Haga & Gigi

由 MbakTeya

7.6M 314K 12.2K

#Kissing With the Boss Karena mabuk Gigi tanpa segaja mencium Haga, Boss tempatnya bekerja 更多

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh-END

Sepuluh

293K 13.8K 406
由 MbakTeya

Makan siang ditemani Haga dan Gigi 😎😎

Gigi mengeram, dia meremas kepala yang terasa sangat nyeri. Tidak sanggup bangkit, dia memilih tetap berbaring. "Aishh." Meringis, Gigi memijat kepala. Dengan menahan sakit dia berusaha mencari ponsel yang entah ada di mana. "Kantor," gumamnya pelan. Kepala semakin sakit saat teringat ponselnya tertinggal di kantor.

Tidak sanggup bangkit, Gigi merasa kepalanya sangat berat. Namun dia harus menghubungi Samuel agar bisa mengantikkannya hari ini. Masa bodo dengan rencana lelaki itu yang akan masuk Senin nanti. Yang terpenting sekarang ada seseorang yang menduduki kursi sekretaris agar Haga tidak bekerja seorang diri.

Memaksakan seluruh tenaga, akhirnya Gigi bisa bangun. Dia berjalan ke luar kamar dengan sempoyongan.

Gigi menghubungi Samuel, dia hanya bicara seperlunya saja. Kepalanya nyaris meledak. Meletakan telepon di posisi semula, Gigi memejamkan mata dan tak lama dia kembali jatuh tertidur.

Entah pukul berapa Gigi kembali membuka mata. Dia meringis, kepalanya masih sangat sakit, perutnya juga. Gigi kelaparan tapi dia tidak bisa melakukan apa pun. Bergerak sedikit saja, dia merasa kepalanya membesar.

Dia masih tertidur di sofa, sepertinya sudah sangat lama di sini. Gigi sedang memijat kepala, saat bel apartemen berbunyi.

Gigi mengabaikan, mendengar suara bel, kepalanya menjadi semakin sakit. Namun, suara itu tidak mau berhenti, membuat Gigi mengeram dan terpaksa bangkit.

Kembali, Gigi tertatih menuju pintu. Dia memegang kepala, takut sewaktu-waktu kepalanya akan terjatuh dan gelinding menjauhi tubuhnya.

"Pak Haga." Gigi mengerjapkan mata. Dia bersandar di pintu menatap sang tamu dengan pandangan berkunang. Entah benar Haga atau bukan, Gigi tidak yakin lagi dengan pandangannya.

Kepalanya semakin pusing, matanya berkunang-kunang. Gigi nyaris jatuh ke lantai andai sang tamu tidak menangkap tubuhnya.

"Gigi?"

"Ya," kata Gigi untuk terakhir kalinya sebelum kesadarannya benar-benar hilang.

Entah berapa lama Gigi tertidur, dia merasakan ada seseorang di sampingnya. Namun, saat membuka mata untuk ke sekian kali, dia sendiri. Tidak ada siapa pun di apartemennya. Membuat Gigi menjadi meragukan penglihatannya beberapa jam lalu.

Rasa sakit di kepala semakin berkurang, Gigi bangkit dan terkejut saat handuk jatuh dari kening. Dia mengambil benda tersebut dan menatapnya.

Berarti benar, tadi memang ada seseorang di apartemennya.

Gigi turun dari ranjang, dia bergegas ke luar kamar. Matanya liar mencari Haga atau siapa pun itu yang tadi merawatnya.

Lelah mencari dan tidak menemukan orang lain selain dirinya sendiri, Gigi duduk di sofa. Memijat kening, dia sangat yakin tadi Haga ada di sini. Dia ingat saat membukakan pintu untuk Haga atau sebenarnya bukan lelaki itu?

Meremas kepala, Gigi bangkit dan kembali berjalan. Langkahnya terhenti, dia memutar dan masuk ke area dapur, ada tas kerjanya di atas meja.

Gigi merogoh ke dalam tas, mencari ponselnya. Saat menemukan benda tersebut keyakinan Gigi semakin besar jika Haga tadi ada di sini.

Menarik napas panjang, Gigi duduk. Dia menangkup wajah dengan kedua tangan, terisak memikirkan nasibnya.

Sudah dari kemarin Gigi ketakutan. Membiarkan dirinya kehujanan, tidak memasukkan apa pun ke dalam mulut dan berakhir tidur sangat larut dengan baju yang belum di ganti.

Gigi panik, dia menampar Bosnya, bukan hanya itu, dia juga membuat robek bibir Haga. Padahal Haga tidak salah apa pun, dia tidak melecehkannya. Kecupan itu tidak ada, itu hanya ada dalam khayalannya saja.

Isakan Gigi semakin memilukan, dia takut di pecat. Dan lebih takut lagi jika aksinya dilaporkan ke polisi. Dia akan mendekam lama di dalam jeruji dengan kasus penganiayaan. Haga punya banyak uang, ingat.

Puas menangis, Gigi membaringkan kepala. Tanpa sadar dia tertidur di sana. Pukul tiga pagi Gigi terbangun dengan jantung berdebar. Keringat membasahi wajah. Dia harus menggulung rambut agar tidak kegerahan.

Gigi mengumpat, dia mengelus dadanya yang masih menyisihkan debar. Mimpinya sangat buruk, ia bermimpi di masukan ke dalam penjara oleh Haga. Membuatnya menjadi semakin takut menghadapi lelaki itu nanti. Ingin izin, tapi pusing di kepala sudah menghilang.

Bisa jadi dia benar-benar di pecat jika bolos lagi. Pasrah, Gigi bangkit. Dia akan berbaring beberapa jam di ranjang, untuk menghilangkan rasa pegal di tubuh.

Belum puas rasanya dia berbaring, alarm sudah kembali membangunkannya. Tanpa semangat Gigi bersiap, satu jam kemudian dia sudah sampai di tempatnya bekerja.

Kakinya terasa sangat berat untuk diajak melangkah.

"Gi."

Tepukan di bahu, membuat Gigi menoleh. Dia memaksakan senyum melihat Samuel di sampingnya.

"Sudah sehat?" Gigi mengangguk. "Ayo masuk, Pak Haga kemarin sempat nyariin kamu."

Dengan kepala menunduk Gigi mengikuti langkah Samuel. "Tapi aneh sih, Gi. Pak Haga abis nayain kamu, dia juga menghilang dan enggak balik lagi ke kantor. Untung ini kantornya ya, kalau enggak udah di pecat kali, hilang tanpa keterangan gitu."

Samuel di sampingnya terus berbicara, Gigi mengangguk saja dengan pikiran tak tentu arah.

Kemungkinan besar, Haga menungguinya seharian. Sepertinya Gigi harus banyak-banyak mengucapkan terima kasih nanti, dan jika Haga tidak melaporkannya ke polisi, di akan menuruti apa pun yang Haga minta.

"Jangan melamun Gi, nanti sakit lagi." Samuel menariknya yang hampir saja menabrak tembok.

Gigi meringis, kembali mengucapkan terima kasih sebelum duduk di kursinya dengan tenang. Mulai menghidupkan komputer dan mengerjakan pekerjaannya yang tertunda.

"Mau kopi enggak, Gi?"

"Boleh deh, agak pahit ya, Mas." Gigi menyengir, dia tersenyum melihat Samuel mengacungkan kedua jempol tangannya.

"Kamu sudah masuk?"

"Sudah, Pak." Gigi bangkit dia membungkuk hormat pada Haga. Sedikit terkejut melihat kedatangan lelaki itu yang tidak di dengarnya.

"Sudah sehat?"

Mengangguk. Gigi berkata, "Terima kasih Pak, ini semua berkat, Bapak."

Gigi melirik wajah Haga, tidak ada bekas luka di wajah tampan lelaki itu. Masih sempurna seperti sebelum-belumnya. Berarti dia aman, kan? Gigi meyakinkan diri sendiri, tapi meskipun begitu dia masih merasa tidak nyaman. Gigi belum meminta maaf atas aksinya, membuat apa pun yang dia kerjakan hari itu menjadi serba salah.

Sudah Gigi putuskan, setelah jam kantor habis dia akan menghadap Haga, meminta maaf secara pribadi pada bosnya. Dan sekarang di sini lah dia, duduk menghadap Haga dengan gugup.

"Ada apa?"

Itu menjadi pertanyaan kedua Haga, tapi Gigi masih tidak mampu membuka mulut.

"Gigi?"

Menelan kegugupannya, Gigi memberanikan diri menatap Haga. "Saya mau meminta maaf, Pak." Gigi memulai, tangannya di remas dengan kuat. "Saya benar-benar minta maaf sudah lancang kemarin lusa."

Gigi berdoa dalam hati, semoga Haga mau memaafkannya.

Lima menit terlewat, dan Haga masih terdiam. Kepala Gigi yang awalnya tegak, lama-kelamaan menjadi menunduk. Tidak berani menatap Haga yang menghunusnya dengan tatapan tajam.

"Tak."

Gigi mengintip dari celah poni, dia mengeluh saat kotak cincin itu kembali di keluarkan.

"Ambil itu dan saya akan memaafkan kamu," kata Haga membuat Gigi bimbang.

"Enggak ada cara lain, Pak. Bapak kan bisa ajak pacar Bapak atau Gadis yang ulang tahun kemarin." Tangan Gigi masih di pangkuannya, dia harus bisa menawarkan gadis lain agar dirinya aman.

"Ambil itu dan saya akan memaafkanmu."

Gigi menarik napas panjang, suara Haga yang semakin dingin membuatnya tidak berani membantah. Dia ingin menolak, sumpah mati Gigi tidak ingin pergi keluar Negeri bersama Haga. Apalagi menemui keluarga lelaki itu. Dia bisa menebak, seheboh apa gosip jika dia ikut pergi bersama Haga.

Tapi jika dia menolak, sudah pasti dia akan mendapat kesulitan besar di kantor ini.

Menghembuskan napas panjang, tangan Gigi terulur mengambil kotak cincin tersebut dengan wajah nelangsa.

"Hanya pura-pura kan, Pak." Gigi menatap Haga dengan wajah menahan tangis.

"Hem."

"Jangan macam-macam ya, Pak," kata Gigi menelan ludah dia mengambil kotak Cincin itu dengan tangan bergetar.

"Hem."

Gigi menggigit bibir, dia menggenggam kotak cincin tersebut dengan erat. Kira-kira jika dia menghilangkan cincin ini, kena kasus tidak ya?

"Buka."

"Apa, Pak." Gigi sedang menyusun rencana apa kiranya yang bisa membuat Haga membatalkan ajakannya, sehingga dia kurang paham dengan apa yang di katakan lelaki itu.

"Buka."

Gigi memasang wajah bingung. Dia mengusap lehernya dengan sebelah tangan.

"Kotaknya"

"Oh... iya, Pak." Cepat-cepat Gigi membuka kota cincin, tarikan napasnya terdengar sangat kuat saat isi di dalam kotak tersebut terpapar di depan mata.

Gigi melogo, terkejut melihat berlian yang sangat berkilau ada di sana. Ini cincin yang berbeda dengan cincin kemarin lusa.

"Kamu tidak suka? Kita bisa menggantinya sebelum berangkat."

"Bukan begitu," kata Gigi meletakan kotak cincin ke atas meja. Dia jadi menyesal berniat menghilangkan cincin ini.

Ini cincin yang sangat mahal, bahkan gaji empat bulan Gigi di kantor ini masih belum bisa membelinya. Menelan ludah gugup, Gigi berkata, "Ini terlalu mewah untuk tanda jadian, Pak."

"Kamu meremehkan saya." Haga mendengkus, dia menatap Gigi tajam.

"Eh. Bukan begitu, Pak." Gigi bergerak gelisah. Dia menggerutu dalam hati, kenapa Haga jadi marah padanya?

Haga mengangguk, puas. "Masalah selesai. Kita berangkat dua hari lagi."

"Tapi, Pak...."

"Tidak ada tapi-tapian." Haga menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Tampak puas atas keputusan Gigi. "Sekarang pulanglah, siapkan apa yang kamu butuh kan untuk perjalanan kita."

Gigi masih duduk di kursinya, dia kesulitan mengerakkan tubuh. Terasa sangat berat, saat harus menuruti perintah Haga.

"Gigi."

Dengan wajah sedih, Gigi bangkit. "Saya permisi, Pak." Gigi menunduk hormat, dia mundur satu langkah dan berbalik, lalu berjalan ke pintu keluar.

"Tunggu."

Gigi langsung membalikkan tubuh menghadap Haga, dia mengerutkan kening bingung. "Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Gigi dengan senyum ramah.

"Kembali." Haga mengerakkan telunjuknya, meminta Gigi kembali.

Dengan berat hati Gigi memutuskan kembali. Dia menggerutu, tadi Haga menyuruhnya pulang, dan sekarang memintanya kembali. Sebenarnya mau bosnya ini apa?

"Kemarikan tangan kananmu."

"Untuk apa, Pak?" Bukannya menurut, Gigi malah memasang wajah panik dan memeluk tangan kanannya. Dia menatap mata Haga waswas. Ketakutan terlihat sangat jelas dari bola matanya.

"Kemarikan saja." Decak Haga jengkel atas sikap Gigi.

Ragu-ragu Gigi mengulurkan tangan, dia tersentak kaget saat Haga menyentuh tangannya. Dia menatap wajah Haga dan tangannya secara berulang-ulang.

Gigi juga mengeluh, merasakan jantungnya mangulah, bertingkah dengan debar-debar menyebalkan

Pasti ini karena rasa panik yang diderita, iya kan?

Kembali memfokuskan mata pada apa yang hendak dilakukan Haga, Gigi berseru panik, "Apa yang Bapak lakukan?" Gigi menepis tangannya hingga terlepas dari genggaman Haga. Dia mundur beberapa langkah, menatap Haga ngeri.

Dentingan cincin yang terlepas dari tangannya, menjadi back soud menyeramkan. Gigi kembali mundur, membuat jarak sejauh mungkin dari Haga.

"Gigi! Kamu buang ke mana cincin saya?"







繼續閱讀

You'll Also Like

1.2M 81K 32
Sex On The Beach, minuman yang mengantarkan Kayera pada kerumitan. Mulai : 16 Oktober 2021 Selesai : 15 November 2021
1.7M 57.3K 54
BUDAYAKAN FOLLOW AUTHORNYA DULU SEBELUM BACA WARNING 21+ (MENGANDUNG ADEGAN DEWASA, BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN) Andini merasa penat dengan pernik...
5.8K 629 29
Jangan pernah melihat sesuatu hanya dari satu sisi. Orang yang terlihat membenci kamu, bekum tentu ia benar-benar membenci
1K 234 10
Cerita ini hanya sebuah novella, ditulis dalam beberapa chapter pendek. *** Setelah tragedi penggerebekan organisasi narkoba itu, dia pergi. Dia meni...