RITME; Married with Selebriti

Von icitbilala

29.6K 4.7K 1.4K

Tiba-tiba menjadi ISTRI seorang Selebriti ternama? Ada apakah ini? Ranz, lelaki yang pernah mengisi hati Kha... Mehr

P R O L O G
Ritme, 1
Ritme, 2
Ritme, 3
Ritme, 4
Ritme, 5
Ritme, 7
Ritme, 8
Ritme, 9
Ritme, 10
Ritme, 11
Ritme, 12
Ritme, 13
Ritme, 14
Ritme, 15
*CAST*
Ritme, 16
Ritme, 17
Ritme, 18
Ritme, 19
Ritme, 20
Ritme, 21
Ritme, 22
Ritme, 23
Ritme, 24
Ritme, 25
Ritme, 26
Ritme, 27
Ritme, 28
Ritme, 29
Ritme, 30
Ritme, 31
Ritme, 32

Ritme, 6

865 199 37
Von icitbilala

Ranz memarkirkan mobilnya dipekarangan masjid. Ia baru ingat sekarang hari Jum'at. Kewajibannya sebagai lelaki hampir saja ia lupakan. Ia melirik arloji. Belum terlambat. Segera, Ranz bergegas mengambil air wudhu. Mengisi shaf yang kosong terlebih dahulu. Ia tak acuh terhadap sekelilingnya.

Seusai salam. Ranz baru menyadari. Siapa gerangan yang duduk disampingnya. Tanpa menunggu lama, selesai shalat. Ia menepuk bahu Afkar.

"Assalamualaikum. Lo masih inget gue kan?" Ranz sedikit memiringkan wajahnya.

Afkar menoleh. Tersenyum. "Waalaikum salam. Kebetulan lagi ya kita ketemu."

Ranz mengangguk tersenyum. "Karena sekarang kebetulan. Kebetulan juga gue ada maksud ketemu lo. Dan gue harap, lo terima permintaan gue. Tunggu sebentar," Ranz berlalu keluar. Entah kemana.

Afkar tampak sedikit kebingungan. Ia menunggu kedatangan Ranz. Maksud?, gumamnya.

Tak lama, Ranz datang. Membawa sebuah paper bag berukuran kecil. Wajahnya tampak sedikit khawatir.

Afkar sedikit mengangkat alis. Kala Ranz sudah sampai tepat dihadapannya.

"Gue bermaksud ketemu lo bertujuan untuk,," Ranz menarik nafas panjang. Membuangnya perlahan.

"Mekhitbah saudara kandung perempuan lo." ucapnya. Dengan satu tarikan nafas. "Khanza,"

Afkar sangat terkejut mendengarnya. Ada secercah kebahagiaan menghampirinya. Bukan, bukan menghampirinya. Melainkan menghampiri kebahagiaan adiknya. Khanza.

Sepertinya, jika Afkar menerima ini tanpa sepengatahuan Khanza akan menjadi surprise yang takkan tergantikan. Mengingat Khanza pernah sekali bercerita tentang Ranz dahulu. Terutama, profesi Ranz saat ini sebagai selebriti papan atas.

Tak salah jika ia menerimanya. Karena, ia merasa kasihan juga terhadap Khanza. Merasa kesepian. Tanpa kehadiran orang tuanya. Semua kakaknya sudah menikah. Hanya Khanza saja yang masih dalam proses pencarian.

"Khanza tau lo bermaksud nge-"

"Nggak. Gue ketemu dia cuman kebetulan saja. Dan kita belum pernah saling mengenal sebelumnya."

"Kenapa lo pilih adik gue sebagai is-"

"Gue cuman mau coba aja pacaran sekali seumur hidup gimana rasanya. Penasaran. Kalau soal pilih Khanza. Gue punya hutang cerita sama lo. Tapi gak sekarang."

"Lo yakin mau pilih adik gue?"

"Kalau gue gak yakin. Impossibe gue bakal datang temuin lo," Afkar mengangguk. "Diterima gak?" tanya Ranz. Raut wajahnya menampakkan keseriusan. Tidak ada kebohongan disana. Membuat Afkar tak perlu ragu. Sebelumnya, tanpa sepengetahuan Khanza. Ada seseorang yang terlebih dahulu melamar adiknya. Setahun yang lalu.  Afkar menolak secara perlahan. Padahal, bisa saja ia menerima dengan sepenuh hati. Hanya saja, Khanza takut mengalami trauma kedua kalinya.

Afkar tersenyum dengan pasti. "Diterima, tapi mahar-"

Lagi-lagi, Ranz memotong ucapannya. Mungkin karena ia sudah tak sabar. "Surah Ar-Rahmaan. Cukup?"

Afkar mengangguk. "Ijab Qobul dulu. Mumpung ustadznya masih ada disini. 2 orang saksi juga cukup."

Refleks, Ranz mengucapkan hamdalah sembari sujud syukur. Afkar hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tersenyum.

Setelah proses ijab qobul selesai. Ranz membacakan Surah Ar-Rahman menggunakan microphone masjid. Sepertinya, suaranya akan menjadi mp3 kotanya sementara. Ranz tak perduli seberapa malunya ia. Yang terpenting, Khanza sudah sah menjadi miliknya tanpa sepengatahuannya.

Suaranya begitu merdu. Membuat siapa saja yang mendengarkannya terdiam. Khidmat mendengarkan. Bagi yang menghayatinya secara mendalam, akan menangis.

Seperti Afkar, entah mengapa hatinya tersentuh mendengarkan lantunan ayat yang sudah Ranz hafal sebelumnya. Pertama kalinya ia mendengarkan Ranz membaca ayat suci Al-Qur'an. Seringnya, ia mendengar suara indah Ranz mengisi gendang telinganya.

Dan tak Afkar sangka. Ranz menjadi bagian keluarganya mulai saat ini.

Usai Ranz membayar maharnya . Ia kembali mendekat kepada Afkar. Memberikan paper bag berukuran kecil. Afkar membukanya. "Gue titip ini kasih ke Khanza. Suruh pakai gitu. Tapi gue harap lo tutup mulut tentang kejadian hari ini. Jangan bilang ke siapa-siapa terutama Khanza. Lo beralibi aja lah tentang cincin ini. Mau gak mau, gimana pun caranya dia harus pakai. Wajib. Biar gue aja yang acting nanti. Lo bakal gue butuhin setelah ini. Surprise buat Khanza juga." Ucap Ranz setengah berbisik. Afkar tersenyum menanggapi. Sedetik kemudian, ia menganggukkan kepalanya.

"Dan gue titip ke lo juga, jangan sampai lo lihat Khanza menangis. Dan gue juga berharap sama lo semoga lo termasuk orang yang bisa membahagiakan Khanza. Sampai kapan pun itu."

"Aamiin. Insyaallah. Selama gue masih diberi umur, gue pastikan dia selalu bahagia sama gue."

"I believe to you Ranz. Tapi, sekarang gue mau balik dulu,"

Mereka beranjak dari duduknya masing-masing. " Good Luck, Thanks Afkar. Semoga allah membalas kebaikanmu Aamiin."

"Yes. Aamiin. Gue cabut. Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam."

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

Khanza melepaskan penat sementara sembari menunggu Myscha membeli es kelapa untuknya. Ia melirik arloji. Sudah waktunya ia pulang. Karena, hari ini tak ada schedule lain selain di rumah.

Tak lama, Myscha datang membawa dua plastik berisikan es kelapa. Duduk disamping Khanza. Ia menyeruput begitu cepat minumannya. Untuk melepaskan rasa dehidrasi yang begitu memenuhi tenggorokannya.

Myscha bersendawa. Sebelum sesaat ia menambah dua es kelapa. "Alhamdulillah," ucapnya sembari mengusap perut.

"By the way, habis ini lo mau kemana?" tanya Khanza masih menyeruput minumannya.

"Palingan ngurusin bocah-bocah di rumah. Makanya, kadang gue bosan. Serasa jadi pembantu aja. Mentang-mentang gue belum nikah."

Khanza dan Myscha. Anak bungsu dari keluarga mereka. Bedanya, Khanza hanya memiliki 2 kakak saja. Dibandingkan Myscha. Bungsu dari 7 bersaudara. Hanya Myscha saja yang belum menikah. Kakak terakhirnya, baru saja nikah 5 bulan yang lalu.

"Hahah, sekalian belajar jadi housewife sekalian. Siapa tahu jodoh lo udah dekat. Amal Cha."

Myscha mendelik. "Masih mending di gaji perhari buat ngurus bocah. Lhah ini? Mana Abang gue yang ke 5 bentar lagi persalinan. Nanti gue lagi yang jadi baby sisternya. Mending pindah rumahlah. Atau," Myscha melirik ke arah Khanza dengan pandangan yag sangat aneh.

"Gue tinggal di rumah lo aja da ya Cha. Boleh yaa," Dengan puppy-eyes khas Myscha. Khanza menjauhkan sedikit tubuhnya. "Izin dulu noh ke Afkar."

"Yaahhh," Myscha mengerucutkan bibir. "Kenapa coba ya, gak gue aja yang dilamar abang lo itu." gumam Myscha. Terdengar jelas oleh Khanza. Hanya tersenyum menanggapi.

Setelah lama keduanya terdiam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing. Samar-samar terdengar dari kejauhan. Mungkin dari arah masjid. Lantunan Surah ar-Rahman. Favorite keduanya. Mendengarkannya dengan baik.

"Gila, enak bener dah itu suara. Penasaran gue. Mana mungkin itu suara pak RT?" seru Myscha.

"Kalau kaset juga gak mungkin."

"Kayaknya enak benar dah kalau itu orang jadi jodoh gue. Suami idaman," Myscha membayangkannya. Khanza ikut membayangkan. Bagaimana rasanya?

Mungkin menyenangkan.

"Tapi, tumben juga ya siang panas begini ada yang mau ngaji. Gak biasanya."

"Ngomen mulu dah hidup lo. Suka-suka orang lhah. Lagian, kita kan gak tau tujuan utamanya apa? Udah, gak usah dipikirin. Urus aja dulu hidup sendiri." sergah Khanza.

Myscha menoleh. "Lo juga sama. Ngomen hidup gue. Tapi, kalau dipikir-pikir. Calon suami idaman kayak siapa yaa?" Myscha mulai terjun ke dalam dunia ekspetasinya. Sebelum sesaat, Khanza menarik tangannya untuk segera pulang.

Suami idaman, gumam Khanza.

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

Sembari menunggu Afkar pulang. Khanza memasak jadwal makan siang. Nayla serta Zayn sedang berbelanja ke minimart dekat rumahnya. Lantas, ia merapikan dapur. Menyiapkan masakannya ke meja makan. Tak lama, Afkar datang. Entah kenapa, pada penglihatannya. Afkar tampak berbeda kali ini. Raut wajahnya tampak seperti orang yang berhasil mendapatkan sesuatu.

Khanza tak perduli.

Setelah keluarga kecilnya berkumpul, mereka pun makan dengan lahap. Tapi, tak seperti biasanya. Afkar terkadang tersenyum kala melihatnya.

Aneh,

Khanza melangkah menuju kamarnya. Afkar mengikutinya tanpa sepengatahuan Khanza. Khanza hendak menutup pintu. Namun, tiba-tiba wajah konyol Afkar menyembul di balik pintu. Membuat Khanza refleks berteriak. Hampir terjungkal kebelakang jika sebelah tangannya tidak menahan ke sisi dinding.

"Ngapain sih kak. Ngagetin orang aja. Jantungan nih lama-lama. Ada apa?" tanya Khanza sedikit sewot.

Afkar membuka pintu Khanza. Masuk. Tanpa menutup pintunya. "Kakak punya surprise buat kamu," Khanza mengerutkan kening.

Afkar duduk di tepi ranjang. Mengisyaratkan Khanza agar duduk disampingnya. Ia menyerahkan paper bag kecil yang diberikan Ranz tadi.

"Apaan ini?" Khanza mulai membuka paper bag.

Sedetik kemudian, Khanza memeluk Afkar. "Makasih kak. Tapi, kok kakak tiba-tiba?"

"Nggak. Mumpung dompet lagi penuh aja. Cobain dulu gih," titahnya.

Khanza mencoba memakai cincin. Jari manis tangan kirinya. Tampak cantik sekali cincin yang dipakainya. Khanza tersenyum.

"Tuh kan bagus. Udah, pakai ya," pinta Afkar.

Khanza menoleh. "Tapi kak,"

"No comment. Kamu gak bakal ngehargain kakak?" raut wajah Afkar sedikit berubah.

"Bukan gitu kak. Gimana nanti kalau cincinnya hilang? Jatuh misalnya?"

"Insyaallah nggak bakal Khanza. Kamu sih. Kelamaan gak pakai perhiasan cuman anting doang. Jadinya gini. Norak," ledek Afkar. Khanza mengerucutkan bibir.

"Iya iya kak. Aku pakai. Biar gak norak lagi," Khanza menekankan di setiap katanya. Seketika, senyuman Afkar mengembang sempurna.

"Ngapain kak senyum-senyum?" Khanza merasa ada yang aneh dengan kakaknya ini.

"Ng-Nggak kok. ikut senang aja lihat kamu gak norak lagi," Afkar mengacak-ngacak rambut Khanza searaya terkekeh. Lagi-lagi, Khanza mengerucutkan bibirnya kembali.

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

Entah mengapa, akhir-akhir ini Khanza jarang sekali melihat Ranz dimana pun dan kapan pun. Padahal, biasanya ia cukup sering melihatnya. Dimana pun dan kapan pun itu.

Tumben, tak seperti biasanya.

Khanza menatap langit-langit kamar. Seharian ini ia belum keluar rumah. Mager. Setiap ia melakukan aktivitas. Bayangan Ranz tersenyum kearahnya terus menghantui pikirannya. Lagi-lagi ia beristighfar.

Jangan terlalu berharap.

Walaupun Khanza sesekali berekspetasi Ranz bersamanya. Namun, ia membuang jauh-jauh pikiran tak berfaedah itu. Karena, semakin tinggi harapan. Semakin tinggi pula rasa sakit yang harus siap ia terima di kemudian hari. Berharap itu sakit. Cukup mengagumi dari jauh saja.

Khanza menghela nafas.

Tiba-tiba, ponselnya berdering dibawah bantal. Melihat siapa yang mengganggu waktu tidur siangnya kali ini.

Myscha.

Dengan berat hati, Khanza menggeser layar.

"Assalamualaikum Za. Lo tau kan sekarang Ranz perform?"

Khanza mengingat-ngingat terlebih dahulu. Ia tak tahu. "Terus?"

"Ikut yuk, kali-kali lihat Ranz siaran langsung. Biasanya kan siaran tidak langsung. Mau gak? Sekalian lo cuci mata juga,"

Khanza tampak berpikir sejenak. Pantas saja.

"Tenang, gue bayarin kok. Ba'da Isya gue cabut ke rumah lo ya. Harus udah siap."

"Dimana?"

"Outdoor. Alun-alun kota. Gak mau tau, pokoknya lo harus ikut ya. Assalamualaikum,"

"Eh tapi,"

Ponsel dimatikan sepihak oleh Myscha. Khanza mendengus. Ingin rasanya ia ikut. Tapi, disisi lain. Ia takut. Entah apa yang ia takutkan. Sudahlah, kali ini saja.

Tak sengaja, pandangannya jatuh kepada jari manisnya. Letak cincin pemberian Afkar beberapa hari yang lalu. Khanza tersenyum.

Beautiful.

Jazakumullah Khoir 🖐

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

1.7M 24.3K 41
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.4M 93.2K 43
• Obsession series • [ SELAMAT MEMBACA ] Romeo akan menghalalkan segala cara demi mendapati Evelyn, termasuk memanfaatkan kemiskinan dan keluguan gad...
2.8M 22.5K 44
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
516K 1.7K 5
⚠️🔞 - dewasa ⚠️🔞- hubungan badan ⚠️🔞- toxic