A Romantic Story About Junkyu...

By bucinjunkyu

181K 16.7K 3.6K

DONT LIKE DONT READ!!!!!!!!!!!!!!! Mereka menjalin hubungan karena keterpaksaan, yang lama kelamaan menjadi h... More

1
2
3
4
5
6
7
8
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20 (end.)
21 (epilog.)

9

6.9K 742 85
By bucinjunkyu

Junkyu mulai sembuh, meskipun dia belum bekerja, Haruto tidak mengijinkannya. Haruto bersikeras bahwa Junkyu belum boleh bekerja, dan dia memerintahkan Dokter Jihoon menghubungi langsung atasan Junkyu sehingga tidak masuknya Junkyu selama empat hari ini tidak akan menjadi masalah.

Well, besok dia harus masuk, dia sudah sehat, itu hanya flu biasa dan dengan perawatan Haruto yang sengat intensif disertai dengan obat dari Dokter Jihoon yang sangat manjur, dia sudah merasa cukup kuat hari ini.

Dan Junkyu merindukan Noa. Sudah empat hari dia tidak ke rumah sakit, kemarin tubuhnya masih terlalu lemah, tetapi sekarang dia sudah agak kuat dan tidak sabar ingin segera melihat Noa.

Suster Jisoo menelepon dan menceritakan perihal Haruto yang mengangkat teleponnya pada waktu Junkyu tertidur, sekaligus meminta maaf jika dia sudah hampir membuka rahasia Junkyu.

Setelah itu, Junkyu bersikap hati-hati kepada Haruto, menunggu laki-laki itu bertanya kepadanya. Tetapi Haruto besikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Jadi Junkyu berpikir Haruto tidak menganggap telepon dari suster Jisoo itu sebagai sesuatu yang serius.

Junkyu sudah berpakaian rapi, saat itu jam lima sore. Haruto masih akan pulang jam sembilan malam, jadi dia masih punya waktu lebih dari cukup untuk menengok Noa.

Dengan riang karena akhirnya bisa berkunjung lagi ke rumah sakit, Junkyu berjalan dan membuka pintu keluar apartemennya hanya untuk berhadapan dengan sosok Haruto yang akan membuka pintu untuk masuk.

Haruto mengamati Junkyu yang berpenampilan rapi. "Mau kemana?" tanyanya langsung.

Sejenak Junkyu terperangah tak menyangka akan berhadapan dengan Haruto, matanya mengerjap gugup.

"Junkyu?" Haruto mengulang pertanyaannya dalam matanya.

"Eh aku..." Junkyu mengerjap lagi, "aku mau membeli bahan makanan di supermarket." gumamnya, mengucapkan hal pertama yang terpikir di dalam benaknya.

Haruto mengernyit, "Kau masih sakit, tidak boleh keluar-keluar, kau bisa membeli bahan makanan itu besok, lagipula aku sudah membawa makanan."

Haruto menunjukkan kantong kertas di tangannya dan melangkah masuk lalu menutup pintu apartemen. Ketika dirasakannya Junkyu masih terpaku dia menoleh dan mengangkat kantong makanan itu, "Kau tidak mau menatanya di piring sementara aku mandi?" tanyanya lembut.

Junkyu tergagap dan mengangguk, lalu menerima kantong itu dari Haruto. Ketika Haruto melangkah ke kamar dan mandi, Junkyu menata makanan di dapur dengan frustasi. Kenapa Haruto sudah pulang sore-sore begini? Kenapa waktunya begitu tidak tepat?

Junkyu menyempatkan diri menghubungi Suster Jisoo dan menjelaskan perihal batalnya kunjungannya ke rumah sakit. Untunglah suster Jisoo mengerti lalu menjelaskan secara singkat kondisi Noa yang stabil sehingga kemungkinan operasi ginjalnya bisa dilakukan beberapa hari lagi.

Junkyu merasa sangat lega mendengarnya, dengan cepat dipanjatkannya doa permohonan untuk Noa lalu melanjutkan menata makanan itu.

Semua masakan yang dibeli Haruto tampak hangat dan menggiurkan sehingga mau tak mau menggugah selera Junkyu.

"Kau pasti menyukainya, itu menu andalan dari restaurant favoritku."

Haruto masuk kedapur dengan mengenakan pakaian santai, dia sudah bertransformasi dari pembisinis yang dingin ke laki-laki yang lebih mudah didekati.

"Mana kopiku?" gumamnya disebelah Junkyu.

Haruto berdiri begitu dekat hingga membuat Junkyu gugup, dengan ceroboh dia hampir melompat menjauh dari Haruto, membuat Haruto mengangkat sebelah alisnya sambil menatap Junkyu.

"A... akan kubuatkan." gumam Junkyu dengan pipi merah padam.

"Tidak, nanti saja akan kubuat sendiri, kemarilah, aku belum memeriksamu sejak tadi." Haruto merentangkan tangannya sambil bersandar di meja dapur.

Junkyu memandang ragu-ragu ke tangan Haruto yang terentang, lalu beralih ke mata Haruto yang menyiratkan perintah tanpa kata-kata. Dengan ragu dia melangkah mendekat ke arah Haruto, laki-laki itu langsung merengkuhnya ke dalam pelukannya.

"Hmmmm kau harum seperti aroma bayi." gumam Haruto tenggelam disela sela rambut Junkyu.

Haruto juga harum, pikir Junkyu dalam hati. Aroma sabun dan aftershave. Aroma yang sudah familiar dengannya dan mau tak mau Junkyu merasa nyaman ada di dalam pelukan Haruto,

Mereka berdiri sambil berpelukan beberapa lama, tanpa suara tanpa kata-kata. Ketika akhirnya Haruto mengangkat kepalanya dan menatap Junkyu, matanya tampak membara.

"Kau sudah tidak demam lagi." suaranya terdengar serak, dan Junkyu mengerti artinya.

Haruto sudah terlalu lama menahan diri, Haruto tidak menyentuhnya selama tiga malam. Dan mengingat besarnya gairah Haruto kepadanya, sepertinya itu sudah hampir mencapai batas maksimal pengorbanan Haruto. Junkyu sangat mengerti.

"Iya, aku sudah tidak demam lagi." balas Junkyu lembut.

Haruto mengerang lalu menekankan tubuhnya makin rapat pada tubuh Junkyu, hingga miliknya yang sudah mengeras menekan Junkyu, membuat pipi Junkyu memerah.

Dengan lembut Haruto mengusap pipi Junkyu, "Begitu liar di ranjang, tapi masih bisa memerah pipinya ketika kugoda."

Dengan lembut Haruto meniupkan napas panas di telinga Junkyu, membuat tubuh Junkyu menggelenyar, "Apakah aku juga bisa membuat yang di bawah sana merona ketika kugoda?"

Tangan Haruto menyentuh Junkyu dengan lembut, membuat napas Junkyu terengah. Jemari yang kuat itu menelusup ke dalam, menyentuh Junkyu dan menggodanya, membuatnya menegang.

Haruto mendorong Junkyu ke atas meja dapur. Melepas celana Junkyu dan membuka pahanya, lalu dengan cepat membuka celananya sendiri dan menyatukan dirinya dengan Junkyu.

Kerinduannya begitu dalam sehingga kenikmatan yang terasa begitu menyengat seakan-akan jiwanya dipukul dengan tabuhan percikan orgasme tanpa ampun. Entah hati mereka saling berseberangan, tetapi ternyata tubuh mereka saling membutuhkan.

Junkyu setengah terbaring di atas meja dapur dengan tubuh Haruto melingkupinya. Haruto membutuhkannya dan Junkyu dengan caranya sendiri membutuhkan Haruto. Ketika paha Junkyu melingkupi pinggang Haruto, Haruto menekankan dirinya kuat kuat, menggoda batas pertahanan Junkyu.

"Haruto..." Junkyu merintih, tanpa sadar mengucapkan nama Haruto, dan ucapan itu bagaikan musik hangat di telinga Haruto.

"Ya manis, katakan manis... kau ingin aku berbuat apa?" bisik Haruto parau disela tubuhnya yang bergolak untuk memuaskan Junkyu, di sela napasnya yang tersengal yang terpacu cepat.

"Kau ingin aku memuaskanmu ya? Aku akan memuaskanmu manis, aku akan memuaskanmu sampai kau tidak akan pernah bisa menemukan kepuasan yang sama dari siapapun.." Dengan posesif Haruto menekan Junkyu menyatakan kepemilikannya.

"Kau tidak akan pernah menemukan laki-laki lain." suara Haruto tercekat ketika hantaman orgasme melandanya, membawa Junkyu ikut dalam pusaran puncak kenikmatannya.

Dan akhirnya, mereka baru menyantap makan malam hampir lewat tengah malam.

***

Ruangan itu sangat sunyi, hanya suara alat-alat penunjang kehidupan yang berbunyi secara teratur.

Junkyu duduk disana, disamping ranjang Noa, menatap Noa yang terbaring dengan damai. Dua jam lagi operasi ginjal Noa akan dilaksanakan.

Kau harus kuat bertahan ya? demi aku kau harus bertahan, kau harus bertahan, demi aku Kazana Noa...

Berkali-kali Junkyu merapalkan kata-kata itu seperti sebuah doa yang tidak ada putus-putusnya.

Noa tampak lebih kurus, dan pucat, dan begitu diam, tetapi Junkyu meyakini masih ada kekuatan hidup yang tersembunyi di dalam tubuh Noa, Junkyu mempercayainya. Junkyu percaya kepada Noa, seluruh harapannya masih bertumpu kepada kepercayaannya itu.

Kemungkinan keberhasilan operasi itu adalah 40:60, dan Junkyu bergantung kepada 40% itu. Dia percaya Noa adalah laki-laki yang kuat, buktinya dia sudah berhasil bertahan sampai sejauh ini.

Suster Jisoo masuk ke dalam ruangan, dan menyentuh pundak Junkyu. "Kondisinya stabil Junkyu, aku yakin dia akan berhasil melalui ini semua."

"Iya suster, Noa pasti kuat."

Suster Jisoo mengecek denyut nadi Noa lalu menatap Junkyu seolah teringat sesuatu.

"Bagaimana kau berpamitan dengan Watanabe Haruto?"

Junkyu merona.

"Aku bilang menemani teman yang akan melahirkan." gumamnya pelan, merasa berdosa karena tidak biasa berbohong.

***

H

ari ini hari minggu, Haruto kebetulan berencana melewatkan waktunya seharian dengan Junkyu.

Tetapi dengan alasan palsu dan kebohongan yang terbata-bata, Junkyu berhasil membuat Haruto melepaskannya meskipun dahi Haruto tampak berkerut curiga ketika Junkyu berpamitan tadi pagi.

"Kalau begitu kenapa kau tak mau kuantar?" kejar Haruto tadi pagi ketika Junkyu menolak tawarannya.

"Karena temanku ini mengenalmu sebagai bosku, nanti dia bisa mengetahui semuanya." jawab Junkyu cepat-cepat.

Haruto mengerutkan keningnya lagi, tidak puas.
"Apakah dia salah satu pegawaiku?"

"Bukan!"

Junkyu langsung menyela keras, karena setelah mengenal Haruto lebih dekat, Junkyu tahu, jika dia menjawab 'iya', maka Haruto pasti akan menyuruh salah satu staff personalianya untuk mengecek apakah benar ada karyawannya yang akan melahirkan, dan dia akan mendapati kalau Junkyu berbohong.

"Dia bukan pegawaimu, tapi dia banyak mengenal teman-teman kantor dan dia tahu tentangmu, jadi kalau dia melihatmu dia bisa bertanya-tanya kepada yang lain."

"Oke, kalau begitu di Rumah Sakit mana?"

Junkyu kehilangan kata-kata, berusaha mencari jawaban. "Eh... Aku tidak tahu di Rumah Sakit mana."

Dengan cepat Haruto melangkah ke hadapan Junkyu yang berusaha menghindari tatapannya.

"Kau bilang akan menemani temanmu itu di Rumah Sakit, bagaimana mungkin kau tidak tahu di mana rumah sakitnya?"

"A-aku..." dengan gugup Junkyu menelan ludah, "Aku akan menunggu di kost yang lama, suaminya akan menjemputku nanti."

Disyukurinya jawaban yang terlintas cepat di otaknya. Dia jarang berbohong, dan tidak pandai berbohong. Sementara Haruto terlihat seperti seorang detektif yang mencurigai tindakan kriminal yang dilakukan di belakangnya.

"Suaminya?"

Jawaban itu sepertinya membuat Haruto tidak senang karena ekspresi wajahnya semakin menggelap.

"Kau membiarkan suaminya menjemputmu? kalian hanya berdua di jalan?"

Junkyu merasa gugup, tapi kemudian dia merasa ingin tertawa mendengar perkataan Haruto yang terasa aneh.

"Watanabe Haruto." gumam Junkyu jengkel, "Dia seorang suami, dan isterinya akan melahirkan anaknya, apa yang ada di dalam pikiranmu?"

Perkataan itu membuat pipi Haruto merona, dan dia melangkah mundur.

"Ah ya... maaf." lalu Haruto menatap Junkyu tajam, "Kau boleh pergi, tapi begitu sampai di rumah sakit itu kau harus menghubungiku."

"Ya." jawaban Junkyu terlalu cepat sehingga Haruto menatapnya makin curiga.

"Kau harus menghubungiku, Oke?"

"Oke." jawab Junkyu terlalu cepat.

"Kim Junkyu!" Suara Haruto terdengar jengkel.

"Oke, Aku janji." Jawab Junkyu akhirnya.

"Dan sebelum jam delapan malam kau harus pulang."

"Baik Haruto."

Junkyu berjanji meski tidak tahu apakah dia bisa menepatinya.

***

Dan sekarang dengan sengaja Junkyu mematikan ponselnya. Bagaimanapun kemarahan Haruto nanti akan ditanggungnya, sekarang yang paling penting adalah Noa.

"Sudah waktunya." gumam suster Jisoo, membuyarkan lamunan Junkyu.

Dua perawat lain masuk ke ruangan dan mulai mempersiapkan mesin-mesin penunjang kehidupan untuk Noa. Lalu mulai mendorong tubuh Noa keluar ruangan.

Junkyu mengikuti di belakang, sampai Noa menghilang di pintu khusus ruang operasi. Dengan lemah dia menoleh ke suster Jisoo, "Berapa lama suster operasinya?"

Suster Jisoo memeluk Junkyu lembut, "Untuk operasi berat seperti ini, minimal 4 jam Junkyu."









4 jam











5 jam












6 jam
















Napas Junkyu mulai terasa sesak, berkali kali dia melirik lampu di atas pintu ruang operasi. Tetapi tetap tidak ada gerakan di sana. Di setiap detik yang terlewatkan dengan begitu lambat, napas Junkyu terasa makin lama makin sesak.

Kenapa lama sekali? Apa yang terjadi? Apakah para dokter mengalami kesulitan? Bagaimana kondisi Noa disana?

Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di dalam benak Junkyu, membuatnya makin cemas dan ketakutan.

Suster Jisoo sudah berkali-kali menengok keadaan Junkyu di sela-sela tugas jaganya, membawakan Junkyu segelas teh dan makanan kecil karena Junkyu tidak mau makan.

"Makanlah dulu Junkyu. Aku tidak mau kau pingsan nantinya." gumam suster Jisoo sambil memijit lembut pundak Junkyu.

Dengan lemah Junkyu menggeleng. "Tidak bisa suster, aku terlalu cemas untuk makan."

"Kalau begitu minumlah tehmu, kau sama sekali belum makan sejak tadi, setidaknya teh manis bisa memberikanmu sedikit tenaga."

Dengan patuh Junkyu meneguk teh manisnya, lalu menatap ke pintu lagi dengan cemas.
"Kenapa lama sekali suster operasinya?"

Suster Jisoo menghela napas. "Aku tidak tahu Junkyu, tapi Noa kan kasus khusus, para Dokter harus benar-benar berhati-hati menanganinya, mungkin itu yang memerlukan waktu lebih lama."

Pandangan Junkyu tetap tidak terlepas dari pintu ruang operasi. Ketegangannya semakin meningkat ketika lampu di atas pintu ruang operasi menyala. Tanpa sadar dia terlompat dari tempatnya berdiri dan setengah berlari menyongsong Dokter.

Dokter itu tersenyum sebelum Junkyu bertanya, dia mengenal Junkyu, mengenal kegigihan pemuda itu memperjuangkan kehidupan tunangannya. Dan tanpa sadar turut merasakan empati pada pasangan itu.

"Tidak apa-apa Junkyu, Noa laki-laki yang kuat, operasinya berhasil."

Tubuh Junkyu langsung lunglai penuh rasa syukur hingga sang Dokter harus menopangnya.

"Selamat Junkyu, kau berhasil... Kalian berdua berhasil."

***

"Pulanglah dulu Junkyu, ini sudah hampir jam tiga pagi." suster Jisoo yang masih setia menemani mengguncang pundak Junkyu.

Dia kasihan melihat Junkyu tertidur kelelahan di samping ranjang Noa. Begitu Noa keluar dari ruang pemulihan dan kembali ke kamar perawatan intensif, Junkyu tak pernah beranjak dari sisi Noa, tidak makan, tidak minum. Hanya duduk disana mengenggam tangan Noa yang tidak terbalut infus, seolah olah akan ada keajaiban dimana Noa akhirnya sadarkan diri.

Kasihan sekali kau nak, suster Jisoo menggumamkan rasa tersentuhnya dalam hati.

Junkyu berusaha mengumpulkan kesadarannya, tanpa terasa tadi dia tertidur karena kelelahan.

"Kau harus pulang Junkyu, ingat, mungkin Haruto kebingungan mencarimu."

Astaga! Astaga! Astaga! Ya Tuhan, Junkyu benar-benar lupa, Haruto! Astaga, laki-laki itu pasti akan mencarinya dan sekarang dia pasti sedang marah besar!

Dengan gugup Junkyu bangkit dari kursinya, sedikit gemetar membayangkan kemarahan Haruto nantinya.

"Aku meminta supir rumah sakit mengantarmu pulang, jadi kau tidak perlu naik taksi dini hari begini." Suster Jisoo berusaha meredakan kegugupan Junkyu.

Dengan cepat Junkyu mengecup tangan Noa yang masih ada dalam genggamannya, memeluk suster Jisoo dan setengah berlari keluar.





tbc.

Continue Reading

You'll Also Like

87.3K 9K 14
[end] Menceritakan perjuangan seorang bocah menaklukan sang pujaan hati. -𝗵𝗮𝗿𝘂𝗸𝘆𝘂's fic Warn! ✔︎ Bxb ✔︎Include harsh words & mature content ✔...
188K 14.8K 18
si playboy jay dan si pendiam jungwon jaywon sunsun and enhypen members
199K 9.8K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
156K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...