' Takdir Cinta '

By KunciHati01

3.4K 207 12

Bagaimana rasanya bila tiba-tiba kita dinikahkan dengan orang yang tidak kita kenal sama sekali? Terlebih ter... More

'Prolog'
'Bab 1 (Keputusan)'
'Bab 2 (pertemuan)'
'Bab 3 (Wisuda)'
'Bab 4 (Aku akan berusaha melupakanmu)'
'Bab 5 (Ragu?)'
'Bab 6 (Pernikahan)'
'Bab 7 (Hari yang baru)'
'Bab 8 (Pamit)'
'Bab 10 (Pilihan Hati)'
'Bab 11 (Mengikhlaskan Masa Lalu)'
'Bab 12 (Berubah)'
'Bab 13 (Pelukan)'
Bab 14 (Diterima menjadi Guru)
Bab 15 '(Alya Faiza Syafeera)'
Bab 16 '(Hari Pertama Mengajar)'
Bab 17 '(Malu)'
Bab 18 '(Takdir Yang Lebih Indah)'
Bab 19 '(Resah)'
Bab 20 '(Rumah Baru)'
'Bab 21 (Aku Pun Mulai Mencintaimu)'
'Bab 22 (Dilema)'
'Bab 23 (Ketidakpastian)'
'Bab 24 (Canggung)'
'Bab 25 (Hati Yang Sama)'
'Bab 26 (Toko Roti)'
'Bab 27 (Persepsi)'

'Bab 9 (Sabar Menghadapi)'

120 7 0
By KunciHati01

Disaat hatimu terluka, bersabarlah. Akan ada masanya luka itu tergantikan dengan kebahagiaan yang membuatmu melupakan rasa sakit itu.

.
.
.

***

Perjalanan ke rumah Dirga membutuhkan waktu sekitar 40 menit dari rumah orang tua Khaira. Tepat pukul setengah tiga sore, mereka sampai di sebuah rumah bertingkat dua dengan cat bernuansa putih dan hitam.

Ini kali pertama Khaira ke rumah Dirga. Satu yang Khaira simpulkan tatkala melihat bangunan kokoh itu, rumah Dirga lebih besar dibandingkan rumahnya. Di halamannya terbentang rumput hijau, yang mana di kiri dan kanannya berjejeran bunga mawar yang berwarna-warni.

Khaira bergegas turun saat mobil Dirga telah berhenti. Ia terdiam, matanya mengamati setiap sudut area rumah Dirga.

"Ekhem."

Khaira tersadar, seketika ia menoleh pada Dirga yang sudah menatap tajam dirinya. Khaira tersenyum kaku, dia mengikuti Dirga yang sudah berjalan lebih dulu sembari memegang dua koper besar di tangan kanan dan kirinya.

Tok-tok-tok!

"Assalamu'alaikum," ucap Dirga sembari mengetuk pintu berwarna putih tersebut.

Tak lama pintu tersebut dibuka oleh seorang laki-laki yang tersenyum ke arah Dirga dan Khaira. "Wa'alaikumussalam Warahmatullah," balasnya.

Khaira terkejut tatkala wajah Fajar muncul. Ia lupa kalau Fajar adalah adik Dirga, otomatis dia akan sering bertemu dengan laki-laki itu. Seketika dadanya kembali merasakan sesak menatap senyum laki-laki itu.

Senyum yang biasanya begitu meneduhkan hatinya, kini berganti membuat dirinya terluka. Jika dulu senyum itu selalu berhasil membuatnya melupakan masalahnya, tapi kini senyum itu terus mengingatkannya pada apa yang telah terjadi.

Senyum yang begitu Khaira sukai, kini sudah tidak dapat lagi ia nikmati. Ada sebuah benteng besar di tengah mereka yang membuat Khaira tidak bisa lagi bebas seperti dulu.

"Ayo masuk, Khai! Mau berdiri sampe kapan emang?" canda Fajar sembari tertawa.

Khaira tersadar dari lamunannya, ternyata Dirga sudah masuk lebih dulu dan hanya menyisakan dirinya dengan Fajar. "Eh, i ... iya, Kak."

Khaira melangkah masuk dengan canggung, jujur saja dia masih merasa asing karena ini kali pertama dia ke sini.

Lagi, Khaira kembali dibuat takjub dengan rumah ini. Ternyata rumah ini begitu luas dan barang-barangnya pun begitu tertata rapih di dalamnya. Matanya beralih pada sebuah pigura besar yang menampilkan wajah Linda, Haris, Fajar dan Dirga yang tengah tersenyum bahagia. Di sebelahnya juga terdapat pigura berukuran sedang yang menampilkan wajah Dirga dan Fajar yang saling merangkul, keduanya saling tertawa.

Khaira tersenyum menatapnya, wajah Dirga yang tersenyum juga tertawa terlihat begitu bersahabat, berbeda dari yang biasanya. Melihat foto-foto itu, entah kenapa ia merasa bahwa Dirga yang sebenarnya adalah orang yang hangat, sama seperti Fajar.

"Khai, masih disini toh. Kirain udah masuk ke kamar."

Khaira menoleh ke sampingnya, dan lagi-lagi wajah Fajar yang muncul. "Iya kak, tadi liat-liat foto dulu. Lucu-lucu, hehe."

Fajar ikut memperhatikan pigura-pigura yang terpajang di dinding ruang tamu. Senyum manis terbit dari wajah tampannya, ia jadi merindukan saat-saat itu. Dimana saat itu dirinya dan Dirga selalu membuat keributan dengan tingkah konyol keduanya. Ia merindukan saat ia berkumpul dengan keluarganya, lalu berbincang-bincang sembari menonton televisi.

Sekarang semuanya berbeda, waktu berkumpul mereka tidak selengkap dulu. Dirga selalu menghabiskan waktunya di kamar setelah pulang kerja. Tidak ada lagi keributan yang membuat mama dan papanya tertawa. Tidak ada lagi canda tawa yang dilontarkan Dirga.

"Kak, sekarang kakak yang ngelamun. Hayoo ngelamunin apa?" canda Khaira mencoba mengalihkan perasaannya.

Fajar tertawa sembari menggelengkan kepalanya. Ia menatap sekilas wajah perempuan yang kini tengah tertawa. Hatinya terasa menghangat melihat Khaira tertawa, ia pun bisa sedikit melupakan apa yang dipikirkannya tadi.

Linda yang baru saja keluar dari kamarnya, menatap Khaira dan Fajar sembari tersenyum. "Hayoo lagi pada ngobrolin apa? Seru banget kayaknya, kok gak ngajak-ngajak."

Khaira tertawa, tangannya terulur mencium punggung tangan Linda.

"Kapan nyampenya Khai? Aduh maaf ya baru tau sekarang. Tadi abis tidur, ngantuk banget soalnya."

Khaira tersenyum. "Enggak kok mah, Khaira juga baru aja sampe."

Linda tersenyum lega. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan Dirga yang tidak terlihat.

Fajar yang mengerti berbicara, "Dirga udah ke atas, Mah. Tau tuh bukannya Khaira diajak kek, malah ditinggal."

Linda menggeleng-gelengkan kepalanya. Putra sulungnya itu memang kadang menyebalkan. "Maaf ya, Khai. Dirga emang suka gitu, mamah aja suka kesel kalo sikap ngeselinnya kumat."

Khaira mengangguk pelan. Ia tahu Dirga bersikap seperti itu karena ia tidak mencintainya, sehingga wajar bila lelaki itu mengacuhkan dirinya. Jangankan mencintainya, peduli padanya saja tidak. Tapi Khaira tidak mempermasalahkan itu, karena ia pun masih belum bisa mencintai suaminya.

"Yaudah Fajar anterin Khaira ya, dia pasti belum tahu kamarnya Dirga. Mama mau ke kamar mandi dulu, gakpapa kan Khai dianter sama Fajar?"

"Gakpapa, Mah." Khaira tersenyum, setelahnya Linda pun berlalu dari hadapan Khaira dan Fajar.

Fajar menatap Khaira. "Khai, ayok!" ajak Fajar sembari tersenyum.

Jantungnya seketika berdetak cepat. Daritadi Fajar membuat ia terus salah tingkah, hanya karena senyum laki-laki itu yang seakan menyita seluruh perhatiannya.

"Ayok, Kak!" balas Khaira. Ia pun mulai mengekori Fajar yang ada di depannya.
Dalam hati ia terus berdzikir untuk menetralkan jantungnya yang terus berdetak cepat. Sampai akhirnya ia bisa bernafas lega tatkala sudah sampai di depan kamar Dirga, karena setelah mengantarkannya Fajar izin memasuki kamarnya yang ternyata sebelahan dengan kamar Dirga.

Khaira memegang dadanya yang masih bergemuruh akibat Fajar. Setelah berhasil menetralkan jantungnya, ia pun mengetuk pintu yang terdapat stiker bertuliskan salam. Ia tersenyum melihat stiker tersebut, tulisan itu jadi mengingatkannya yang lupa mengucap salam.

"Assalamu'alaikum," ucap Khaira dengan mengetuk pintu kembali.

"Wa'alaikumussalam," balas Dirga sembari membuka pintu. Setelah itu ia kembali masuk tanpa mengucapkan apapun pada Khaira.

Khaira tersenyum sembari mengelus dadanya. "Sabar ... sabar," ucapnya menyemangati diri sendiri. Ia pun melangkah masuk, lalu menutup pintu kamar Dirga.

Ia melihat Dirga yang memasuki kamar mandi, ia mengembuskan nafas lega. Ia jadi leluasa membereskan pakaiannya tanpa kaku karena keberadaan Dirga. Ia membuka koper miliknya, dan mengeluarkan seluruh pakaiannya. Ia menata sedikit demi sedikit pakaiannya ke dalam lemari.

Setelahnya ia menaruh kopernya yang sudah kosong ke atas lemari, namun yang ia lakukan justru hanya meloncat-loncat karena dirinya yang tidak sampai. Tiba-tiba sebuah tangan mengambil alih kopernya dan menaruhnya di atas lemari.

Khaira menoleh ke sampingnya yang kini memperlihatkan wajah Dirga. "Makasih," ucapnya tulus.

Sementara Dirga hanya mengangguk pelan. Laki-laki itu lalu duduk di sofa yang ada di kamarnya dan mulai fokus dengan laptop di tangannya.

Dalam hati, ada rasa sakit yang menjalar di hatinya. Ia tahu bahwa pernikahannya dengan Dirga memang tanpa ada cinta di dalamnya, tapi tidak bisakah kalau tidak hanya dirinya yang mencoba membuka hati. Ia merasa tidak dipedulikan sebagai seorang istri.

Sikap Dirga yang selalu berubah-ubah membuatnya tidak mengerti. Ia jadi teringat peristiwa di taman dekat hotel, sikap Dirga saat itu membuatnya berpikiran kalau laki-laki itu bisa menurunkan egonya dengan sedikit demi sedikit menerimanya. Walau saat itu tingkah Dirga begitu menyebalkan, tapi jujur Khaira lebih memilih Dirga bersikap jail dibandingkan dingin kepadanya.

Entah apakah ia sanggup menjalani rumah tangga yang begitu kosong dan hampa ini. Kalau saja Fajar yang menjadi suaminya, bukan Dirga.

Sadar apa yang dipikirkannya salah, Khaira menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh membanding-bandingkan Dirga dengan Fajar. Karena walau bagaimanapun Dirga tetaplah suaminya.

Gema suara adzan ashar bergema, Dirga menutup laptopnya dan menaruhnya di atas meja. Ia pun bangkit dari duduknya dan beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Sambil menunggu Dirga keluar dari kamar mandi, Khaira menyiapkan sajadah dan mukenah yang akan ia pakai untuk mengerjakan salat ashar. Ia pun juga menyiapkan sarung, sajadah, juga kopiah untuk Dirga.

Tak lama, Dirga keluar dari kamar mandi. Setelah memakai sarung dan kopiah, ia mengambil sajadah yang disodorkan Khaira. Kemudian berlalu dari hadapan Khaira setelah mengucapkan salam.

"Wa'alaikumussalam," balas Khaira sembari menutup kembali pintu kamar Dirga.

Khaira pun bergegas untuk mengambil air wudhu dikamar mandi. Setelahnya ia pun memakai mukenahnya dan mulai memfokuskan diri untuk beribadah.

Setelah salat, Khaira berdzikir dengan menyebutkan kalimat istighfar, tasbih, tahmid, tahlil, takbir yang masing-masing ia baca sampai 33 kali. Lalu ia pun menengadahkan kedua tangannya.

"Ya Allah, hamba tau kalau Engkau tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hambamu. Sungguh rasanya berat Ya Allah bertahan dalam kondisi seperti ini terus menerus, bantulah kuatkan hati hamba menerima semua ini. Bimbing hamba agar senantiasa berada di jalanmu, walaupun berbagai rintangan menggoncangkan hati hamba."

"Hamba mohon, bantulah tumbuhkan rasa cinta dalam hati hamba maupun Dirga. Supaya kita bisa sama-sama mencintai karena-Mu Ya Allah. Hamba ingin bisa bersama-sama melaksanakan ibadah bersamanya menuju ridho-Mu layaknya pasangan lain. Hamba ingin menjadi istri yang baik dan sholehah untuknya, hamba ingin mendampinginnya dalam keadaan apapun. Hamba ingin menjalani rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta kepada-Mu Ya Allah, kabulkanlah doa hamba Ya Allah, Aamiin."

Tanpa sadar air matanya telah menetes di pipinya. Semua yang ia lewati saat ini memang berat, tapi Khaira yakin semua ini ada hikmahnya. Ia yakin suatu hari nanti akan datang kebahagiaan itu. Ia tidak tahu ke depannya akan seperti apa, yang ia tahu saat ini ia haruslah terus bersabar dalam menjalaninya.

Ia tahu Allah tidak pernah membebani hambanya. Semua ini akan ada titik ujung dari buah kesabarannya. Ia yakin itu.

***

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah aku bisa nyelesain part ini. Maaf ya mungkin part ini kurang memuaskan, makasih juga buat yang udah baca cerita amatir ini hehe.

Syukron Katsiiran♥

Continue Reading

You'll Also Like

584K 4.8K 17
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
SCH2 By xwayyyy

General Fiction

108K 16.3K 44
hanya fiksi! baca aja kalo mau
117K 909 4
Akurnya pas urusan Kontol sama Memek doang..
771K 3K 8
Kocok terus sampe muncrat!!..