Haga & Gigi

By MbakTeya

7.6M 314K 12.2K

#Kissing With the Boss Karena mabuk Gigi tanpa segaja mencium Haga, Boss tempatnya bekerja More

Satu
Dua
Tiga
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh-END

Empat

431K 17.5K 719
By MbakTeya

Ketukan di pintu, membuat Gigi terpaksa meninggalkan meja rias. Padahal dia tinggal menyapukan lipstik. Bergegas membuka pintu dan terkejut melihat Haga berdiri di sana. "Pak, ada yang bisa saya bantu?"

"Kamu belum selesai? Apa yang kamu kerjakan di dalam sana selama berjam-jam?"

Tatapan datar Haga membuat Gigi memaksakan senyum, dia kesal bukan kepalang. Haga tak tahu, tampil cantik untuk seorang gadis butuh waktu lama.

"Maafkan saya," kata Gigi, "saya akan selesai beberapa menit lagi."

"Bagus, tiga menit lagi kita berangkat, cepatlah." Haga berbalik, dia meninggalkan Gigi begitu saja.

Melihat Haga menghilang di balik tembok, Gigi bergegas masuk dan merapikan dandanannya. Tak sampai tiga menit Gigi sudah menunggu Haga di ruang tamu.

Gigi berdiri, lalu memutuskan duduk saat pegal mulai menyerang kaki. Haga tak kunjung keluar, padahal tiga menit sudah terlewat.

Kesal dia melangkah dan mengetuk pintu kamar Haga, tapi apa mau di kata lelaki itu tak menjawab panggilannya. Berpikir Haga sedang berada di dalam kamar mandi, Gigi kembali ke sofa, duduk di sana sembari menahan kesal.

"Ah. Kamu sudah selesai."

"Sudah Pak, sudah dari setengah jam lalu," kata Gigi tersenyum manis. Mencoba menyembunyikan kekesalannya.

"Benarkah?" Haga mengerutkan kening. "Tapi kamu masih terlihat sangat cantik, seperti baru saja keluar dari salon."

Wajah Gigi memerah, dia menggigit bibir agar senyum tak terbit terlalu lebar. Mendehem, Gigi berkata, "Terima kasih Pak."

Haga mengangguk, dia melangkah meninggalkan Gigi begitu saja.

Menahan kesal, Gigi mengikuti Haga. Dia menggerutu dalam hati. Pak Jaka tidak ada, terpaksa dia yang harus menyetir. Berharap Haga berbaik hati mau menyetir, itu lelucon yang sangat menyakitkan. Karena hal itu tidak mungkin.

"Kita sampai, Pak." Gigi melihat ke belakang, saat melihat Haga mengangguk Gigi keluar lebih dulu. Dia membukakan pintu untuk Haga, berdiri diam selama beberapa menit menunggu Haga selesai dengan apa yang di kerjakannya.

"Pak," panggil Gigi melihat Haga tak kunjung keluar.

"Hmm." Haga menyahut, tapi posisinya tak bergerak barang seinci pun.

Memejamkan mata gemas, Gigi menarik napas dengan tak kentara. Dia mundur dan berdiri diam menunggu Haga keluar.

"Ayo," ajak Haga begitu keluar dari mobil dan meninggalkan Gigi begitu saja.

Gigi menutup pintu, mengunci mobil dan berlari kecil mengejar langkah Haga yang sangat cepat.

Begitu memasuki area pesta, Gigi melambatkan langkah karena Haga mulai didatangi banyak orang penting. Namun, meski begitu tatapan Gigi awas, dia selalu mengarahkan mata ke arah Haga.

Lambaian tangan Haga membuat Gigi mendekat. Gigi terkejut saat Haga merangkul pinggangnya.

"Pak," kata Gigi menoleh menatap Haga tak mengerti.

"Diamlah." Hanya itu yang di katakan Haga sebelum mengajak Gigi melangkah mendekati pasangan paruh baya yang tengah berdiri di dekat rangkaian bunga mawar putih.

"Selamat malam Pak Prabu," sapa Haga ramah. Haga melepas rangkulannya. Menyalami pasangan tersebut dan kembali meletakan tangannya di pinggang Gigi.

"Malam-malam. Bagaimana kabarmu, Nak?"

"Sangat baik, Pak." Haga masih menampilkan senyum ramah.

Gigi juga tersenyum pada orang di hadapannya. Dia tidak kenal siapa mereka, ini kali pertama dia bertemu pasangan ini. Itu berarti kemungkinan besar ini buka rekan bisnis Haga.

"Pantas saja kamu menolak putri kami, ternyata kamu sudah memiliki pasangan yang sangat cantik." Wanita di hadapan mereka tertawa, dia mengerling pada Gigi.

Gigi terdiam, lalu seakan tersadar dia memasang senyum malu.

"Senyumnya juga sangat manis. Membuat siapa saja yang melihatnya ikut tersenyum." Wanita itu kembali memuji Gigi, membuat pipi Gigi merona.

"Ah... Ibu bisa saja," kata Haga menarik pinggang Gigi agar semakin merapat ke arahnya.

Mereka tertawa, basa-basi beberapa menit sebelum membubarkan diri, mencari tempat duduk masing-masing. Acara baru saja mau dimulai.

Selain perayaan hari jadi Hotel Azura yang ke 10 tahun, malam ini juga pengangkatan secara resmi CEO baru. CEO lama mengundurkan diri, dia sudah terlalu tua untuk mengurus perusahaan, sudah saatnya memberikan kepercayaan penuh pada anaknya. Xavier calon CEO terlihat menawan dengan jas hitamnya. Dia duduk satu meja dengan mereka.

Haga tampak akrab dengan CEO baru tersebut, kemungkinan besar memang kenalan lama. Malam ini sikap Haga sangat jauh berbeda dengan pagi tadi.

Gigi menyesap minumannya perlahan, sembari mendengar obrolan Haga dan Xavier.

"Hai Bro."

Gigi mendongak, saat satu lagi wajah tampan bergabung dengan mereka. Atta.

"Terima kasih untuk high heels nya, Pak," kata Gigi saat Atta mengambil tempat duduk di samping kirinya.

Atta menoleh, lalu tertawa lebar. "Kau tak mengatakanya, heh?" Atta menatap Haga lalu kembali tertawa. "Bukan aku yang memberi high heels itu, tapi Bos kamu."

Ah... Gigi mengangguk, dia menoleh pada Haga. "Terima kasih, Pak."

Haga hanya berdehem, tak menoleh sama sekali pada Gigi.

Gigi tersenyum, dia kembali menghadap ke panggung hiburan. "Ayo kita berdansa." Haga menarik Gigi dan membawanya ke lantai dansa.

Dengan gugup Gigi mengalungkan lengannya ke leher Haga, baru kali ini dia menghadiri pesta ulang tahu perusahaan ada pesta dansanya. Tidak buruk juga, cukup menyenangkan dan menghibur, terlihat dari bayaknya pasangan yang antusias berdansa dengan pasangan masing-masing.

Gigi sudah menikmati posisi dan gerakannya saat Haga tiba-tiba menariknya menjauhi lantai dansa. Dia tidak bertanya kenapa, karena Gigi tidak ingin mencampuri urusan Bosnya. Gigi kembali duduk di posisi semula, sedangkan Haga sudah pergi entah ke mana.

Mata Gigi liar menatap sekitar, lalu dia tersenyum saat pandangannya bertemu dengan penghuni baru meja mereka.

"Zeva." Wanita itu mengulurkan tangan, mengajak Gigi bersalaman.

"Gigi." Dengan senyum lembut, Gigi menyambut uluran tangan tersebut.

"Yara." Satu lagi wanita yang Gigi ketahui sebagai asisten pribadi Atta mengulurkan tangan, Gigi juga menyambut uluran wanita manis, tapi selalu menampilkan wajah masam setiap kali menatap Atta itu dengan ramah.

Melihat Yara, mengingatkan Gigi akan dirinya yang selalu berwajah masam di belakang Haga dan berubah sangat sopan dan manis jika berhadapan dengan bosnya.

Gigi tersenyum, sekarang dia memiliki teman mengobrol, Zeva sekretaris baru untuk Xavier, dan Yara asisten pribadi Atta. Mereka berdua sama-sama menyenangkan diajak berbicara.

Empat Jam kemudian, pesta telah berpindah ke atap yang sulap menjadi tempat pesta. Music Dj dan berbagai minuman keras tersebar di meja-meja.

Gigi duduk seorang diri, Zeva sudah berkumpul bersama teman-teman kerjanya, sempat diajak, tapi Gigi menolak dengan halus. Sedangkan Yara, wanita satu itu menghilang entah ke mana.

Menghela napas panjang, Gigi mencibir, dia sedang menahan kesal pada Haga yang sedang menari bersama wanita yang entah datang dari mana.

Entah kenapa, Gigi merasa sangat marah. Setelah Haga merangkul pinggannya, mengajaknya berdansa walau hanya sesaat, sekarang Haga meninggalkannya seorang diri.

Pantas saja Haga merangkulnya tadi, ternyata lelaki itu menolak anak Pak Prabu karena memiliki wanita lain. Cih... Gigi membuang muka, mengangkat gelas dan menenggak semua isinya.

Mata Gigi terpejam saat alkohol masuk ke dalam kerongkongannya. Melirik Haga, Gigi kembali menghabiskan isi gelas lainya.

Entah sudah berapa banyak alkohol masuk ke dalam tubuhnya. Pusing sudah melanda, tapi Gigi tak juga menghentikan aksinya.

Gigi turun dari kursi, dia berjalan sempoyongan mencari meja lain, meja yang masih di penuhi minuman. Satu dua pengunjung tak sengaja tersenggol, sepertinya Gigi sudah terlalu banyak menenggak minumannya. Gigi tertawa saat berhasil mendapat satu minuman lagi, dia baru saja ingin menenggak saat tangannya di tahan seseorang.

"Apa yang kau... Pak Haga." Gigi tertawa. "Bapak sudah selesai meeting-nya?" tanya Gigi mengerjapkan mata.

Haga berdecak, dia bertolak pinggang menatap Gigi tajam. "Kamu."

"Saya Pak, apa Bapak perlu kopi?" jawab Gigi cepat.

Haga kembali berdecak. "Kita pulang." Haga menarik tangan Gigi, lalu memutuskan merangkul bahunya saat pergerakan Gigi sangat kepayahan.

"Kamu tahu apa yang kamu lakukan? Mabuk di saat kamu harus menyetir. Bagus Gigi itu pekerjaan yang sangat terampil, saya dengan senang hati menaikkan gaji kamu."

"20× lipat, ya, Pak, deal." Gigi menghentikan langkah, dia mengajak Haga bersalaman. "Saya mau liburan Pak, saya bosan setiap hari lihat wajah Bapak," kata Gigi sembari terkekeh.

Haga melotot, dia mengacak rambut belakangnya sebelum kembali menarik Gigi memasuki lift.
Haga terpaksa memeluk Gigi agar tak terjatuh atau terduduk di lantai.

"Bapak wangi," kata Gigi lima detik setelah mereka menaiki lift. "Saya suka."

Gigi menatap mata Haga, tangannya mengelus dada bidang Haga dengan teratur. "Dada Bapak juga enak, nyaman banget buat sandaran." Gigi merebahkan kepalanya ke dada Haga, dia memejamkan mata.

Haga yang mendengar ucapan Gigi tersenyum, dia harus berdehem berkali-kali agar bisa mengembalikan wajah normalnya.

Lalu Gigi kembali menarik diri, dia menatap Haga sayu. "Pak," panggil Gigi lemah.

"Ya." Haga menjawab, kepalanya tertunduk menatap wajah Gigi.

Gigi tak bersuara, dia terus menatap Haga. Menyentuh rahang sang bos dengan jemarinya, tangan Gigi terus merayap ke belakang kepala lelaki itu. Perlahan Gigi menarik leher sang bos, memajukan wajah dia menempelkan bibirnya ke bibir Haga.

Mencengkam pinggul Gigi erat dan melotot, hanya itu yang dilakukan Haga atas aksi nekat Gigi. "Apa yang...." Haga menghentikan ucapannya saat tangan Gigi menariknya semakin menunduk dan ciuman Gigi kian menuntut.

Mengeram kesal, Haga membalas lumatan Gigi, dia menarik Gigi merapat dan mengendalikan ciumannya. Menggigit dan menghisap bibir Gigi, Haga semakin terbuat dengan rasa manis yang ditimbulkan Gigi.

Tangan Haga merayap, dia meninggalkan pinggul Gigi dengan perlahan. Terus naik hingga sampai ke rahang Gigi. Saat gadis itu melenguh, Haga menjulurkan lidahnya, semakin memperdalam ciuman mereka.

Dentingan lift menghentikan aksi mereka, Haga melepaskan bibir Gigi. Matanya berkabut menatap mata sayu gadis itu. Tergesa Haga menarik Gigi menuju mobilnya.

Membuka pintu mobil, Haga menarik Gigi masuk ke kursi bagian belakang. Dia mendudukkan sang sekretaris ke pangkuan. Mengelus telinga dengan lembut, dia berhasil membuat Gigi memejamkan mata dengan desahan tertahan.

Haga kembali memajukan wajah, dia melumat bibir Gigi dengan gairah menggebu. Tangannya merayap hingga sampai ke dada Gigi. Membelai dan Meremasnya pelan

Gigi gelisah, dia mendesah dan menggeliat dalam pangkuan Haga, hingga membuat keduanya semakin bergairah.

Lalu saat Haga menarik terselenting gaun Gigi ke bawah, Gigi terdiam. Dia melemah dan jatuh ke pelukan Haga.

"Gigi." Haga memanggil, dia mendorong tubuh gadis itu menjauh. "Gigi." Sekali lagi Haga memanggil, kali ini di bantu dengan guncangan di bahu.

Namun Gigi bergeming, dia tetap terdiam dengan mata terpejam. "Oh... astaga!" Haga berseru jengkel. Gigi telah jatuh tak sadarkan diri.

Curhatan sambungan

Satu lagi karya yang rencana selesai Februari, tapi gagal karena kondisi. Dan sekarang udah lama banget enggak nulis, entah bagaimana feelnya.

Continue Reading

You'll Also Like

567K 8.8K 6
"Oceana bibir kamu-" "Hah? emangnya kenapa sama bibir saya Pak?" "Bibir kamu terlalu merah!" ujar Sean seraya menempelkan tisu di atas kening Oceana...
5.8K 629 29
Jangan pernah melihat sesuatu hanya dari satu sisi. Orang yang terlihat membenci kamu, bekum tentu ia benar-benar membenci
1K 234 10
Cerita ini hanya sebuah novella, ditulis dalam beberapa chapter pendek. *** Setelah tragedi penggerebekan organisasi narkoba itu, dia pergi. Dia meni...
6.1M 317K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...