A Romantic Story About Junkyu...

By bucinjunkyu

181K 16.7K 3.6K

DONT LIKE DONT READ!!!!!!!!!!!!!!! Mereka menjalin hubungan karena keterpaksaan, yang lama kelamaan menjadi h... More

1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20 (end.)
21 (epilog.)

2

9.3K 899 308
By bucinjunkyu

Pagi itu hujan deras sekali, Junkyu menunggu di halte bus dengan panik, hujan deras akan menyebabkan macet parah, dan sampai sekarang bis yang dia tunggu tak kunjung kelihatan.

Sementara itu hujan turun makin deras hingga pemandangan di depannya makin kabur, orang orang mulai menyingkir karena halte itu tak dapat lagi melindungi mereka dari terpaan hujan, dan Junkyu masih berdiri sambil mencengkeram payungnya erat-erat, menahan tiupan angin yang makin kencang.

Matanya bergantian melirik jam tangannya dan ujung jalan dengan harap-harap cemas, dia pasti akan terlambat hari ini. Mr. Lee, manajer lapangannya yang galak itu pasti akan marah besar karena pagi ini dia dijadwalkan meeting pagi dengannya, pria tua itu sangat tepat waktu dan dia tidak suka menunggu.

Tiba-tiba sebuah mercedes hitam legam yang sangat mewah meluncur mulus dan berhenti tepat didepan Junkyu. Mulanya Junkyu tidak menyadari kalau mobil itu berhenti untuknya karena perhatiannya terlalu terfokus pada ujung jalan, tetapi ketika pintu mobil itu mendadak terbuka, Junkyu hampir terlonjak karena kaget.

"Masuklah."

Mulanya Junkyu ingin mendamprat siapapun pengemudi mobil itu yang dengan seenaknya mengira Junkyu adalah lelaki gampangan yang mudah dibawa.

Tetapi ketika Junkyu merasa mengenali suara lelaki itu, dengan ragu ditundukkannya kepalanya untuk memastikan bahwa pegemudi itu sesuai dengan dugaannya.

Mata hitam yang tajam itu membalas tatapannya, yah kalau tidak bisa dibilang sedang sial, setidaknya dugaannya tidak salah.

"Ayo masuk, kau akan basah kuyup jika berdiri terus disitu, kita kan searah." Haruto agak berteriak mengalahkan derasnya suara hujan dan petir yang bersahut-sahutan.

Junkyu masih berdiri ragu-ragu, perjalanan ke kantor kan jauh dan lama, Junkyu merasa enggan dan tak tahu apa yang akan dibicarakan dengan Haruto sepanjang jalan.

Lagipula... Junkyu melirik dengan cemas ke arah payungnya, payungnya basah kuyup dan menetes-netes dan interior mobil itu sepertinya sangat bagus. Jika kena air...

"Masuk Junkyu! Aku tak peduli dengan payung basah itu! Kau akan membuat kita berdua terlambat! masuk, atau aku sendiri yang akan menyeretmu."

Suara geram Haruto lah yang menyadarkan Junkyu dari keraguannya, dengan cepat dia memasuki pintu yang terbuka dan duduk di sebelah Haruto.

Satu detik setelah pintu tertutup, Haruto langsung menginjak gas menjalankan mobilnya, seolah takut Junkyu berubah pikiran.

Haruto melirik sedikit pada Junkyu yang memandang cemas pada payung yang meneteskan air di tangannya.

"Taruh saja di tempat dibelakang, pengurus mobilku akan membersihkannya, dan pasang sabuk pengamanmu."

Secara otomatis Junkyu menoleh kebelakang dan menemukan wadah plastik silinder ditengah jok belakang, mungkin tempat koran atau semacamnya, tapi wadah itu kosong dan Junkyu meletakkan payung itu disana, lebih baik daripada payungnya meneteskan air membasahi kursi kulit yang mewah atau karpet tebal mobil ini.

Setelah memasang sabuk pengamannya, Junkyu menyadari bahwa sudut mata Haruto melirik ke arahnya

"Terimakasih." gumamnya demi menjaga kesopanan.

Haruto tersenyum miring, "Pasti kau bingung apakah ini kesialan atau keberuntungan karena akulah yang memberimu tumpangan." gumamnya tenang.

Junkyu membuka mulut hendak membantah, tetapi akhirnya mulutnya menutup lagi. Tidak disadarinya Napas Haruto yang mendadak lebih cepat ketika memperhatikan gerakan mulutnya.

"Rumahmu di daerah sini ya?"

Suara Haruto entah kenapa berubah jadi serak hingga Junkyu otomatis menoleh ke arahnya, tetapi Haruto tidak sedang menatapnya melainkan memandang lurus ke depan.

"Iya saya kost di daerah sini." jawabnya setengah melamun dan tersentak ketika Haruto mendadak menoleh ke arahnya.

"Kost?!"

Kenapa informasi itu sampai terlewatkan olehnya?

"Kalau begitu di mana orangtuamu?"

"Orangtua saya sudah meninggal, saya hidup sendirian." jawab Junkyu otomatis.

"Mr. Watanabe, mungkin sebaiknya saya diturunkan agak jauh dari kantor, nanti saya berjalan kaki saja."

Haruto mengerutkan dahinya tak suka dengan ide itu, "Kenapa harus begitu?"

"Tempat parkir khusus direksi kan sangat mencolok, saya tidak mau orang yang melihat saya turun dari mobil anda akan berpikiran yang tidak-tidak."

"Seperti kita melakukan seks yang hebat semalam, dan pagi ini berangkat kerja bersama-sama?"

Wajah Junkyu memucat mendengar ucapan Haruto yang sangat vulgar itu.

"Dengar Mr.Kim, kau dikenal sangat menjunjung moralitas dikantor, jadi orang tidak mungkin berpikir yang tidak-tidak tentangmu." Suara Haruto terdengar sinis dan mengejek.

"Lagipula..."

Kali ini Haruto sengaja membiarkan tatapan matanya menelusuri Junkyu dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Semua orang tahu siapa aku, dan seperti apa pacar-pacarku. Mereka tahu persis bahwa kau bahkan tak masuk ke dalam kategori tipe pasangan kesukaanku. Lagipula aku kan tidak mungkin tertarik padamu, jadi gosip apa yang akan timbul?"

Detik itu juga Junkyu menyadari bahwa dia tak akan pernah menyukai bosnya yang satu ini. Dengan geram Junkyu menggertakan giginya lalu mengalihkan pandangan ke jendela luar.

Saat itu tak ada percakapan lagi di antara mereka. Ketika Haruto memarkir mobilnya diparkir direksi, Junkyu segera turun dan mengucapkan terimakasih dengan kaku, lalu berlari kecil menembus hujan, meninggalkan Haruto yang masih di mobil.

Untunglah lobby sudah sepi, hanya petugas keamanan dan resepsionis saja yang ada disana, jadi tak perlu kuatir akan terjadi gosip.

Tapi ketika Junkyu melihat jam besar yang terpasang di lobby dia langsung mempercepat langkahnya, dia terlambat, Mr. Lee pasti akan marah besar.

Ketika sampai di ruangannya rekannya menatapnya sambil mengangkat alis melihat pernampilan Junkyu yang acak-acakan dengan rambut dan baju setengah basah.

"Mr. Lee menunggumu, dia bilang kalau kau datang langsung saja ke ruangannya."

Junkyu mengangguk, hanya mampir sebentar ke mejanya untuk meletakkan tas dan langsung mengetuk pintu ruangan Mr. Lee.

"Masuk." gumam suara dari dalam.

Junkyu melangkah masuk sambil mempersiapkan dirinya untuk mendengarkan ocehan panjang lebar tentang kedisiplinan yang menjadi ciri khas bosnya itu.

Tapi di luar dugaan, wajah Mr. Lee bukannya masam melainkan sangat ramah, dia bahkan mempersilahkan Junkyu duduk dengan bersemangat.

"Saya mengerti mengapa kau terlambat Junkyu. tadi CEO kita, Mr. Watanabe menelpon dan menjelaskan bahwa kau ikut mobilnya, yah saya tidak menyalahkanmu, cuaca sangat buruk pagi ini bukan?"

Junkyu hanya bisa tertegun menatap senyum bosnya yang begitu lebar. Ternyata cuma sampai disitu arti kedisiplinan yang digembor-gemborkan Mr. Lee. Begitu kekuasaan berbicara, maka semua tak ada artinya lagi.

"Eh iya, tadi saya tak sengaja berpapasan dengan Mr. Watanabe ketika sedang menunggu bus dan Mr. Watanabe menawari saya tumpangan."

"Hebat Junkyu, ternyata insiden kecil kemaren yang menyebabkan Mr. Watanabe sendiri sampai turun tangan memanggilmu itu malah menguntungkan bagi divisi kita. Pimpinan tertinggi perusahaan kita. Dia mengenalimu dan bahkan mau menawarimu tumpangan!"

Junkyu merasa muak melihat kegirangan bosnya yang tak wajar itu, memangnya Haruto itu siapa?

Memang dia CEO Perusahaan ini dan merupakan pimpinan tertinggi perusahaan ini di Seoul. Perusahaan mereka merupakan cabang dari perusahaan terkenal dengan nama sama di Jepang.

Dan Haruto sebagai salah satu pemegang saham terbesar sekaligus CEO yang handal disalah satu perusahaan mereka di Jepang, menawarkan diri untuk mengisi jabatan di Seoul.

Gosipnya laki-laki itu menganggap bahwa memimpin cabang di Seoul dengan perbedaan dan segala keeksotisannya merupakan tantangan tersendiri baginya.

Tetapi Haruto kan manusia juga sama seperti mereka? Seharusnya Mr. Lee tak perlu segirang ini.

"Eh kalau begitu saya ijin kembali sebentar ke meja saya untuk mengambil bahan meeting kita pagi ini." gumam Junkyu memotong kalimat Mr. Lee yang masih berceloteh tidak jelas tentang kelebihan-kelebihan Haruto dan betapa beruntungnya Junkyu.

Ketika Junkyu hendak melangkah pergi, Mr. Lee sepertinya baru teringat sesuatu.

"Oh ya Junkyu, tadi Mr. Watanabe berpesan kalau ada barang milikmu yang ketinggalan di mobilnya, dia ingin kau mengambilnya nanti jam 3 sore di ruangannya."

***

Kenapa dia harus repot-repot menyuruhku menemuinya sendiri hanya untuk mengambil payung?

Dia kan bisa menyuruh office boy untuk mengembalikannya, atau jika dia tak sempat, dia kan bisa menyuruh sekertarisnya untuk mengurus payung itu.

Apalagi Junkyu tahu bosnya itu sangat sibuk. Gosip yang terdengar mengatakan Mr. Watanabe adalah workaholic sejati yang menghabiskan waktu 20 jam sehari untuk bekerja.

Atau, kenapa tidak dia buang saja payung itu? Toh aku juga tak akan berani menagihnya, pikir Junkyu sambil mengerutkan kening di dalam lift yang mengarah ke lantai 14, lantai khusus CEO mereka.

Ini kali kedua dia ke ruangan ini. Sungguh tak disangka, dua tahun bekerja disini dia hampir tak pernah bertatapan langsung dengan sang pemimpin tertinggi yang diagung-agungkan itu. Tetapi sekarang, dua hari berturut-turut dia dipanggil menghadap Mr. Watanabe.

Lift terbuka dan dia dihadapkan pada ruang tunggu yang nyaman dan mewah. Sekertaris yang sama, pria setengah baya yang terlihat kaku dan efisien itu menatap Junkyu dengan skeptis, sepertinya dia juga bertanya-tanya kenapa pegawai rendahan macam ini sampai dua kali dipanggil menghadap langsung ke sang CEO.

Padahal setahunya Mr. Watanabe hanya berkomunikasi dengan anggota direksi, manajer dan kepala bagian unit perusahaannya, itupun lewat meeting resmi perusahaan dan melalui seleksi janji temu yang rumit.

"Mr. Watanabe sudah ada di dalam, beliau sudah menunggu anda, saya sudah menginformasikan kedatangan anda lewat intercom dan beliau mempersilahkan anda langsung masuk." gumam sekertaris itu dingin.

***

Haruto baru saja menyelesaikan meeting penting dan dengan segera kembali ke ruangannya.

Mengingat alasan yang membuat dia begitu terburu-buru kembali, membuatnya mengerutkan dahi, dia sudah menelpon atasan Junkyu tadi pagi, menjelaskan alasan keterlambatan lelaki itu. Dan atasan Junkyu begitu kegirangan karena teleponnya, hingga seolah-olah tak peduli lagi kenapa Junkyu sampai terlambat.

Yah mungkin setidaknya Junkyu akan berterimakasih padaku... atau malah jengkel? Haruto tersenyum sinis, menilik sifat Junkyu, sepertinya Junkyu akan tambah jengkel dengannya.

Setelah dengan serius mempelajari berkas-berkas yang diantarkan bagian personalia padanya, Haruto termenung. Junkyu tidak bohong, kedua orang tuanya memang telah meninggal, dan alamat tempat tinggalnya memang terdaftar sebagai rumah kost. Bahkan Junkyu tidak mengisi nama saudara atau kerabat dekat yang bisa dihubungi.

'Saya tinggal sendirian', begitu ucapnya tadi.

Apakah Junkyu benar-benar sebatang kara seperti ceritanya. Kalau dia tanpa keluarga dan hanya tinggal di kamar kost, untuk apa dia meminjam uang sebesar 40 juta ke perusahaan yang harus dilunasi dengan memotong gajinya selama bertahun-tahun?

Apakah dia sakit? Memikirkan kemungkinan itu, Dada Haruto langsung merasa nyeri.

Tidak! Putusnya setelah termenung sejenak, lelaki itu sehat. Kalau tidak, dia pasti tidak akan lolos seleksi test kesehatan yang sangat ketat untuk masuk ke perusahaan ini.

Kalau begitu, dia pasti lelaki yang suka menghambur-hamburkan uang, Haruto menyimpulkan. Yeah, segalanya akan menjadi lebih mudah. Haruto rela memberikan uang sebanyak yang Junkyu mau asal Junkyu mau melayaninya.

Ia sangat kaya, dan memiliki lelaki seperti Junkyu yang benar-benar memacu hasratnya memang layak diberi sedikit pengorbanan.

Lamunannya terhenti ketika intercom berbunyi memberitahukan kedatangan Junkyu. Haruto menunggu penuh antisipasi, seperti seekor singa yang menanti mangsanya. Dia punya penawaran bagus, dan jika Junkyu seperti yang diduganya, Junkyu pasti tak akan mampu menolaknya.

***

"Kata Mr. Lee anda memanggil saya untuk mengambil payung saya yang tadi tertinggal." gumam Junkyu sopan ketika Haruto mempersilahkannya duduk.

Haruto tidak menjawab hingga Junkyu menatap Haruto bingung. Haruto sedang menatapnya dalam seolah sedang berkonsentrasi pada sesuatu tetapi pikirannya seolah tak ada di situ.

"Mr. Watanabe?"

Haruto mengerjap.

"Oh! Payung." gumamnya seolah baru teringat akan hal itu, "ada di meja sekertarisku, kau bisa memintanya padanya."

Lalu kenapa sang CEO ini, yang katanya sangat sibuk menyuruhku menghadapnya? Junkyu mengerutkan kening. Ketika Mr. Watanabe sepertinya tidak akan berkata apa-apa lagi, Junkyu segera bangkit dari kursinya.

"Kalau begitu saya akan segera mengambilnya, terimakasih. Maaf sudah merepotkan anda, permisi Mr. Watanabe." gumamnya setengah berbalik.

"Tunggu, Junkyu."

Suara Haruto itu terdengar lembut, dan dengan enggan Junkyu membalikkan tubuh. Haruto ternyata sudah bangkit dari kursinya, memutari meja dan berdiri berhadap-hadapan dengan Junkyu.

"Aku meralat ucapanku tadi pagi." gumamnya misterius.

Junkyu mengerutkan keningnya, "Tentang...?"

"Tentang kau bukan tipeku dan aku tidak mungkin tertarik padamu. Sebenarnya selama ini aku memperhatikanmu karena tak tahu kenapa, kau membuatku sangat bergairah."

Mulut Junkyu ternganga dan dia tak mampu berkata-kata, pernyataan itu begitu mengagetkan bagaikan petir di siang bolong.

"Aku ingin kau menjadi kekasihku... mmm... bukan kekasih... Apa ya istilahnya? lelaki simpanan?"

Haruto tampak sangat bersemangat dengan tawarannya sehingga tidak memperhatikan ekspresi shock Junkyu.

"Kau hanya perlu melayaniku di ranjang, memuaskan aku." Suaranya menjadi rendah dan merayu.

"Dan kau tak perlu kuatir akan rugi, kau tahu aku kekasih yang murah hati. Aku akan membelikanmu apartemen mewah sehingga kau bisa pindah dari tempat kost kecilmu itu. Dengan begitu aku bisa leluasa mengunjungimu setiap malam, dan aku akan menanggung biaya kehidupanmu, apapun yang kau inginkan akan kuberikan, mobil mewah, perhiasan mahal , baju-baju rancangan disainer terkenal, perawatan di salon terkemuka. Aku tahu kau menyukainya Junkyu karena gaya hidupmu sepertinya sangat mahal sampai-sampai kau harus berhutang puluhan juta pada perusahaan. Bahkan mungkin kalau kau bisa menyenangkanku, hutangmu itu akan kulunasi. Bagaimana Junkyu? Aku akan memenuhi semua permintaanmu dan kau hanya harus ada saat aku membutuhkanmu."

Ketika Mr. Watanabe akhirnya mengakhiri pidatonya, Junkyu sudah begitu pucat sampai tak bisa berkata-kata. Tawaran itu memang amat sangat menggoda, apabila ditawarkan pada pelacur atau lelaki yang tidak punya harga diri!

Tapi Haruto menawarkan kepadanya?! Kepadanya! Berani-beraninya laki-laki itu! Berani-beraninya dia merendahkannya sampai seperti ini!

"Kenapa kau diam saja? Kau tak perlu sok malu-malu atau sok suci, aku tahu lelaki seperti apa kamu dibalik sikapmu yang sok menjunjung moralitas..."

PLAK!

Tamparan itu begitu keras sampai kepala Haruto terlempar ke belakang, suara tamparan itu menggema di ruangan yang luas itu.

"Berani-beraninya anda!" napas Junkyu terengah-engah, "Berani-beraninya anda menawarkan sesuatu yang begitu menjijikkan kepada saya! Anda pikir saya lelaki macam apa? Anda benar-benar sesuai dengan apa yang saya pikirkan, lelaki tak bermoral, bejat, menjijikkan dan..." suara Junkyu terhenti melihat ekspresi Haruto.

"Menjijikkan katamu?" jika tadi Haruto tak marah karena tamparan Junkyu, sekarang dia benar-benar marah.

"Jika menurutmu aku menjijikkan...." Haruto mengepalkan kedua tangannya sampai buku-buku jarinya memutih, "Jika menurutmu aku menjijikkan..."

Entah bagaimana Junkyu mengetahui kapan jika kendali diri Haruto lepas, dengan panik dan takut Junkyu setengah berlari menuju pintu. Tapi terlambat. Haruto bergerak secepat kilat menerjangnya, Junkyu berhasil membuka pintu sedikit ketika dengan kasar Haruto mendorongnya kembali tertutup.

Haruto menghimpitnya dipintu, desah napas mereka bersahutan, yang satu ketakutan, yang lain bergairah.

"Le.... lepaskan saya! atau saya akan berteriak dan menuntut anda atas pelecehan!"

Haruto tak peduli, lagipula ruangan itu kedap suara.

Dengan gerakan impulsif, dibaliknya tubuh Junkyu, bibir Haruto mencari-cari bibir Junkyu, tubuhnya makin menekan Junkyu ke pintu. Junkyu menggelengkan kepala menghindar dengan membabi buta hingga bibir Haruto hanya menempel di rahangnya.

Dia mencoba meronta melepaskan diri tapi tubuh Haruto menghimpitnya ke pintu dan tangannya mencengkeram kedua tangan Junkyu di kiri dan kanan kepalanya. Mereka bergulat beberapa saat, tetapi Haruto tak mau menyerah dari perlawanan Junkyu. Sampai kemudian ketika Junkyu membuka mulut untuk berteriak, Haruto memagut bibir itu.

Ciuman itu dari awal sudah sangat sensual karena bibir mereka terbuka, Haruto melumat bibir Junkyu seolah sudah tak ada lagi hari esok. Mulutnya sangat liar dan lapar mengecap, melumat dan menikmati bibir Junkyu yang selembut madu.

Junkyu terpana merasakan ciuman yang sangat intim ini, yang baru pertama kali dirasakannya. Dan hal itu memberi kesempatan Haruto untuk mencium semakin dalam. Seluruh tubuhnya menempel ditubuh Junkyu, makin mendorong Junkyu ke pintu.

Setelah menjelajahi dan mencicipi seluruh rasa bibir Junkyu, lidah Haruto mulai mencecap dan mencoba-coba mulai membelai masuk ke dalam bibir Junkyu.

Junkyu mengerang mencoba menolak, dia tidak pernah berciuman seperti itu! Tapi Haruto begitu lembut dan begitu lidahnya masuk ciumannya menjadi makin bergairah, lidahnya menjelajah masuk, menikmati seluruh rasa dan manisnya mulut Junkyu.

Haruto mengerang dalam ciumannya, Oh Ya Tuhan, nikmat sekali! Erangnya dalam hati.

Dan gairahnya naik begitu cepat bagaikan roket, Junkyu terasa begitu nikmat, begitu manis dan menggairahkan.

Sekujur tubuh Haruto menginginkan Junkyu, sangat menginginkannya! Tangannya merayap naik dan menyelinap di antara jari Junkyu sehingga jari-jari mereka saling bertautan. Haruto mencengkeramnya erat-erat seolah itu pegangannya untuk hidup.

Sejenak Junkyu merasakan matanya gelap, semua ini begitu aneh dan mengejutkan, dan ciuman ini begitu asing dan tak terduga, rasa ciuman ini...

Ya Tuhan, Noa tidak pernah menciumnya dengan cara sekurang ajar ini, Noa... Ya Tuhan!

Junkyu mengerahkan segenap kekuatan dan seluruh kendali dirinya untuk melepaskan bibirnya dari pagutan Haruto. Mulut Haruto yang lapar masih mencari-cari, masih memagutnya sekali lagi, Junkyu mendorongnya kuat kuat hingga bibir mereka terlepas.

Suasana Ruangan itu begitu hening, hanya desah napas memburu bersahutan, Junkyu bahkan tak tahu itu napas siapa. Haruto masih mencengkeram kedua tangannya di sisi kepalanya, bibirnya begitu dekat dengan bibir Junkyu, hingga napasnya yang panas menyatu dengan napas Junkyu.

Mata Haruto tampak berkabut, tapi ketika menatap mata Junkyu sinarnya begitu tajam.

"Kau menikmatinya kan? Aku merasakan dari bibirmu yang melembut ketika lidahku melumatmu, kau bisa berbohong dengan kata-kata, tapi tubuhmu tak bisa berbohong..."

Dengan tiba-tiba Junkyu mendorong Haruto hingga mundur beberapa langkah, ditatapnya Haruto dengan mata marah menyala-nyala.

"Dasar bajingan! kau bermimpi kalau aku menginginkanmu, kau tak akan pernah bisa menyentuh tubuhku lagi! kau begitu menjijikkan!"

Suara Junkyu semakin serak karena menahan tangis. Jangan... jangan! Kau tak boleh menangis Junkyu! Nanti dia akan semakin merendahkanmu! Desisnya dalam hati.

Haruto memandang Junkyu dengan pandangan tajam merendahkan, "Saat ini kau boleh menghina dan menolakku, tapi aku yakin, nanti kau akan datang padaku, merangkak dan memohon agar aku mau menerimamu."

"Lebih baik aku mati!" Junkyu setengah berteriak ketika buru-buru melangkah keluar dan membanting pintu di belakangnya.

Sang sekertaris memandangnya sambil mengerutkan kening, dan Junkyu yakin saat itu penampilannya patut dipertanyakan, rambutnya kusut masai dan mukanya merah padam dengan mata berkaca-kaca menahan tangis.

Tapi Junkyu tak peduli lagi, yang dia inginkan hanya menjauh secepatnya dari tempat terkutuk itu! Dengan langkah berderap, Junkyu memasuki lift meninggalkan ruangan itu.

***

Haruto mengusap mulutnya yang terasa panas. Dia merasa sedikit bodoh karena bertindak begitu impulsif di kantor, di mana banyak orang bisa menyebarkan gosip.

Haruto menarik napas dalam-dalam dan berusaha menghilangkan getaran di tubuhnya. Ciuman tadi terasa begitu nikmat. Sudah lama sekali Haruto tidak merasakan ciuman yang begitu membakar gairahnya sampai ke tulang sumsum.

Hanya sebuah ciuman dan dia terbakar.

Haruto mengernyit, tidak begitu menyukai kenyataan itu. Selama ini dia dikenal sebagai kekasih yang sangat ahli di ranjang, selalu mampu mengendalikan pasangannya dan tidak pernah lepas kendali.

Dan sekarang, dia lepas kendali, semudah itu. Titik.

Masih mengernyit Haruto menghempaskan tubuhnya ke kursi. Tapi jika Junkyu seperti yang kupikirkan, kenapa dia semarah itu? Seharusnya Junkyu bahagia bukan kepalang atas tawaran yang dia berikan. Apakah dia salah? Dan apakah dia telah menyinggung Junkyu?

Tidak! Dengan cepat Haruto menyingkirkan keragu-raguannya. Semua orang sama saja, Haruto tidak pernah salah. Beri mereka kemewahan dan dia akan takluk padamu.

Mungkin tawarannya masih kurang bagi Junkyu. Haruto mungkin harus menambahkan akomodasi penuh jalan-jalan keliling eropa misalnya. Atau mungkin, Junkyu hanya mencoba jual mahal.

Wajah Haruto menggelap mengingat kata hinaan Junkyu barusan. Menjijikkan katanya ?

"Lihat saja Junkyu, Setelah kau menyadari betapa banyaknya yang bisa kuberi padamu, kau akan datang merangkak padaku dan aku yang akan mempermalukanmu." sumpah Haruto dalam hati.

***

Suasana hati Junkyu benar-benar buruk hari itu. Kemarahan, rasa terhina, kebencian bahkan kesedihan karena dia begitu tidak berdaya campur aduk dalam hatinya.

Junkyu merasa tubuhnya begitu kotor akibat pelecehan yang dilakukan Haruto tadi siang, dan dia masih menahan tangis ketika memasuki ruang perawatan intensif di Rumah Sakit itu, yang sudah sangat familiar dengannya.

Apapun yang ada dipikirannya tadi langsung buyar begitu melihat Suster Jisoo menyongsongnya dengan wajah pucat pasi.

"Kemana saja kau nak?! aku mencoba menghubungimu sejak dua jam tadi, tapi kau tak bisa dihubungi!"

Wajah Junkyu langsung berubah seputih kapas, secepat kilat dia berlari menelusuri lorong menuju kamar tempat Noa dirawat. Suster Jisoo tergopoh-gopoh berlari mengikuti di belakangnya.

Junkyu terpaku di depan ruangan Noa dengan napas terengah-engah, dokter dan perawat masih ada di ruangan itu, sedang berusaha menstabilkan kondisi Noa. Suster Jisoo tiba dibelakang Junkyu dan menyentuh pundaknya lembut, mencoba menenangkannya.

"Dia sudah tidak apa-apa Junkyu, kondisinya sudah stabil. Tadi dia mengalami serangan lagi tapi dokter sudah menanganinya dengan cepat. Kenapa kau tadi tidak bisa dihubungi? Aku mencoba menghubungimu saat Noa dalam kondisi paling kritis, saat itu kau pasti ingin bersamanya."

Air mata mengalir di pipi Junkyu. Tadi baterainya habis dan karena sibuk dengan pikirannya, dia tak sempat mengisinya. Astaga, betapa bodohnya dia. Noa kelihatan stabil dan baik-baik saja dan Junkyu mulai lengah, melupakan bahwa serangan bisa terjadi setiap saat.

Ya Tuhan, seandainya tadi Noa...

Junkyu memejamkan mata rapat-rapat, air matanya mengalir semakin deras, dia tak berani membayangkan semua itu.

Suster Jisoo memeluknya dengan penuh keibuan sementara Junkyu menumpahkan air matanya.

Ketika Dokter datang, tatapan hati-hatinya malah membuat hati Junkyu makin cemas.

"Bagaimana kondisinya Dokter?" suara Junkyu gemetar, ketakutan.

Dokter itu menarik napas panjang, "Noa pria yang kuat, sungguh suatu keajaiban dia mampu bertahan sampai sekarang, tetapi kecelakaan itu telah merusak organ dalamnya. Kami berusaha memperbaikinya dengan obat-obatan dan penanganan medis terbaik, tapi hal itu berakibat pada ginjalnya, kami harus mengoperasi ginjalnya Junkyu."

"Mengoperasi ginjalnya?" Junkyu mengulang pernyataan dokter itu dengan histeris, "Mengoperasi ginjalnya?! Ya Tuhan!"

Tubuh Junkyu menjadi lunglai, untung suster Jisoo menyangganya, air mata mengalir semakin deras dipipinya.

"Apakah... Apakah tidak ada cara lain?"

Dokter itu menarik napas prihatin, "Noa dalam kondisi yang tidak lazim, dia dalam keadaan koma, dan apapun tindakan medis yang kami lakukan padanya memiliki resiko tinggi. Tapi akan lebih beresiko lagi jika kita tidak melakukan operasi itu, operasi itu harus dilakukan sesegera mungkin Junkyu."

Junkyu menarik napas dalam dalam, dan menatap Dokter itu dengan penuh tekad, "Baik Dokter. Lakukan operasi itu, apapun agar Noa selamat." suaranya mulai gemetar, "Berapa biaya yang harus saya siapkan untuk melakukan operasi tersebut Dok?"

Seluruh tubuh Junkyu menegang, tangannya terkepal seolah olah menanti hukuman. Dokter itu menatapnya sedih, rasa kasihan tampak jelas di matanya ketika menjawab.

"Untuk prosedur operasi ginjal dan perawatan atas kemungkinan terjadi komplikasi lainnya, kau setidaknya harus memiliki tiga ratus Juta, Junkyu."
















tbc.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 84.4K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
11.8K 1K 11
7/10 Tentang Watanabe Haruto sang ketua OSIS yang dingin dan tegas, membuatnya di takuti oleh seluruh siswa. Dan Junkyu, sang pembuat onar di sekolah...
446K 4.7K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
408K 38.5K 45
CERITA INI FIKSI YAA, JANGAN DI SANGKUT PAUTKAN SAMA DUNIA NYATA ! Start : 16 Agustus 2021 End : 20 Oktober 2021 Hyunsuk yang terjebak dalam sosok Ji...