Pagi ini Abrega sudah rapi dengan seragamnya, dia sudah ada di depan gerbang rumah Aneera sesuai kesepakatannya dengan Aneera yang mau dijemput pagi ini.
Tak lama Aneera muncul dari balik gerbang setelah menjenguk Mbok Loli.
"Gimana si Mbok?" tanya Abrega.
Aneera menutup pintu gerbang. "Udah turun panasnya, katanya nanti sore juga udah sembuh, doain aja semoga bener." Sahutnya.
Abrega mengangguk kemudian Aneera mendekat, dia mengulurkan tangan meminta helm, Abrega tidak memberinya, Dia malah memakaikannya langsung di kepala Aneera, lengkap dengan memasang pengaitnya.
"Ayuk,"
Aneera mengerjapkan matanya, kemudian berjalan untuk duduk di belakang setelah mengulum senyumnya.
"Udah sarapan?" tanya Abrega.
"Udah tadi pake roti, lo udah?"
"Cie tumben nanya balik,"
Aneera mengerjapkan matanya lagi, baru sadar akan ucapannya. "Ya—ya kapan lagi lo gue tanya balik gitu, nggak pernah kan lo?"
"Sering-sering dong, perhatiin gue. Lo nggak perhatiin aja gue sayang, apalagi lo perhatiin,"
Aneera tak bisa lagi menahan senyumnya. "Udah deh nyetir aja yang bener."
"Iyaa nih udah bener, kalo nggak bener, gue nyetir di rel kereta,"
"Hahah!"
"Lucu ya?"
"Nggak!"
"Tapi ketawa,"
"Ya gue mau ketawa aja kenapa lo nggak suka?"
"Suka lah!"
Aneera mengulum senyum yang ingin melebar, dia takut Abrega akan melihat itu dari kaca spion.
Setelah sampai, Aneera turun lalu membuka helm dan seperti biasa, menyerahkannya pada Abrega.
Kemudian setelah melepas atribut berkendara, mereka berjalan memasuki sekolah.
"Hm, udah lama nggak digandeng," ucap Abrega.
Aneera menoleh. "Kasian banget dari kapan?"
"Udah lama pokoknya,"
"Mau di gandeng?"
"Mau!"
"Yaudah gandeng aja tangan sendiri, nggak usah repot, gue ke kelas dulu, bye!"
Abrega menelan saliva, Aneera berjalan meninggalkannya begitu saja.
"Woi!" sapa Gilang.
Abrega menoleh ternyata selain ada Gilang, ada juga Janu dan Ivar.
"Mas mas yang satu ini makin lama makin sibuk aja nih sampe nggak nongki nongki udah dua hari," ucap Ivar lalu bersandar pada tiang.
Abrega tersenyum lebar pada ketiganya. "Hehe maaf ya, gue lagi sibuk memperjuangkan perasaan, anjay." Ucapnya.
"Udah sampe mana?" tanya Janu.
"Sampe gerbang," sahut Abrega.
"Di gerbang mulu dari kemarin, belum di izinin masuk?" sahut Gilang.
"Masuk gerbang hati dia nggak semudah masuk gerbang sekolah, duh sumpah ya, baru kali ini gue mau bener-bener serius, biasanya cuma mau mampir," Abrega menggaruk kepalanya.
Gilang menepuk pundak Abrega. "Bagus, lanjutin, lo bisa. Nanti hati dia perlahan akan terbuka buat lo."
"Hebat ya Aneera, salut sih gue, lo bisa tobat gini Ga," sahut Ivar.
Abrega menjitak kepala Ivar. "Kesannya gue dulu kaya setan banget kalo lo ngomong gitu."
"Emang iye!" sahut Janu.
"Udah udah ke kelas yuk," ucap Gilang. Lalu ketiganya berjalan menuju kelas.
Mereka bertiga melirik Abrega lalu berhenti di depan kelas Aneera, mereka berdiri di depan pintu.
"Aneera semangat belajarnya kata Abrega!" seru Gilang.
"Kalo nggak semangat sebut nama Abrega aja nanti jadi semangat!" seru Janu.
"Nanti istirahat dibeliin ice cream!" seru Ivar.
Abrega membulatkan matanya. Dia kemudian mendorong ketiganya untuk pergi dari sana lalu menoleh pada Aneera seraya melambaikan tangannya dengan senyuman diwajah.
Aneera menahan senyumnya walaupun mereka berempat sudah tidak didepan sana.
"Aaa gemes!" ucap Daira, menyadarkan Aneera.
Aneera menelan saliva bisa bahaya kalau Daira melihat Aneera senyum.
"Lo makin deket ya Ra sama Kak Abrega?! cerita dong udah sedeket apa?" tanya Daira dengan mata berbinar.
Aneera meliriknya. "Udah sedeket ini," Aneera menyatukan kedua jari kelingkingnya.
"AAAA!" seru Daira seraya menepuk-nepuk bahu Aneera. "Kan bener kan lama-lama lo deket kan kan!"
"Ih apa sih lo? di bohongin mau aja,"
Daira menutup mulutnya lalu memukul lengan Aneera. "Songong lo! gue kira beneran tau!"
Aneera tertawa, lucu juga mengerjai Daira.
"Awas aja kalo nanti tiba-tiba jadian!"
"Eh apaan? palalo jadian!"
"Palalo sama palanya Kak Abrega tuh jadian!"
"Ngaco!"
_______
Abrega berjalan menuju ruang osis bersama dengan Gilang, mereka akan mengadakan rapat untuk membahas acara hari kemerdekaan Indonesia.
Semua anggota osis sudah berkumpul, Abrega duduk di tempat biasa. Sedangkan Gilang bediri di depan sana.
"Selamat siang temen-temen, sorry ganggu waktu istirahatnya sebentar, disini gue mau bahas tentang acara tujuh belasan yang mau kita adain," Gilang menuliskan kata acara tujuh belas di papan.
"Kemarin juga udah ada beberapa yang kasih masukan mau buat acara apa, cuma gue masih belum nemuin yang pas, coba Ga sebutin apa aja acaranya,"
Abrega membuka kertas yang tadi dia bawa. "Ada acara lomba nyanyi lagu nasional, terus lomba tarik tambang, sama lomba-lomba biasa yang lainnya."
Gilang menganggukkan kepala. "Nah itu cuma kaya gitu-gitu aja, dari kalian semua ada yang punya usul nggak? acara yang lebih seru? kan kalo ini juga sebenarnya udah dipake tahun lalu, gue nggak mau yang mainstream aja sih."
Numia mengangkat tangan. Gilang tersenyum. "Apa—"
"Sayang?" potong Abrega.
Semua jadi tertawa.
Gilang menepuk lengan Abrega. "Apa Num? ada usul?"
Numia tersenyum tipis. "Gue ada usul, gimana kalo kita buat acara fashion show, masing-masing kelas harus ada wakil dua pasangan, dua pasangan ya bukan satu pasangan, jadi masing-masing kelas harus siapin empat perwakilan untuk jadi pasangan ini, kan pasti seru."
"Boleh tuh!" seru Abrega. Gilang dan beberapa anggota osis menganggukan kepala, setuju.
"Nah terus nanti sebelum perwakilan yang maju, kita buat perkelas dulu jalan bareng-bareng gitu, kaya pertama fashion show untuk perkelas, kedua fashion show perwakilan kelas," lanjut Numia.
"Terus nanti mereka pakai baju apa? kostum apa gitu?" tanya Ava.
Numia menoleh. "Mereka pakai kostum kebaya sama batik aja."
Gilang menjentikkan jarinya. "Setuju, usul kamu diterima."
Numia tersenyum lebar.
"Gimana yang lain setuju?"
"Setuju!" seru semua anggota osis.
Gilang berjalan menuju papan. "Berarti acara yang kita ambil, lomba fashion show yaa." Ucapnya seraya menuliskannya di papan.
"Kalo gitu nanti Numia yang bikin poster, kalo bisa ditempel besok, soalnya seminggu lagi. Oh iya, jangan lupa tulisin kata wajib," ucap Gilang.
Numia menoleh. "Gue ditemenin Ava ya bikin posternya?"
Gilang menganggukkan kepala. Numia kemudian bertosan pada Ava.
Setelah itu rapat ditutup, Gilang berterimakasih pada semua, lalu satu persatu mulai keluar dari ruang rapat.
Abrega kemudian berjalan bersama Gilang menuju kantin.
"Semoga Aneera nggak kepilih jadi wakil," ucap Abrega.
"Kenapa emang? kan dia cantik Ga?" sahut Gilang.
"Dih nggak mau! dia emang cantik, tapi gue nggak mau ye dia nanti gandeng tangan cowok lain, kan fashion show begitu ya kan?"
"Hahah! egois lo! gue sumpahin Aneera kepilih jadi wakil!"
"Gue sumpel sini mulut lo!"
Gilang tertawa lalu berlari, Abrega mengejarnya sampai ke depan pintu kantin hingga kemudian berhenti mengejar Gilang saat matanya menemui Aneera yang tengah duduk seraya memakan mie ayam bersama Daira.
"Mau makan apa lo?" tanya Gilang.
"Bentar, mau nyamperin penghuni hati gue dulu," sahut Abrega lalu berjalan meninggalkan Gilang begitu saja.
"Aneeraaaa," ucap Abrega lalu duduk di salah satu bangku dekat Aneera.
Aneera berhenti mengunyah, dia melirik Abrega lalu kembali memakan mie ayamnya.
"Hai Kak!" sapa Daira.
"Haloo," sahut Abrega.
"An nanti kalo lo kepilih jadi perwakilan tolak aja ya?" ucap Abrega.
Aneera menelan kunyahan. "Perwakilan apa?"
"Masih rahasia osis nggak boleh ngomong nanti di omelin,"
"Ya terus ngapain lo bilang ke gue!"
"Jaga-jaga,"
Aneera meneguk es tehnya.
"Yaudah, gue udah selesai, mau ke kelas du—"
"Eh sebentar dong," Abrega menahan lengan Aneera.
"Hah?"
"Nanti pulang sekolah jalan-jalan ya! kali ini nggak bisa nolak." ucap Abrega lalu tersenyum lebar.
Daira mengigit pinggir gelas melihat itu saking gemas sendiri.
Aneera menghembuskan nafas. "Yaudah terus kalo udah ada statement nggak bisa nolak, ngapain masih dipegangin tangan gue? lepas nggak, mau ke kelas." Ucapnya.
Abrega kemudian tersadar, dia melepas tangan Aneera dengan senyuman diwajahnya.
Setelah itu Aneera menarik lengan Daira lalu melangkah dari sana.
"Pulang sekolah ya Aneera!" seru Abrega lagi sebelum Aneera benar-benar pergi dari kantin.
Gilang menaruh mangkuk bakso dan juga gelas teh hangat ke atas meja, lalu duduk di depan Abrega.
Abrega menatapnya. "Kok gue nggak di pesenin sekalian sih?"
"Emangnya lo nitip? kan enggak?"
Abrega memutar bola mata. "Nggak peka amat."
"Bodo sana pesen sendiri, keburu bel masuk."
"Iye iye."
_______
assalamualaikum semua
minal aidzin walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin, semoga kita semua bisa bertemu Ramadhan tahun bsk dgn keadaan yg jauh lebih baik lg ya, aamiin.
kira-kira pulang sekolah mereka mau jalan-jalan kemana ya?
jawabannya ada hari senin
jam 8 malammmm hehe