BAB 4 (Bahagia atau tidak?)
**********
Semua berjalan baik-baik saja. Zara maupun Yusuf benar-benar terlihat seperti pasangan pada umumnya yang berbahagia.
Mereka benar-benar melakukan peran mereka dengan sangat baik.
Yusuf juga menepati janjinya untuk tetap mengizinkan Zara bekerja di rumah sakit keluarga besar Khaidar. Zara benar-benar menjalani hidupnya dengan baik. Merasa nyaman dengan status dirinya sebagai istri dari Yusuf juga menantu keluarga Khaidar.
Ayah Zara juga tak lagi pernah menghubunginya, dan kenyataan itu cukup membuat Zara terpuruk jauh di dalam lubuk hatinya.
Wanita itu kini sedang duduk bersandar dengan mata terpejam di bangku istimewa di ruangannya. Jadwal pasien yang padat hari ini membuatnya cukup lelah.
Dengan jas putih yang melekat pas di tubuhnya. Zara benar-benar bangga dengan posisinya sebagai dokter ahli gizi.
Mata wanita itu terbuka setelah beberapa menit terpejam untuk merilekskan tubuhnya. Karena sekarang sudah masuk waktu istirahat makan siang.
Helaan nafas panjang terdengar berat keluar dari bibirnya. Matanya melirik sekilas pada sebuah bingkai foto yang dipajang di meja kerjanya.
Hanya ada satu orang yang terpampang fotonya pada bingkai itu. Seseorang yang benar-benar istimewa dan sangat berharga bagi Zara.
Tangannya terulur mengambil foto itu, bibirnya tak bisa tertahan untuk mengulas sebuah senyum. Jemarinya mengelus lembut foto indah itu.
Semakin dalam dia memandang, wajahnya berubah menjadi pias. Dan seketika matanya berkaca-kaca.
“Ma, Zara kangen!” itu adalah satu-satunya foto peninggalan ibunya Zara yang dia miliki setelah ibunya meninggal.
Saat dimana semuanya menjadi berubah menyedihkan ketika ibunya pergi meninggalkanya selamanya.
Zaara menutup mata menahan air matanya, “Dulu, Zara punya foto lengkap keluarga kita. Ada ayah, mama dan juga Zara,”matanya menyorot penuh luka.
“Sekarang hanya tinggal mama. Walaupun mama tidak disini, tapi keberadaan mama lebih terasa dari pada ayah yang masih hidup tapi tak pernah ada untuk Zara. Dia benar-benar melupakan Zara,”adunya.
Zara sadar betul dia tak akan mendapat balasan apapun jika bercerita kepada sebuah bingkai foto.
Semua itu cukup bisa mengobati rasa rindu Zara kepada sang ibu. Juga sedikit mengobati rasa sakit dan kesepian yang selama ini dia rasakan.
Zara bergumam,“Ma, pernikahan ini semoga bukan sebuah kesalahan. Semoga bukan pilihan yang salah, walau Zara nyaman bersamanya. Tapi, Zara sendiri tidak yakin jika suatu saat bisa mencintainya. Begitu juga dengan Yusuf, hubungan kami tidak lebih dari sebuah kesepakatan,”
Zara menatap kembali bingkai itu sebelum meletakannya kembali dengan rapih. Dia ingat harus makan siang dan beribadah terlebih dahulu.
Segera Zara bergegas untuk melakukan apa yang harus dia lakukan saat jam istirahatnya. Melaksanakan sholat dan berdoa agar sang maha kuasa senantiasa memberikan dia perlindungan dan kebesaran hati menjalani semuanya.
_________
Di lain tempat di kantor Yusuf, pria itu masih sibuk berkutat dengan tumpukan dokumen di meja kerjanya.
Pria itu tampak terlihat sangat tampan ketika begitu serius dengan pekerjaannya. Kacamata yang melekat menambah kadar ketampanannya.
Jemari tagannya begitu gesit untuk membubuhkan tanda tangan di setiap dokumen.
Hanya 3 dokumen tersisa dan akhirnya dia menyelesaikan semua pekerjaannya.
“Akhirnya....” pria itu mengehela nafas panjang.
Menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya. Melirekskan otot lehernya ke kanan dan kiri juga merenganggan seluruh badannya dengan gerakan rileks.
Kemudian dia mengambil mengambil telpon yang terhubung dengan sekertarinya.
“Roy, ambil dokumen di ruanganku!”katanya.
“Oke bos!”
Panggilan singkat itu berakhir dan tak lama Roy datang keruangan. “Luar biasa bos! Anda menyelesaikan tumpukan dokumen secepat ini!”
“Ck, itu memang tugasku! Sudahlah, kau bisa istirahat setelah ini. Sudah waktunya makan siang kan?”
Roy mengangguk sembari merapikan tumpukan dokumen di tangganya. “Sudah bos! Anda juga jangan lupa makan siang. Btw, makan siang bareng istri enak bos!”
“Maksudmu?”tanya Yusuf yang masih lemot, faktor lelah.
Roy berdecak, “Anda kan sudah menikah, kenapa tidak sekalian makan siang bareng istri aja. Sayang punya bini dianggurin, kalau saya mah hari-hari bakal pengen cepet ketemu istri! Masalahnya saya masih menjuomblo...ckkk...”
“Benar juga kata Roy,”dia melirik jam tangannya, “harusnya rumah sakit juga jam istirahatnya sama, kan?”batinnya menerka.
Tanpa mengatakan apapun Yusuf langsung bangkit dari duduknya dan merapikan jas serta penampilannya.
Mengambil dompet dan juga kunci mobil dengan gerakan cepat hingga membuat Roy melongo dengan tingkah bosnya.
“Mau kemana bos?”tanya Roy cenggo.
Yusuf tersenyum tipis, “Tentu saja mau makan siang bareng istri,”jawabnya santai, “Terima kasih sudah mengingatkan. Btw, cepatlah menikah agar hidupmu tidak terlalu sepi, hahahaha...,”goda Yusuf meninggalkan Roy yang berdecak kesal.
“Untung bos gue, kalau gak udah gue umpanin ketante-tante girang lo!”gurutu Roy, lalu meninggalkan ruangan itu dan melanjutkan jam istirahatnya untuk makan siang dan mencari-cari calon jodohnya di kantin, ahay!
***********
Yusuf sudah berada di dalam mobil, dia mengemudi dengan kecepatan sedang. Tidak terlalu buru-buru karena perusahaan mempunyai waktu istriahat 1 jam 30 menit.
Dengan menggunakan media bluetooth dia menelepon sang istri.
Panggilan pertama terdengar nada sambung beberapa kali, namun tak terjawab. Kemudian dia mencoba untuk yang kedua kalinya.
“Haloo, Assalamuaikum...,”
“Syukurlah akhirnya di angkat!” batinnya senang.
“Waalaikumsalam, kamu lagi dimana?”
“Hmmm, lagi dikantin mau makan siang mas. Kenapa?”
“Sudah makan belum?”
“Belum ini lagi mesan makanan...,”
“Ohh, kalau begitu tolong pesankan nasi goreng seafod satu porsi untukku.”kata Yusuf membuat Zara di ujung sana merasa bingung.
“Loh, kok?”
“Sudah jangan banyak tanya! Aku lagi dijalan mau kerumah sakit, kamu tunggu aku. Kita makan siang bersama!”
“HUH?!”Zara kaget mendengarnya, hingga orang-orang dikantin memperhatikannya. “Tapi mas, kok..., jangan dong..., aduhh....mas...”
Tut...tutt...
Telpon terputus, Yusuf segera memtusakan panggilan ketika mendengar istrinya itu mulai cerewet. “Dasar cerewet, ckk.... suami mau makan siang bareng kok malah dia yang gak mau,”dumel Yusuf geleng-geleng kepala.
Dia kembali melajutkan mobilnya. Di lain tempat, Zara merasa tak tenang memikirkan bahwa Yusuf akan datang dan makan siang bersamanya di kantin.
“Akhhh...., sudahlah pesankan saja! Bodo amatlah!” pasrah Zara akhirnya karena sudah tak tahu harus melakukan apa lagi selain menuruti kemauan sang suami.
Dia pun memesankan satu porsi nasi goreng dengan jus jeruk dan 1 porsi pecel lele serta teh manis dingin untuk diirnya.
Zara membawa nampan berisi dua jenis menu itu, dan matanya menatap kesetiap sudut kantin yang sudah penuh dengan orang-orang.
Matanya dengan tajam mencari bangku kosong, dan Binggo! Dia menemukan satu di barisan paling pojok.
Dengan cepat kakinya melangkah kesana. Dan meletakan nampan itu disana, sambil menunggu sang suami Zara beberapa kali mengecek ponselnya. Siapa tahu Yusuf kembali menelepon.
Namun 5 menit menunggu pria itu tak kunjung datang, membuat Zara menggerutu sendiri, “Kemana sih nih orang! Ngajak makan bareng tapi lamanya nauzubillah...”
Tiba-tiba sebuah suara terdengar di sampingnya, “Eheemmmm , dosa loh ngomongin suami...,”
“Ehhhhh?!”
#Bersambung....