Story of Reina [SELESAI]

By deardess

157K 13.1K 2K

"Lupa lepas cincinnya, Fan." "Kenapa harus dilepas?" "Lo nggak baik-baik aja kalau cincinnya masih dipake. Iy... More

Trailer Reina
Story of Reina Mempersembahkan
BAGIAN 1: Berita Tidak Baik
BAGIAN 2: Gadis Itu
BAGIAN 3: Bertemu
BAGIAN 4 : Kejujuran
BAGIAN 5: Semua Tau
BAGIAN 6: Dijemput Alaric
BAGIAN 7: Birthday Party
BAGIAN 8: Kabar Buruk?
BAGIAN 9: Permintaan Maaf Reina
BAGIAN 10: Engagement
BAGIAN 11: Compulsion
BAGIAN 12: Bye Papa!
BAGIAN 14: Rayyan
BAGIAN 15: Uncertain
BAGIAN 16: Uncertain 2
BAGIAN 17: Akhir Cerita Cinta
BAGIAN 18: Pacar Saya
BAGIAN 19: Terlanjur Mencinta
BAGIAN 20: Bye Mantan!
BAGIAN 21: Alissa?
BAGIAN 22: Dia Kembali
BAGIAN 23: Halusinasinya Alaric
BAGIAN 24: Mulai Mencoba
BAGIAN 25: Sea And Memories
BAGIAN 26: Alissa Dan Kejutanya
BAGIAN 27: Prioritas Alaric
BAGIAN 28: Nyanyian Di Bawah Hujan
BAGIAN 29: Pesan Dari Mahessa
BAGIAN 30: Pemberontak Kecil
BAGIAN 31: Akhir Kisah Kita
BAGIAN 32: Gagal Married?
BAGIAN 33: Ujung Tanduk
BAGIAN 34: Saran Dari Alaric
BAGIAN 35: Kenal Lebih Dekat Dengan Alissa
BAGIAN 36: Bersama Mahessa
BAGIAN 37: Kepergian Alissa
BAGIAN 38: Tertampar Kenyataan
BAGIAN 39: Kekang
BAGIAN 40: Acha Dan Alaric?
BAGIAN 41: Jadi Mau Kemana?
BAGIAN 42: Sunset Elite
BAGIAN 43: Gimik
BAGIAN 44: Awal Sesungguhnya
BAGIAN 45: Milik Kamu
BAGIAN 46: Mengenal Sang Juara Umum
BAGIAN 47: Ambisi Romi
BAGIAN 48: Bubar
BAGIAN 49: Fase Menerima
BAGIAN 50: Kue Matcha Acha
BAGIAN 51: Sebuah Kesepakatan
BAGIAN 52: Solusi Move On
BAGIAN 53: Damai
BAGIAN 54: Malam Minggu
BAGIAN 55: Suka
BAGIAN 56: Exp
BAGIAN 57: Keadilan
BAGIAN 58: Kamu Tunangan Saya
BAGIAN 59: Melangkah Dari Awal
BAGIAN 60: Bertaut
BAGIAN 61: Diem, Dingin.
BAGIAN 62: Sesuai kenyataan
BAGIAN 63: Akhir
EPILOG
CHIT CHAT SOR

BAGIAN 13: Kecewa

2.3K 207 10
By deardess

Reina mengekori Alaric menaiki tangga, lalu berhenti di hadapan pintu bercat hitam yang sebelumnya sempat dia singgahi. Alaric tampak mengeluarkan kunci, lalu Ia membuka pintu itu lebar-lebar.

"Masuk!" titahnya. Reina lantas mengambil koper dan menyeretnya masuk ke dalam sana. Sesaat gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. Cat tembok berwarna biru tua dengan pernak pernik serba hitam, benar-benar menunjukkan kesan kamar khas anak lelaki.

"Jaga baik-baik kamar saya. Jangan sampe ada satu pun barang yang pecah atau rusak. Kamu bisa pake lemari sebelah kanan buat nyimpen baju, yang sebelah kiri jangan pernah dibuka karena sebagian baju saya masih ada di sana," jelas Alaric membuat Reina terperangah. Ini adalah kalimat terpanjang yang pernah ia dengar dari mulut Alaric.

"Paham kan?" tanya Alaric lagi membuat Reina spontan menganggukkan kepalanya paham.

"Istirahat! Ini kunci kamarnya." Alaric menaruh kunci itu di atas nakas. Setelahnya dia berlalu pergi dengan menutup pintu sedikit kencang hingga menciptakan bunyi.

Reina mencibir, "Istirahat! Hih!" katanya meniru ucapan Alaric.

Tidak ingin memikirkan sikap menyebalkan Alaric lebih lama, Reina pun memilih mendudukan tubuhnya di atas kasur. Sepertinya kamar ini memang sudah lama tidak ditempati, buktinya kasur yang dia duduki saat ini sedikit berdebu.

Reina merebahkan tubuhnya di atas kasur setelah sebelumnya menepuk-nepuk kasur itu pelan. Kamar Alaric rupanya tidak terlau buruk, suasananya sangat nyaman. Ya, walaupun pemilihan cat dan pernak-pernik nya bukan Reina sekali.

Cklek

Pintu kamar tiba-tiba terbuka membuat Reina langsung menegakkan tubuhnya kembali. Mata gadis itu menanam ketika melihat kehadiran Alaric di ambang pintu. Bibirnya mencebik kesal, dasar tidak punya sopan santun!

"Bisa kali Kak, ketuk pintu dulu," ujar Reina.

"Maaf, ini!" Alaric berujar sembari menyerahkan satu set spring bed baru kepada Reina. "Ganti dulu sprei nya, baru tiduran," kata Alaric lagi.

"Hm." Tanpa mengucap apa pun lagi, Alaric langsung keluar dan menutup pintu kamarnya kembali.

Dengan sedikit enggan Reina terpaksa mengganti semua sprei tempat tidur dengan sarung bantal bantalnya sekaligus. Setelah selesai, dia menghembuskan napas panjang dan kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Nyamannya!" seru Reina dengan mata terpejam.

Reina mengecek jam di ponselnya. Rupanya sudah jam 2 siang. Mungkin dia harus mandi karena tubuhnya terasa sedikit lengket. Namun sebelum itu terjadi Reina lebih dulu menepuk jidatnya sendiri ketika mengingat bahwa dia tidak membawa perlengkapan mandi sama sekali. Dia hanya membawa baju juga buku-buku pelajarannya. Tidak masalah, dia bisa membelinya di supermarket nanti.

Reina dengan segera mengambil dompetnya, lalu dia turun ke lantai bawah. Netra matanya menemukan Cika yang masih stay di hadapan laptop. Apalagi pekerjaannya kalau bukan nonton drama korea?

"Cika?" panggil Reina membuat Cika menoleh sekilas ke arahnya.


"Kenapa Kak?"

"Emm... disekitaran sini minimarket dimana ya?" tanya Reina.

"Ada di depan komplek. Kenapa emangnya Kak?"

"Ada yang mau aku beli. Jauh nggak kira-kira?"

"Lumayan, tapi nggak terlalu jauh juga. Mau Cika anterin?"

Reina menaikan sebelah alisnya, "Naik apa?"

"Ada sepeda di garasi. Tapi Kak Reina yang bonceng Cika ya." Reina terdiam untuk beberapa waktu. Dulu dia bisa sih naik sepeda, tapi sekarang sudah lama dia tidak pernah mengendarai kendaraan beroda dua itu. Rasanya Reina tidak yakin jika tidak akan jatuh selama di perjalanan.

"Eh, Bang!" Tiba-tiba Cika memanggil seseorang membuat Reina seketika mengikuti arah pandang Cika. Rupanya di ujung sana ada Alaric yang hendak keluar dari rumah.

"Kenapa?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat ke atas.

"Abang mau kemana?"

"Pulang," balas singkat Alaric. Pulang yang dimaksud adalah pulang ke Apartemen.

"Nah, Kak Reina bareng aja sama Abang ke depan. Kalau naik sepeda panas, sia-sia Cika skincareran selama ini," kata Cika sedikit berbisik pada Reina.

"Kenapa Cik?" tanya Alaric yang masih di tempatnya.

"Ini, Kak Reina mau nebeng ke depan katanya," ujar Cika membuat mata Reina membulat sempurna. Sejak kapan dia berucap seperti itu?

"Mau kemana?" tanya Alaric beralih pada Reina. Mendengar itu dengan sengaja Cika menyenggol tangan Reina membuat gadis itu mengerjap.


"Eh?"

"Kemana?" tanya Alaric lagi.

"Minimarket."

"Ayo!"

"Tuh Kak sana bareng Abang aja. Biar enak naik mobil, ada AC nya," bisik Cika pada Reina.

"Jadi ikut apa nggak?" Suara Alaric kembali terdengar.

"Eh? Iya jadi," respon Reina spontan. Setelah itu Alaric melenggang keluar dengan Reina yang mengekor di belakangnya.

"Kak Reina! Cika titip es krim ya!"

* * *

Reina benar-benar diantarkan oleh Alaric hingga di depan minimarket. Gadis itu hendak turun dari mobil setelah mengucapkan kata 'terima kasih'. Dia kira Alaric akan menunggunya hingga selesai berbelanja, nyatanya cowok itu langsung pergi ketika Reina sudah masuk ke dalam minimarket membuat Reina merutuk dalam hati atas kelakuan Alaric.

Setelah selesai membayar belanjaannya Reina mematung di luar minimarket, memikirkan cara untuk pulang. Tak ada cara lain akhirnya Reina pun memilih berjalan kaki, untung dia masih mengingat jalan pulang. Ternyata hanya memakan waktu 10 menit dia sudah sampai di rumah Alaric. Reina masuk ke dalam rumah dan kedatangannya langsung disambut hangat oleh Gina.

"Loh, katanya kamu pergi bareng Al? Al nya mana? Bunda kok nggak denger suara mobil?"

"Kak Al tadi langsung pulang ke Apartemennya, Bunda," balas Reina.

"Dia nggak nganterin kamu pulang?" Reina menggigit bibir bawahnya, lalu menggeleng pelan.

"Duh, dasar anak itu. Apa salahnya sih anterin kamu dulu ke sini. Terus kamu tadi pulang naik apa?"

"Jalan kaki. Reina nggak masalah kok Bun, orang deket ini kan."

"Ya tetep aja Bunda jadi nggak enak sama kamu. Nanti lain kali kalau mau pergi kemana-mana kamu bisa minta anter Mang Ujang ya, jangan pergi-pergi sendirian."

"Makasih Bunda, tapi nggak usah ah. Reina nggak enak, Mang Ujang kan sopirnya Bunda."

"Sopir Bunda, sopir kamu juga. Pokoknya jangan sungkan kalau butuh apa-apa. Kamu anggap aja lagi di rumah sendiri, jangan nggak enakan. Bunda udah nganggep kamu kaya anak sendiri loh," ujar Gina. Reina tersenyum hangat, rasanya dia seperti menemukan sosok Mamanya lagi.


"Makasih Bunda." Gina menganggukkan kepalanya.


"Bunda ke belakang dulu ya."

"Kak Reina!" panggil Cika sembari tergesa-gesa menuruni anak tangga.

"Titipan Cika mana?" tanyanya. Menyodorkan tangan ke hadapan Reina. Reina membongkar isi kresek belanjaannya. Selain membeli peralatan mandi dia juga membeli beberapa camilan, Karena dia termasuk tipe orang yang tak bisa hidup tanpa camilan. Apalagi kalau sudah lapar ketika tengah malam.

"Nih! Diganti ya uangnya." Reina menyerahkan beberapa bungkus es krim kepada Cika.

"Gantinya minta sama Abang aja ya, Kak? Cika nggak punya uang. Kalau minta sama Bunda nanti dimarahin lagi," kata Cika cemberut.

"Haha... bercanda. Nggak usah diganti nggak apa-apa, itu traktiran dari aku."

"Beneran?" tanya Cika dengan mata berbinar nya. Reina menganggukkan kepala.

"Aaaaaa!! Makasih Kak Reina. Kak Reina cantik deh."

"Sama-sama. Udah ya, mau mandi dulu gerah banget soalnya."

* * *

Selesai mandi Reina turun ke lantai bawah dengan penampilan rapinya. Sesaat dia celingukan mencari keberadaan Gina untuk meminta izin pergi latihan sekaligus mengisi acara di Kafe Erlan.

"Bunda?" panggil Reina saat menemukan Gina yang tengah sibuk di dapur.

Gina menoleh, "Eh, iya kenapa sayang?"

"Reina mau pamit latihan, sekaligus nanti langsung ngisi acara di Kafe-nya Bang Erlan."

"Pergi sendiri?" tanya Gina yang dibalas anggukan kepala Reina.

"Diantar Mang Ujang aja ya? ayo Bunda anterin ke Mang Ujang." Gina tampak mencuci tangannya di wastafel.

"Ehh gak usah gapapa Bun. Reina bisa pergi sendiri kok."

"Nggak apa-apa. Mang Ujang udah digaji sama Bunda, jadi kamu diantar Mang Ujang aja biar Mang Ujang ada kerjaan." Gina merangkul bahu Reina, lalu membawanya keluar rumah dan bertemu Mang Ujang.

"Mang!" panggil Gina, membuat Mang Ujang yang sedang menonton televisi di dalam pos menoleh.


"Eh, Iya kenapa, Bu?"

"Ini, tolong antarkan Reina ke Kafenya Erlan ya?"

"Ohh, siap-siap. Ayo Neng Mang ujang anterin." Mang Ujang berlalu mengeluarkan mobil di garasi.

"Tuh, gih sana hati-hati ya. Nanti kalau mau pulang kabarin Bunda aja."

"Iya makasih Bunda." Gina tersenyum kepada Reina.

"Ayo Neng!" panggil Mang Ujang dari dalam mobil.

"Reina pamit ya, Bun," pamit Reina sesaat setelah mencium punggung tangan Gina.

* * *

Reina berjalan memasuki Kafe. Langkah jenjang kakinya langsung membawa dia masuk ke ruangan khusus penyimpanan alat-alat musik, yang di mana ruangan itu juga dipakai untuk latihan sebelum tampil.

"Nah, tuh datang!" sapa Alfi pertama kali. Fano yang mendengar seruan itu langsung menoleh ke arah Reina, sesaat kemudian dia langsung menghampiri gadis itu.


"Kesini sama siapa?" tanyanya.

"Naik ojek."

"Ojek nya pake mobil ya, Rein?" Rayyan tiba-tiba datang dan bersuara. Reina merutuk dalam hati, mengapa cowok itu bisa tau? Fano menatap Reina penuh tanda tanya, sedang yang ditatap menggigit bibir bawahnya gugup karena ketahuan berbohong.

"Nanti dijelasin," ujar Reina dengan senyuman di wajahnya, mencoba menenangkan Fano.

Mendadak suasana di ruangan itu terasa dingin. Semua mata tertuju ke arah Reina, membuat tubuh gadis itu panas dingin.

"Tunggu apa lagi? Ayo kita latihan!"

* * *

Selesai mengisi live music, Fano menarik Reina untuk duduk di salah satu meja Kafe sebentar. Reina tau Fano sedang marah kepadanya, terlihat sejak kejadian di ruang latihan itu sikap Fano terasa lebih dingin dari biasanya.

Fano itu paling tidak suka dibohongi. Baginya akan lebih baik menerima kejujuran walaupun mungkin kejujuran itu akan menyakiti hatinya. Makanya selama ini Reina selalu mengatakan semuanya kepada Fano. Ya, kecuali yang tadi. Dia hanya menunggu waktu yang pas untuk bercerita kepada Fano.

Fano menatap Reina yang duduk di hadapannya intens. Tatapan matanya sungguh tidak bersahabat, membuat jantung Reina berdetak tak karuan.

"Kenapa bohong?" tanyanya.

"Maaf."

"Jelasin semuanya. Gue tau ada yang ditutupi."

Reina meremas baju bagian bawahnya. "Oke gue cerita. Tapi jangan marah ya?"

Fano menganggukan kepalanya.

"Janji?" tanya Reina lagi.

"Iya, sayang."

Reina tersenyum, baru hatinya sedikit tenang.
"Jadi, Papa lagi di Singapura, kan. Nah, Papa bilang dia nggak akan tenang kalau biarin aku tinggal sendirian di rumah. Jadi selama Papa di Singapura, sementara aku tinggal di rumah Tante Gina."

"Tante Gina?" beo Fano.

Reina mengangguk ragu. "Bundanya Kak Alaric."

Raut wajah Fano berubah datar. Dia tau siapa Alaric itu.

"Maaf ...," lirih Reina. Tangannya bergerak untuk menggenggam tangan Fano.

"Tapi percaya deh di sana tinggalnya cuman bareng bunda, ayah, sama adiknya aja. Kak Alaric nya tinggal di Apartement." Reina menggigit bibir bawahnya. Fano tidak terlihat akan merespon ucapannya.

"Dan soal yang tadi, maaf udah bohong sama kamu, yang antar aku itu supir di rumahnya Tante Gina. Alesan aku nolak tawaran buat jemput, ya karena mau jelasin ini dulu, kalau untuk sementara gue nggak tinggal di rumah." Mata Reina kembali menatap Fano. Jari jemari gadis itu bergerak mengelus tangan Fano.

"Fan, marah?" Fano tampak menghembuskan napasnya kasar, sebelum akhirnya dia tersenyum kepada Reina.

"It's okay. Gue ngerti perasaan Papa lo gimana. Nggak masalah lo tinggal di rumah Tante Gina sementara, mungkin bakalan lebih aman tinggal di sana."

"Nggak marah, kan?" tanya Reina lagi.

Fano menggelengkan kepala. "Nggak. Cuman jangan diulangi lagi ya?"

"Aaaa makasi Fano! Makin sayang, deh! Iya janji nggak akan diulangi lagi." Seulas senyum terbit di bibir Fano. Tangannya bergerak menjepit hidung Reina.

"Sekarang mau gue anterin pulang?" Reina tampak menimang-nimang. Dia sebenarnya takut ketahuan Gina, lalu Gina melaporkan pada Romi, kan kacau urusannya. Tapi dia juga tidak bisa menolak Fano untuk kedua kalinya. Akhirnya setelah mempertimbangkan banyak hal, Reina pun menganggukan kepala.

"Tapi kaya biasa ya?"

Fano mengangguk, dia paham maksudnya.

- Bersambung -

Continue Reading

You'll Also Like

218K 8.2K 62
Dimulai dr partner kerja! Akankah mereka saling mencintai?
126K 3.8K 42
Gunanda Vernandos Alegro & Riana Realdi Dua orang yang selalu bertengkar, yang berujung dengan Riana yang mengganggu Nando, dan Nando yang hanya mem...
517K 25.6K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
5.9K 1.9K 65
{FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA !!} {HARGAI AUTHOR DENGAN VOTE KALIAN !!} NO PLAGIAT! PYUR HASIL KARANGAN + HIDUP NYATA "Jadi itu anak dia? Aku kira kam...