Philophobia (JiKook / MinKook)

By BTSShipperFanfiction

107K 7.8K 2.7K

Philophobia Cast : Jeon JungKook, Park Jimin Genre : romance, hurt / comfort, sad Rate : T Length : c... More

Philophobia Part 1 : Jeon Jungkook
Philophobia Part 2 : Park Jimin
Philophobia Part 3 : Jungkook's Hidden Stories
Philophobia Part 4 : Park Jimin's Mask and Heart
Philophobia Part 5 : 'Philophobia'
Philophobia Part 6 : Teach Me, Please..
Philophobia Part 7 : Jungkook, Jimin, and Namjoon
Philophobia Part 8 : The Liar and The Witch
Philophobia Part 9 : Jimin's Secrets
Philophobia Part 10 : Revealed of the secrets and the heart
Philophobia Part 11 : Min Yoongi's Revenges!
Philophobia Part 12 : Beware of The Jealous Min Yoongi
Philophobia Part 13 : Jimin is back!
Philophobia Part 14 : when the lovers reunited and Daegu's Venus
Philophobia Part 15 : He is Kim Namjoon
Philophobia Part 16 : Min Yoongi's ask
Philophobia Part 17: Lee Bo Young's story
Philophobia Part 18: Who's Jeon Jungkook?
Philophobia Part 19: Kookie and Jungie
Philophobia Part 20: The Suprise
Philophobia Part 21: Lust of Love
Philophobia Part 22: Trust and Love
Philophobia Part 23: Jimin's Mom..
Philophobia Part 24: Namjoon's love
Philophobia Part 25: Meet the Pass!
Philophobia Part 26 : The Battle of Heart
Philophobia Part 27 : Farewell
Philophobia Part 28 : Heartbreaker
PhilophobiaPart 29 : Fragile
PhilophobiaPart 30 : LOVE is..
Philophobia Part 31 : PJM's and KNJ's
WHAT'S NEW ON BSF??
Philophobia Part 32 : I'm tired..
Philophobia Part 33 : The Wedding pt.1
Philophobia Part 34 : The Wedding pt.2
Philophobia Part 36 : Welcome, Park Jungmin
Philophobia Part 37 : Where's Bo Young?

Philophobia Part 35 : The lost Soul

635 96 96
By BTSShipperFanfiction

Tak banyak yang bisa Taehyung lakukan saat ini, ia hanya bisa menatap iba sang Adik yang masih menatap hampa pemandangan di balik jendela kamarnya yang kecil, sesekali isakan lolos dari bibir berbentuk curvy itu.

Lain Taehyung, lain pula yang Seokjin lakukan. Ia tengah sibuk menelepon beberapa kerabat atau temannya di ruang tamu. Semua yang diteleponnya merupakan orang-orang yang bekerja di bidang penyelidikan, kepolisian, forensik, dan sebagainya. Yang mana ia harap dapat membantunya menemukan belahan hati sang Adik ipar, Jimin.

Ya, ini sudah memasuki hari ketiga hilangnya seorang Park Jimin yang mana dikarenakan sebuah kecelakaan tunggal yang mengakibatkan mobil yang dikendarainya hilang kendali hingga masuk ke dalam jurang beserta dirinya.

Kecelakaan itu jelas membuat luka yang amat dalam bagi keluarga, terutama Jungkook dan Ibunya –Park Bo Young.

Terlebih Jungkook, sejak hari pertama kabar itu sampai ke telinganya, Lelaki manis dengan perut agak membesarnya itu tak hentinya menangis dan terisak, sesekali ia akan menjerit histeris, tak terima dengan kenyataan yang menerpa hubungan manisnya dengan Jimin.

Alih-alih menjadi berita baik nan manis, gagalnya pernikahan antara Jimin dan Yoongi justru malah membuat Jungkook semakin tak karuan, bahkan sekarang ia lebih terlihat seperti sebuah boneka tak bernyawa, hampa.

Sudah tiga hari ini Jungkook lalui tanpa memejamkan matanya sedetik pun, dan itulah yang membuat Taehyung, Seokjin, bahkan Bo Young bingung tak menentu. Pasalnya Lelaki itu kini tak lagi sendiri, di dalam tubuhnya tertanam janin yang tengah tumbuh, dan hal itu tentu akan berakibat pada perkembangan dan kesehatan si jabang bayi.

Bukan hanya itu, Jungkook juga kerap melewatkan jam makannya, yang ditelannya hanya susu untuk kandungan janin, tidak dengan nasi atau lauk-pauk yang lainnya.

Helaan napas Taehyung keluarkan, sesekali ia akan melirik pada sang Suami yang masih sibuk menjaga bayi mereka seraya menelepon kolega-koleganya, namun sesekali juga ia akan melirik Park Bo Young yang masih duduk termenung di meja makan, dan itu sudah berlangsung sejak pagi tadi hingga kini matahari sudah terbenam di ufuk barat.

Dua manusia yang ditinggalkan Jimin sama hancurnya, Taehyung jadi mengkhawatirkan kondisi kesehatan mental Wanita paruh baya itu. Ia takut Bo Young akan kembali depresi dan menutup diri, lantaran Putra semata wayangnya kini entah berada di mana, apakah ia masih hidup atau tidak, tidak ada siapapun yang mengetahuinya selain Tuhan.

Helaan napas kini keluar dari mulut Seokjin yang sudah terduduk lemah seraya mengacak surainya penuh frustasi. Ini sudah hari ketiga, dan masih belum ada perkembangan dari pencarian Jimin. Dan lagi, ia juga mengkhawatirkan Adik kandungnya, Kim Namjoon, yang hingga saat ini masih terus bolak-balik kantor polisi karena diduga melakukan pembunuhan berencana pada Jimin lantaran mobil yang dikendarai Jimin hari itu adalah miliknya, dan sungguh Namjoon sendiri pun tak mengerti ada apa dengan mobilnya hingga kecelakaan pun tak terelakkan.

Taehyung memilih menghampiri sang Suami, mengelus sayang kepala Lelaki kecintaannya itu, hingga membuatnya bersandar nyaman di perut ratanya.

"Gwenchana, Chagi-ah. Semuanya akan baik-baik saja, percaya padaku," bisik Taehyung lembut yang secara ajaib mampu mengendurkan ketegangan di bahu Jin yang kini sudah meluruh lelah.

"Seharusnya aku bisa lebih kuat saat ini, Tae. Tapi aku malah –"

"Tidak seperti itu, kau juga manusia, jangan dikte dirimu seperti itu, Chagi. Sudah, kau telah berusaha semampumu hari ini, sisanya biar Tuhan yang mengerjakan bagian-Nya. Istirahatlah sejenak, Taejin appa. Kau belum tidur sejak kemarin."

Seokjin mengangguk kecil, kemudian mendongak menatap wajah sang Istri, "Aku sangat mencintaimu, kau tahu itu?"

Taehyung mengangguk mantap, "Aku tahu itu lebih dari siapapun. Pergilah ke kamarku, dan tidurlah bersama Taejin."

"Bagaimana denganmu, Baby?"

"Aku masih harus mengurus Adikku, dan Ommoni."

Seokjin melirik Jungkook melalui celah pintu kamarnya yang terbuka, kemudian menghela napas panjang dan tertunduk.

"Baiklah, kalau ada apa-apa langsung bangunkan aku ya, Tae."

"Iya, akan kulakukan jika sesuatu terjadi. Cepatlah, kantung mata dan mata merahmu semakin mengerikan."

Seokjin mendengus kecil, kemudian bangkit dari duduknya, tak lupa membubuhkan kecupan kecil di kening sang Istri sebelum beranjak ke kamar bersama jagoan kecil mereka.

Kini tinggallah Taehyung sendiri, Lelaki manis itu sontak menghampiri Bo Young dengan mengusap bahunya lembut.

"Ommoni, kau belum makan siang. Mau kubuatkan sesuatu, heum?"

Bo Young mendongak, memberikan senyum tipisnya untuk tawaran baik Taehyung, kemudian menggeleng kecil. "Tidak usah, Taehyung-ah. Aku tidak lapar."

Taehyung menghela napas, usahanya gagal lagi, namun bukan Taehyung namanya jika ia menyerah begitu saja.

"Kubuatkan cokelat hangat untukmu, kau harus meminumnya. Tunggu sebentar."

Tanpa menunggu jawaban dari Bo Young, Taehyung langsung melesat ke dapur kecil disana, berkutat dengan cokelat hangatnya.

"Cha, silahkan diminum." Taehyung menyerahkan secangkir penuh cokelat hangat yang langsung diterima oleh Bo Young. "Cokelat hangat baik untuk menenangkan pikiran, dan cukup untuk mengisi perut yang kosong," tambahnya.

"Terima kasih banyak, Taehyung-ah." Ujar Bo Young, kembali dengan senyum tipisnya.

Namun, Wanita paruh baya itu tak langsung meneguk cokelat hangatnya, pandangannya kembali kosong menatap cairan cokelat di dalam gelas.

"Aku bahkan tidak tahu di mana Putraku. Apakah dia masih hidup atau sudah mati. Apakah dia sudah makan atau belum. Ya Tuhan, tolong lindungi Jimin." Setetes cairan kelemahannya kembali meluruh hingga membasahi pipi, membuat Taehyung yang melihatnya terenyuh akan doa tulus seorang Ibu, ia lantas meraih Bo Young dalam peluknya.

"Aku yakin Jimin akan baik-baik saja, aku yakin dia bisa selamat, Ommoni."

"Hiks, Jiminku yang malang.."

"Ssstt.. tenanglah, Ommoni. Jimin pasti baik-baik saja,"

"Hiks.. Jimin-ah.."

Di lain tempat, Jungkook yang ikut mendengar isak tangis itu pun kontan terisak dengan tangan yang sedari tadi tak henti mengusap perutnya.

"Jimin-ah.. kau di mana? Kumohon, bertahanlah.. kau harus selamat, hiks.."


*Philophobia*


Namjoon mengacak surainya frustasi, sementara di sampingnya terlihat Yoongi yang tengah mengusap lembut punggung lebarnya.

"Bersabarlah, Joon-ie," ujar Yoongi lembut, berusaha menenangkan Lelaki yang dicintainya itu.

Namjoon menoleh, menatap Yoongi dengan binar padam, "Harusnya aku tidak menyuruhnya pergi, Gi. Seharusnya aku tidak meminjamkan mobilku padanya. Seharusnya aku tidak egois dan menggagalkan –"

"Yak, hentikan, Bodoh! Jangan bilang kau juga menyesal memilikiku sekarang?!" kesal Yoongi lengkap dengan tatapan marahnya.

Namjoon menggeleng, kemudian menarik Yoongi ke dalam peluknya. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk itu."

"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, Joon. Berhenti melakukan itu. Semua bukan salahmu. Kecelakaan itu juga bukan kesalahanmu."

"Tapi, Gi, andai saja aku tidak –"

"Cukup kataku, Kim Namjoon!" Yoongi menepuk gemas punggung Namjoon. "Niatmu itu baik, Namjoon. Berhenti merusak pahala atas niat baikmu itu. Berandai-andai seperti ini malah akan memperburuk semuanya. Jadi, kumohon.. berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Mengerti?"

Namjoon menghela napas berat, tak memberikan jawaban apapun, dan mulai memejamkan matanya.

"Aku lelah, Gi."

"Aku akan selalu menjadi rumah untukmu, Joon. Tidurlah dengan nyaman."

Menggeleng, "Aku sangat berat, kau tahu?"

"Memang," sahut Yoongi sarkas, membuat Namjoon mendengus geli.

"Kau tidak bisa berbohong sedikit, ya?"

"Tidak, aku tidak dirancang untuk itu." kelakar Yoongi, membuat Namjoon dengan berat hati melepaskan pelukannya.

Menatap dalam Yoongi, kemudian bertanya, "Gi, kau yakin tidak menyesal lebih memilihku?"

Kini giliran Yoongi yang menghela napas, "Kau meragukan pilihanku?"

Menggeleng kecil, "Bukan, bukan seperti itu, aku hanya –"

Cup.

Yoongi memotong ucapan Namjoon dengan kecupan manis, tepat di bibir. "Kalau begitu, berhenti meragukanku. Aku serius saat memilihmu, bahkan.. tubuhku sudah memilihmu lebih dulu. Dan lagi.." Yoongi meraih tangan Namjoon untuk dibawanya ke perutnya yang agak terlihat membesar "Kau harus bertanggung-jawab untuk si kecil di dalam sini."

Namjoon tersenyum, kemudian meraih tangan Yoongi untuk dikecup. "Gomawo, Yoongi-ah. Jeongmal gomawo,"

Yoongi pun tersenyum manis, kemudian mengangguk, "Aku juga berterima kasih padamu, Joon-ie."

"Saranghae," Namjoon memberikan kecupan lama di kening Yoongi setelah mengungkapkan rasa cintanya, sementara Yoongi hanya terpejam menikmati luapan cinta yang Namjoon berikan untuknya.

"Nado saranghae,"

"Sekarang, tidurlah, dan jangan tampilkan wajah seperti zombie itu lagi di depanku, biar aku bantu mengerjakan bagianku."

"Tapi Yoongi-ah, aku tidak mengan–"

"Sekali lagi kau beralasan tidak mengantuk, aku tidak akan berbicara lagi denganmu, Kim Namjoon-ssi." Yoongi mendelik galak, membuat Namjoon suka tidak suka mengangkat bendera putihnya.

"Arraseo. Tapi apa yang akan kau lakukan, Gi? Jangan terlalu lelah, kasihan bayi kita."

Yoongi mengangguk kecil, "Arra, aku hanya akan menelepon Jackson, Joon."

Namjoon mengangguk-angguk mahfum, "Baiklah, setelah itu menyusul ke kamar. Janji?" menyodorkan jemari kelingkingnya, yang langsung dikaitkan manis dengan milik Yoongi.

"Aku janji, Sayang."

Dan Namjoon tidak lagi bisa menahan senyuman lebarnya kala mendengar panggilan barunya dari Kekasih hatinya itu. Sayang. Baiklah, sepertinya Namjoon akan bermimpi indah sejenak.

Kecupan Namjoon berikan di pucuk kepala Lelaki manisnya sebelum berlalu memasuki kamarnya. Yoongi benar, tubuhnya butuh istirahat.

Sepeninggal Namjoon, Yoongi mulai berkutat dengan ponselnya sebelum akhirnya menempelkan di daun telinganya.

"Ya, Gi?"

"Bagaimana, Jack?" tanya Yoongi tanpa basa-basi.

Terdengar helaan napas dari seberang sana, membuat bahu Yoongi meluruh lemah dengan kepala tertunduk.

"Tim penyelidikan saat ini sedang berusaha mengeluarkan bangkai mobil dari dasar jurang, Gi." Jelas Jackson, membuat kedua mata Yoongi membelalak.

"Berarti mobilnya sudah berhasil ditemukan?" tanpa sadar meninggikan suaranya, tak percaya akhirnya masalah ini mendapat sedikit cahaya yang akan membantu menemukan Jimin.

"Ya, sudah berhasil ditemukan satu jam yang lalu, sekarang tim terkait sedang turun perlahan mendekati titik lokasi mobilnya, dibantu beberapa alat berat."

Yoongi mendesah lega, akhirnya Ya Tuhan.

"Tapi.."

Deg.

"Kenapa?" tanya Yoongi tegas, sungguh ia tidak ingin lagi melihat Namjoon bermuram durja lantaran Jimin belum juga ditemukan.

Helaan napas kembali terdengar di ujung line, tanda bahwa ia akan mendengar kabar tidak enak dari mulut Lelaki bermarga Wang itu.

"Jimin belum bisa ditemukan keberadaannya hingga saat ini, Gi. Bahkan menurut salah satu anggota evakuasi, mobil Jimin sudah dalam keadaan hancur dan telah terbakar hingga seluruh body mobilnya gosong."

Yoongi menyugar surainya seraya menghela napas berat, "Ya Tuhan.. Jimin.." tanpa terasa air mata mengalir di pipinya. Biar bagaimanapun Jimin pernah mengisi hatinya, menjadi orang yang begitu ia cintai sebelum Namjoon berhasil mencuri hatinya saat ini.

"Maafkan aku, Gi. Aku tidak bisa melakukan hal banyak."

Yoongi menggeleng, meski sudah jelas tidak mungkin dilihat Jackson. "Apa maksudmu, Jack? Kau sudah berbuat banyak untuk kami, terima kasih banyak. Beristirahatlah, aku yakin kau kurang tidur beberapa hari ini."

"Eum, aku akan kembali ke penginapanku begitu bangkai mobil itu berhasil diangkat, Gi. Kau juga, beristirahatlah. Sampaikan salamku pada Namjoon, dan yakinkan dia bahwa dia akan baik-baik saja, dan tidak akan terjerat hukum apapun, aku yang menjaminnya."

Yoongi tersentuh, Sahabatnya yang satu ini memang terkadang bersikap gila, konyol, dan semaunya, namun terlepas itu semua, Jackson adalah Sahabat yang baik, yang takkan meninggalkanmu di saat kau tengah terpuruk ke dasar jurang sekalipun.

"Gomawo, Jack. Jeongmal gomawo." Lirih Yoongi dengan suaranya yang bergetar ringan, sementara air matanya kembali mengalir deras.

"Eiy, sudahlah, jangan menangis, Gi. Kau tidak ingin membuat Namjoon khawatir, bukan? Ayolah, aku yakin kau bisa, kalian bisa saling menguatkan."

"Eum, sekali lagi terima kasih banyak, Jack."

"Nevermind, Babe. Sudah, aku tutup dulu teleponnya, nanti akan kukabarkan jika ada kabar terbaru." Pamit Jackson, dan Yoongi lagi-lagi mengangguk.

"Arraseo, kkeuno."

"Ne."

Setelah sambungan telepon terputus, Yoongi mengusap wajahnya kasar, kemudian beralih mengusap perutnya yang terasa mual.

"Kau juga sama pusing ya, Baby? Ayo kita doakan Appa-mu, ya." Bisiknya seraya mengusap lembut perutnya yang terlihat agak membesar.


*Philophobia*


"Sampai kapan kau mau seperti ini, Jungie?" pertanyaan tegas bernada tinggi itu keluar begitu saja dari mulut Taehyung, sementara yang dibentak masih tak terpengaruh, menatap hampa dedaunan pohon Oak yang berguguran di musim gugur ini.

"Sayang," Seokjin berusaha menenangkan sang Istri, mengusap lembut bahu yang bergerak gusar menandakan bahwa sang empu tengah emosi.

"Kalau kau mau, silahkan kau bunuh saja bayi dalam kandunganmu, Jungie. Jangan menyiksa diri dan mati perlahan-lahan seperti ini!"

"Taehyung!" Seokjin tanpa sadar ikut membentak Istrinya yang dinilainya sudah melebihi batas.

Jungkook menunduk, kemudian menggeser badannya hingga kini keduanya bisa saling melempar tatap.

"Benarkah? Aku bisa membunuh diriku, Hyung?" lirihnya, membuat Seokjin terperangah dan mengusap wajahnya kasar. Astaga, ini benar-benar masalah.

"Ya, lakukanlah jika itu maumu, Jeon Jungkook."

"Taehyung, sudahlah," lerai Seokjin, sementara Jungkook sudah menangis dalam diam, kembali merasakan sesak di dada kala Taehyung sudah memanggil namanya sedemikian rupa. Taehyung hyung-nya benar-benar marah sepertinya.

Jungkook kembali tertunduk, tangannya bergerak lembut mengusap perutnya yang agak membesar.

"Dan, jika kau memang berniat melakukan itu, jangan salahkan aku jika suatu hari Jimin datang dan mengamuk seperti orang gila saat melihat gundukan kuburanmu."

"Jimin.." lirihnya dalam hati, sementara tangannya masih mengelus lembut apa yang menjadi milik mereka di bawah sana.

"Bagaimana jika.. Jimin tidak akan pernah kembali, Hyung?" lirih sekali, begitu menyayat hati, membuat Seokjin memilih membuang pandangnya ke jendela seraya menengadahkan wajahnya.

Taehyung bergeming, menatap lurus sang Adik yang nampak hancur terpancar dari bias matanya yang tak lagi hidup berwarna.

"Jika Jimin tidak lagi kembali, aku yang akan menemanimu, Seokjin hyung juga, bahkan kau tidak sendiri, Ommonim juga sama terlukanya denganmu. Ingat, yang saat ini tengah menghilang itu adalah Putranya."

Jungkook terdiam, berpikir dengan kebenaran yang Taehyung tuturkan, kemudian menoleh ke arah ruang makan, di mana Bo Young masih terdiam –menatap hampa cangkirnya yang masih terisi cokelat hangat buatan Taehyung pagi tadi.

Ini sudah memasuki hari ketujuh hilangnya seorang Park Jimin. Jungkook bahkan hampir pingsan saat melihat bangkai mobil yang hangus terbakar milik Namjoon –yang Lelakinya kendarai hari itu-, dan saat mendengarkan penjelasan dari tim evakuasi bahwa Jimin sama sekali tidak diketahui keberadaannya, rasanya sudah tidak ada lagi semangatnya untuk menjalani hidup.

Lain Jungkook, lain pula Bo Young. Wanita paruh baya itu sontak menangis meraung sejadi-jadinya kala melihat mobil yang Putranya kendarai hangus terbakar. Kepalanya tak henti memikirkan Putra semata wayangnya yang sampai saat ini masih belum diketahui keberadaannya. Setelah hari itu, Bo Young tak jauh berbeda dari mayat hidup. Ia tak bisa diajak bicara sama sekali, hanya terdiam dan melamun, sesekali menangis dalam diam, atau bahkan terisak hebat.

Jungkook menghela napasnya berat diiringi tetes kelemahan yang kembali dengan lancang menuruni pipi tirusnya, kemudian bangkit menghampiri Bo Young yang masih setia menekuri cangkirnya dengan tatapan hampa.

"Eomma," panggilnya parau, tangannya sudah mengusap lembut bahu Wanita paruh baya itu.

Merasa ada yang mengusap bahunya, sang empu pun mendongak, menatap sendu wajah kalut Jungkook, dan rasa sakit itu kembali merayap ke permukaan saat matanya bersiborok dengan perut yang agak membesar milik Lelaki manis itu.

"Jungie-ah, eotteokhae?" lirih Bo Young, meraih jemari Jungkook untuk digenggam.

Setetes kelemahan itu kembali meluncur dengan lancar, dan kali ini ia tidak menangis sendirian, Bo Young pun melakukan hal sama hingga keduanya berpelukan dengan erat, saling menguatkan, saling memberi dukungan, saling meyakinkan bahwa semuanya akan kembali seperti sedia kala, dan mereka akan kembali berkumpul bersama Jimin dan tertawa bahagia di bawah naungan atap keluarga yang hangat.

"Mianhae, Jungie-ah.. mianhae.." bisik Bo Young parau, namun Jungkook menanggapi dengan gelengan.

"Tidak, Eomma. Aku yang minta maaf, aku –huks, aku tidak bisa menjaga Jimin. Aku –hks, aku tidak bisa melindungi Jimin. Maafkan aku, Eomma."

Kali ini giliran Bo Young yang menggeleng, "Tidak, Sayang. Bukan kau yang salah, tapi Eomma. Andai Eomma bisa menghentikan langkah Jimin malam itu. Andai Eomma bisa mengerti situasi yang dihadapinya saat itu. Ia pasti –huks, pasti masih.. hiks, Jungie.. mianhae.."

"Eomma, apa yang harus aku lakukan? Hiks, aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa Jimin-ie. Dan bayi kami.. hiks, bayi kami yang malang." Isak lemah Jungkook menggema di seluruh penjuru rumah sederhana itu, membuat hati siapapun teriris mendengarnya.

"Jimin akan baik-baik saja 'kan, Eomma? Dia pasti selamat, 'kan? Aku tahu Jimin itu kuat, Eomma. Hiks.."

Bo Young hanya bisa mengangguk menanggapi racauan pilu Jungkook. Biar bagaimanapun Jungkook lebih membutuhkan dukungan di sini, terlebih Lelaki manis itu tengah mengandung calon cucunya.

"Ya, Sayang. Jimin kuat, dia akan kembali untuk kita. Kau juga harus kuat, ya." Ujar Bo Young melembut, meski dengan suaranya yang bergetar. Diam-diam ikut menguatkan dirinya sendiri.

Jungkook mengangguk, semakin menguatkan pelukannya dengan isak yang kian memenuhi rumah kecil itu.



*** TBC ***


mianhae.. mianhae.. hajimaaa.. /ditendang/

maaf beribu maaf, mungkin juga ga cukup untuk membalas rasa kesal dan penantian kalian yang lama banget buat ff ini..

tapi aku masih berharap ada yang masih berminat untuk baca ff gadungan ini..

aku janji akan rajin update seminggu sekali.. /deep bow/


voment juseyo..



VJin

Continue Reading

You'll Also Like

29.6K 3.2K 14
«Jika dunia tidak menerima kita,mari kita buat dunia kita sendiri,hanya kau dan aku didalam nya» Lalisa Manoban. +++ GIP area! jangan ditiru 🔞
81K 14.2K 22
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...
65.1K 12.6K 22
Lisa adalah segalanya untuk Jennie, Jennie adalah segalanya untuk Lisa. Kehidupan pernikahan mereka tidak berjalan seperti yang mereka ekspektasikan...
61.8K 5.6K 33
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...