[✔] Reary or Not [Bahasa]

By vocedeelion

28.5K 3.9K 1.5K

Tick tick tock Are you ready or not? Tick tick tock Listen to the clock Hasten off into the night Don't wast... More

REARY OR NOT
THE "PLAY ROOM"
HIDE AND SEEK
MARK
TIME IS TICKING
KILL OR BE KILLED (I)
KILL OR BE KILLED (II)
COULD DO ME NO REGRET (I)
COULD DO ME NO REGRET (III)
EPILOG

COULD DO ME NO REGRET (II)

1.5K 291 114
By vocedeelion

Donghyuck lekas menarik diri bersembunyi ke balik tembok begitu melihat sosok Lucas, lengkap degan senjata di tangan, tengah berjalan ke arahnya di lorong lantai tiga. Usaha untuk mendekati tangga dan menyusun langkah turun menuju halaman sekolah lantas diurungkan, dan Donghyuck menarik diri untuk segera mencari tempat persembunyian yang aman. Lucas memang semula sempat membantunya dan Mark melewati situasi genting, tetapi Donghyuck tidak menjamin apakah pemuda itu masih akan membantunya sebagaimana yang telah lalu. Bisa jadi, pendirian Lucas telah berubah, dan alih-alih menyelamatkannya sebagaimana sebelumnya, pemuda itu malah menyeretnya menuju kematian sungguhan. Sehingga, Donghyuck pun kembali menyusun langkah kaki menaiki tangga menuju lantai empat.

"Tunggu!"

Susunan langkah belum tercipta setengahnya, namun suara berat Lucas berhasil membuat Donghyuck terpaku akan rasa takut di tempat. Apakah Lucas memaksudkan kata itu untuknya? Apa Lucas mendapati kehadirannya? Apa Donghyuck, dengan sangat teledor dan bodoh, sempat melambaikan tangan ke arah pemuda tinggi itu dan menarik entitasnya untuk mengendus keberadaannya dengan pasti?

"Itu kau, Donghyuck?"

Laksana genderang perang, jantung Donghyuck bertalu tak karuan, dan dengan pengaruh yang sejalan, tubuhnya mulai menunjukkan pengkhianatan. Kaki yang diperintahkan berlari, beralih stagnan. Tangan yang memegang pistol, otomatis tak bisa melakukan apa-apa. Donghyuck tidak berdaya hanya untuk sekadar mempertahankan diri, bahkan ketika langkah Lucas terdengar mendekat tapak demi tapak, Donghyuck meneriaki hati untuk berhenti mengkhianati diri.

"Kumohon jangan lari, Donghyuck," ujar suara itu lagi, yang mana semakin membuat tubuh Donghyuck memutih, mengusir seluruh darahㅡdan nyawanyaㅡmeninggalkan tubuh, dan dalam bayangan liar nan kabur, Donghyuck membayangkan nyawa dan darahnya meleleh keluar dari telapak kaki, mengalir mengotori anak-anak tangga di bawahnya.

"Benar." Suara Lucas terdengar makin jelas, dan tanpa perlu membalik badan, Donghyuck sudah bisa menebak bahwa pemuda itu kini berdiri di balik punggungnya, bisa jadi sambil melayangkan ujung senjata ke arahnya, siap melepas panah apabila ia membuat gerakan sedikit pun. Dalam ketegangan itu, Donghyuck sama sekali tidak bisa bersuara, terlebih lagi menggerakkan tubuh.

"Syukurlah!" Dengan alasan yang tidak benar-benar Donghyuck pahami, suara Lucas terdengar begitu lega, seolah baru menemukan suatu hal penting yang sempat menghilang. "Syukurlah aku menemukanmu di sini, Donghyuck. Akuㅡ"

"Kumohon," Donghyuck memaksa diri untuk bersuara, meski yang keluar akhirnya hanyalah sebuah cicit menyedihkan. Dengan gerak pelan, ia memutar badan, menghadap sosok Lucas yang berdiri di bawah tangga, berjarak lima pijakan anak tangga dari tempatnya. "Biarkan aku bebas, Lucas. Aku tidak mau mati." Tenggorokannya tersekat hanya karena harus mengatakan kalimat tersebut. Rasa takut nyaris berhasil memberi kuncian pada otak dan sarafnya.

"Kalian harus berhenti," lanjutnya lagi. "Tidakkah kau lihat berapa banyak dari kita yang telah tewas hanya karena permainan ini? Aku tidak tahu berapa yang masih tersisa, tapi aku bahkan terlibat dalam pembunuhan ini. Aku! Dengan seluruh ketidakinginanku, telah menembak Jisung dan membunuhnya!" Donghyuck mengalirkan air mata. "Aku tidak ingin ini, Lucas. Aku juga tidak mau mati. Kenapa kau tidak meyakinkan mereka untuk berhenti? Apa kesalahanku sehingga kalian harus membunuhku?"

"Aku tahu, Donghyuck. Aku mengerti. Tapi sayangnya, mereka tidak. Mereka menginginkanmu untuk dibunuh, memenuhi ritual tak masuk akal yangㅡkatanyaㅡakan menyelamatkan lebih banyak nyawa daripada yang telah gugur malam ini."

"Dan kau percaya? Kau percaya bahwa dengan membunuhku, semua orang akan selamat? Dan selamat dari ancaman apa? Aku bukan Taeyong yang bisa dengan santai membantai teman-temanku!"

Lucas mengangguk. "Aku tahu," ujarnya. "Itu sebabnya, aku memutuskan untuk berhenti." Dan dengan itu, Lucas meletakkan busur ke permukaan lantai, di sisi kakinya. Gerakannya begitu perlahan serta hati-hati, dengan mata yang terus memperhatikan Donghyuck, bahkan ketika tubuhnya kembali ditegakkan. Ia mampu menangkap kilat keterkejutan dari kedua manik mata Donghyuck di balik kegelapan. "Aku berhenti, Donghyuck." Ia mengangkat kedua tangan ke atas dada, menunjukkan gestur menyerah. "Aku tidak bekerja atas perintah Taeyong lagi. Aku tidak mengincarmu untuk menyerahkanmu pada mereka."

Donghyuck tertegun. Sedikit demi sedikit, ketenangan kembali mencapai diri, membelah selaput ketakutan, menyinari kekeruhan dalam dirinya. Pegangan pada pistol mulai mengencang, berikut rahang yang menegang. Kedua manik yang masih berair dan bergetar menatap Lucas dengan tajam, memperhatikan pemuda itu dengan saksama dan awas.

"Apa kau bersungguh-sungguh?" lantas ia bertanya.

"Aku menyelamatkanmu sebelumnya, ingat?"

"Justru karena itu! Karena kau pernah menolongku, aku semakin curiga padamu. Kau bisa saja menipuku. Kau mungkin berpikir aku akan memercayaimu saat ini, dengan begitu, kau bisa dengan mudah menyerahkanku pada Taeyong, tidakkah begitu?"

Lucas mengerutkan alis tak terima. "Tidak seperti itu, Donghyuck. Aku sungguh-sungguh ingin menyelamatkanmu dan keluar dari gedung sekolah ini. Taeyong dan Jaehyun sudah jadi gila, dan Mark pun sama gilanya!"

"Mark?" Donghyuck tampak kebingungan.

"Ya, Mark," tegas Lucas. "Aku tidak menyangka dia ternyata benar-benar gila seperti apa yang orang-orang katakan."

"Tidak. Mark tidak seperti itu."

"Yah, karena kau tidak melihat apa yang telah dia lakukan."

"Memangnya... apa yang telah dia lakukan?"

Non, rien de rien
(No, it's nothing at all)
Non, je ne regrette rien
(No, I do not regret anything)
Ni le bien, qu'on m'a fait
(Even if it's the good thing)
Ni le mal, tout ça m'est bien égal
(Nor even the bad thing, I don't put any care)

Lucas tidak sempat memberi jawaban ketika pengeras suara, yang terpasang hampir di setiap sudut gedung sekolah, berbunyi. Sebuah lagu kembali diputarㅡNon je ne regrette rien. Lagu yang dilantunkan oleh penyanyi Prancis, Édith Piafㅡdan Donghyuck lebih dari sekadar tahu maksud dari hal tersebut. Setiap lagu diputar, semua orang yang mengincarnya menjadi lebih gila, lebih bergairah, berusaha sedapat mungkin untuk merenggut nyawa keluar dari tubuhnya. Bayang-banyang mengenai apa yang telah mereka lakukan sebelumnya sudah cukup membuat Donghyuck sakit kepalaㅡsecara harfiahㅡsehingga lelaki itu dengan segera meraih kepala dengan sebelah tangan yang tak memegang senjata. Kedua matanya terpejam erat, sedang telapak tangannya menekan-nekan batok kepala. Segala lintas gambar dalam otak sudah berhasil menyentil kewarasan dan kesadarannya, sehingga dengan tanpa sadar, pistol di tangan sudah terangkat, mengacung ke arah Lucas yang membulatkan mata terkejut.

"Donghyuckㅡ"

"Aku tahu apa yang kauㅡkalian semuaㅡrencanakan terhadapku, Lucas! Tidak ada satu hal pun yang sangat kalian inginkan dariku kecuali membunuhku. Menyelamatkanku adalah pilihan terakhir yang akan kalian lakukan!" Lelaki itu mengeluarkan bentakan dengan tiba-tiba dan tanpa terkendali. Tanpa harus menelisik lebih jauh, Lucas sudah dapat menangkap sirat keputus-asaan si lelaki melalui kedua matanya yang mengilap dan basah akibat air mata.

Donghyuck frustrasi, Donghyuck putus asa, Donghyuck sudah tak tahu apa yang harus dilakukan setelah semua yang telah terjadi, dan Lucas berusaha mengerti akan hal itu. Itulah mengapa, alih-alih mengambil langkah menjauh demi menghindari acungan senjata api di tangan Donghyuck, yang pemuda itu lakukan lantas adalah hal kebalikan. Ia mengambil langkah mendekat ke arah Donghyuck, satu demi satu secara perlahan. Kedua tangannya terangkat sebatas dada, menunjukkan gestur menyerah dan tanpa ancaman. Donghyuck yang melihat itu lantas dibuat semakin gentar. Dengan gerakan patah-patah, lelaki itu bergerak mundur, langkah demi langkahnya menaiki anak tangga yang sempat urung ia susuri. Pegangannya pada pistol tidak lagi tampak yakin, namun dengan pipi yang basah akan air mata, rasa takut, juga rasa tak sabar untuk segera bebas, mendorongnya untuk tetap tegar. Sehingga dengan amat jelas, Lucas dapat menyimpulkan bahwa Donghyuck berada di posisi serba salah.

"Dengarkan aku, Donghyuck, kumohon..." pinta pemuda itu, namun Donghyuck menggelengkan kepala. Air mata masih mengotori kedua pipinya, mengalir dari kedua manik yang tampak kelelahan dan tak berdaya. Donghyuck benar-benar tersiksa, dan semua terjadi sejak ia mengikuti permainan maut di tengah malam seperti ini.

"Jangan mendekat!" sergah lelaki itu. "Diam di tempatmu!"

"Donghyuckㅡ"

"Lucas, aku bersumpah!"

"Dengarkan aku."

Donghyuck terus melangkah mundur. Rasa takut menghambat keberanian, bahkan meski telunjuknya telah siap menekan pelatuk dan menghantam tubuh Lucas dengan peluru panas, ia masih tidak bisa benar-benar melakukannya. Tangannya bergetar bukan main, sehingga ia harus mengangkat tangannya yang bebas dan memegang pistol di kedua tangan, dan meski mulutnya mengumpat keras, Donghyuck masih kesusahan menekan pelatuknya.

"Donghyuck, kumohonㅡ"

"Tidak."

"Aku berusaha menyelamatkanㅡ"

"Kau berusaha membunuhku."

"Donghyuckㅡ"

"Menjauh, Lucas!"

"Aku bisa menyelamatkanmu!"

"MENJAUH!!!"

Suara Donghyuck menggema di tempat itu, memenuhi setiap sudut dalam jarak pendek, berikut pendengaran Donghyuck sendiri. Lelaki itu memejamkan mata. Tidak ada yang bisa ia lihat, tidak pula ada yang bisa ia dengar, sebab rungu penuh akan jerit ketakutannya sendiri. Tetapi yang jelas, Donghyuck secara awas menyadari bahwa telunjuknya telah berhasil menekan pelatok pistol, yang mana berarti peluru panas telah menembus tubuh Lucas, membuat si pemuda jatuh tak berdaya dengan genangan darah di bawah tangga.

Donghyuck berusaha mengatur napas. Bagaimanapun, ia tidakㅡtidak pernahㅡterbiasa dengan hal sepele yang disebut membunuh. Jisung sudah cukup memberi bayangan dan kengerian rasa bersalah, dan ia tentu tidak akan menambah sesuatu semacam itu apabila tanpa paksaan. Sayang, Lucas memaksa ia untuk melakukannya. Lucas memberinya ketakutan, mengancam nyawanya, maka, tak ada yang bisa Donghyuck perbuat selain berusaha menyelamatkan diri.

"Donghyuck."

Tapi, sial!

Donghyuck membelalakkan mata begitu mendengar suara Lucas yang stabil kembali memasuki gendang telinganya. Di sana, di depannya, di bawah pijakan anak tangga, Lucas masih berdiri tegap. Tidak ada luka, tidak ada darah sedikit pun. Donghyuck kebingungan. Dengan rahang mengencang, ia kembali menekan pelatuk, namun tetap, tidak terjadi apa-apa. Peluru pistolnya habis, dan ia baru menyadarinya manakala lagu yang berputar di turntable pun mendekati akhir.

Non, rien de rien
(No, it's nothing at all)
Non, je ne regrette rien
(No, I do not regret anything)
Car ma vie, car mes joies
(Because my life, because my joys)
Aujourd'hui, ça commence avec toi
(Today, it begins with you)

"Donghyuck...."

Donghyuck shock. Bukan, bukan karena Lucas masih hidup sebab peluru pistolnya habis. Yah, ia memang terkejut akan itu, tetapi apa yang baru saja terjadi dengan sukses menggeser tingkat keterkejutannya. Mendongkraknya menuju titik teratas.

Suara ledak tembakan terdengar tepat ketika Lucas menyebut nama Donghyuck, untuk terakhir kali. Sebab kini, tubuh pemuda itu sudah terkapar di lantai, dengan pelipis yang berlubang akibat peluru panas, mengalirkan darah segar ke permukaan ubin di sekitarnya. Donghyuck kembali diserang kepanikan. Tangannya meraih dinding, menjadikannya sebagai tumpuan untuk tetap berdiri. Kedua mata dan mulutnya terbuka lebar, udara berembus rakus masuk dan keluar dari sana. Sebisa mungkin Donghyuck menahan diri untuk tidak jatuh terduduk. Tanpa sadar, tangannya yang semakin lemas pun menjatuhkan pistol yang telah kosong.

Tidak. Tentu bukan Donghyuck yang membunuh Lucas, melainkan....

"Donghyuck!"

"Mark!"

Nyawa Donghyuck bagai ditiupkan kembali ke dalam cangkangnya, setelah sebelumnya ia bagai mayat hidup yang berdiri memandangi tubuh tak berdaya Lucas dengan horor.

Mark bergegas ke arahnya, menarik Donghyuck, yang belum benar-benar siap atas tindakan apa pun, ke dalam pelukan.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya. Donghyuck tidak mampu menemukan suaranya dengan lebih jelas, sehingga apa yang bisa ia lakukan hanyalah menganggukkan kepala demi merespons jawaban Mark. Pemuda itu melepas pelukan, memperhatikan Donghyuck dari atas ke bawah. Meski gelagatnya terlihat cemas, Donghyuck menyadari bahwa Mark memasang ekspresi yang tenang, terlalu tenang, malah. Meski begitu, dalam kondisi seperti ini, Donghyuck belum bisa benar-benar menyimpulkan.

"Kau terluka." Dalam rentang waktu yang singkat itu, Mark menyadari telapak tangan kiri Donghyuck yang terlilit kain kotorㅡbagian dari sobekan baju piamanyaㅡterlingkupi darah, merah kecokelatan, yang mengering.

Donghyuck menyadari ke mana pandangan Mark mengarah, sehingga ia menarik tangan kirinya ke dada, melindunginya di sana. "Tidak apa-apa. Sudah tidak begitu sakit."

"Baguslah."

Donghyuck kemudian baru menyadari dalam kondisi macam apa keduanya tengah berada. Ia melirik ke balik punggung Mark, menyaksikan tubuh Lucas yang berbaring tak berdaya dengan cairan merah kental yang menghiasi kepalanya, bagai bola yang terjatuh di antara genangan air lumpur sehabis hujan. Donghyuck meneguk saliva, lalu kembali menatap Mark.

"Kau membunuhnya," bisik lelaki itu, dan Mark tampak telah lebih sadar mengenai hal itu, bahkan sebelum Donghyuck menunjukkan kekhawatiran mengenai apa yang telah ia lakukan. "Kenapa kau membunuhnya, Mark?"

"Aku sudah pernah mengatakannya padamu," jawab pemuda itu, menunjukkan suatu ketenangan yang, Donghyuck sendiri tak mampu sadari, bagaimana ia bisa mendapatkannya dalam kondisi semencekam dan segenting ini. "Aku akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan diri, bahkan apabila harus membunuh."

Di tengah kesadaran yang sedikit, Donghyuck hanya mampu menganggukkan kepala atas respons enteng tersebut, sambil memaksa tenggorokan menelan saliva pahit yang menjadi satu-satunya hal yang bisa membasahi tenggorokannya yang kering dan perih.

*

"Fajar sebentar lagi tampak, kita harus bergegas."

Hanya itu kalimat yang Mark ucap sebelum menarik Donghyuck untuk bergerak. Dengan seluruh rasa lelah dan muak yang menggerogoti tubuh sepanjang malam mengerikan yang telah terjadi itu, dengan tenggorokan kering, panas dan perih, serta dada yang nyeri akibat jantung yang berdetak kencang dalam waktu tak sebentar, perlahan-lahan, Donghyuck merasakan rasa sakit itu tersembuhkan. Kalimat Mark memberinya harapan, bahwa sebentar lagi, semua mimpi buruk yang mengancam nyawanya akan segera berakhir, bahwa ia akan bisa bebas, hidup sebagaimana biasa, sebagaimana ketika tidak ada badai berarti yang menerpa kehidupannya. Donghyuck tersenyum lebar, sebelum akhirnya tertawa-tawa, sedang Mark terus menarik tangannya. Mereka bergerak cepat menuruni tangga, dan di lorong-lorong sempit, tawa Donghyuck menggema dengan frekuensi yang terus meningkat setiap saatnya.

Mark tidak memedulikan Donghyuck sama sekali, bahkan tidak menganggap lelaki itu sama sekali. Hingga akhirnya, tawa yang sedari tadi menggema itu menghilang dengan tiba-tiba, tepat ketika keduanya menyusuri lorong yang mengarah ke Ruang Bermain.

Tawa Donghyuck memelan, sebelum berhenti. Mata yang membulat girang, mendadak menyempit dengan kedua ujung alis yang bertaut. "Ke mana kau membawaku, Mark?" tanyanya. Namun Mark sama sekali tidak menjawab. Pemuda itu terus menarik tangannya, dan dengan kondisi tubuh yang lemah, kelelahan dan tak berdaya, Donghyuck tidak punya cukup kekuatan untuk menghalau langkah Mark. Tubuhnya terombang-ambing dan tertarik ke mana pun langkah pemuda itu mengarah, dekat dan terus mendekat ke arah Ruang Bermain.

Donghyuck mulai menyadari beberapa kejanggalan yang muncul pada sosok Mark, dan dengan bodoh, ia baru menyadarinya ketika bahaya yang lebih besar sudah terpampang di depan mata. Ia sama sekali tidak menganggap bahwa ucapan Mark, tatapan Mark, bahkan bagaimana Mark bicara dengannya beberapa saat lalu, hingga alasan pemuda itu sampai membunuh Lucas, adalah suatu pertanda bahwa Mark memang telah memegang prinsip yang berbeda. Dan dengan penuh penyesalan, Donghyuck mengutuk diri sendiri sebab tidak memercayai Lucas, yang mana telah menunjukkan pemegangan prinsip dan tujuan yang berbeda dari semua orang yang berniat membunuhnya.

"Mark, berhenti!" ujarnya kemudian. Tetapi, apa yang diharapkan? Mark yang akan benar-benar berhenti, menoleh padanya dan berkata: 'maafkan aku. Mari kita cari cara membebaskanmu,' dan berakhir menuntunnya ke arah yang berlawan, melepas prinsip khilafnya dan menuntun Donghyuck menuju gerbang keluar?

Tapi, pemuda itu memang benar-benar berhenti.

Donghyuck sudah menduga-duga apa yang akan Mark lakukan selanjutnya. Apakah benar seperti yang ia pikirkan, atau....

"Aku tidak takut mati, Donghyuck," ujar pemuda itu, namun tidak menyudahi tanda tanya dalam kepala Donghyuck. "Tapi aku tidak sudi mati di tangan mereka, orang-orang kotor yang bisa aku musnahkan dengan cara paling mengerikan sekalipun. Sayangnya, aku tidak memiliki akses demikian saat ini. Tapi apabila aku memancing mereka dengan menumbalkanmu, mungkin semua bisa berubah. Sekali lagi, aku membunuh untuk kepentingan diriku sendiri, kau ingat, kan?"

Tidak. Donghyuck menolak ingat dan percaya. Mark, orang yang sudah membantunya mati-matian sejak awal, kini membelot dengan sebegitu mudah, dan dalam kondisi ketika Donghyuck tak lagi mampu apa-apa. Ia ingat betul betapa Mark tidak menyukai anak-anak di sekolah ini, terutama Taeyong, orang yang juga telah menjerumuskannya dalam malapetaka sebagaimana yang terjadi pada Donghyuck saat ini. Sehingga Mark pun bertekad untuk menyelamatkan ia, bagaimana pun caranya. Sekarang, ketika sesuatu berubah begitu berkebalikan, Donghyuck tak memiliki jawaban tentang mengapa Mark sampai rela melakukan sesuatu yang pernah mengancam nyawanya kepada orang lain. Mengapa pemuda itu sampai rela menyerahkan Donghyuck pada kematian, demi apa pun tujuan yang berusaha ia capai?

"Tidak!" Donghyuck berusaha sekuat mungkin menahan langkah, membuat Mark terpaksa berhenti. Ia menarik tangan sekuat yang mampu ia lakukan saat itu, berusaha melepas pergelangannya dari cengkeraman Mark yang bertambah menyakitkan. "Kau tidak akan melakukan itu. Kau akan menyelamatkanku, Mark. Kau harus menyelamatkanku!" bentaknya.

"Apa yang bisa kau berikan padaku sebagai imbalan?"

Donghyuck lekas tercengang mendapat respons tersebut. "Tidakkah kita teman?" tanyanya, sekaligus mewanti-wanti jawaban macam apa yang akan Mark utaran. Ada beberapa waktu berselang, dan ketika akhirnya Mark menggelengkan kepala, Donghyuck merasa jantungnya jatuh ke dasar perut.

"Aku menolak punya teman, Donghyuck."

***

COULD DO ME NO REGRET (III) will be update soon.

Continue Reading

You'll Also Like

8.4K 1.2K 7
Haechan atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Echan, pria manis yang takut dengan hujan bertemu dengan dua pria tampan yang sangat menyukai hujan...
246K 21.2K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
2.4K 333 3
[Drama] [Romance] Hanya mengisahkan tentang sang penjahit muda yang jatuh cinta pada sang penghibur yang tinggi di rumah Bordil.
121K 12.2K 34
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...