RITME; Married with Selebriti

By icitbilala

29.6K 4.7K 1.4K

Tiba-tiba menjadi ISTRI seorang Selebriti ternama? Ada apakah ini? Ranz, lelaki yang pernah mengisi hati Kha... More

Ritme, 1
Ritme, 2
Ritme, 3
Ritme, 4
Ritme, 5
Ritme, 6
Ritme, 7
Ritme, 8
Ritme, 9
Ritme, 10
Ritme, 11
Ritme, 12
Ritme, 13
Ritme, 14
Ritme, 15
*CAST*
Ritme, 16
Ritme, 17
Ritme, 18
Ritme, 19
Ritme, 20
Ritme, 21
Ritme, 22
Ritme, 23
Ritme, 24
Ritme, 25
Ritme, 26
Ritme, 27
Ritme, 28
Ritme, 29
Ritme, 30
Ritme, 31
Ritme, 32

P R O L O G

4.3K 372 321
By icitbilala

Waktu menunjukkan pukul 23:40. Sudah beberapa lamanya ia menunggu kendaraan umum melewatinya. Baterai ponselnya sudah lemah satu jam yang lalu. Nasibnya, sama seperti sahabatnya. Menunggu siapa saja yang berniat mengantarnya pulang. Tempat ini jauh dari rumahnya berada. Sangat ramai. Terutama, banyak sekali lalu lalang manusia berpasangan. Melewati tempat ia berdiri. Halte. Untung saja tak sendiri. Myscha sedari tadi ikut membantu mencarikan kendaraan umum. Mungkin karena Sabtu Malam. Para pasangan ingin merasakan indahnya hubungan.

Berbeda dengan dirinya. Jomblo. Selalu saja. Mungkin itu salah satu kesalahannya juga. Tak pernah mau membuka hati untuk siapa pun. Ponsel saja tak menyimpan banyak nomor. Terkecuali orang terdekatnya saja. Satu lagi,

Mantan gebetannya.

Parahnya, Gibran memiliki pacar. Satu kelas dengan Khanza. Akui sajalah, Khanza tidak ada apa-apanya dibanding Yuri. Entahlah, mungkin cinta bertepuk sebelah tangan. Walaupun, tahun lalu Gibran sudah lulus terlebih dahulu. Melanjutkan studinya entah kemana.

Lupakan sajalah.

Mungkin Gibran bukan takdir bagi Khanza.

"Za, ngeteng aja ke orang dah. Daripada kelihatan jomblo gini. Tar kita diculik lagi," ujar Myscha. Kepalanya menyapu semua pandangan ke segala arah mencari siapa pun yang dikenal untuk memintanya pulang.

"Gue sih oke-oke aja. Cuman, sekalian cariin juga."

"Tapi bantu ikhtiar juga lhoh yaa,"

"Iya iya."

Dari arah timur, teman satu kelas Khanza menghampiri mereka. Saling melambaikan tangan."Mau balik juga nih?" tanya Sinta sembari merapikan bawaannya.

"Iya, tapi belum ada yang lewat."

"Ya udah, ngeteng bareng aja. Tunggu ada yang lewat."

Myscha mengangguk-anggukkan kepala.

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

Segerombolan geng motor tengah beristirahat tak jauh dari tempat Khanza berdiri. Sepertinya, mereka tengah mempersiapkan diri untuk melakukan balap liar kembali. Duduk diatas motor ninjanya.

Dinda, manusia paling slang and hot. Pakaiannya saja selalu naik. Menarik perhatian disetiap manik mata yang memandangnya.

Menghampiri segerombolan lelaki disana. Tak lama, Dinda kembali. Mengajak seluruh manusia yang sedang menunggu. Mereka salah satu geng motor ternama di kota ini. Mahasiswa di universitas favorit kotanya. Terang Dinda. Khanza dan Myscha hanya mengikuti saja.

Sekitar enam orang saja. Dinda, Sinta, Ira, Gea, Myscha dan Khanza.

Dari seluruh anggota geng motor. Hanya satu orang saja yang berdiam diri di tempat. Tak berkutik. Sibuk dengan ponselnya. Kameradnya, sudah siap mengantar gadis-gadis pulang ke rumahnya.

"Ranz, daripada lo diem gitu. Mending anter gue pulang." pinta Dinda. Ranz hanya meliriknya saja sekilas.

Ranz, salah satu member paling the best most wanted diantara mereka.

"Kalau gak mau anter Dinda, anter gue aja kak," pinta Gia. Lagi-lagi, Ranz hanya meliriknya sekilas.

"Kak Ranz, anter pulang aku aja. Dapat pahala lhoh kak nolongin orang yang lagi susah," pinta Myscha. Ranz hanya mengangkat kepala. Terdiam sesaat, lalu kembali lagi dengan ponselnya.

Semua kamerad Ranz telah membawa boncengannya masing-masing. Suara knalpot sudah nyaring terdengar dari masing-masing motor. Terkecuali dirinya. Masih berkutat dengan ponsel.

Naasnya, Khanza. Ia terlalu gengsi untuk meminta. Mungkin karena ia tak terbiasa mendekati lelaki. Ia menarik nafas gusar. Terpaksa, ia menghampiri Ranz. Satu-satunya orang yang siap dijadikan ojek mungkin. Memintanya untuk mengantar pulang.

Mungkin, jika ia tak punya nyali. Ia tak akan pulang ke rumah. Khawatir akan keluarganya untuk mencemasinya yang tak kunjung pulang. Bisa jadi, Khanza menjadi sasaran para germo disini. Sedangkan, semua kameradnya sudah berlalu.

"Kak, maaf. Boleh minta antar pu-"

Belum sempat Khanza menyelesaikan ucapannya, Ranz mengangkat kepala. Memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Tanpa ekspresi, Ranz berkata "Naik!"

Khanza membulatkan matanya. Terkejut. Masih diam ditempatnya berdiri. Tepat di samping motor Ranz.

"Lo minta gue anter pulang kan? Buruan naik!"

Tanpa mengucapkan kalimat apapun, Khanza menaiki motor posisi menyamping. "Mending lo ganti posisi. Gue masih takut bawanya. Tar kalau lo jatuh-" Khanza segera mengubah posisi duduknya.

Ranz menoleh dibahu. "Pegangan ya,"

"Kenapa?"

"Gue mau ngebut soalnya." Khanza menelan saliva. Takut. Namun, ia mencoba tetap tenang. "Yaudah kalau gitu Khanza turun aja dah. Gak berani."

Mungkin, ini bisa dikatakan hal yang paling nekat yang pernah Khanza alami seumur hidup. Ngebut dalam motor. Dengan kecepatan cukup diatas rata-rata. Sebelum sesaat setelah Khanza mengatakan itu, Ranz menginjak pedal gas. Membuat Khanza mau tak mau memeluk erat Ranz. Padahal ia tahu, batasan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Tak ada pilihan lain lagi selain memeluk lelaki yang tak pernah ia kenal sebelumnya.

Ranz tersenyum simpul. Ia melirik perutnya tengah dililit tangan mungil Khanza. Ranz mengurangi kecepatan motor. Ia menoleh dibahu. Oktafnya ia tinggikan. "Gue baru pertama kali bonceng cewek selain nyokap dan saudara gue."

Lagi-lagi Khanza terkejut dibuatnya. Kerudung serta pakaian yang ia kenakan terbang tertiup angin. Sama seperti pakaian serta rambut Ranz. Tertiup angin.

"Khanza juga baru pertama kali dibonceng cowok selain keluarga." Ranz semakin melebarkan senyumnya. Ada perasaan hangat menjalar di dada. Ranz berucap kemudian. "Gue juga baru pertama kali dipeluk cewek selain saudara gue," Khanza menguraikan pelukannya sadar apa yang tengah ia lakukan.

"Khanza juga baru pertama kali meluk cowok gak sengaja selain keluarga."

Ranz merasakan uraian Khanza melonggar. Ia pun menaikkan kecepatannya. Membuat Khanza lagi-lagi memeluk semakin erat.

"Udah gitu aja ya, jangan dilepas. Kalau lo kenapa-kenapa nanti gue yang khawatir."

Wajah serta pakaian Khanza semakin diterpa angin. Membuatnya semakin kedinginan. Namun, ia tak mau kemodus-an ini semakin berlanjut.

"Jangan ngebut kak, Khanza kedinginan. Lagian, bukan mahromkan?"

Ucapan terakhir Khanza membuat Ranz terdiam sesaat. Ia tak peduli. Mungkin, hari ini dosanya semakin bertambah. Siapa tahu, hari esok Ranz tak akan melihat gadis yang saat ini memeluknya erat. Tak peduli. Ranz tak mengurangi kecepatan laju motornya. Hingga, melewati beberapa kamerad tengah membonceng teman-teman Khanza.

Pertama kalinya semua kamerad dekat Ranz, melihat Ranz membonceng gadis. Karena sebelumnya, tidak pernah ada gadis yang mau diboncengnya. Mereka terbelalak. Terkejut apa yang dilihatnya.

"Wagelaseh guys, seorang Ranz pertama kali bonceng cewek," ucap Lee setengah berteriak pada kameradnya. Ia tengah membonceng Dinda yang sengaja memeluknya erat.

"Tak kusangka akhirnya dia bisa berbahagia memiliki wanita. Hari free sedunia guys. Ranz harus traktir kita malam ini." Ujar Tio dibalas gelak tawa kameradnya.

"Kenapa sih, itu cowok sama gue aja gak mau. Padahal, gue cantik, sexy, tajir. Apa kurangnya sih? Sama cewek berhijab kayak gitu aja baru mau. Heran dah gue." Dinda menggerutu. Sempat terdengar Lee.

"Kurangnya, lo terlalu chessy." ucapan Lee membuat Dinda terdiam seribu bahasa.

"Tapi lo juga mau kan?" balas Dinda tak mau kalah. Lee hanya menarik bibirnya simpul.

"Gue cuman kasihan aja sama lo. Takutnya lo nanti jadi barang sewaan semalam lagi."

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

Khanza menunjukkan letak rumahnya. Tidak jauh dari jalan raya. Entah mengapa, berat rasanya untuk meninggalkan Khanza. Namun, Ranz menyangkal perasaan itu. Beberapa kilometer dari jalan masuk ke rumahnya, Khanza sudah melepaskan pelukan. Hanya memegang erat jaket kulit hitam Ranz.

Khanza turun. Merapikan pakaiannya. Ranz hanya memperhatikan. Tak sedikitpun pandangannya terarah terkecuali gadis dihadapannya saat ini.

Khanza tersenyum. "Makasih kak. Ini ongkosnya," ucapnya sembari menyodorkan beberapa lembar uang pada Ranz.

Ranz tersenyum, ia menyapukan pandangan ke segala arah. Memperhatikan rumah Khanza. "Gak usah, di dalam ada orang gak?"

"Ada, mau masuk?"

"Nggak, takutnya lo sendiri disini nanti." Ranz tersenyum. Lantas, ia menyalakan motor. "Ya udah, gue pulang dulu ya,"

Khanza mengangguk tersenyum. "Makasih kak, Hati-hati di jalan."

Ranz mulai berlalu sebelum sesaat ia menepuk-nepuk puncak kepala Khanza. Bibirnya tak lepas dari tersenyum.

The first time.

𝓇𝒾𝓉𝓂𝑒

Jazakumullah Khoir 🖐

***************

Jangan lupa vote n komennya ya :)

Share juga ke teman-teman kalian

Dapat pahala kok ngelakuin itu semua :)

GRACIASS!!!

Continue Reading

You'll Also Like

4.9M 183K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
2.8M 301K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
6.4M 330K 59
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
946K 92.1K 26
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...