Wanita Cadangan โœ“

Autorstwa Es_Pucil

322K 14.9K 1.2K

17+ | ROMANSA || SELESAI ๐Œ๐ž๐ง๐ข๐ค๐š๐ก, ๐ฅ๐š๐ฅ๐ฎ ๐๐ข๐ฆ๐š๐๐ฎ ๐ญ๐ข๐ ๐š ๐ฃ๐š๐ฆ ๐ค๐ž๐ฆ๐ฎ๐๐ข๐š๐ง, ๐ฌ๐ข๐š๐ฉ๐š ๏ฟฝ... Wiฤ™cej

Trailer
Prolog
- 01
- 02
- 03
- 04
- 05
- 06
- 08
- 09
- 10

- 07

12.7K 1K 59
Autorstwa Es_Pucil

Dia menyebalkan, sementara aku aneh.
Aneh karena merasa kurang tanpa dia.
~ Salwa ~

"Salwa, kamu sudah siap-siap?"

Itu panggilan Revan yang ke sekian kalinya dari luar kamar. Seharusnya, dalam satu jam-an ini, sudah mencapai 1000 kata yang kutulis, tetapi karena gangguan lelaki itu, kurang dari 400-an kata yang tercetak di layar monitor.

"Bentar!" pekikku, lagi.

"Salwa, kita nanti terlambat!"

"Bomat!"

Memang itu yang aku inginkan. Terlambat naik pesawat, dan tidak jadi bulan madu. Sungguh, membayangkan tinggal satu kamar bersama Revan selama satu bulan membuatku bergidik. Dia orangnya tukang memaksa. Kalau mau, ya harus ada. Berhubung tidak ada Adelia, bisa dipastikan aku yang harus menjadi pemuasnya selama di sana. Dan aku tidak suka itu.

Awal pernikahan, memang aku berencana untuk mendapatkan hati Revan. Namun, melihat sifatnya yang terlalu pemaksa, aku ingin mundur. Bukan secara perlahan, tetapi ingin berlari menjauhinya.

"Salwa, Mama kamu nelpon!" teriak Revan, setelah hening selama kurang dari 5 menit.

Bola mataku berputar malas. Dia pasti berbohong agar aku membukakan pintu. "Bilangin aja, aku lagi nggak enak badan!"

"Salwa!"

Sekarang ini, keinginanku hanya satu. Tuli. Aku muak mendengar semua panggilannya. Aku muak dengan keadaan di mana aku tidak bisa berkutik seperti sekarang ini.

Aku benci ....

Tubuhku bahkan sulit untuk diajak bergerak walau hanya mendekati pintu yang jaraknya kurang dari 2 meter itu. Membukanya, memperlihatkan sosok Revan yang berdiri dengan wajah penuh amarah. Tubuhnya yang dibalut dengan kaus hitam polos dan celana training hitam biasa membuatnya terkesan santai, berbanding terbalik dengan ekspresinya.

"Gini aja." Aku memulai pembicaraan memalaskan ini. "Bagaimana kalau kamu aja sama Adelia yang ke sana? Aku lagi mager berat. Tugas dari editor juga numpuk. Selama kalian bulan madu, aku nggak bakalan keluar rumah. Jadi, kalian tenang aja."

Revan tidak langsung berbicara. Rahangnya masih mengetat tegas, sementara aku tetap tidak peduli.

"Ide bagus!" Dia lalu berputar ke arah kamarnya tanpa mengatakan apa-apa lagi!

Huh! Bahkan dia tidak berterima kasih sedikitpun padaku. Sama seperti Revan, aku kembali ke kamar sambil membanting pintu dengan keras.

Naskah kesayanganku masih harus dijamah. Bahkan, aku lebih suka bersama laptop dibanding Revan.

Dering ponsel menghentikan kegiatanku yang sudah menulis 1200 kata. Nama 'Mama' terpampang jelas di layar smartphone berponi tersebut. Tanpa berpikir panjang, icon hijau segera digeser sebelum menempatkan benda pintar itu di telinga.

"Halo--"

"Aduh, Sayang. Kamu di mana, sih? Kenapa mesti pulang balik? Ini pesawatnya udah mau berangkat. Kamu cepetan balik ke bandara, ya? Mama sama Revan nunggu di sini," ucap Mama dengan cepat.

What the ...?

Astaga!

"Oke."

"Cepetan! Mama nggak suka nunggu lama! Mama juga udah pesenin taksi online terpercaya. Kamu cepat ke sini!"

"Iya, Ma."

Sambungan aku matikan secara sepihak. Setelah menyimpan semua dokumen, aku melipat laptop dan membiarkan tetap di atas tempat tidur. Aku hanya meraih tas selempang dan segera keluar dari kamar. Apalagi, tadi sempat terdengar suara pintu diketuk. Benar saja, saat membuka pintu, seorang pria yang mengenakan pakaian khas datang dan menjemputku.

Tuhan ... selamatkan aku.

***

Sebal mendominasi perasaanku saat ini. Setelah Mama tadi memaksa-maksa untuk aku pergi bersama Revan, lelaki ini pun tidak memberikan alasan agar rencana bulan madu ini tidak terjadi. Lebih sialnya lagi, aku lupa membawa apa pun.

Selama di pesawat, aku enggan untuk berbicara. Pun sepertinya orang di sampingku ini. Lebih baik memperhatikan awan di luar sana, karena memang tempat dudukku berada di dekat jendela.

Sampai di hotel tempat kami tinggal, aku langsung rebahan di kasur. Inilah satu-satunya tempat yang memiliki gaya gravitasi paling kuat hingga aku enggan beranjak dari sini.

"Mandi dulu, Salwa! Kamu dari tadi kan belum mandi!" pinta Revan yang entah kini berada di mana.

Sementara aku enggan melakukan apa-apa, bahkan membuka mata sekalipun.

"Kamu duluan aja lah, aku mau tidur dulu," balasku sambil mengubah posisi menjadi menyamping dan memeluk sebuah bantal. Bodo amat tempat ini menjadi berantakan.

Tidak ada kalimat lagi yang terdengar, selain suara pintu dibanting. Aku memilih terlelap di alam mimpi. Hanya sebentar. Karena selanjutnya, aku merasa tidak nyaman dengan tubuhku. Hal itu memaksaku untuk terbangun dan menyadari waktu sudah bergulir ke malam hari.

Pengap. Meski di sini ber-AC. Mungkin karena belum mandi. Dengan keadaan masih terpengaruh oleh tidur, aku merangkak menuruni tempat tidur menuju kamar mandi. Tidak sempat berpikir panjang, semua pakaian dilepas dan langsung membiarkan air shower membasahi diri.

Barulah, setelah aku selesai mandi, sebuah pemikiran mulai muncul. Aku tidak membawa apa pun ke sini. Sementara yang baru dipakai tadi, sudah mengeluarkan aroma tidak mengenakkan.

Nanti saja. Aku akan meminta Revan untuk membeli beberapa pakaian. Sementara, aku mengenakan bathrobe dan keluar dari kamar mandi.

Revan belum pulang, entah ke mana. Ponselku pun mati. Tidak ada yang bisa dilakukan lagi selain menanti. Sembari itu, aku menarik selimut dari tempat tidur, melipatnya beberapa kali dan meletakkannya di sofa. Tak lupa juga sebuah bantal. Bersama setelah selesainya kegiatanku, Revan muncul dengan wajah lelahnya.

"Kamu mau tidur di sofa, Salwa?" tanyanya, menyebalkan.

"Loh kok aku? Kamu yang tidur di sini nanti! Aku ogah ya satu kamar sama kamu!" balasku sengit.

"Saya tidak mau!" Revan berjalan santai ke ranjang. Setelah melepas sepatu dan kaus kakinya dengan mudah, dia langsung merebahkan badan dengan nyaman. Astaga!

"Harus di sofa pokoknya! Aku mau di sini!" pekikku. Dia tidak merespon hingga aku harus menarik kakinya sekuat tenaga. Berat!

"Kalau kamu mau tidur di sini, silakan. Saya tidak melarang!" tukas Revan malas. Dia tidak melawan, hanya berusaha memperbaiki posisinya sendiri.

Tidak akan aku biarkan.

"Nggak mau! Nggak mau satu kamar sama kamu!" Aku tetap kukuh pada pendirian. Kaki berat Revan terus aku tarik.

"Jangan, Salwa!"

"Turun!"

"Jangan!"

"Pokoknya turun! Kamu juga pasti belum mandi kan? Ish! Bau! Mandi sana!" pintaku tegas.

"Lepas kaki saya!" Dia mulai berpegangan di kepala ranjang.

"Turun!"

"Lepas, Salwa!"

Dia tetap teguh. Aku mengumpulkan semua sisa kekuatan. Sambil menggeram, aku menarik kuat kaki Revan hingga ....

Bersamaan dengan Revan yang terjatuh dari ranjang, aku pun memekik kaget karena dia kurang ajarnya menarik bathrobe milikku hingga terbuka bagian depan.

OH MY GOD!

Bersambung ....

Lupa sama cerita ini? Maapkeun ya karena telat. Bantu doa aja, semoga malas Pucil nggak kambuh lagi.

Buat yang masih menunggu, terima kasih banyak. Pucil selalu cinta sama kalian :*

Es_Pucil
Penulis amatir yang benar-benar amatir

Czytaj Dalej

To Teลผ Polubisz

2.8M 302K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
1M 103K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
1.9M 90.8K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
269K 758 7
Vote masa cuma sange aja vote juga lah 21+