The Secrets of Prince Silas (...

By vkeybooks

1.4M 79.7K 12.1K

PROSES REVISI! (Sinopsis lengkap terdapat di dalam) WARN: Latar tempat, unsur sejarah serta budaya merupakan... More

Blurb
Prolog
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
INFO
BAB 26
BAB 27
Q n A (PENTING! JANGAN DIPASS!)
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
Bab 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51 A
BAB 51 B
BAB 52 A
BAB 52 B
Flashback 1
BAB 53 B
BAB 54 A
BAB 54 B
BAB 55 A
BAB 55 B
BAB 56 A
BAB 56 B
BAB 57 A
BAB 57 B
BAB 58 A
BAB 58 B
BAB 59 A
BAB 59 B
Epilog
Sekuel
Flashback 2

BAB 53 A

8.5K 617 146
By vkeybooks

HEYOO. . . SETELAH MENGUMPULKAN KEKUATAN KARENA BAB 52B TERHAPUS, FINALLY KEY BISA MELANJUTKAN CERITA INI. Yap-Key sedih banget karena bab sebelumnya terhapus, tapi mau bagaimana lagi, Key tetap harus mengetik ulang bab 52B. Nah-Key nggak mau nahan Silas untuk teman-teman yang sudah baca bab sebelumnya, jadi Key memutuskan untuk tetap up bab 53A. Untuk yang belum baca bab 52B, jangan khawatir, Key akan up setelah ini. So, pantengin! Kalian enak, nih, nggak perlu nahan penasaran karena langsung baca dua bab sekaligus.

Buat yang siap baca bab ini, please jangan lempar Key pakai bantal guling atau benda-benda semacamnya. Key nggak bermaksud bikin kalian galau, emosi, bingung atau apa, salahin aja Raja Mara hahahaha😹

Yodah, CUS BACA. COMMENT DAN LIKE NYA YANG BANYAK YAAW KALAU MAU BAB 53B 🤪🤪🤪 (P.S. SOON GONNA END THIS STORY.)

"Anda tidak perlu khawatir, Yang Mulia. Pangeran Silas baik-baik saja. Tidak ada yang serius pada lukanya. Beliau hanya perlu banyak istirahat dan mengurangi konsumsi alkohol." Doktor Rowan menjelaskan dengan senyum menenangkan. "Jangan lupa jika Anda juga tidak boleh banyak pikiran dan memastikan kondisi jantung Anda baik-baik saja," sambungnya lagi sambil menepuk pelan bahu Raja Maranello.

Raja Maranello jelas terguncang mendapatkan putra bungsunya tergeletak di lantai dengan kondisi kamar yang kacau-kaca-kaca perabot yang retak, pecahan-pecahan kaca di lantai serta darah di mana-mana. Ia nyaris pingsan dengan serangan jantung jika saja Pangeran Magnus tidak menenangkannya.

"Terima kasih, Doktor," kata Raja Maranello.

Doktor Rowan mengangguk sembari tersenyum sebelum pamit dengan Carlos yang mengantar.

"Tolong berikan aku dan putraku waktu privasi," pinta Raja Maranello tegas, lebih terdengar seperti perintah.

Putri Harmony yang berdiri di pinggir ranjang tidak benar-benar rela untuk meninggalkan Pangeran Silas yang menolak menatapnya, meskipun begitu ia tahu perintah Raja Maranello tidak bisa ditolak. Sebagai seorang anggota keluarga kerajaan, keputusan bijak adalah mengikuti kemauan Sang Raja.

"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Raja Maranello setelah Pangeran Magnus dan Putri Harmony meninggalkan kamar.

Pangeran Silas memejamkan mata, pura-pura tidak mendengar Raja Maranello. Fisik dan batinnya terlalu lelah saat ini untuk berdebat dengan ayahnya. Dia jelas menunjukkan diri tidak ingin ada percakapan.

"Kau tidak akan lari kali ini. Kau harus memberi penjelasan padaku. Aku ingin sungguh-sungguh bicara denganmu. Aku lelah dengan semua drama yang kau buat sejak usiamu enam belas tahun." Raja Maranello menunjukkan emosinya melalui tarikan napas panjang. "Aku sudah mulai tua, kiddo. Aku rentan dan tidak bisa selalu menjagamu seperti saat kau masih enam belas tahun. Hanya guncangan sedikit dan aku bisa mati, aku tahu kau mungkin tidak peduli karena kau membenciku, tapi-" Raja Maranello berhenti sebentar untuk menelan ludahnya. "Kau putraku. Kau bagian dari darahku. Ayah mana yang bisa melihat anaknya kesusahan, menderita dan terluka? Aku percaya kau paham rasanya karena sekarang kau punya bayi di dalam perut istrimu."

Pangeran Silas membuka matanya. Ekspresinya datar dan hanya satu kalimat keluar dari mulutnya. "Aku ingin istirahat."

"Aku bisa menjagamu dari alkohol dan nikotin yang entah sudah berapa banyak kau hisap saat usiamu enam belas tahun, tapi sekarang-"

"Raja, apa kau mendengarku?" Rahang Pangeran Silas mengeras. "Hentikan omong kosongmu. Tinggalkan aku sendiri."

"Tidak." Raja Maranello menunjukkan sifat yang membuat semua orang akan tahu darimana kekeraskepalaan Pangeran Silas berasal. "Aku akan tetap di sini, bicara denganmu. Tidak peduli jantungku akan terguncang, kalau aku harus mati untuk melihat putraku senang dan baik-baik saja, maka lebih baik begitu."

"Selamat. Kau hanya akan kecewa." Pangeran Silas mencetus datar, menarik selimutnya sampai leher dan kembali memejamkan mata.

Raja Maranello mengusap-usap wajahnya kasar. Pangeran Silas bukan remaja enam belas tahun yang perlu dikurung dan dipukul untuk menjadi lebih baik. Putranya nyaris kepala tiga dan Raja Maranello tidak bisa terus-menerus menjadi tulang sum-sum yang bersembunyi di balik punggung. Pangeran Silas harus siap menjadi dewasa untuk anaknya nanti.

"Kau tahu aku telah gagal mendidikmu. Kau menjadi pembangkang, hidupmu dipenuhi para pelacur, botol-botol dan puntung-puntung itu. Aku sudah berusaha untuk menyembuhkanmu selama ini. Nyatanya sekarang lebih buruk, kau mulai memakai cara melukai diri sendiri untuk lari dari masalah. Ibumu akan semakin membenciku di atas sana. Ibumu mungkin akan menyuruh para malaikat untuk mengutukku."

"Kau harta satu-satunya dari Ama yang harus aku jaga. Ama tahu betapa besar aku mencintaimu dan ingin membuatmu-"

Pangeran Silas menyingkap selimutnya, duduk tegak dengan mata terbuka lebar. Tatapannya tajam ketika melihat ke dalam wajah ayahnya.

"Apa yang sedang kau coba katakan sebenarnya? Kau terdengar seperti seorang ayah sekarang, padahal kau tahu selama ini kau tidak begitu. Ibuku memang pantas membencimu. Dia pantas mengutukmu di surga. Sepertinya aku perlu mengingatkanmu lagi, kau mengambil kehormatan ibuku, menghancurkan hidupnya, membuatnya merasakan penjara dan menderita. Kau yang memisahkan aku dari ibuku. Jangan bertingkah layaknya kau adalah ayah yang sangat baik selama ini." Pangeran Silas tersenyum sinis. Seluruh kalimat Pangeran Silas selanjutnya seperti pedang kasat mata yang menusuk Raja Maranello.

"Aku bahkan tidak pernah menganggapmu ayahku. Apa kau pernah mendengar aku memanggilmu Dad? Apa kau pernah mendapatkan aku menurutimu? Kau perlu tahu, aku bukan anak pembangkang. Aku hanya menjalankan hidupku, sesuai keinginanku karena tidak ada lagi orang yang bisa aku percayai. Kalaupun aku menjadi penurut, aku hanya akan menuruti kedua orang tuaku. Sayangnya, ibuku sudah tidak ada dan ayahku. . ." Mata Pangeran Silas menunjukkan kilat kejam. "Aku sudah menganggapnya mati sejak aku tahu dia yang memisahkanku dari ibuku."

"Kiddo-" Raja Maranello tak mampu berkata-kata. Hatinya seperti diiris oleh pisau tajam. Dia mencoba untuk melihat ke dalam mata putranya yang selalu mengingatkannya dengan Amarossa, tetapi hanya ada kebekuan di sana.

Suara tepukan tangan yang keras memutus tatapan antara Raja Maranello dan Pangeran Silas. Di sana, di depan pintu, Pangeran Henrik berdiri dengan senyum mencemooh.

"Bagus. . . Ini rupanya kalimat paling indah yang pantas untuk membalas semua perbuatanmu, Kakak? Betapa tahu diri putra harammu satu ini. Berapa lama lagi kau akan bertahan? Apa kau akan terus membelanya sampai kau mati lalu dia tidak akan pernah tahu-" Pangeran Henrik menatap jijik pada Pangeran Silas. Nadanya dingin saat menyebutkan kalimat selanjutnya. "Kau yang memperjuangkan gelar pangeran untuknya dan jangan lupakan kakak iparku yang malang yang memudahkanmu melakukannya."

"Henrik, tutup mulutmu dan keluar dari sini," perintah Raja Maranello tajam.

Pangeran Henrik terkekeh. Kakinya melangkah mendekati ranjang Pangeran Silas, lalu ekspresinya berubah menjadi keras. "Aku kecewa kau tidak mati," cetusnya kejam.

"Kau sudah menyakiti kakakku dengan kata-katamu. Jika sampai terjadi sesuatu pada kakakku, jangan harap kau bisa hidup bahagia. Sekarang, biar aku yang membalasmu." Pangeran Henrik mendesis tajam. "Dengar, anak haram, aku sudah membencimu sejak kau keluar dari perut pelacur itu. Kau seperti anjing buatku dan ibuku-anjing pengganggu yang menyusahkan. Tempatmu seharusnya di penjara, bersama ibumu yang murahan. Kakakku yang buta cinta ini memang bodoh untuk mengambilmu dari penjara. Hati Gricella yang lembut membuatnya menjadi tersiksa karena mengasihanimu."

Pangeran Silas mengepalkan tangannya hingga ia bisa merasakan sakit akibat bekas jahitan luka di sana. Tatapannya gelap dan tajam melawan tatapan yang sama dari Pangeran Henrik. Rahangnya menjadi sangat keras hingga giginya bergemelatuk. Bukan karena hinaan untuknya. Dia tidak peduli hinaan sialan itu-apapun sebutan sialan untuknya, tapi dia peduli pada ibunya. Dia jelas tidak menerima semua hinaan untuk ibunya.

"Apa kau pernah mendengar cerita sebenarnya selain cerita dari ibu dan pamanmu yang rendahan? Kau membenci kakakku, aku benci mengatakan ini tapi well... ayahmu sendiri, sementara kau hidup enak dalam pengorbanan dan usahanya. Apa yang bisa diberikan pelacur itu untukmu memangnya? Kau hanya akan sama jadi pelacur yang rendah saat bersamanya dan lihat. . ." Pangeran Henrik tersenyum mencemooh. "Benar terjadi. Kau hanya bersama pelacur itu selama beberapa bulan dan kau sudah menjadi sama sepertinya sampai sekarang."

"Aku ingin memukulmu, Pam-"

"Sssh." Pangeran Henrik memotong ucapan Pangeran Silas. "Jangan memanggilku paman. Keponakanku dari Mara hanya Magnus. Dan ya, tahan dulu tinjumu sebelum aku selesai mengatakan kebenaran."

"Tinggalkan ruangan ini, Henrik," ucap Raja Maranello dengan nada tegas.

Pangeran Henrik menggangguk. "Tentu, Kakak, setelah anak harammu tahu kebenarannya. Kau bisa duduk santai dulu di sofa."

"Henrik," desis Raja Maranello. "Aku bilang keluar. Bukan urusanmu sama sekali," sambungnya dingin.

"Ya, ini urusanku. Aku tidak tahan lagi melihat kau dan Magnus menderita karena bocah ini." Pangeran Henrik berucap serius. "Aku selama ini sudah cukup bertahan untuk mengunci mulut demi kau, Kakak, dan Magnus, tapi sekarang, aku takkan mengunci mulutku lagi. Tidak setelah aku tahu apa yang telah diperbuat anak haram ini. Aku tidak mau menerima kenyataaan mengenai kematian mengenaskan anggota keluargaku lagi." Pangeran Henrik menatap benci pada Pangeran Silas.

"Henrik," peringat Raja Maranello.

Pangeran Henrik mengangkat tangannya ke udara.

"Gricella adalah satu-satunya orang yang mengasihanimu-mengasihani anak selingkuhan suaminya. Dia yang berhasil membujuk ibuku untuk menerimamu di dalam istana dan membiarkan kakakku merawatmu. Dia menjaga mati-matian rahasia darimu dia bukan ibu sebenarnya." Pangeran Henrik tersenyum ironi. "Biar aku katakan, bagaimana perasaanmu jika mengetahui kau menikahi Harmony tapi ternyata hatinya untuk Magnus, yang setiap harinya hanya memikirkan Magnus, selalu memimpikan Magnus dan menyebut nama Magnus dalam tidurnya?"

"Sangat sakit, bukan? Itu yang terjadi pada Gricella dan dia harus tetap tegar dan tersenyum untuk memelukmu dan Magnus, merawat kalian, membawa kalian pergi ke sekolah."

"Henrik." Raja Maranello sekali lagi memperingati.

Pangeran Henrik lagi-lagi mengangkat tangannya ke udara. "Gricella bukan satu-satunya orang yang tersiksa karena kehadiranmu. Magnus adalah anak kecil polos yang harus menjadi korban. Dia harus melihat ayah dan ibunya setiap hari bertengkar dan saling berteriak di dalam kamar lalu ibunya menangis dan ayahnya meninggalkan ibunya di kamar. Dia harus menguatkan hatinya untuk tetap menyayangimu seperti yang dipesan Gricella untuknya dan dia. . . Dia harus kehilangan Gricella yang mati karena. . ." Pangeran Henrik memejamkan matanya sebentar. Satu tangannya terkepal kuat demi menahan getaran tubuhnya. "Karena-"

"Cukup, Henrik. Aku bilang keluar," peringat Raja Maranello dengan nada paling keras.

"Dia perlu tahu, Kakak," kata Pangeran Henrik, masih dengan tubuh yang bergetar. Ada nada lirih yang terselip di balik kalimatnya. "Kalau-"

"Paman." Pangeran Magnus tiba-tiba muncul di pintu, menggelengkan kepala, memberi tatapan memohon melalui matanya.

Pangeran Henrik tertawa ironi. Dia mengusap matanya, menyadari air mata mulai menggenang di sudut matanya. "Lihat. . . Mereka berdua, ayah dan kakakmu yang selama ini kau benci adalah orang-orang yang selalu membelamu."

"Apa sialan ini? Apa lagi yang kalian sembunyikan dariku dan aku tidak tahu?" Emosi mendengar ibunya dihina memang sudah sampai di ujung kepala Pangeran Silas hingga menjadi tanduk. Ia jelas membantah jika ibunya penyebab Ratu Gricella menderita, namun sesuatu yang ia tahu ia tidak pernah tahu membuat dirinya melepaskan kepalan tangannya. "Katakan padaku," desisnya.

"Katakan atau aku akan mencari kebenarannya sendiri," lanjut Pangeran Silas lagi.

Rahang Pangeran Henrik mengeras. Setiap kalimatnya kemudian terdengar menyimpan nada kedukaan yang disembunyikan. "Gricella meninggal bukan karena gagal ginjal. Dia bunuh diri. Dia menggantung dirinya sendiri dan Magnus adalah orang pertama yang menemukannya mati di kamar."

Ekspresi pertama Pangeran Silas adalah ekspresi terkejut. Matanya melebar. Informasi ini baru baginya. Semua orang tahu jika Ratu Gricella meninggal karena penyakit gagal ginjalnya. Doktor Rowan adalah sumber yang mengatakan dia sudah merawat Gricella sejak usianya dua puluh tahun untuk penyakitnya. Dia tidak pernah tahu kalau. . .

Mata Pangeran Silas tertuju pada mata biru Pangeran Magnus yang tampak rapuh. Dia melihat itu. . . Luka yang dalam-sangat-sangat dalam. Pancaran yang sama seperti pancaran matanya saat mengetahui jika Raja Maranello dan Ratu Eclat adalah orang-orang yang melakukan pembunuhan berencana ibunya.

Dan saat melihat ke ayahnya, Raja Maranello hanya menunduk.

Lalu, gambaran-gambaran itu masuk dalam kepalan Pangeran Silas-dia yang merencanakan penculikan Pangeran Magnus, gagalnya pernikahan Pangeran Magnus dan Putri Harmony. Dia menikahi perempuan yang jelas-jelas ia tahu jika kakaknya sangat mencintai perempuan itu seperti dia adalah seluruh dunianya.

Rasanya seperti batu menghantam perutnya-melilit dan panas. Gambaran-gambaran lain lalu muncul-Ratu Gricella yang memakaikan seragam sekolah untuknya pertama kali saat usianya empat tahun, menciumnya, membereskan rambutnya; Pangeran Magnus yang protes dia tidak dipakaikan seragam dan harus membenarkan rambutnya sendiri; Ucapan Ratu Gricella: Silas lebih kecil darimu. Kau harus lebih kuat dan mandiri darinya karena kau akan menjadi cerminnya.

Seluruh organ-organ dalam perutnya semakin serasa diremas, tetapi kemudian gambaran lain muncul-ibunya menangis, luka di mata ibunya, rekaman percakapan Raja Maranello dan Ratu Eclat, kehancuran Miguel kehilangan ayahnya.

"Kau pembohong." Pangeran Silas bergumam marah. Matanya menggelap. "Tidak ada bukti. Kau mau membohongiku untuk menyakitiku. Kau membenciku."

Pangeran Henrik lagi-lagi tertawa ironi. "Kenapa kau tidak mau percaya? Kau takut, Hm? Kau takut menerima kenyataan atau kau menyesal ternyata ibu yang sebenarnya merawatmu sampai besar, berkorban untukmu segalanya adalah perempuan yang kau benci, yang kau katakan dia membuat ibumu menderita?"

"Atau kau menyesal karena kau telah menghancurkan hidup kakakmu selama ini? Kau yang merencanakan-"

"Semua benar." Pangeran Magnus menyela rahasia lain yang akan diungkap oleh Pangeran Henrik. "Aku sendiri yang menemukan Mom di kamarnya. Aku punya bukti, Silas. Buku diary Mom."

"Aku tidak percaya jika buktinya belum di tanganku. Kau juga bisa saja berbohong, sialan," balas Pangeran Silas.

Pangeran Magnus menggangguk. "Aku akan memberikannya padamu." Pangeran Magnus melangkah keluar kamar, melewati Pangeran Henrik, berbisik pada pamannya sebelum melewati pintu dengan sinar mata memohon. "Tolong, Paman, jangan katakan apapun lagi, kumohon, untukku, untuk Dad."

Pangeran Magnus tidak terkejut menemukan Putri Harmony di depan pintu kamar Pangeran Silas. Perempuan itu sudah ada bersamanya, menunggu di depan pintu kamar Pangeran Silas sejak Raja Maranello memerintahkan mereka untuk keluar sampai Pangeran Henrik tiba-tiba datang dan meminta diizinkan masuk ke dalam kamar. Pangeran Magnus sudah mengatakan ayahnya tidak ingin diganggu, tapi Pangeran Henrik memaksa sehingga ia tidak bisa mencegah pamannya.

Pangeran Magnus menolak menunjukkan kepedihan di mata birunya. Sebagai gantinya, ia hanya berekspresi datar ketika Putri Harmony menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Magnus, kenapa kau tidak pernah-" Putri Harmony terbata-bata. Dia menyesal tidak pernah mengetahui tentang masa lalu Pangeran Magnus. "Magnus." Putri Harmony memeluk Pangeran Magnus, ingin menyalurkan semua kekuatan dan rasa prihatinnya. Inilah jawaban untuk semua pertanyaan mengenai kekelaman tersembunyi di balik mata biru ceria Pangeran Magnus selama ini.

Rasanya seperti mendapatkan kekuatan. Pangeran Magnus menerima pelukan Putri Harmony, mengencangkan pelukan, memejamkan matanya. Dia benci mengingat gambaran ibunya yang tergantung mengenaskan di kamar. Mimpi-mimpi buruk yang setiap malam menghantuinya-mimpi-mimpi buruk tentang dirinya menemukan ibunya yang pucat dengan ikatan tali di lehernya.

"Hei. . . Aku oke. Terimakasih untuk pelukanmu. Ini sangat membantu," kata Pangeran Magnus dalam pelukan Putri Harmony.

Putri Harmony melepaskan pelukannya. "Maafkan aku. Maafkan aku selama ini tidak pernah tahu masa lalumu. Aku sudah menyakitimu."

"Harmony." Pangeran Magnus memegang kedua lengan Putri Harmony. Mata birunya menatap dalam mata hijau Putri Harmony. "Kau tidak perlu meminta maaf. Apa yang membuatmu harus meminta maaf?"

Putri Harmony menunduk, menolak menatap Pangeran Magnus ketika mengucapkan kalimatnya. "Aku mengecewakanmu, mengkhianatimu, jatuh cinta pada adikmu. Aku-"

"Semua salahku." Pangeran Magnus berusaha mati-matian menyembunyikan luka di matanya, menjaga binar matanya tetap kosong. "Aku yang meninggalkanmu di atas altar, bukan salahmu jika kau mencintai Silas."

Putri Harmony menghela napasnya. Helaannya terdengar seperti nada menahan tangis. "Maafkan Silas untuk semua kata-kata yang menyakitimu selama ini. Dia tidak tahu apa-apa."

Pangeran Magnus tersenyum tipis. "Aku bahkan tidak pernah marah padanya, kau tahu."

Putri Harmony terdiam. Tatapannya dalam ketika menatap wajah Pangeran Magnus. Guratan lelah tampak di bawah mata pangeran itu, membentuk lingkaran hitam besar. Meskipun ada senyum tipis di bibir Pangeran Magnus, Putri Harmony bisa merasakan ada kedukaan, luka dan ketakutan tersembunyi di balik mata biru yang hanya memancar kosong saat ini. Putri Harmony tidak bodoh untuk mengetahui jika Pangeran Magnus sedang berusaha keras menyembunyikan kesedihannya. Entah dorongan darimana, Putri Harmony tiba-tiba mencium bibir Pangeran Magnus, mengalungkan tangannya di leher pangeran itu.

Ciumannya dalam, kuat dan menuntut-memberikan emosi, penyesalan, kebimbangan dan perasaan yang tak bisa ia mengerti.

Pada awalnya, Pangeran Magnus hanya terkejut dan membeku tanpa tahu apa yang harus dia perbuat, namun ketika merasakan emosi yang kuat dalam ciuman Putri Harmony, ia tahu ia membutuhkannya. Pangeran Magnus membutuhkan Putri Harmony untuk mengeluarkan semua rasa yang tersimpan, yang selama ini ditahan dan disembunyikan. Dia menyerah dalam ciuman dengan membalas ciuman Putri Harmony sama kuatnya.

Putri Harmony berbisik di sela-sela ciumannya dengan napas terengah. "Aku tahu hubungan kita sudah berakhir, tapi aku mau kau tahu ini, kau masih punya aku-sebagai teman, keluarga atau sebutan apapun semacamnya. Kau bisa berbicara padaku, segala hal yang membuatmu lega. Aku bisa memelukmu sepanjang hari jika kau membutuhkannya."

"Kenapa kau menciumku?" tanya Pangeran Magnus.

Putri Harmony terlihat bingung dan gelagapan. "Aku tidak tahu."

"Harmony." Pangeran Magnus menggunakan jempolnya untuk menelusuri lembut kulit pipi Putri Harmony. "Kau tahu aku berusaha menahan perasaanku. Kau tahu ini salah. Kita tidak akan melakukan kesalahan yang sama seperti yang diperbuat ayah dan ibuku dan ibu Silas."

Putri Harmony mengigit bibir bawahnya, melepaskan pelukan tangannya. "Kau benar."

"Kita bisa melanjutkan percakapan nanti. Aku perlu mengambil sesuatu di kamarku." Pangeran Magnus mengusap pelan pucuk kepala Putri Harmony. "Aku mencintaimu," katanya.

Putri Harmony menatap punggung Pangeran Magnus dengan tatapan sedih. Dia tidak pernah salah untuk perasaannya. Dia tahu alasan dia jatuh cinta pada Putra Mahkota itu. Pangeran Magnus adalah pria paling kuat dan tangguh yang pernah ia temui selama hidupnya.

COPYRIGHT 2019 by V.K.
All Right Reserved.

Continue Reading

You'll Also Like

2.4K 466 6
Danno dan Vera adalah pasangan suami istri yang bersatu untuk balas dendam. Mereka pindah ke kota Surabaya agar lebih dekat dengan para target balas...
14.6K 819 56
Apa yang terjadi saat seorang gadis bertemu dengan pria idamannya? Gadis akan jatuh cinta pada pria itu. Gadis akan berusaha mendapatka...
691 51 10
(HIATUS DULU) Agil hanya seorang pemuda biasa, pemuda yang berasal dari keluarga miskin, sejak meninggalnya kedua orang tua, Agil hidup sebatang kara...
27.4K 2.3K 23
Mission in Seoul "We're twins" "N-ne?" A Fanfiction Dont bring it to reality