My Brother My Boyfriend [ SEL...

By daadindaada_

33K 6.1K 1.7K

FOLLOW DULU AKUN AUTHOR !! REVISI 90% BERBEDA DARI VERSI SEBELUMNYA HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN CERITA... More

1 | Si Gila Otak Lubang Jarum
2 | 180°
3 | Nayya Diganggu 'Setan'
4 | MKKB
- CAST -
5 | Gue Suka Sama Lo
7 | Rasa Sakit Itu Datang Lagi
8 | Lengket
9 | Prepare
10 | Study Tour pt. O1
11 | Pertemuan
12 | Study Tour pt. O2
13 | Malu-maluin
14 | Perubahan Yang Signifikan
15 | Pelampiasan pt. O1
16 | Damn It!
17 | Pelampiasan pt. O2
18 | Can You Say, "It's Real, Melody!"
19 | Tak Disangka
20 | Ulang Bulan
21 | Perang Saudara
22 | Musuhan
23 | Firasat
24 | Yang Terulang Kembali
25 | Hampa
26 | The First Month
27 | Kambing Hitam
28 | Don't Give Up!
29 | Game or Prank?
30 | What Happened?
31 | You Are Crazy!
32 | Hantu Mesum
33 | Be Patient, Mels
34 | Memories
35 | Heal?
36 | Kesalahan Kedua Kenzie
37 | Flashback
38 | Melody = Syaiton Nirrojim??
39 | Rencana Gila
40 | Akal Bulus Timothy
41 | Kabur
42 | Hashtag #serangtimothy
43 | Gak Mau Pulang!!
44 | Tangisan Melody
45 | Baikan
QNA
46 | Melindungi
47 | Tom & Jerry
48 | Diet???
49 | Dua Kubu
50 | Selalu Dinomorduakan
51 | Putus
52 | Balas Dendam
53 | Salah Paham
54 | 4(Z - 1)0 (K - 1)4(E - 1)14(0 - 1)
55 | My Brother My Boyfriend
Melody
Timothy
Mampir Sini Umumumu 😗😙😚

6 | Menunggu

818 198 70
By daadindaada_

Kenapa sedari dulu, ruang lingkup hidupku hanya sebatas menunggu dan berharap?

Waiting For Love
- Avicii -

***

"Dulu, Melody kecelakaan. Kata dokter yang menanganinya, sebagian besar memori Melody rusak. Dan benar saja, waktu dimana ia bangun dari kondisi komanya, Melody amnesia. Dia bahkan sama sekali gak kenal sama om."

"Umur berapa Melody kecelakaan?"

"Satu bulan sebelum mereka ulang tahun," jawab Harry miris. Manik coklat tegasnya sudah tergenang air mata. Berat, ketika ia harus mengingat masa-masa pahit itu.

"Mereka?" tanya Daffi bingung. Harry mengangguk sekilas, lantas menyeka air matanya.

"Melody terlahir kembar tak identik. Gara-gara kecelakaan itu, mereka harus berpisah. Tapi sampai sekarang, om gak tau dia ada dimana."

Percakapan yang baru saja ia obrolkan bersama Daffi seolah kembali diputar seperti kaset pita kuno. Dari dalam mobil, ia melihat princess-nya tengah bergurau dengan seorang pria tampan. Mereka sebaya, mengingat keduanya masih mengenakan seragam sekolah.

Wajah itu ...

Harry seperti pernah melihatnya beberapa kali. Familiar, walau tampak ada sedikitnya perubahan.

"Baru pulang?" tanya Harry setelah menyelaraskan langkah dengan putrinya. Melody mengangguk gemas.

"Iya Melody dihukum lagi, pi."

"Gurumu itu tadi telepon ke papi. Katanya kamu terapi ikan lagi ya?" lagi, Melody mengangguk. Harry mengelus puncak kepala putrinya sayang. Harry ini tipikal seorang ayah yang jarang sekali memarahi Melody. Ia hanya melakukan itu dikala emosinya sudah benar-benar tersulut. Saat Melody mendapat nilai merah, tak pernah sedikit pun Harry membentak atau menghardik Melody.

"Umm itu tadi siapa?" tanya Harry.

"Pacar Melody dong," bangga Melody terkesan memamerkan.

"Woah, princess papi udah gede ya," ujar Harry dan Melody hanya tersenyum malu. "Namanya siapa?"

"Timothy."

Deg

___


"Princess mau kemana?" tanya Harry begitu Melody melewatinya di ruang keluarga. Keluarga? Bahkan Melody seperti tidak memiliki apa yang disebut keluarga. 

"Jalan," jawab Melody singkat dan ketus. Tampaknya gadis itu masih merajuk atas obrolan semalam.

"Sama Timothy?" tebak Harry. Diam, berarti benar. "Papi udah bilang sama kamu. Putusin Timothy! Dia bukan laki-laki yang baik buat kamu."

Melody membalikkan badannya. Menatap Harry tidak suka. Jujur saja, sebelum-sebelumnya ia tidak pernah merasa seemosi ini. Walau Harry terkesan gila kerja, tapi Melody menganggapnya itu semua sebagai bentuk cinta dari sang papi. Kesal, tapi bukan marah.

"Papi tau apa tentang yang terbaik buat Melody? Papi pernah melakukan hal baik selain kerja terus ngasih banyak uang buat Melody? Papi pernah sekali aja gak telat pulang ke rumah, berangkat gak terlalu pagi cuma buat Melody?" tanya Melody sarkastis. Air matanya sudah membanjiri dan siap tumpah kapan saja ia mengedipkan mata.

"Gak. Pernah," tekan Melody. Harry masih bungkam, tapi saat mendengar isakan tangis dari putrinya, ia segera angkat suara.

"Papi melakukan itu semua buat kamu, princess," lirihnya dibantah kuat oleh Melody.

"Papi gak punya alasan selain itu, ha? Hiks ... Yang Melody butuhin bukan itu, pi ... Bukan ... Hiks ... Melody cuma pingin papi perhatiin Melody ... Hiks ... Hiks ... Melody gak punya mami, setidaknya papi harus bisa gantiin perannya buat Melody. Tapi papi enggak ... Papi egois! Papi jahat! Hiks ... Hiks ... Hiks ...." Melody menjeda sejenak caciannya. Ia menyeka air mata yang kian deras mengaliri kedua pipinya.

"Princess ...."

"Stop! Don't call me like that! I am not a real princess. I'm just the unlucky girl to have a father like you!"

Plak

Badan mungil Melody sedikit terhuyung ketika tangan besar itu menamparnya keras. For the first time in forever. Harry yang digadang-gadang sangat menyayangi dan berusaha menjadi yang terbaik untuk sang princess, melakukannya tanpa sengaja. Hanya saja, Harry benar-benar tersulut mendengar Melody berucap kasar seperti itu.

"Papi gak pernah ajarin kamu kayak gitu, Melody!" hardik Harry yang mana kemudian membuat Melody rasanya ingin tertawa sejadi-jadinya.

"Hahaha. Emang papi pernah ngajarin apa sama Melody?" ujar Melody meremehkan.

Tampaknya Harry sudah kesetanan. Tanpa belas kasihan, laki-laki berusia paruh baya itu menarik kuat ikatan rambut Melody ke arah bawah. Tangannya yang kekar menampilkan guratan urat yang kian menambah rasa takut tersendiri pada diri Melody.

"Sshh sakit pi," Melody meringis. Tapi Harry tidak menggubrisnya. "Lepas ... Ampun pi, maaf ... Hiks ... Hiks ...."

Sejurus kemudian, Harry tersadar dari apa yang ia lakukan. Beberapa helai rambut Melody menggulung pada ruas jarinya. Sementara gadis itu sudah menangis kejer.

"Princess, maaf," Harry akan merangkul Melody, tapi dengan cepat gadis itu menepisnya.

"MELODY BENCI SAMA PAPI! MELODY GAK MAU LIHAT PAPI! PAPI JAHAT KAYAK MONSTER. PAPI PEMBOHONG! PAPI GAK PERNAH TEPATI JANJI! MELODY BENCI MELODY GAK SUKA SAMA PAPI!!" teriaknya lantang lantas menggebrak pintu sekuat-kuatnya.

Tidak! Jangan salahkan Melody atas apa yang terjadi. Nyatanya Harry bukanlah sosok ayah yang baik untuk sang princess. Melody benar, ia selama ini keliru, mengabaikan janji-janji manisnya untuk mencari keberadaan sang istri, melewatkan ulang tahun Melody karena sibuk bekerja, dan masih banyak lagi. Kaget? Tentu saja. Ia tidak pernah melihat sekali saja Melody berteriak dengan lantang dan mencaci-maki dirinya. Well, setidaknya semua unek-unek Melody telah keluar.

DOR!!

"Ngapain lo?" heran Timothy. Melody mengedipkan matanya berulangkali.

Setelah mengakhiri perselisihan tadi, Melody segera turun untuk menemui Timothy yang sudah menunggunya sejak hampir duapuluh menitan. Tapi sebelumnya ia pergi membasuh wajah dan memakai sedikit make-up untuk menutupi bekas tangisan.

"Ngagetin lo, lah. Emang lo gak kaget?" tanya Melody dan Timothy mengedikkan kedua bahunya tak acuh.

"Ngapain juga gue harus kaget," balas Timothy santai. Seketika Melody mencebikkan bibirnya manja.

"Huuffttt sekali-kali bikin gue senang gitu, ya. Gapapa pura-pura aja kaget, supaya gue bisa senyum. Eh, ini malah kayak gitu anjir. Gak menghargai usaha gue," gerutu Melody pelan namun tersampaikan baik pada indera pendengaran Timothy. Laki-laki itu tersenyum geli. Huh, ada-ada saja tingkah menggemaskan dari si gila.

"Ekhem. Udah deh jangan basa-basi lagi. Ayo kita jalan. Capek gue nunggu lo seabad, untung juga masih ganteng."

"Kangen ya?" goda Melody. Secepat kilat, laki-laki itu menggelengkan kepala.

"G besar."

Lagi-lagi Melody menggeram. Sebelum atau sesudah mereka pacaran, sama saja ah. Timothy tidak ada bedanya. Sama-sama menyebalkan, sama-sama datar, tidak romantis, jujurnya kelewatan, tapi tetap tampan. Hanya itu yang tidak berubah.

Melody membanting pintu mobil penumpang dengan kuat, membuat si empunya merenggut tak terima. Mobil mewah, mobil mahal, dan masih baru diperlakukan seperti itu. Jahat. Melody tidak punya hati, kurang lebih begitulah cercaan Timothy dalam batinnya.

Tidak menunggu banyak waktu lagi, Timothy melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Membawa Melody ke sebuah tempat di perbatasan kota. Perjalanan yang ditempuh lumayan memakan waktu. Dan itu semakin terasa membosankan ketika diantara mereka tidak ada yang membuka suara.

"Ekhem," dehem Timothy memecah keheningan. Namun nihil, Melody tak berkutik sedikit pun. Gadis gila itu terus memandang jalanan dengan sorot mata kosong. Sampai sebuah tangan yang mengelus puncak kepalanya lembut, menyadarkan ia dari berbagai spekulasi yang berputar bagaikan benda planet pada orbitnya.

"Tim," panggil Melody dan Timothy hanya berdehem. Fokusnya masih tertuju pada jalanan.

"Kalau benci sama bokap, wajar gak?"

Hening sesaat. Hanya dengan enam kata itu, Timothy mengerti jika gadisnya tengah memiliki masalah keluarga. Ia berpikir sebentar, bagaimanapun juga Melody otaknya minim. Salah berucap sedikit saja bisa berakibat fatal.

"Benci sama kesal beda, Mel. Lo gak boleh benci sama bokap atau nyo-" laki-laki itu tersendat. Dilihatnya Melody sudah menundukkan kepala. Tuh kan, benar. Taruhan, Melody sebentar lagi akan menitikkan air matanya.

"Ekhem," dehem Timothy lagi lalu memutuskan untuk menepi sebentar. Ia memegang kedua bahu Melody, lantas perlahan mendongakkan kepalanya. "Lo boleh kok, merasa kesal sama bokap lo. Karena gue juga terkadang kayak gitu sama mama. Tapi ingat Mel. Cuma kesal, jangan sampai jadi benci. Well, bagaimanapun juga itu orangtua lo. Gak baik kalau sampai seorang anak punya dendam sama bokapnya sendiri."

Melody hanya terisak pedih. Jujur saja ia sama sekali tidak membenci Harry atas perdebatan pagi ini. Tadi Melody hanya terlalu kalut dalam emosi yang membelenggunya. Dan satu fakta yang tidak boleh sampai ia lupakan. Harry satu-satunya orang yang ia punya. Tempatnya pulang yaitu Harry.

Cup

Atas dalih memberikan ketenangan pada sang kekasih, Timothy mengecup lembut dahi Melody. Ia menggunakan jari-jemarinya untuk menghapus jejak air sungai dengan mata sebagai hulunya.

"Satu hal. Kalau lagi jalan sama gue, lo gak boleh nangis. Mau ditaruh dimana muka ganteng ini?"

"Ish," Melody mencubit sebal lengan Timothy. Harapan bahwa laki-laki ini akan melontarkan kalimat-kalimat romantis, pupus sudah. Hmm mungkin Timothy benar-benar tipikal orang yang datar.

"Haha," tawa Timothy lalu mengacak puncak kepala kekasihnya gemas. Aduh Melody benar-benar bisa membuatnya gila. Huuffttt rupanya penyakit gila itu cepat menular ya. 

Satu detik setelahnya, Timothy kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini, mereka isi dengan tawa dan candaan renyah. Sampai tak terasa tempat yang sedari tadi dituju sudah terpampang jelas di depan mata.

"Woah," ujar Melody takjub. Manik hijau beningnya begitu berbinar saat mengedarkan pandangan. Ayolah siapa yang tidak akan terpukau saat mengunjungi padang rumput luas seperti ini?? Tidak ada.

"Lo suka?" tanya Timothy bodoh. Tentu saja si gila menganggukkan kepala antusias. Senyuman yang lebar terus terpatri sepanjang permukaan bibir tipis nan mungil Melody.

Oiya, kalian pernah mendengar bahwasanya virus senyum itu menular? Hm sepertinya itu bukan hanya sekedar rumor belaka, itu kutukan bagi sesiapa saja yang melihatnya. Contohnya Timothy. Laki-laki itu juga tanpa sadar mengukir motif bulan sabit gara-gara si gila yang tak pernah lelah tersenyum.

Ting

Ting

Ting

Bunyi notifikasi yang menandakan adanya pesan masuk dari ponsel berlogo apel tergigit dengan harganya yang fantastis, hendak ia abaikan. Tapi mengingat itu sebuah spam chat yang khawatir penting, akhirnya Timothy membuka isi pesan itu.

💓
Tim
Tim
Tim
Please bantu gue

Timothy
Ada apa?

💓
Bokap gue Tim
Jantungnya kumat lagi
Please Tim tolong gue
Gue takut

Timothy
Sekarang lo dimana?

💓
Gue masih di rumah hiks
Please...

Timothy tampak sedikit berpikir. Kalau ia pergi, bagaimana dengan Melody? Tapi kalau ia tetap disini, bisa saja nyawa seseorang akan segera melayang dalam hitungan jam. Bimbang, tapi Timothy harus mengambil keputusan secepatnya.

Timothy
Okeee tunggu gue otw sekarang

💓
Iya Tim
Thanks Tim

Read

Timothy menyimpan ponselnya pada saku celana. Dengan ragu, ia menggenggam tangan mungil Melody. Laki-laki itu menarik nafas dalam. Huh, sebenarnya kasihan Melody. Ia tampak begitu bahagia hanya karena memijakkan kaki di tempat ini. Tapi balik lagi ke persoalan.

"Mel, gue harus pergi sebentar. Ada urusan mendadak. Ini penting, gue gak bisa kalau harus ditunda," ujarnya. Seketika raut wajah Melody berubah, namun sebisa mungkin ia menganggukkan kepala.

"Iya, gapapa kok."

Timothy tersenyum sekilas, lalu memegang pundak Melody dan menatapnya lurus. "Nanti kalau gue kelamaan, lo pulang aja duluan. Naik bis dari sini atau apapun itu. Oke?"

"Gue hebat dalam urusan menunggu," bangga Melody seraya mengepalkan tangan lalu memukul dadanya pelan.

"Jangan! Lo harus pulang, ya?"

"Enggak. Gue bakal tunggu lo sampai kapanpun."

Ada desiran aneh yang mengalir dalam darahnya. Melihat Melody berucap dengan lagak orang tangguh disertai senyuman manisnya, membuat Timothy semakin tidak tega jika harus meninggalkan kekasihnya di tempat ini. Tapi ia berjanji, jika urusannya telah usai ia akan dengan segera menjemput dan melanjutkan acara kencannya bersama Melody.

"Yaudah gue pergi dulu, ya," pamit Timothy diangguki Melody. Sebelum melangkah, laki-laki itu menyempatkan diri untuk memeluk dan mencium Melody. Bisa ditebak, itu merupakan salah satu hobi baru Timothy.

Melody menatap nanar kepergian mobil Timothy. Sepertinya urusan laki-laki itu sangat mendesak, sampai ia harus membelah jalanan dengan kecepatan di atas rata-rata.

Tidak akan munafik bahwa Melody sedikit menyimpan kekecewaan pada sang pujaan hati. Ada hal penting yang harus ia bicarakan, dan karena hal itu pula Melody risau jika ke depannya mereka tidak bisa melanjutkan hubungan. Oleh karenanya Melody bersumpah akan menunggu Timothy tak peduli seberapa teriknya matahari membakar kulit atau derasnya hujan yang mengguyur bumi. Ia akan tetap disini dengan keyakinan bahwa Timothy akan datang untuk menjemputnya. Ya, Melody yakin Timothy tidak akan melupakan dirinya.

***

"Anda beruntung telah membawanya ke mari dengan segera. Jika tidak, saya tidak bisa memprediksi apakah dia akan selamat atau lewat," ujar dokter yang baru saja keluar dari ruangan setelah memberikan pertolongan pertama pada seorang pasien. 

Huh, sekarang Ficka bisa bernafas lega setelah sekian lama dibuat panik dan ketakutan. Hampir saja ia akan kehilangan seseorang yang teramat ia sayangi untuk kedua kalinya. Ini semua berkat sang ....

Teman?

Haha bahkan hatinya masih belum menganggap orang ini sebagai temannya 100%.

"Makasih ya, Tim. Kalau gak ada lo, gue gak tau bakal gimana lagi," ucap Ficka sambil mengulas senyuman tulus. Timothy mengangguk mengiyakan.

"Santai aja. Ngomong-ngomong Kenzie kemana emangnya?"

"Gak tau. Gue udah telepon berkali-kali tapi kagak ada satu pun yang dia jawab. Eh, tapi ini lo, gue baru chat segitu aja langsung otw," balas Ficka dengan memukul pelan lengan lelaki itu. Keduanya terkekeh bersamaan.

"Iyalah, gue gitu. Selalu bisa diandalkan," bangga Timothy percaya diri. Lagi-lagi Ficka tertawa kecil.

"Udah ah, malah ngobrol disini. Kasihan bokap gue."

Timothy mengangguk setuju. Lalu ia mengikuti langkah Ficka memasuki ruang rawat Aris --papa Ficka.

"Ngapain lo masih disini? Gak ada urusan lain?" heran Ficka dan Timothy menggeleng polos.

"Gak ada," dustanya. Entahlah saat berada di dekat Ficka, ia merasa nyaman. Rasanya ia tidak ingin sedikit pun berjarak jika sudah bertemu dengannya. Sampai melupakan bahwa kini ada gadis lain yang tengah menunggunya. Gadis lain yang mengisi hatinya? Mungkin.

"Serius?" selidik Ficka memastikan. Dan dengan mudahnya Timothy mengangguk.

"Iya. Mama lagi keluar kota dari kemarin. Baru pulang besok atau nanti malam. Jadi apalagi urusan gue?" ujar Timothy santai. Ia bahkan mengedikkan bahunya.

"Yaudah kalau gitu temani gue dulu. Gak enak sendirian. Gak ada yang bisa gue ajak ngobrol."

"Makanya balikan sama gue," celetuk Timothy menciptakan suasana canggung diantara keduanya.

"I-ih enggak ah. Gue gak mau. Lo bau," alibi Ficka lalu tertawa hambar. "Lagian tuh, ada cewek lain yang suka sama lo. Kasihan dia."

"Siapa?"

"Melody."

Deg

Hah bagaimana bisa ia melupakan gadis itu? Ia lupa memberi kabar pada Melody. Dengan jurus seribu bayangan, Timothy mengeluarkan ponselnya.

Timothy
Mel
Mel
Mel

Tidak ada jawaban. Sial! Apa Melody merajuk lagi? Dengan orang yang berbeda? Aarrgghhh.

"Kenapa?" tanya Ficka menyadari kepanikan dari gestur Timothy. Timothy merapikan rambutnya sesaat, lalu menyengir kuda.

"Hehe gapapa."

"Oh. Umm hujannya deras ya."

"H-ha? H-hujan? Sejak kapan?"

"Udah agak lamaan," jawab Ficka seraya memutar bola matanya malas. Ia benar-benar malas jika keadaan hujan begini. Kalau sedang diluar lalu kehujanan, rambutnya akan lepek. Buat apa perawatan kalau ujung-ujungnya lepek lagi? Buang-buang uang.

Timothy kembali mengetikkan sesuatu pada ponselnya. Namun hasilnya tetap nihil, tidak ada jawaban dari Melody.

Timothy
Mel lo udah pulang kan?
Mel
Jawab dong
Minimal read jangan diem!
Woyy kacang mahal nih
Oke deh kalo gitu.
Lo diem, berarti lo udah pulang.
Simple

Timothy berusaha semaksimal mungkin untuk menutupi perasaan gundahnya. Ia menutup ponsel dan menaruhnya di atas meja.

"Lo lapar?" tanya Ficka diangguki Timothy.

"Dikit."

"Yaudah tunggu dulu disini. Gue mau beli makanan ke kantin."

Tring

Lampu pertanda ada sebuah ide dalam film-film menyala di atas kepala Timothy. Laki-laki itu mencekal pergelangan tangan Ficka yang membuatnya membalikkan badan dan memasang tampang, "apa?"

"Jangan beli ke kantin! Gue bawa makanan dari rumah. Kita makan aja sama-sama."

"Hah? Ngapain lo bawa-bawa makanan segala?"

"Iseng aja masak tadi pagi," jawabnya lagi-lagi berbohong.

Semalam saat mengajak Melody untuk pergi jalan, Timothy langsung berpikiran untuk membawa banyak makanan juga. Rencananya mereka akan piknik bersama di padang rumput itu. Hanya saja ia ingat betul bahwa gadis itu sangat-sangat menyukai segala jenis makanan. 

"Tunggu ya," titah Timothy dibalas anggukan singkat oleh Ficka. Sebelum melangkah, ia menyempatkan diri untuk memainkan sebentar rambut panjang gadis itu. Yang mana kemudian Ficka jadi salah tingkah.

"Anjing lo, Tim," umpatnya sebal. Detik selanjutnya, Ficka mendekati sang papa dan menggenggam tangan besarnya. "Pa, cepat bangun. Maafin Ficka," lirihnya.

Sementara itu, Timothy sedikit berlarian ke arah mobilnya. Membuka bagasi, dan meraih beberapa kotak makanan instan yang sudah ia siapkan. Umm mungkin sudah tidak hangat lagi, tapi percayalah Timothy koki yang handal. Citarasa hidangannya berani disandingkan dengan hasil karya koki terkenal sekalipun.

"Sorry lama. Lantainya licin, gue takut jatuh."

Ficka terkekeh sesaat, Timothy berlebihan. Ia menunggu tidak lebih dari satu atau bahkan seratus abad lamanya kok. Tenang, masih lebih lama Belanda yang menjajah Indonesia.

Setelah kembali menempati sofa yang ada, Timothy segera membuka satu per satu tutup kotak nasi itu. Dibantu Ficka, keduanya sesekali menghirup dalam-dalam aroma makanan yang semerbak. 

"Anjir banyak banget. Lo sendiri yang masak ini?"

"Iya."

"Woah. Suami idaman lo."

"Hahaha. Tapi istrinya siapa?"

"Siapa aja yang mau."

"Lo mau?"

Uhuk uhuk

Pertanyaan terakhir Timothy membuat Ficka sedikit tidak nyaman. Rasanya seperti sekumpulan kupu-kupu yang berada dalam perutnya tengah berterbangan tak tentu arah. Huuffttt selalu saja seperti ini. Setelah kurang lebih tiga minggu dari masa itu, Timothy sering kali mengarahkan pembicaraan ke arah sana. Ficka malas, karena Ficka tahu sahabatnya menyukai laki-laki ini.

"Ekhem," dehem Ficka agar kembali bisa menetralkan detak jantungnya yang sudah tak karuan. Seperti tidak merasa berdosa sedikit pun, Timothy santai-santai saja melanjutkan acara makannya. Benar kata Melody, urusan perut ternyata lebih penting dari apapun. 

Gadis cantik bersurai panjang nan coklat itu merotasikan kedua bola matanya. Jengah dengan tingkah laku Timothy. Ayolah, Ficka benar-benar tidak ingin kembali terjebak perasaan dengan laki-laki ini. Sebagai perempuan, ia masih menghargai bagaimana rasanya jadi Melody ketika laki-laki yang ia sukai malah menyukai sahabatnya. Sesak, bung.

Tidak lebih dari sepuluh menit, semua makanan yang dibawa Timothy telah sirna. Lezat, sangat jauh dari hidangan rumah sakit. Bagaikan bumi dan langit.

Ficka kembali membereskan kotak makan kosong ke tempatnya semula. Gadis itu menyuguhkan segelas air untuk Timothy teguk. Lalu setelahnya, kedua sejoli larut kembali dalam perbincangan.

Sesekali mereka tertawa bersama. Candaan renyah namun karena bersama dengan orang terkasih membuatnya terasa menyenangkan. Keduanya bertukar pikiran, saling membagi masalah yang tengah dihadapi.

"Halo," sapa Timothy tatkala ponselnya kembali berdering karena sebuah telepon dari sang sahabat.

"Lo berdua dimana anjir?!" amuk Daffi ngegas. Timothy menautkan alisnya bingung. Bagaimana sahabatnya bisa tahu ia sedang bersama Ficka sekarang? Apa mereka sedari tadi tengah disadap?

"Rumah sakit. Kenapa?"

"Anjing. Si Melody kenapa??" 

"Melody?" tanya Timothy tak mengerti. Daffi di seberang sana sudah menggeram.

"Iya. Ini bokapnya dari tadi telepon kagak dia jawab. Gue udah chat, kagak ada yang dibalas. Lo berdua dimana sih? Mana tuh cewek belum makan lagi dari pagi. Anjir mampus gue kalau sampai Melody kenapa-napa."

Deg

"M-Melody belum pulang?" gugupnya ragu.

"Lah, belumlah anjir. Kan, lagi jalan sama lo."

Timothy mematung di tempatnya. Astaga bagaimana ini? Ia sudah meninggalkan Melody sejak tiga jam yang lalu. Karena terlalu asyik berbincang dengan Ficka, ia melupakan gadis yang mulai mengisi hatinya dan menyandang sebagai kekasih. Timothy lupa. Ia benar-benar mengira bahwa Melody sudah kembali pulang ke rumahnya.

"Lo gak lagi aneh-aneh kan, sama si Melo?"

Tut ....

Timothy menutup sambungan telepon secara sepihak. Ia dengan tergesa memakai jaket lalu bangkit dari tempatnya duduk.

"Ada apa Tim?" tanya Ficka yang tampaknya juga tertular kepanikan Timothy. Timothy menggeleng.

"Gue harus pergi."

"Ada masalah?"

Secara refleks, Timothy kembali menggeleng disertai senyuman manisnya. "Enggak. Cuma kebelet aja pingin pulang," elaknya dan Ficka hanya ber'oh ria.

"Gue pergi ya?" pamit Timothy diangguki Ficka. Baru saja ia hendak meraih kenop pintu, tapi sudah didahului oleh seorang pria dewasa yang berniat memasuki ruangan. Dia Kenzie.

"Sayang maaf ya, tadi ada meeting mendadak," ujarnya setelah mengecup puncak kepala Ficka. Gadis itu mendengus, sama halnya dengan Timothy.

Bugh

Satu pukulan mendarat sempurna pada rahang kiri Kenzie. Karena kurangnya persiapan, laki-laki itu tersungkur ke belakang.

"Jangan sentuh cewek gue!" gertak Timothy seraya menggeletukkan gerahamnya. Ficka membulatkan mata, tapi saat Kenzie membalas pukulan itu, ia sampai sedikit berteriak.

"Dia tunangan gue!" balas Kenzie tak mau kalah. Sudut bibir Timothy yang mulai mengeluarkan darah mengakibatkan air liurnya bercampur sedikit kemerahan. Timothy meludah ke samping, memberi ejekan secara tidak langsung pada lawannya kini.

"Jangan mimpi!" peringatan dari Timothy lantas melenggang begitu saja. Kenzie menendang pintu yang tertutup dari luar saking emosinya. Ia menatap Ficka nyalang.

"Kamu masih pacaran sama dia?!"

"Enggak. Gue gak ada hubungan apa-apa lagi sama Timothy. Lagian juga dia udah punya pacar," bela Ficka. Karena jika tidak, Kenzie akan berbuat kasar padanya.

"Good," ucap Kenzie singkat. Ia menempatkan bokongnya pada salah satu sofa. "Sini obatin luka aku," menurut, Ficka mengikuti pergerakan sang tunangan. Malas kalau harus berdebat lagi. Kasihan Aris akan terganggu dari istirahatnya.

***

"Hatchim," entah sudah berapa kali Melody bersin-bersin seperti ini. Guyuran hujan yang deras membuat semua pakaian yang ia kenakan basah-kuyup. Padang rumput tempatnya berpijak pun mulai tergenang air. Tapi ia tetap teguh pada pendiriannya.

Jika selama kurang lebih tujuhbelas tahun ia menunggu hal yang tidak pasti, kenapa sekarang ia harus mudah menyerah? Waktu tiga jam masih terhitung singkat baginya. Ini tidak seberapa.

"Hatchim," lagi-lagi Melody bersin layaknya anak kucing yang kedinginan. Ia menatap jam yang melingkar sempurna pada pergelangan tangan kirinya. Hari sudah menunjukkan pukul tiga sore. Tapi yang ia tunggu, sama sekali tidak memberikan kabar walau hanya dengan batang hidungnya.

Berkali-kali pula, ia menengokkan kepala. Berharap deru mobil yang tertangkap telinga adalah kendaraan yang ditumpangi sang kekasih. Huuffttt lagi-lagi gadis itu keliru. Itu hanyalah mobil orang lain yang kebetulan melintas.

Melody menengadahkan kepalanya ke atas. Menatap langit mendung dan membiarkan bulir-bulir air membasahi seluruh bidang wajahnya. Ia tersenyum begitu getir.

"Kenapa sedari dulu, ruang lingkup hidupku hanya sebatas menunggu dan berharap? Aku cukup tahu jika hidup ini hanya sekali, kecuali jika aku mati suri atau bangkit dari kubur. Hari ini, detik ini, aku tengah menunggu dia yang tak kunjung datang. Aku ingin mengemis satu permohonan. Tuhan, tolong, aku hanya ingin apa yang kutunggu dan kuharapkan akan segera aku raih. Aku ingin bahagia seperti kebanyakan orang," batinnya.

"MELODY!" seru seseorang dari arah belakang. Suara bariton itu, Melody sudah hafal siapa pemiliknya. Perlahan, ia mulai membalikkan badannya yang bahkan terasa lemas. 

Manik hijau beningnya menangkap sosok Timothy yang sudah berjalan gusar ke arahnya. Tepat di hadapan sang gadis, Timothy memeluk Melody dengan erat.

"Lo ngapain masih disini?" lirih Timothy. Melody mendongakkan kepalanya menatap sang kekasih dari bawah.

"Gue nunggu lo," jawab gadis itu yang malah terasa menyesakkan dada. Malu! Harga dirinya kembali hancur. Bagaimana bisa ia senang-senang bersama Ficka, tertawa hangat, menyantap hidangan yang telah disiapkan, dan melupakan Melody begitu saja? Tiga jam ia meninggalkan Melody di tempat yang sama. Membuatnya menunggu disertai harapan yang tak kunjung datang.

"Hihihi. Gue hebat, kan?" seketika Timothy melepaskan pelukan hangat gadis itu. Rahangnya mengeras, entah karena apa.

"LO BODOH MELODY!! LO BODOH!! GUE UDAH BILANG KALAU TERLALU LAMA, LO PULANG SENDIRI! JANGAN TUNGGU GUE!" emosi Timothy menggebu-gebu. Tapi respon yang ia dapat malah senyuman yang membuatnya merasakan kehangatan secara ajaib.

Timothy mengusap wajahnya frustasi. Jika dilihat-lihat lagi, penampilan Melody sudah berbeda 180°. Pagi tadi ketika berangkat, gadisnya masih dalam keadaan baik-baik saja. Rapi dan cantik. Tapi sekarang, kulit putih Melody semakin menambahkan kesan pucat pada dirinya.

"Sekarang kita pulang, ya?" ajak Timothy lembut. Melody menggeleng samar.

"Gue gak mau. Gue pingin disini. Kita mau kencan, kan?"

"PERSETAN DENGAN KENCAN! LIHAT LO UDAH BASAH-KUYUP KAYAK GINI! MANA LO BELUM MAKAN DARI PAGI. KENAPA GAK BILANG, HA?!"

Tanpa basa-basi lagi, Timothy menarik pergelangan mungil milik Melody. Membawanya memasuki mobil yang jauh lebih hangat daripada suhu luar.

"Buka coba tuh laci dashboard!" titah Timothy dituruti Melody. Gadis itu meraih sebuah handuk serta satu hoodie oversize lalu menyerahkannya pada si empunya.

"Nih."

"Ckck. Lo yang pake Melody," geram Timothy. Merasa tak ada sedikit pun respon yang ia dapat, laki-laki itu menolehkan kepala menghadap gadisnya. "Gue gak akan ngintip. Cepat ganti! Nanti masuk angin," sambungnya yang mengerti dengan maksud Melody.

Melody tetap tidak bergeming. Dalam hatinya terus berbicara, "Mana mungkin dia gak akan ngintip! Cowok kalau ada kesempatan sekali gak mungkin bakal nolak. Anjir, gini-gini juga gue cewek. Punya harga diri woy!"

"Ckckck. Yaudah gue keluar dulu. Nanti kalau udah selesai, kasih kode," ucap Timothy lalu kembali berjalan dan menyandarkan badannya pada bagian depan mobil. Ayolah, ia tidak punya niatan buruk pada gadisnya itu. Well, intip dikit tidak masalah, kan? Haha.

Sementara itu, Melody bergegas menuju kursi belakang dan segera membuka bajunya. Diganti dengan hoodie milik Timothy yang terdapat bau parfum semerbak.

Tuk tuk tuk

Melody mengetuk kaca mobil sebagai kode bahwa ia telah selesai dengan kegiatannya. Mengerti, Timothy segera memasuki mobil dan kembali menempati kursi pengemudi. Ia memandang Melody takjub, cantik dan imut. Hoodie-nya terlihat begitu besar pada tubuh mungil Melody.

"KYAAA!"

"Apaan sih?! Berisik!" bentak Timothy. Gadis itu histeris sendiri gara-gara ia membuka baju.

"T-tutupi pake handuk nih. G-gue gak mau jadi salfok."

Timothy terkekeh sesaat. Lagi-lagi Melody menggemaskan. "Aduh gue udah gila asli. Harusnya gue takut gak pake baju di depan lo. Apalagi sampai bikin lo salfok. Anjir, takut diperkosa gue sama lo." Timothy bergidik ngeri. "Tapi aneh. Gue senang kalau lo salfok kayak gini."

"Ish. Gue risih lihatnya." lihatlah, Timothy yang buka baju tapi malah Melody yang bergerak gelisah. Haha laki-laki itu jadi geli.

Melody semakin memundurkan badannya. Tapi sial sudah mentok sampai ke sandaran kursi. Gadis itu menutup matanya rapat-rapat.

"T-Tim please, jangan mesum disini. Gue takut," cicit Melody. Timothy semakin memajukan badannya, bahkan sekarang terpaan nafas hangat Melody menyapu pada seluruh wajahnya.

"Jangan lupa pake seatbelt," ujar Timothy membuat Melody salah tingkah. Perlahan, gadis itu membuka mata dan menangkap sosok Timothy dengan senyuman jahilnya. "Kenapa? Ngarep dimesumin sama gue?" tanyanya sambil menaik-turunkan kedua alis tebal yang ia miliki.

"Eh ... Engh ... Enggak kok ... G ... Gue ... Malah t-takut kal-"

Cup

"Udah jangan ngegemesin! Nanti gue khilaf, gimana?"

"Ah, males ah," rengek Melody lalu kembali menutup mata. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada jendela mobil.

"Heh, jangan marah!"

Krik krik

Krik krik

Dengkuran halus tertangkap telinga. Astaga baru beberapa detik yang lalu gadis gila ini menutup mata. Secepat itukah ia tertidur? Huuffttt Melody jangan terlalu menggemaskan!

Timothy menyentil pelan kening gadisnya yang terasa hangat. Sebelum menginjak pedal gas, laki-laki itu menggenggam sebelah tangan mungil nan dingin Melody. Alhasil kini, ia menyetir dengan satu tangan saja.

***

"Aaaa ...." arahan Timothy dituruti Melody. Gadis itu membuka mulut lebar-lebar, membiarkan sesuap bubur memasuki perutnya. Sekedar informasi, ini adalah mangkuk bubur keenam yang Melody sikat habis.

"Tim," panggil Melody dibalas deheman sang kekasih. "Papi mau kita putus. Katanya lo gak baik buat gue," lanjut Melody seraya menundukkan kepalanya. Sesaat, Timothy menghentikan pergerakannya.

"Terus lo mau kalau kita putus?"

"Enggak!" jawab Melody secepat kilat. Timothy menatap dalam manik hijau lawannya. Ia bergerak untuk membawa sang gadis ke dalam pelukan hangatnya.

"Jadi karena ini, lo berantem sama bokap?" Melody mengangguk samar dalam pelukan Timothy. Yang mana kemudian, laki-laki melepaskan dekapannya.

"Mel, mungkin bokap lo benar. Gue bukan laki-laki yang baik buat lo. Tapi ...." Timothy menggenggam kedua tangan Melody. "Gue janji. Gue bakal berusaha jadi yang terbaik buat lo. Gue bakal kasih bukti kalau gue bisa bikin lo bahagia. Gue bakal bikin dia bangga punya mantu kayak gue."

Blush

Pipi Melody memerah seketika. Jantungnya berdegup tak karuan. Rasanya seperti sebuah balon yang akan meledak tatkala diisi oleh gas secara berkala. Menyadari itu, Timothy membelai lembut sebelah pipi tembam milik sang gadis.

"Kenapa, hmm? Lo baper ya?"

"H-ha? E-enggak lah anjir. Ng-ngapain g-ue baper segala? Kayak gak ada kerjaan lain aja," elak Melody beberapa kali tersendat. Untuk menetralkan suasana, ia menepuk tempat di sebelahnya.

"Sini tidur bareng gue. Kita bikin anak malam ini."

Sret

Brus

Prang

Trak

Tajamnya sorot mata Timothy begitu menyeramkan. Suasana terasa menegangkan. Ibarat dalam film horor, ini bagian dimana si hantu akan datang diiringi soundtrack jerengjeng.

"Dududu ... HP gue mana? Mana HP gue? Gue mana HP? HP mana gue?" Melody sudah mengucap sumpah serapah pada sang kekasih. Hal itu terlihat dari mulut mungilnya yang terus bergerak komat-kamit. Bagaimana tidak, tatapan mengintimidasi terus mengikuti pergerakannya.

"Oh, ini dia," ujar Melody setelah berhasil meraih ponselnya yang berada di atas nakas. Gadis itu membuka aplikasi Instagram dan memilih sebuah filter malaikat. "Tim," panggil Melody dan Timothy sudah bersiap dengan senyuman malasnya.

"Pegang bibirnya!" dengan malas, laki-laki itu menuruti sang gadis. Raut wajahnya ia buat cemberut.

"1 ... 2 ... 3 ...."

Cekrek

"Ouh, so cute," heboh Melody berlebihan. Ia mencubit layar ponselnya keluar, bermaksud memperbesar hasil jepretan tangan-tangan mungilnya. "Ahaha lucu."

Timothy tertegun. Ia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Melody. Sementara kepalanya ia sandarkan pada bahu gadis itu.

"Tim ih, buka Instagram gue. Cepat balas komentarnya."

Melomelody_

❤ 89187
💬 5284
Melomelody_ ⚠ dicari anak hilang 😘😍 @Timothykingsley @Timothykingsley @Timothykingsley

Jackalfns__ anjerrrr dah jadian aja lo berdua

Rayhanmart_ pj nya akang teteh ditunggu

Fickaamand eh gercep banget lo berdua

Daffifer_ SHIT KEDULUAN! @Timothykingsley

Stellally_ @Jackalfns__ mereka dah jadian, kita kapan Jack? 

Melomelody_ atas gue kok ngakak sih 😝

Timothykingsley caption nya gitu banget sih sayang @Melomelody_ // o iya dong @Jackalfns__ // kaum gratisan minggir 😒 @Rayhanmart_ // @Fickaamand heem takut keburu ketikung sama @Daffifer_  // lucu ya kayak lo 😍 @Melomelody_

Nayyaraazzh__ heh lo halu banget sih😤 @Stellally_

Iqbaalbelumpuasa aahh bebepku knp dah jadian @Melomelody_

The_Real_Iqbaal_Ramadhan_ atas gue fake banget !!

Jackalfns__ sabar syg @Nayyaraazzh__

Melomelody_ iya sayang daripada bayi kita yang hilangnya. Sia-sia dong usaha kita semalaman @Timothykingsley // gelandangan ☺ @Rayhanmart_ // kamu lambat sih yank @Iqbaalbelumpuasa // azekkk gue direbutin sama 2 cowok sekaligus😍😍 @Daffifer_

Daffifer_ CEPET PULANG !! BOKAP LO DAH NGAMUK WOY !! @Melomelody_

Melody menyimpan kembali ponselnya. Komentar terakhir Daffi membuatnya ingin segera pulang. Hmm bagaimanapun tadi pagi Melody sudah kelewatan terhadap Harry. Ia harus segera memohon permintaan maaf, jika memang benar tidak ingin menjadi titisan Malin Kundang.

Dan pada akhirnya, part ini ditutup dengan Timothy yang mengantarkan Melody pulang, serta Daffi yang mengawal kedua sejoli itu. Huuffttt menyedihkan. Daffi seolah memang diciptakan hanya untuk melayani Melody ditambah Timothy saat ini. Ia bahkan masih berstatus sebagai pelajar, bukan ajudan atau pengawal pribadi orang terpenting di muka bumi.





-ˋˏ ༻:: to be continue ::༺ ˎˊ-

Continue Reading

You'll Also Like

954K 24.9K 57
Bumi dan Bulan adalah dua insan berbeda kelamin yang memiliki kemiripan paras, namun tingkah yang saling berlawanan. Orang bilang kemiripan wajah ada...
241K 7.1K 24
kamu milik ku tidak akan terbagi dengan orang lain! Laki-laki yang sangat posesif terhadap perempuan yang ada di dekapannya tidak akan membiarkan per...
Hello! By Yoeshina Yuu

Mystery / Thriller

11.8K 1.1K 12
Berawal dari perasaan frustasi Kahi di kantornya, perempuan itu memutuskan untuk menginstall aplikasi chatting berbasis AI. Melalui aplikasi tersebu...
118K 6K 35
[SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE. FOLLOW UNTUK BISA MEMBACA] "Lo harus tau kalau disekolahan ini berbahaya buat lo,,apalagi barusan lo baru aja nantangin...