' Takdir Cinta '

By KunciHati01

3.4K 207 12

Bagaimana rasanya bila tiba-tiba kita dinikahkan dengan orang yang tidak kita kenal sama sekali? Terlebih ter... More

'Prolog'
'Bab 1 (Keputusan)'
'Bab 2 (pertemuan)'
'Bab 3 (Wisuda)'
'Bab 4 (Aku akan berusaha melupakanmu)'
'Bab 5 (Ragu?)'
'Bab 6 (Pernikahan)'
'Bab 7 (Hari yang baru)'
'Bab 9 (Sabar Menghadapi)'
'Bab 10 (Pilihan Hati)'
'Bab 11 (Mengikhlaskan Masa Lalu)'
'Bab 12 (Berubah)'
'Bab 13 (Pelukan)'
Bab 14 (Diterima menjadi Guru)
Bab 15 '(Alya Faiza Syafeera)'
Bab 16 '(Hari Pertama Mengajar)'
Bab 17 '(Malu)'
Bab 18 '(Takdir Yang Lebih Indah)'
Bab 19 '(Resah)'
Bab 20 '(Rumah Baru)'
'Bab 21 (Aku Pun Mulai Mencintaimu)'
'Bab 22 (Dilema)'
'Bab 23 (Ketidakpastian)'
'Bab 24 (Canggung)'
'Bab 25 (Hati Yang Sama)'
'Bab 26 (Toko Roti)'
'Bab 27 (Persepsi)'

'Bab 8 (Pamit)'

120 8 0
By KunciHati01

Siang ini setelah menginap di hotel semalaman, Khaira dan Dirga membereskan barang-barangnya untuk pulang. Orang tua Dirga dan Khaira sudah pulang lebih awal sejak pagi tadi. Sementara orang tuanya menyuruh Khaira dan Dirga untuk pulang saat siang, alhasil mereka baru mau pulang sekarang.

Rencananya setelah ini Khaira akan ke rumahnya untuk mengambil pakaian serta pamit kepada orang tuanya untuk tinggal di rumah Dirga. Sekarang sudah menjadi tanggung jawabnya untuk mematuhi dan mengikuti suaminya, walau berat untuk Khaira. Karena dari kecil ia selalu bersama orang tuanya, apalagi Khaira adalah anak tunggal. Jadi, ia terbiasa dengan kasih sayang orang tuanya yang begitu besar untuknya. Dan sekarang dia harus mengikuti Dirga tinggal di rumahnya.

"Udah beres?"

Khaira tersadar dari lamunannya. "Eh, iya udah." Khaira menjawab cepat.

Tanpa berkata apapun, Dirga langsung mengambil koper Khaira. Laki-laki itu langsung berlalu dengan membawa koper miliknya dan Khaira.

"Mulai deh kumat dinginnya! Bukannya diajak keluar bareng kek, malah di tinggalin." Khaira mencebikkan bibirnya kesal. Ia pun mengekori Dirga dengan sedikit berlari karena langkah laki-laki itu yang begitu cepat.

***

"Assalamu'alaikum, Mah ... Pah!" ucap Khaira sembari mengetuk pintu berwarna coklat tersebut.

Tidak perlu menunggu lama, pintu pun dibuka oleh Zikri. "Wa'alaikumussalam, eh penganten baru udah sampe."

Khaira menyalami tangan Zikri diikuti dengan Dirga. Keduanya dipersilahkan masuk oleh Zikri. Di dalam Airyn yang baru saja dari dapur, menghampiri putri semata wayangnya juga menantunya dengan mata berbinar.

Khaira dan Dirga menyalami punggung tangan Airyn. Tiba-tiba saja matanya memanas, Khaira langsung menghambur pada dekapan Airyn. "Ma, maafin Khaira ya. Selama ini Khaira sering buat mama sedih, udah nyusahin mama sama papa. Khaira sayang banget sama mama sama papa." Mendengar itu, Zikri ikut memeluk dua wanita yang begitu ia cintai.

Dirga yang paham dengan situasi sengaja memberikan ruang pada ketiganya setelah meminta izin pada Zikri.

Sementara itu, orang tua dan anak itu larut dalam pelukan yang memberikan kehangatan pada masing-masing hati mereka.

"Khai, mama udah beresin baju-baju kamu. Tapi gak semuanya, ada sedikit yang mama sisain kalo kamu nanti nginep disini." Airyn menjelaskan sembari melepaskan pelukannya. Terdengar nada bergetar dari ucapan Airyn yang membuat Khaira ikut merasa sedih.

Zikri mengusap bahu Airyn lembut. "Udah Ma, kan kalo kangen nanti bisa main ke rumah Haris atau Khaira nanti yang ke sini." Zikri berusaha menenangkan istrinya.

Khaira mengangguk menyetujui ucapan papanya, walau dalam hati ia masih belum siap berpisah dengan orang tuanya. Tetap saja siap tidak siap dia harus mengikuti suaminya sekarang, karena statusnya telah berganti sebagai seorang istri.

"Iya Ma, in syaa Allah Khaira bakal sering-sering ke sini nanti." Khaira tersenyum.

Lagi, Airyn kembali mendekap Khaira ke dalam pelukannya. "Mama bakal kangen kamu, Khai. Kamu cepet banget sih udah jadi istri aja! Padahal mama ngerasa baru kemaren kamu lahir, baru kemaren mama gendongin kamu. Tapi yaudahlah dimanapun kamu berada, doa dan restu mama akan selalu bersamamu."

Zikri tersenyum menatap dua ratu di hatinya itu. Zikri sebenarnya ikut merasa sedih, tetapi sebagai lelaki ia harusnya menenangkan keadaan bukannya menambah kesedihan yang ada.

"Ekhem, kita salat dzuhur dulu ya. Khai, panggil Dirga gih! Papa mau ajak berjamaah di masjid."

Khaira mengangguk. "Iya, pa." Gadis itu pun berlalu dari hadapan Zikri dan Airyn. Sementara Zikri yang bersiap-siap untuk ke masjid, Airyn menyiapkan mukena dan sajadah untuknya dan Khaira berjamaah dirumah.

***

Setelah salat dzuhur, Khaira dan Dirga makan siang bersama Zikri dan Airyn. Rencananya mereka baru akan pergi setelah makan siang.

Makan siang kali ini berbeda dari biasanya. Kali ini tidak banyak pembicaraan di dalamnya, dan lebih memilih fokus dengan pikiran masing-masing. Terlebih bagi Khaira hari ini adalah acara makan bersama yang terakhir dengan orang tuanya, dan setelahnya mungkin akan sangat jarang bisa seperti ini lagi. Sesekali Zikri mencoba memecahkan keheningan dengan obrolan santai.

Setelah selesai makan, Khaira membantu Airyn membawa piring kotor ke belakang. Menyisakan Dirga dan Zikri yang masih terduduk di meja makan tersebut.

"Ga, sekarang saya mempercayakan Khaira sama kamu. Saya harap kamu bisa menjaga Khaira dengan baik ya, karena dia adalah anak saya satu-satunya."

Dirga yang mendengar nada tegas Zikri merasa tertohok. Pasalnya dia takut jika dirinya tidak bisa menjaga kepercayaan mertuanya itu. Dirga masih belum tahu dapatkah dia menerima Khaira sebagai istrinya, sementara kondisi hatinya saja masih belum membaik.

Dengan canggung, Dirga mengangguk pelan. "In syaa Allah, Pah."

Zikri tersenyum hangat. "Saya percaya sama kamu."

Hatinya kembali bergejolak. Kalimat Zikri tadi justru membuat Dirga semakin sulit untuk tidak mempedulikan Khaira. Jujur dengan bersikap dingin pada Khaira saja sudah membuatnya merasa berdosa, apalagi jika ditambah dengan mengecewakan orang yang sudah memberikan kepercayaan padanya.

Dibalik sikapnya yang dingin, Dirga masih mempunyai perasaan. Ia tidak akan mungkin bisa mengecewakan orang lain, karena itupun akan menyakiti hatinya juga. Tapi peristiwa itu masih menyisakan luka yang begitu dalam sampai sekarang. Dan itu menjadikannya sulit untuk bersikap layaknya dulu, percayalah Dirga masih belum bisa.

Ditengah kegelisahannya, Khaira dan Airyn datang membawa tas besar berisi pakaiannya yang sudah disiapkan sebelumnya

"Eh, udah siap nih? Mau pulang sekarang?" tanya Zikri yang langsung berdiri dari duduknya, yang diikuti pula oleh Dirga.

"Iya Pah, keburu sore nanti. Khaira kan juga mau beresin barang-barang Khaira di rumah Dirga."

Zikri mengangguk mengerti. Akhirnya Zikri dan Airyn pun mengantarkan Khaira juga Dirga sampai di depan rumah.

"Yaudah Mah, Pah. Khaira sama Dirga pamit dulu ya," ujar Khaira sembari menyalami punggung tangan kedua orang tuanya, diikuti Dirga.

"Kalian hati-hati ya," timpal Airyn tersenyum.

"Iya Mah! Kita pamit ya, Assalamu'alaikum!" Kali ini Dirga yang menyahut.

"Wa'alaikumussalam," balas Zikri dan Airyn bersamaan.

Setelahnya Dirga dan Khaira memasuki mobil. Tidak butuh waktu lama, mobil Dirga pun bergerak menjauhi pekarangan rumah orang tua Khaira.

Di dalam mobil, tidak ada perbincangan di antara mereka. Dirga fokus menyetir mobil, sementara Khaira fokus dengan pikirannya. Bahkan Khaira tidak peduli lagi dengan Dirga yang sama sekali tidak melirik atau mengajaknya berbicara. Ia hanya memikirkan bagaimana dengan orang tuanya, pasalnya tidak akan ada lagi yang menjaga mereka. Karena memang Khaira anak tunggal.

"Gak usah khawatir, mereka bakal baik-baik aja."

Khaira menoleh ke arah Dirga. Ia tidak menyangka kalau Dirga dapat mengetahui apa yang ia pikirkan, dan hebatnya nadanya tidak terdengar datar atau dingin seperti biasanya.

"Kamu Dirga, kan?" tanya Khaira tidak percaya.

Sementara Dirga memutar bola matanya malas. Memang salah dia berbicara seperti itu? Dingin bukan berarti tidak punya perasaan, dia mengerti apa yang Khaira rasakan.

"Gak usah lebay," ketus Dirga.

Lagi, Dirga kembali ke sikap asalnya. Dengan kesal, Khaira mengalihkan pandangannya kembali ke kaca mobil. Walau begitu, Khaira menghargai apa yang diucapkan Dirga tadi. Ia senang dengan sisi lain Dirga yang bisa juga peduli dengan orang lain,

"Makasih," ucap Khaira kembali menatap Dirga.

"Gak usah geer."

"Aku tahu kamu orang yang baik."Bukannya kesal, Khaira justru tersenyum.

Dirga tidak membalas lagi. Inilah sisi lemahnya Dirga. Ia paling tidak suka tatkala dinilai sebagai orang baik ataupun dipercaya oleh orang lain. Karena ia merasa tidak pantas, dan justru malah terlihat sebagai orang munafik. Dirga yang dulu sungguh berbeda dengan yang sekarang.

Berbeda dengan Dirga yang tengah gelisah, Khaira justru merasa lebih baik karena ucapan Dirga tadi. Entah kenapa perkataan singkat tadi dapat membuatnya tenang. Khaira jadi sadar kalau Dirga sebenarnya orang yang baik, hanya saja semua itu tertutup dengan sikap dinginnya. Tapi Khaira yakin sekeras apapun batu es, pasti akan mencair dengan seiring berjalannya waktu.

***

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Menurut kalian part ini gimana?

Nah, kalian tahu kan kalo Dirga itu sebenernya baik. Intinya jangan menilai orang dari covernya ya, setiap orang itu baik kok, tergantung kita sendiri yang menilainya.

Oh iya kritik dan sarannya ya tentang apa aja, penulisannya, ceritanya atau yang lain. Semoga kalian suka ya sama ceritanya.

Syukron Katsiiran♥


Continue Reading

You'll Also Like

57.4K 5.9K 43
Chava, terbiasa sendiri dalam menghadapi kerasnya kehidupan, membentuknya menjadi cewek yang tangguh. Nathan, terbiasa hidup di tengah-tengah kehang...
157K 9.7K 36
Diyah (30th) terkejut saat Galil (24th) menyatakan cinta padanya. Padahal setahu Diyah, Galil punya hubungan spesial dengan Embun (24th)-adiknya. Mak...
122K 7.7K 23
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
613K 58.3K 46
Demi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza...