[DS #3] Save Me Hurt Me

By Fionna_yona

427K 41.7K 2.5K

Dimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sak... More

Wajib Baca
Prolog
Rio Arseno Kenneth Dimitra
Bocah Besar
Have A Nice Dream
Be Careful!
Bolehkah?
Terlalu Takut
Seorang Pengecut
Coming Home?
Arsen and His Anger
Titip
Tolong Bantu
Menunggu
Sudah Pernah Lihat
Ternyata
Makan Malam
Arsen's Anger
Tidak Akan Pernah Melepaskan
Kemanjaan Arsen
Pergi Berkencan
Menjaga Naira dan Adik-Adiknya
Siapa?
Kapan Menikah?
Film Horor, Ketakutan Naira, dan Penyesalan Arsen
Ancaman Arsen
"Dia"
Ketika Alesha Masuk Dapur
Menjaga Mereka
Officially
Jangan Pernah Pergi!
Membuat Perhitungan
Kemarahan Alvaro
Semoga
Tersadar
Bukan Update!
Naira dan Kegemarannya
Terungkap
Paling Kuat
Kekhawatiran
Kenneth - Dimitra - Eginhardt
Wedding Day
Kehilangan Kesempatan
Wejangan Reihan
Penyesalan Arsen
Tunggu Saja!
Family Time Ala Arsen
Mari Berkencan
Perdebatan
Selamat Datang Kembali
Keanehan
Sleep Tight
Alvaro and Trio Ar
Alvaro and His Daughters In Law
Papa-Mama
Menuju Sidang
Sidang
Terserah
Menemukan Yang Lebih Baik
Apa Kamu Mencariku?
Tunggu Aku!
Tunggu
Mimpi Indah
Dasar Laki-Laki!
Sehat-Sehat
Mertua & Menantu
Insomnia
Cuddling
Keterlaluan
Prioritas
Kemanjaan Arsen
Gara-Gara Arsen
Terselesaikan
Kelahiran dan Kepergian
Yakin
Rio Zachary Kenneth Dimitra
Alvaro-Ardan
Alvaro-Arman
Alvaro-Arsen (Part 1 of 2)
Alvaro-Arsen (Part 2 of 2)
Bisa-Bisa Menangis
Sakit
Out of Control
Arsen oh.. Arsen
Ketika Arsen Merajuk
Akhir Dari Rajukan Arsen
Kemarahan Arsen
Berkabung
Kesayangan Arsen
OTW to Germany
Sebuah Tatapan
Lotta's Wedding
Incident
The Truth
Keputusan
Janji
Tolong Bantu
Perbincangan
Kemurkaan Axeon
Dihukum
Arsen & Zachary
Rapat Komite Sekolah
Kesayangan Arsen
Lihat Saja
Istirahat
Ketenangan
Special Chapter #1
Special Chapter #2
Special Chapter #3
Special Chapter #4
Special Chapter #5
Special Chapter #6
Special Chapter #7
Special Chapter #8
Special Chapter #9
Special Chapter #10
Special Chapter #2 Part 1
Special Chapter #2 Part 2
Special Chapter #2 Part 3 (End)

Scare Arsen Up

7.7K 517 9
By Fionna_yona

Arsen memeriksa adik Naira dengan teliti. Semua hal dia perhatikan termasuk, asupan makanan dan hal lainnya. Permasalahan barunya adalah Arsen harus dengan cepat mencari donor yang pas bagi adik Naira. Kening Arseng berkerut memikirkan siapa donor yang sesuai untuk adik Naira.

Arsen melepas jas putihnya. Dia berdiri dan menghubungi kakak tertuanya. Beberapa kali gagal tersambung, akhirnya, pada panggilan kelima, panggilan itu terjawab.

"Aku mau minta tolong kak," ujar Arsen langsung.

"Hah?"

"Tolong minta teman kakak carikan donor ginjal. Aku akan kirimkan datanya,"

"Untuk siapa?"

"Adiknya Naira,"

"Okey. Akan aku carikan,"

"Thanks kak,"

Arsen baru mau menutup panggilan itu jika saja, kakaknya tidak memanggilnya.

"Kenapa kak?"

"Mencari donor urusan mudah. Tapi, kamu tahu kan, biayanya,"

"Aku tahu. Aku rasa aku yang akan menanggungnya,"

"Dia tidak akan mau. Mengingat sejak SMA saja dia sudah memilih kerja sambilan untuk menghidupi adik-adiknya,"

"Lalu, mau bagaimana lagi?"

"Kamu pikirkan saja caranya. Aku akan menghubungi temanku. Cepat kirimkan datanya,"

"Okey. Thanks kak,"

"Sama-sama,"

Arsen duduk di kursinya. Matanya terpejam memikirkan cara untuk mengatakan hal itu pada Naira. Arsen akui ucapan kakak tertuanya itu benar adanya. Naira akan menolak bantuannya. Pasti akan menolak bantuan darinya.

"Hhh..."

Arsen memutuskan berkeliling. Memang sudah waktunya memeriksa pasien. Arsen memeriksa setiap pasien dengan teliti. Dia menanggapi keluhan para pasiennya dengan baik. Kamar terakhir adalah kamar adiknya Naira.

"Di, kamu kembali saja. Berikan papannya pada saya," ujar dokter pada perawat yang menjadi asistennya.

Perawat itu menurut. Dia memberikan papan yang diatasnya berisi data Eren, adik Naira. Arsen tersenyum dan berterima kasih sebelum dia beranjak menuju kamar Eren.

"Permisi," ujar Arsen saat dia masuk ke kamar Eren.

Seperti dugaannya, ada Naira dan Lisa disana. Arsen tersenyum. Dia mendekati Eren dan menanyakan keadaan anak itu sambil memeriksa suhu badan dan tekanan darah anak itu.

"Jadi, bagaimana hari ini?" Tanya Arsen.

Eren tersenyum kecil saja.

"Nanti jam 1 diambil oleh suster, okey?" Ujar Arsen dan Eren mengangguk.

"Eren sudah makan malam?"

"Belum,"

Arsen berbalik dan menoleh ke arah Naira dan Lisa.

"Kalian juga belum makan, kan?"

Lisa mengangguk kecil.

"Kalian tidak ada alergi pada makanan tertentu, kan?"

"Tidak ada," jawab Lisa.

"Seingatku tidak ada," ujar Eren.

Arsen mengangguk. Dia pamit ke ruangannya dan kembali beberapa saat kemudian dengan plastik berisi makanan. Arsen meletakan makanan itu di meja kecil di dekat sofa.

"Makan lah. Kalian butuh makan untuk menambah energi agar kuat menemani Eren,"

"Terima kasih, kak,"

Arsen tersenyum kecil. Dia berjalan keluar dan memilih kembali ke ruangannya. Arsen memikirkan cara untuk mengatakan keinginannya pada Naira. Di satu sisi dia takut Naira akan menolak seperti yang dikatakan oleh kakaknya. Di sisi lain dia benar-benar ingin mencoba mengatakannya.

"Hhh!" Akhirnya, hanya helaan berat yang keluar dari bibirnya.

Suara pintu terketuk mengejutkannya, diiringi sebuah kepala yang menyembul dari balik pintu.

"Apa aku mengganggu?"

Arsen menggeleng.

"Tidak. Masuklah,"

Arsen tidak menyangka. Dia baru saja memikirkan gadis itu dan sekarang sosoknya sudah muncul di depannya. Arsen tersenyum kecil.

"Ada apa?" Tanyanya.

"Saya hanya mau berterima kasih,"

"Oh, masalah itu. Tidak masalah. Tugas seorang dokter adalah menolong orang yang sakit. Jadi, itu sudah tugasku,"

"Saya tahu. Hanya saja,"

"Tidak apa. Oh iya, ada hal yang mau aku rundingkan denganmu,"

Kening Naira mengerut bingung. Dia menatap Arsen dengan tatapan heran namun, kepalanya mengangguk kecil.

"Jadi, begini. Keadaan Eren memang sudah tidak bisa diatasi dengan obat lagi. Jadi, Eren harus dioperasi segera,"

Arsen menatap gadis di depannya. Dia meyakinkan diri kalau gadisnya tidak akan syok hanya karena melihat biaya operasi yang cukup besar.

"Kira-kira... biayanya akan sebesar ini," Arsen menunjukkan kertas rincian harga untuk operasi.

"Ini..."

"Belum termasuk dengan rawat inap dan obatnya setelah dia keluar dari ruang operasi. Selain itu, dia juga masih harus check up untuk beberapa waktu,"

Naira menghela berat. Arsen tahu, gadis di depannya sedang memikirkan segala hal di dalam kepalanya.

"Bukannya aku merendahkanmu. Tapi, tawaranku kemarin, apa kamu mau menerimanya?"

Kepala Naira langsung terangkat ke arahnya. Dia menatap kaget Arsen dengan kedua bola matanya yang menurut Arsen indah. Naira menggeleng kecil.

"Aku tidak melakukan ini karena, aku terdesak sesuatu ataupun hanya karena kasihan. Kalau mau jujur, aku sudah tertarik padamu sejak kita bertemu di depan ruanganku pertama kali,"

Mata Naira membola.

"Sejak saat itu bayangan tentang dirimu terus berkelebatan di kepalaku. Aku menyukaimu. Sungguh. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Karena itu, tolong terima tawaran dariku,"

Naira menggeleng kecil.

"Anda tidak menyukai saya. Anda hanya merasa penasaran dan sedikit terobsesi pada saya karena rasa penasaran anda. Saat rasa penasaran anda hilang, anda tidak lagi membutuhkan saya,"

Arsen baru mau menyahut namun, Naira sudah berdiri lebih dahulu.

"Saya permisi,"

Arsen melihat Naira sangat tergesa saat pergi dari ruangannya. Gadis itu juga menutup pintu ruangannya dengan cukup keras. Arsen memejamkan matanya dan menghela berat. Dia baru menyadari, mencintai seseorang itu benar-benar butuh perjuangan berat.

Sejak hari itu, Naira menjauh darinya. Perihal operasi Eren, Arsen tetap melakukannya. Biaya yang dibutuhkan Eren ditanggung oleh Alvaro. Namun, Arsen menghampiri ayahnya. Meminta agar dirinya saja yang menanggu biaya itu. Sempat berdebat alot selama beberapa hari dengan sang ayah, akhirnya, diambil keputusan kalau Arsen yang akan menanggungnya. Namun, Alvaro akan berpura-pura seolah dirinya yang memberikan biaya itu pada Naira.

Arsen tersenyum. Dia senang melihat keadaan Eren membaik sejak anak itu dioperasi dua bulan yang lalu. Arsen beberapa kali melewatkan pemeriksaan anak itu dan meminta rekannya menggantikan dirinya. Namun, saat dia kembali memeriksa Eren, dia akan selalu tersenyum melihat perkembangan anak itu.

"Hai Eren,"

"Hai kak,"

"Sendiri?"

"Iya. Kak Naira ada kerja sambilan. Jadi, aku sendirian kesini. Kakak baru kembali?"

"Ya. Kemarin malam. Kamu bilang kakakmu kerja sambilan? Bukannya dia bekerja di perusahaan keluargaku?"

"Kakak bekerja sambilan di cafe setiap sabtu dan minggu,"

"Kamu tidak melarangnya?"

Eren menghela berat.

"Kakak susah dimintai berhenti. Meski aku dan Lisa sudah sampai berteriak-teriak pun, kakak tidak mau berhenti,"

"Apa dia baik-baik saja?"

Eren menggeleng kecil. Dia memang mengetahui kalau dokter di depannya inu menyukai kakaknya. Awalnya, Eren tidak setuju. Bayangkan saja, dokter di depannya ini terpaut sepuluh tahun dari sang kakak yang baru berusia 22 tahun. Namun, Eren paham. Jodoh tidaklah memandang jarak usia. Eren juga bisa melihat betapa Arsen peduli pada mereka dan semua itu sangat tulus.

"Kakak sakit. Kemarin dia demam tapi, hari ini masih bekerja,"

Arsen melihat jumlah pasiennya yang tersisa. Dia mengangguk saat jumlahnya tinggal empat orang lagi. Dia menyudahi acara mengobrol sambil memeriksa Eren. Kondisi Eren lumayan baik.

"Jangan terlalu lelah dulu! Lalu, pastikan kamu makan dan minum dengan benar,"

"Aku mengerti kak,"

"Ya sudah. Nanti, akan aku aturkan lagi jadwal check up mu,"

Eren mengangguk.

"Eren, tunggu aku di depan. Setelah selesai, aku akan mengantarmu pulang, sekalian menjemput kakakmu,"

Eren mengangguk lagi. Arsen benar-benar mengerjakan pekerjaannya dengan teliti dan lumayan cepat. Beruntungnya dia, pasiennya kali ini tidak melakukan drama yang berlebihan. Arsen memastikan tidak ada lagi pasien yang harus dia periksa, setelah itu dia baru melepaskan jas putihnya dan mematikan lampu ruangannya. Dia keluar dan mengunci pintu ruangannya itu.

"Ayo, Eren!" Ajak Arsen.

Butuh waktu hampir satu jam bagi mereka untuk sampai di rumah Eren. Saat dalam perjalanan tadi, Arsen diberitahu oleh Eren dimana Naira bekerja.

"Kakak menjemput kakakmu dulu,"

Eren mengangguk.

"Terima kasih, kak,"

Arsen mengangguk kecil dan melajukan mobilnya menuju ke cafe yang ditunjukkan oleh Eren tadi. Saat dia sampai keadaan cafe cukup senggang. Arsen masuk ke dalam cafe dan terkejut saat mendengar keributan. Dia juga melihat pengunjung cafe itu terlihat mengerubungi sesuatu. Arsen berjalan mendekat.

"Astaga! Aira!"

Arsen langsung berlutut dan memeriksa keadaan gadisnya. Arsen menggendong gadisnya dan membawa sang gadis keluar dari cafe itu.

"Hey! Anda mau membawa karyawan saya kemana?" Tanya seorang pria saat Arsen memasukkan Naira ke mobilnya.

"Kemana lagi? Rumah sakit tentu saja!"

"Anda-"

"Diam dan minggir! Kalau kau tidak bisa mengurusnya, maka jangan menghalangiku! Kau hanya membahayakan nyawa gadisku saja!"

Arsen segera masuk ke dalam mobilnya dan mengemudikan mobil itu bak orang kesetanan. Dia bahkan memarkirkan mobilnya di depan pintu UGD.

"Tolong parkirkan pak! Lalu, kuncinya bapak pegang dulu!" Teriak Arsen.

Beruntungnya dia, keluarga papinya memiliki tidak hanya satu tapi beberapa rumah sakit. Dan yang satu ini, cukup dekat dengan lokasi cafe Naira. Arsen langsung membaringkan Naira di ranjang rawat. Dia melakukan semua hal yang diperlukan untuk menolong Naira.

"Siapkan kamar VVIP 1,"

"Maaf, pak kamar itu-"

"Perlu reservasi khusus dengan izin keluarga Dimitra?!" Arsen memotong ucapan perawat di depannya dengan cepat. Tidak peduli dengan keadaan UGD yang sedang cukup ramai.

Arsen mengeluarkan KTP-nya dan meletakan KTP itu di tangan perawat di depannya.

"Buka kamar VVIP 1 sekarang juga!" Titah Arsen dengan sangat amat tegas dan penuh penekanan di setiap katanya.

Perawat itu langsung menunduk dan memohon maaf dari Arsen. Dia terkejut saat melihat nama yang terpampang di KTP Arsen.

"Cepat!" Titahnya lagi.

Lima belas menit menunggu, perawat itu datang dan memindahkan Naira ke kamar VVIP 1. Ingatkan Arsen untuk memastikan setiap orang di cabang mana pun di rumah sakit milik keluarganya mengingat dengan jelas setiap keluarga Dimitra. Arsen menggendong dan memindahkan Naira ke ranjang rawat di kamar itu dengan tangannya sendiri. Dia menyuruh para perawat itu keluar.

"Kamu membuatku takut, Aira. Sungguh. Kalau ini hanya sebuah rasa penasaran, jantungku tidak akan hampir berhenti karena melihatmu terbaring di lantai cafe itu tadi,"

Continue Reading

You'll Also Like

313K 11.8K 25
"Kamu penuhi kebutuhan saya di ranjang, saya penuhi kebutuhan foya-foya kamu." "Dasar cowok sintingggg!" β€’β€’β€’ Dilarang pulang malam malah pulang pagi...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

1.4M 61.6K 56
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
1.6M 13.9K 12
Pernikahan yang di lakukan karena sebuah dendam yang belum ia ketahui kebenarannya, dan membuat hidupnya menderita karena penyesalan. Dimana sang ist...
4.5M 193K 49
On Going ❗ Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...