mencela di bagian akhir yang tak ditutup-tutupi.

"Ah, pihak istana tak perlu melakukan hukuman mati itu. Dari yang kulihat, sepertinya pelayan itu telah mati."

Prajurit itu sekali lagi terkejut. Shielda benar-benar berubah. Tuan Putrinya sekarang menjadi pemberani dalam berkata. Di dalam hati prajurit itu, dia mengucap syukur, dengan begini, Tuan Putrinya itu tidak akan pernah tertindas lagi.

"Ijin bertanya Putri. Kenapa tembok peraduan anda bisa runtuh seperti ini? Tidak mungkin kalau pelayan itu mencelakakan dirinya sendiri. Atau bisa jadi, anda yang—ehm, maaf Putri, bisa jadi anda yang membuatnya seperti ini?" Setelah mengucapkan itu. Prajurit itu segera membungkuk, bersujud dengan kepala yang menyentuh lantai. "Ampuni kelancangan hamba, Putri."

Bukannya marah, Shielda malah menjawab dengan tenang. "Tak apa. Kau benar, aku yang—," belum sempat Shielda menyelesaikan ucapannya, kedatangan seseorang yang tiba-tiba membuatnya kembali mengatupkan mulut, dan menatap orang itu.

"Hormat hamba, Yang Mulia."

Prajurit yang tadi membungkuk kepada Shielda, mengangkat sedikit kepalanya untuk menatap siapa yang baru saja datang. Setelah tahu siapa, buru-buru dia bersujud lagi.

"Hormat hamba, Yang Mulia."

Ya, rupanya yang datang adalah pemegang tahta tertinggi Kerajaan Phoenix, Yang Mulia Raja Dazza. Biasanya raja jarang sekali melakukan teleportasi, dan kalaupun melakukan teleportasi, tentu itu pasti sangat penting.

Ya, ini jelas sangat penting, mengingat Putri Shielda dan Pangeran Mahkota Aldebaran merupakan anak kesayangannya, anak dari Ratu terdahulu.

Mengabaikan prajurit, Raja Dazza mendekati sang putri, Shielda. Prajurit yang menyadari keberadaannya menganggu pun memundurkan diri dari sana, dan membantu prajurit yang lain untuk membereskan reruntuhan.

Raja merendahkan badannya di depan Shielda, yang duduk di tepi ranjang. Tak peduli meskipun statusnya sebagai raja, anaknya adalah yang utama. "Kau tidak apa-apa? Apa yang terjadi? Apakah pelayan itu berusaha menyakitimu? Bagian mana dia menyakitimu?" Pertanyaan beruntun itu keluar dari mulut Raja Dazza, tangannya menggenggam erat tangan Shielda.

Shielda menatap tangannya yang di genggam oleh raja, ayahnya. Lalu Shielda mengalihkan tatapannya dan menatap raja.

Kalau orang itu berniat jahat kepadanya, tentu saja dia tidak akan bisa menyentuh kulit Shielda. Tapi ini? Raja Dazza benar-benar tidak berniat jahat, tubuh Shielda tidak bereaksi terhadapnya.

Ingatan jiwa Shielda terdahulu memasuki pikirannya. Semua perbuatan Raja secara berurutan masuk ke dalam pikirannya. Menurut pendapat Shielda kini, ayah jiwa Shielda yang dulu adalah ayah yang baik, begitu memperhatikan jiwa Shielda. Tapi tetap saja, Raja dan kakaknya tidak mengetahui kemalangan dan penderitaan yang Shielda rasakan selama ini.

Mulut Shielda terbuka, akan mengucapkan sesuatu. "Ayah," ucapnya tenang dan pelan. Shielda rasanya ingin menangis, dia merindukan Ayahnya Alfheus dan Ibunya Asera. Kira-kira apa yang sedang mereka lakukan di alam langit sekarang?

Raja Dazza tersenyum tulus, "Ya, ini Ayah. Jawab pertanyaanku, Nak. Aku harus segera memberi pelajaran terhadap orang yang menyakitimu."

Shielda tersenyum tipis, Shielda mungkin akan segera menganggap lelaki di depannya sebagai ayahnya sendiri. Sikap lelaki di depannya benar-benar seperti ayahnya yang asli, Alfheus.

"Aku baik-baik saja. Pelayan itu berusaha menyakitiku. Dia bahkan menjambak rambutku, menyuruhku, dan hampir menamparku, tapi baru saja akan menampar, tubuhnya langsung terpental dengan kuat karena melawan kekuatanku." Shielda menjawab dengan tenang.

Dan untuk pertama kalinya, Shielda mengadu pada ayahnya. Shielda mengadu, dia benar-benar tidak akan membiarkan dirinya tertindas lagi.

Raja Dazza menatap anaknya, dia merasa anaknya berubah. Wajahnya terlihat lebih mulus, rambutnya bahkan mengkilap. Bahkan, dari jarak sedekat ini, dirinya bisa mencium aroma bunga olimpus menguar dari tubuh Shielda. Ya, Raja tentu tahu kalau ini adalah wangi bunga olimpus.

Kenapa Raja bisa tahu? Setiap Raja atay Ratu, pemimpin di setiap kerajaan harus mengetahui rupa dan harum dari bunga olimpus. Bunga olimpus adalah bunga para dewa, menjadi incaran mahkluk Dunia Tengah karena mereka menginginkan bunga para dewa.

Tapi meskipun anaknya berubah, Raja senang. Anaknya berubah ke hal yang lebih positif. Shielda sekarang seperti sudah tidak rapuh lagi, tapi meskipun begitu, baik kemarin atau sekarang, Shielda merupakan anaknya, dan tetap anaknya.

Raja bertanya, karena ada sesuatu yang ditanyakan. "Tapi bagaimana bisa pelayan itu terpental?" tanyanya penasaran. Setahunya, anaknya mempunyai fisik yang lemah. Bahkan tingkat ilmu sihirnya baru mencapai tingkat Mist. Untuk melempar seseorang sampai membuat tembok runtuh, tentu butuh kekuatan yang sedikit besar, minimal harus berada di tingkat Mast.

• Tingkatan Penyihir (Tahap awal)
- Mist (Rendah)
- Bard (Tengah)
- Rish (Tinggi)
- Cist (Puncak)
- Mast (Langit)

Setelah sampai tahap Mast, di lanjut dengan Tahap lanjut.

• Tingkatan Penyihir (Tahap lanjut)
- Magician
- Wizard/Witch/Warlock
- Elementalist
- Sorcerer
- Sage

Di tahap ini setiap tingkat mempunyai level lagi, yaitu satu, dua, dan tiga. Contoh : Sage tingkat satu, Sage tingkat dua.

Setelah seseorang melewati tahap Sage tingkat tiga, maka mereka akan mendapatkan tingkatan Tanpa Batas.

Shielda sekarang sedang berfikir, dia harus menjawab apa? Berbohong saja? Tidak. Shielda benar-benar tidak bisa berbohong. Kalau di biarkan memilih antara berbohong dan membunuh, jelas Shielda lebih memilih untuk membunuh. Pasalnya, berbohong tidak termasuk sifat dewa dan dewi manapun. Sedangkan membunuh? Ada, Stix, sang dewa perang yang haus darah.

Atau Shielda harus menjawab jujur saja? Dirinya sekarang sudah mencapai tingkat Tanpa Batas karena sering berlatih dengan Ibundanya dulu. Tapi kalau sekarang, bagaimana mungkin dirinya mengatakan sudah mencapai tingkat Tanpa Batas.

Ada satu cara. Ya, ada satu cara.

Shielda menatap ayahnya, "Aku tidak bisa menjawab, Ayah. Mungkin suatu saat nanti aku akan menjawab, tapi tidak untuk saat ini." Jawabnya tenang.

Raja tampak menghela nafas, lalu mengangguk pelan. "Ya, tak apa. Mau bagaimanapun kekuatan itu muncul, di mana dan siapa, yang penting kau baik-baik saja." Ujarnya, lalu bangkit dan mengelus rambut Shielda pelan.

Ah, yang baik dan perhatian kepada Shielda itu selain raja, ada juga kakaknya, Pangeran Mahkota Aldebaran. Lantas, sekarang kemana kakaknya itu? Kenapa dia tidak ada di sini?

Shielda mendongkak, menatap Raja yang rupanya sedang menunduk. "Kakak dimana? Kenapa dia tidak ada di sini?" Tanya Shielda.

Raja duduk di tepi ranjang, di samping Putrinya. "Pagi tadi Pangeran Alde pergi melakukan pemeriksaan ke desa pusat wilayah karena di sana sedang ada masalah. Dia tidak sempat berpamitan denganmu karena keadaannya benar-benar terdesak. Mungkin dia akan kembali besok atau lusa."

Shielda mengangguk-nganggukkan kepalanya sebagai balasan. Karena tak ada pembicaraan lagi, Shielda kembali menatap reruntuhan itu yang sudah sedikit dibersihkan keluar, di sana juga terlihat pelayan yang terbaring kaku. Rupanya sudah benar-benar mati.

Canggung. Canggung.

Raja menoleh menatap anaknya, "Sebaiknya kau istirahat, Nak. Kejadian tadi sepertinya membuatmu lelah."

Shielda menatap Raja. Istirahat? Istirahat dengan cara apa? Tidur? Oh, sungguh, Shielda itu seorang dewi, bagaimana bisa dia tertidur. Tapi mengingat kini ia berada dalam raga orang lain, mungkin akan membantunya untuk menidurkan diri.

Shielda mengangguk, Raja bangkit dari duduknya, Shielda pasti akan meluruskan kakinya. Tapi, baru saja akan mengangkat kakinya ke atas ranjang, suara seorang wanita memanggil ayahnya membuat Shielda ikut menoleh.

"Salam, Yang Mulia."

Shielda menoleh, menatap wanita itu. Wanita itu membungkuk sejenak, lalu kembali ke posisi semula. Lihat pakaiannya, pakaian wanita itu begitu mewah, serta terdapat mahkota di kepalanya.

Kepala Shielda berputar. Ingatan tentang perempuan ini langsung masuk secara berurutan ke dalam pikiran dan ingatannya. Wanita ini Ratu yang baru. Wanita yang menggantikan posisi Ibunya. Nama wanita ini, Ratu Anjelin.

Cih, Shielda bahkan tidak sudi memanggil dia Ratu, apalagi memanggilnya dengan panggilan Ibu. Benar-benar menjijikan.

Ratu Anjelin berjalan mendekati raja dan dirinya. Di belakang Ratu Anjelin, ada empat orang wanita.

Tiga di antara wanita itu, Shielda tebak kalau mereka adalah pelayan. Sedangkan satu wanitanya lagi---ingatan kembali masuk ke dalam pikirannya tentang siapa wanita itu---dia pasti Putri Amber.

Saat mata perak Shielda dengan mata Putri Amber beradu, Shielda bisa menangkap kalau Putri Amber sedikit tertegun melihatnya. Tapi kenapa dia tertegun? Kaget karena Shielda tidak mati, atau kaget karena sekarang Shielda jauh lebih cantik?

Ratu sekarang sudah ada di hadapannya. Lihat, ratu sekarang memasang ekspresi khawatir yang sudah Shielda yakini bahwa peran akan segera di mulai.

Ratu menatap ke arah raja, "Apa yang terjadi terhadap Shielda, Yang Mulia? Kenapa tembok ini bisa sampai runtuh?" tanya Ratu, lalu dia menatap Shielda, Shielda balas menatapnya dengan tenang, tanpa takut sedikitpun.

"Nak, apakah kau baik-baik saja?" tangan Ratu terangkat hendak menyentuh kepalanya, mungkin akan mengelus untuk memperlancar dramanya di depan raja.

Seperti yang sebelumnya, saat kejadian pelayan wanita tadi. Tepat saat jarak tangan Ratu semakin dekat dengan rambut Shielda, setitik cahaya muncul dari kulit Shielda, cahaya itu berpendar sampai menyentuh kulit Ratu, tanpa bisa di cegah, lalu---

BRAK!

Tubuh Ratu terpental jauh sampai tembok di depan kamar Shielda. Tembok itu tidak sampai runtuh, hanya retak.

"IBU!"

• • ๑ • •

1 KATA BUAT PART INI?

GIMANA PART INI?

INSTAGRAM
@rismaqonitaa
@ristory.zone

Untuk yang tidak mau ketinggalan notifikasi perihal update cerita, kalian bisa follow Wattpad aku rismaqonita dan,
Instagram stories : @ristory.zone

Baca ceritaku yang lainnya juga, ya!
Terima kasih!

Continue Reading

You'll Also Like

58.6K 572 5
Jatuh cinta dengan keponakan sendiri? Darren William jatuh cinta dengan Aura Wilson yang sebagai keponakan saat pertama kali bertemu. Aura Wilson ju...
854K 75K 33
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...
1.2M 85.6K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
1.1M 105K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...