Haga & Gigi

By MbakTeya

7.6M 314K 12.2K

#Kissing With the Boss Karena mabuk Gigi tanpa segaja mencium Haga, Boss tempatnya bekerja More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh-END

Tujuh Belas

250K 12.8K 622
By MbakTeya

"Aaww!” Gigi berteriak, dia mengaduh saat tubuhnya jatuh ke ranjang. "Apa yang Bapak lakukan?” Gigi berontak, dia ingin bangkit, tapi belitan tangan Haga di pinggangnya terasa semakin kuat.

"Saya sedang memelukmu, bodoh."

Gigi cemberut, dia juga tahu Haga sedang memeluknya. Akan tetapi untuk apa? Dia tidak lagi butuh pelukan. "Saya lagi gak sedih, Pak." Gigi masih berusaha melepaskan diri, berkali-kali mencoba, tapi selalu gagal juga.

"Ini hukuman."

"Hukuman!" Gigi setengah berteriak. Tubuh berotot Haga sangat terasa di punggungnya. "Hukuman apa, saya bukan anak SD lagi, Pak."

Terkekeh, Haga malah menarik Gigi semakin merapat. "Ini hukuman karena kamu masih panggil saya bapak," kata Haga menarik Gigi ke tengah ranjang.

Gigi berseru, lalu melongo setelah memahami maksud Haga. "Tadi saya gak sengaja, Pak," kata Gigi menggeliat, menepuk tangan Haga, tapi tak berhasil juga melepaskan diri.

"Dan kamu masih panggil saya bapak."

Menggigit bibirnya, Gigi bergerak gelisah. Sumpah mati, dia tidak suka dalam posisi ini. Sangat nyaman memang, tapi jantungnya terasa ingin mendobrak keluar dari tubuhnya.

"Pak emm... Haga." Gigi memejamkan mata, dia berdoa dalam hati. Kenapa memanggil nama Haga terasa sangat menyenangkan. "Bisa lepaskan saya."

Tidak ada sahutan dari balik punggungnya. Gigi menunggu, lalu dia merasa belitan Haga semakin mengerat selama beberapa detik sebelum mengendur. Entah kenapa ada rasa tidak rela, Gigi juga bingung pada diri sendiri.

"Terima kasih," kata Gigi masih Memunggungi Haga. Dia ingin bangkit, ingin sekali, tapi hatinya berat untuk melakukan itu. Mengembuskan napas berat, Gigi bersiap bangun saat Haga menarik bahunya dan memasukkan tubuhnya ke dalam pelukan lelaki itu. "Pak."

"Diamlah."

"Tapi-"

"Diam dan nikmati."

Gigi menggigit bibir, dia menahan diri agar tidak tersenyum. Menyamankan posisi dia memejamkan mata. "Bagaimana kalau ada yang mencari dan melihat kita."

"Biarkan saja."

"Oke," kata Gigi. Matanya terpejam, tapi tidak dengan pikirannya yang berkelana. "Pak eh... Haga." Gigi kembali memanggil setelah lama terdiam. Deheman dari Haga menjadi pertanda jika lelaki itu juga belum tidur. "Dalam kesepakatan kita sentuhan fisik seperti ini tidak diizinkan. Kamu sudah melanggar perjanjian."

Gigi cukup terkejut, saat tiba-tiba Haga menarik diri dan memberinya tatapan tajam. Menunduk, Gigi ingin menyembunyikan diri. Takut dengan tatapan tajam Haga.

"Kamu tidak suka?"  tanya Haga dengan suara kesal. "Gigi." Haga sekali lagi memanggil

"Bukan begitu-" Terbata Gigi berusaha mengeluarkan suara.

"Bagus, masalah selesai." Potong Haga, dia kembali memasukkan Gigi dalam pelukan. "Tidurlah sebentar. Kita butuh banyak tenaga untuk nanti malam." Haga menepuk kepala serta punggung Gigi lembut.

Wajah Gigi langsung memerah, tubuhnya berubah menjadi kaku.

"Ah, sialan!" Haga mengumpat, dia telah menyadari kesalahannya. "Jangan berpikir negatif, maksudku kita butuh banyak tenaga untuk pesta nanti malam."

Gigi mengangguk kaku, dia memilih tidak mengeluarkan suara. Berdiam diri mendengar Haga berkali-kali menggerutu.

"Tidur saja, oke."

Lagi-lagi Gigi mengangguk, dia cepat-cepat memejamkan mata. Berharap mimpi segera membawanya pergi.

                                ===

Ketukan di pintu membuat Gigi mengerjapkan mata. Gigi bangkit dan terdiam menyadari dia masih dalam pelukan Haga. Pelan-pelan Gigi melepaskan diri, dan turun dari ranjang.

Dia menatap wajah damai Haga sebelum bergegas membuka pintu.

"Hai..."

Gigi tersenyum. Dia balas menyapa Hara dan dua teman wanitanya.

"Kenalkan ini Jessie dan Rumy."

Membalas uluran tangan keduanya. Gigi tersenyum sembari menyebut namanya.

"Mereka yang akan membantumu bersiap." Hara mengedipkan mata. "Mam ingin kita semua tampil luar biasa." Tertawa, Hara melangkah masuk, lalu terdiam melihat Haga tertidur. "Aw... aku tidak tahu Haga ada di sini."

Gigi tertunduk malu, tangannya bergerak merapikan rambut.
Kekehan Hara dan kedua temannya membuat wajah Gigi semakin merona.

"Aku akan membangunkannya, ah tidak sebaiknya kamu yang bangunkan Haga. Dia juga harus bersiap." Hara meminta Jessie dan Rumy meletakan barang bawaan mereka ke sudut ruangan. "Kami tunggu di luar." Mengelingkan mata, Hara dan kedua wanita itu keluar bersama. "Berhati-hatilah dengan Haga," kata Hara sebelum menutup pintu.

Menggeleng, Gigi mengipasi wajah. Dia berdehem berkali-kali, menyiapkan diri untuk membangunkan Haga.

"Pak," panggil Gigi begitu tiba di samping ranjang. "Pak bangun."

Tidak ada pergerakan apa pun dari Haga, napasnya masih teratur yang menandakan Haga tertidur sangat pulas.

"Pak Haga, bangun Anda harus bersiap." Gigi mengulurkan tangan, lalu terkesiap saat mata Haga terbuka dan langsung menyorotnya tajam. "Anda sudah bangun." Gigi menyentuh jantungnya  yang berdebar.

Gigi mundur satu langkah saat Haga bergerak bangkit. "Ambilkan kotak itu," katanya memberi perintah.

Mengangguk patuh, Gigi cepat-cepat menuruti permintaan Haga.

"Buka."

"Eh." Gigi menatap Haga dan dia kembali menunduk saat Haga menatapnya.

"Buka Gigi, bukan eh."

Kembali mengangguk, Gigi meletakan kotak tersebut di pinggir ranjang, dia membuka dan terpekik melihat isinya.

"Kamu pakai itu."

"Bukankah ini untuk orang tua Bapak?" Gigi menyentuh serat lembut gaun berwarna hitam di depanya dengan takjub.

"Ya. Mam memberinya untukmu."

"Hah?" Mendongak menatap Haga. "Bapak bercanda.”

Haga berdecak. "Tidak. Mam benar-benar membuatkannya untuk kamu."

"Buat?"

"Kamu tidak lupa kan keluarga saya punya butik?"

Gigi mengangguk, lalu tersenyum malu. “Terima kasih, Pak," kata Gigi.

"Bukan begitu caranya berterima kasih." Haga menarik Gigi hingga terduduk di ranjang, dia tersenyum menatap Gigi yang tertunduk malu. "Gigi," panggilnya menyentuh dagu gadis itu dan mengangkatnya hingga wajah mereka sejajar.

Haga tersenyum, dia sangat menikmati wajah merona Gigi. Perlahan dia mendekatkan wajah, belum lagi bergerak bantingan pintu mengagetkannya.

"Ups... maaf." Hara muncul di sana, gadis itu tersenyum tanpa merasa bersalah. "Aku butuh Gigi, dia harus cepat bersiap." Hara melipat kedua tangan di dada, dia menyengir saat Haga memberinya tatapan tajam.

Menghela napas, Haga kembali menatap Gigi. "Belajarlah untuk tidak memanggil aku Bapak lagi," kata Haga, "dan jangan berbicara dengan bahasa baku lagi denganku." Haga mengacak rambut Gigi. "Mengerti?" Melihat Gigi mengangguk Haga turun dan meninggalkan Gigi bersama Hara.

====

Gigi meringis melihat senyum kakunya. Kenapa senyumannya terlihat sangat jelek?

Kembali berlatih, Gigi tersenyum di depan kaca. Dia sudah memakai gaun hitam pemberian Ibu Jasmine. Gau ini sangat indah, panjangnya sampai menyeret lantai, bahunya terbuka, menampilkan kulit mulusnya.

Gigi juga sudah berdandan habis-habisan untuk malam ini. Dari kepala sampai kaki terlihat sangat sempurna, tapi sayang senyumnya sangat kaku. Terlihat jelas jika dia gugup.

Menarik napas panjang, Gigi kembali tersenyum. Masih jelek, tapi tidak seburuk yang sebelumnya.

Pasrah, dia mulai melangkah meninggalkan meja rias. Jika dia tak turun sekarang, bukan tidak mungkin Haga akan menyusulnya ke sini.

Gigi menuruni anak tangga dengan anggun, dia sempat terdiam selama beberapa detik melihat banyaknya tamu yang datang. Menelan ludah gugup, Gigi kembali menuruni anak tanggah. Dia meringis, melihat berbagai warna gaun dan model di pakai para wanita malam ini. Sangat indah. Melihat penampilannya sendiri, Gigi tersenyum puas. Dia tidak kalah luar biasa dari tamu yang lain.

Dengan kepercayaan diri meningkat, Gigi semakin enjoy melangkah. Dia tiba di lantai dasar, dan kebingungan hendak melangkah ke arah mana. Mengedarkan pandangan, Gigi tidak melihat Haga di mana pun. Hara dan Ibu Jasmine juga tidak tahu ada di mana.

Perlahan Gigi menyingkir, dia memilih mengamati dari tempat aman. Tidak suka mendapat perhatian penuh dari tamu yang datang.

"Promosi yang bagus bukan?"

Gigi menoleh, dia tersenyum lega melihat Haga berdiri di sampingnya. Entah dari mana lelaki itu datang, Gigi tidak tahu.

Memperhatikan penampilan Haga, Gigi tidak berhenti terpesona. Sudah puluhan kali dia melihat Haga menghadiri pesta, tapi di matanya lelaki itu tetap memukau dan mencuri banyak perhatian, seperti sekarang.

"Ayo ke tempat Mam." Haga merangkul pinggang Gigi. Mereka melangkah beriringan. Membuat iri berpasang-pasang mata.

"Hai... akhirnya kamu turun juga."

Gigi tersenyum dan mendekat pada Ibu Jasmine.

"Ini Gigi, kekasih Haga."

Gigi mengangguk, dia menyambut uluran tangan dan membalas kecupan teman-teman Ibu Haga. Dia tersipu malu, saat mereka memuji kecantikan serta gaun yang dikenakan.

"Benar sekali, ini salah-satu rancangan yang akan terbit beberapa minggu lagi."

Suara pujian kembali terlontar, kini sasarannya Ibu Jasmine. Gigi tersenyum. Pantas Haga bilang promosi yang bagus, ternyata ini maksudnya.

Ibu Jasmine seorang perancang busana kelas atas, dan bodohnya Gigi baru menyadari sekarang. Dia memarahi diri sendiri dan merasa senang  bisa memakai salah satu gaun rancangan Ibu Jasmine.

Setelah basa-basi selama beberapa menit, Gigi kembali di seret Haga ke tengah lantai dansa.

"Aku tidak pandai berdansa," kata Gigi terbata. Dia gugup karena menjadi pusat perhatian tamu-tamu yang datang, mendapat tatapan penuh minat Haga dan juga perubahan gaya bicaranya.

Gigi menggigit bibirnya, Haga tidak memberi respons apa pun. Apa dia salah bicara? Bukannya Haga yang memintanya untuk tidak terlalu sopan dan kaku.

"Kamu tinggal mengikuti gerakanku." Haga menarik Gigi merapat, dia meletakan tangan di pinggul Gigi dan mulai bergerak mengikuti alunan music.  "Mudah bukan?" Gigi mengangguk, dia tersenyum senang.

"Aku harus menciummu," kata Haga setelah mendengar music menjadi semakin slow. Menyihir siapa saja untuk memberi ciuman pada pasangan dansa.

"Apa?" Gigi mengangkat kepala dari atas dada Haga, dia menatapnya terkejut. 

"Lihat sekitar." Mengikuti apa yang di katakan Haga, Gigi menahan napas melihat pasangan lain saling berciuman.

"Tapi perjanjiannya-"

"Aku beri libur 14 hari, tanpa potong gaji."

Gigi melotot tak senang, harga dirinya tidak serendah itu. "Saya tidak mau!" Gigi menggeleng tegas. 

"Say, heh?"

Gigi tidak menjawab sindiran Haga. Salah Haga sendiri yang membuatnya kesal.

"Oke, aku minta maaf." Menarik kepala Gigi ke dadanya, Haga kembali berkata, "tapi tak bisakah kamu menolongku, Mam tidak akan percaya kita memiliki hubungan jika tidak melakukannya."

Gigi mengerjapkan mata, di mengikuti arah yang tunjuk Haga. Meringis melihat Ibu Jasmine tengah menatap ke arah mereka.

"Hanya sekedar kecupan, bagaimana?"

Gigi menghela, dia masih berat melakukannya. Bukan karena ciuman Haga yang tak nikmat, tapi sebaliknya dia takut tidak puas dan meminta lebih.

"Gigi?" Haga memanggil, tapi Gigi terus terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "Jika kamu terus diam, aku benar-benar akan melakukannya, Gi."

Ancaman Haga tidak juga membuat Gigi membuka mulut, pikirannya buntu. "Baiklah, jangan salahkan aku." Haga memperlambat gerakan, dia mendongakkan kepala Gigi dan tersenyum. "Aku akan benar-benar menciummu."

Jatah upnya ini kemarin, tapi karena kemarin dari mau tidur sampe bangun sahur dan tidur lagi mati lampu aku terpaksa tunda up. Bukan karena gak siap, tapi karena gak ada sinyal 😂😂😂























Continue Reading

You'll Also Like

213K 6.5K 7
Sakit hati karena dijadikan bahan taruhan oleh Leon, cowok yang sedang PDKT dengannya, membuat Zara marah dan dendam. Akhirnya dia meminta bantuan pa...
2.8M 141K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
935K 11.7K 6
Luna dan Laura. Kembar non-identik, namun sama-sama cantik. Perbedaan di antara mereka sangat mencolok. Jika Luna mengejar prestasi, maka Laura menge...
2.7M 195K 35
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...