Haga & Gigi

By MbakTeya

7.5M 312K 12.2K

#Kissing With the Boss Karena mabuk Gigi tanpa segaja mencium Haga, Boss tempatnya bekerja More

Satu
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh-END

Dua

538K 18.9K 224
By MbakTeya

Gigi menggeliat, dia mengusap pipi yang terasa dingin sebelum kembali menyamankan posisi tidur. Dia masih sangat mengantuk, tubuhnya juga terasa pegal di sana-sini. Sangat malas untuk membuka mata. Rasa dingin di pipi kembali terasa, membuat Gigi lagi-lagi mengusapnya sembari menggerutu kesal.

Siapa yang berani mengganggu jam tidurnya?

Suara deheman dari samping membuat Gigi membuka mata, dia terkejut melihat Haga berdiri di dekatnya.

"Pak." Gigi bangkit dan berdiri. Dia mundur saat merasa posisinya terlalu dekat dengan Haga. Melirik ke luar jet, dia meringis saat sadar sudah mendarat dengan aman.

"Kita sudah sampai, bersiaplah."

Gigi mengangguk, dia merapikan helai rambut dan terdiam merasakan plester di kening. Menatap Haga, dia bertanya-tanya siapa yang mengobati lukanya. Apa lelaki itu? Tidak mungkin, Haga tidak akan repot-repot mau melakukan hal seperti itu, tapi siapa? Di sini hanya ada mereka berdua. Sedangkan beberapa orang lagi, ada di bagian lain.

Mengenyahkan semua pertanyaan, Gigi bangkit dan bersiap turun. Dia menyandang tas miliknya dan berjalan mengikuti Haga. Gigi mengedarkan pandangan, lagi masih gelap, dia juga masih amat mengantuk. Menguap Gigi menerima koper Haga dari pekerja lelaki itu.

"Terima kasih pak Agung. Kami permisi dulu." Gigi tersenyum, berbalik dan mulai menyeret koper lelaki itu. "Sebelah sini, Pak," katanya mengajak Haga berjala ke arah kiri mereka. Sudah ada mobil jemputan di sana.

"Selamat datang, Pak."

Sambutan ramah sopir yang di tugaskan untuk menjemput Haga membuat Gigi tersenyum, dia menyerahkan koper Haga pada Pak Jaka, sopir yang akan mengantarkan mereka ke rumah keluarga Haga yang ada di kota ini.

Gigi duduk di kursi depan, di samping Pak Jaka yang mulai menjalankan mobil membelah jalanan sunyi di subuh hari. Melirik ke belakang, Gigi melihat Haga sudah kembali sibuk dengan ponselnya.

Lima belas menit kemudian, mereka sampai di rumah bergaya modern milik keluarga Haga. Gigi turun lebih dulu, setelahnya dia berdiam diri menunggu lelaki itu keluar.

Namun, karena Haga tak kunjung keluar dan Gigi tak ingin mengangguk, dia mengalihkan pandangan ke depan. Menatap bangunan mewah keluarga Haga. Sebenarnya tempat ini tak berpenghuni, hanya ada pengurus rumah yang tinggal jauh di belakang.

Suara pintu di tutup dengan kasar membuat Gigi tersentak kaget, dia menatap Haga dan tersenyum canggung saat lelaki itu memberi tatapan tajam padanya. Aneh, Gigi mengerutkan kening sebelum mendekati Pak Jaka. "Terima kasih Pak, saya bisa membawa koper Pak Haga sendiri," ucap Gigi saat Pak Jaka ingin membantu membawa koper sang Bos.

"Tidak apa-apa Mbak, sekalian saja."

Gigi tersenyum ramah. Dia sangat terharu pada pak Jaka yang sangat perhatian dan juga baik hati. Dia sangat lelah, mendapat bantuan kecil seperti ini sungguh membuatnya senang.

"Terima kasih, ya, Pak Jaka," kata Gigi sebelum menutup pintu. Dia menghela dan kembali menyeret koper Haga ke kamar lelaki itu.

Melihat pintu yang tertutup rapat, Gigi menggerutu sembari mengetuk pintu. "Pak," panggil Gigi. "Pak Haga saya mau memasukkan koper."

"Masuk."

Begitu mendengar sahutan Haga, Gigi langsung masuk. Dia melirik lelaki itu yang tengah duduk di ranjang sembari memainkan ponsel. Menggeleng dia mulai menarik koper Haga dan meletakan di samping lemari, membuka koper Gigi bersiap mengeluarkan pakaian bos.. Menyusunnya rapi hingga lelaki itu mudah mencari dan mengambil.

"Tidak. Biarkan saja di dalam sana."

Gigi menghentikan aktivitas tangannya. Dia berdiri. "Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" tanyanya berdiam diri menunggu jawaban Haga.

Dari tempat tidurnya, Haga menggeleng. "Tidak ada. Kamu istirahatlah. Pukul delapan pagi kita harus sudah sampai di hotel Azura."

"Baik. Saya permisi, Pak." Gigi menunduk, lalu berbalik dan mulai meninggalkan Haga.

Tiba di kamar yang biasa dihuninya, Gigi mengeluarkan ponsel. Dia menghubungi Pak Jaka. "Halo, Pak. Maaf mengganggu. Bisa saya minta tolong, tolong katakan pada Gita untuk menyediakan tiga pasang baju kerja bersih untuk saya. Dan tolong juga katakan, semua itu harus sudah tersedia sebelum pukul tujuh pagi ya, Pak." Gigi berkata setelah sambungannya terangkat.

"Terima kasih Pak, sekali lagi maaf mengganggu," ucap Gigi sebelum mematikan sambungan.

Gita anak Pak Jaka, dia mengurus salah-satu butik yang menyediakan baju-baju berkelas milik keluarga Haga. Ini bukan kali pertama Gigi meminta hal seperti itu pada Gita, semua orang yang pernah bekerja pada Haga pasti paham.

Meletakan ponsel di atas ranjang, Gigi mulai sibuk membuka tablet miliknya. Dia belum sempat menanyakan berapa hari Haga akan berada di sini, itu artinya dia harus mengatur ulang jadwal Haga selama mereka tidak ada di kantor.

Sudah satu jam Gigi berkutak dengan tablet di genggamannya, Gigi menguap lalu meletakan tablet di sisi ponsel setelah pekerjaannya selesai. Gigi keluar dari kamar, dia berjalan ke arah dapur. Menyeduh teh, Gigi duduk menopang dagu di kursi meja makan.

Perutnya kembali berbunyi, Gigi sudah mengecek kulkas dan tidak ada makanan di sana. Mengambil top les keripik, dia membuka dan meneliti isinya. Apa masih layak makan atau tidak?

Masih mencium aroma sedap, Gigi menggigit sedikit keripik. Lalu mulai memakan keripik tersebut saat rasanya masih enak.

"Sedang apa?"

Gigi menoleh, dia turun dari kursi saat Haga berjalan mendekat.

"Nge-teh, Pak. Apa Bapak mau saya buatkan teh?" tanya Gigi setelah Haga duduk di hadapannya.

"Kopi," kata Haga, Gigi mengangguk dan berjalan ke arah dapur.

Gigi memanaskan air untuk Haga, dia menunggu beberapa menit sembari menyiapkan gelas yang sudah berisi kopi untuk lelaki itu. Aroma kopi langsung tercium sangat pekat begitu dia menuangkan air panas ke dalam gelas. Gigi juga tergiur akan aroma tersebut, tapi dia menahannya.

Mengaduk kopi Haga, Gigi mulai melangkah kembali ke meja makan.

"Terima kasih," kata Haga saat Gigi meletakan kopi di dekat lelaki itu.

"Sama-sama, Pak." Gigi tersenyum sebelum kembali duduk. Dia menarik gelas tehnya, mulai menyesap sedikit demi sedikit isi gelas.

"Makanlah."

Gigi menatap Haga dan plastik putih yang baru saja di dorong lelaki itu ke hadapannya. Meletakkan gelas teh ke meja, dia menarik plastik tersebut dan membukanya.

Beberapa bungkus roti berbagai rasa dan bentuk ada di sana, roti yang sangat menggugah selera. Gigi mengambil satu roti selai cokelat. "Terima kasih, Pak," katanya sebelum membuka bungkus roti. Aromanya langsung membuat air liurnya bereaksi. Dia makan dengan sangat cepat, hanya membutuhkan waktu dua menit, roti di tangannya sudah habis. Gigi melirik roti dalam plastik dan Haga bergantian. memakan roti lagi, tapi dia segan pada Haga.

"Habiskan saja, jika kamu sanggup," ucap Haga bangkit bersama cangkir kopi tangan. Dia pergi dari sana tanpa mengatakan apa pun lagi.

Gigi menggigit bibir bawah, wajahnya merona menahan malu. Melirik Haga yang tak terlihat lagi, dia kembali mengambil roti dengan rasa yang berbeda dan mulai memakannya.

Dalam waktu lima belas menit, Gigi berhasil menghabiskan lima bungkus roti berbagai rasa. Sekarang dia merasa sangat kenyang dan juga bahagia.

Gigi bangkit, membuat sampah plastik dan mencuci cangkir kotor miliknya.

Keluar dari area dapur, Gigi menemukan Haga sedang duduk di ruang tamu. Memangku koran, sedangkan tangannya sibuk memainkan ponsel.

"Pak," kata Gigi, mengambil tempat duduk di single sofa yang ada di hadapan Haga. Lelaki itu hanya menatap Gigi sekilas, sebelum sibuk membuka koran.

"Berapa lama kita berada di sini, Pak?" tanya Gigi memangku kedua tangan di paha. Dia menatap Haga, menunggu jawaban dari bosnya.

Berpikir beberapa detik, Haga menjawab, "Tiga hari."

Mengangguk paham, Gigi langsung menerima saat Haga menyerahkan tab padanya. Dia segera membaca tanpa disuruh lelaki itu.

"Teliti itu, kita akan membahasnya di rapat nanti."

"Baik, Pak." Gigi semakin berkonsentrasi meneliti dan mempelajari bahan rapat yang akan dibahas beberapa jam lagi.

Ini termaksud rapat dadakan, biasanya Gigi yang menyediakan bahan rapat atas instruksi Haga. Kali ini pengecualian karena Gigi memang tidak tahu menahu.

******

Pukul tujuh pagi, Gigi dan Haga sudah berada dalam perjalanan, diantar Pak Jaka ke hotel Azura. Mereka tiba lebih awal, tapi sambutan untuk Haga sudah terlihat.

Hotel Azura memang bukan Haga yang memegang kendali, tapi semua orang tahu Hotel Azura bisa sebesar dan terkenal seperti sekarang berkat kerja keras Haga.

"Selamat pagi, Pak Haga." Haga menyambut jabat tangan CEO hotel Azura yang baru. Dia mengangguk dan mengikuti CEO Azura ke ruang rapat.

Hampir enam jam lamanya mereka terkurung di ruang rapat, membahas ini dan itu dengan wajah tegang dan napas sesak.

Sekarang pukul dua siang, Haga, Gigi dan rombongan lainya baru keluar dari ruang rapat. Wajah-wajah tegang berangsur menghilang setelah menghirup udara segar.

"Saya tunggu kedatangan Anda, Pak," kata CEO Azura sembari bersalaman dengan Haga.

Haga mengangguk, dia tidak menjawab apa pun meski kenal lama dengan CEO baru tersebut. Haga berlalu begitu saja tanpa peduli pada CEO itu yang ingin kembali mengajak mengobrol lebih santai di ruangannya.

"Antar kami ke Jejamuran, ya, Pak ," kata Haga pada Pak Jaka.

Pak Jaka mengangguk, sedangkan Gigi bertanya-tanya dari kursinya.

Jejamuran adalah restoran yang ada di jalan Pendowoharjo. Gigi sudah dua kali ke sana dalam kurung waktu lima bulan ini. Makanannya enak, tempatnya juga sangat nyaman. Akan tetapi untuk apa mereka ke sana?

"Apa ada yang akan kita temui di sini, Pak?" tanya Gigi begitu keluar dari mobil. Sudah setengah jam dia menahan diri agar tidak bertanya. Namun, tak bisa menahan lagi saat tiba di tempat tujuan.

"Tidak ada. Kita perlu makan siang sebelum disibukkan hal lain."

Diam-diam Gigi bersyukur, Haga masih mengingat jika mereka belum makan.

"Kamu pesanlah apa yang kamu mau," ucap Haga menyerahkan buku menu. "Saya tinggal sebentar."

"Bapak mau saya pesankan?"

Haga tampak menimang. "Baiklah, pesan seperti biasa."

Gigi mengangguk, dia membiarkan Haga pergi. Setelahnya barulah dia kembali melihat menu makanan dan mulai memesan. Merasa urusannya sudah selesai Gigi memainkan ponsel untuk membunuh waktu. "Baju pesta," gumam Gigi teringat jika nanti malam dia dan Haga harus menghadiri pesta di Azura hotel.

Gigi mengirim pesan pada Gita, dia meminta dikirimkan foto-foto baju pesta yang ada di butik gadis itu. Hanya perlu menunggu beberapa menit, ponsel Gigi kembali berbunyi terus-menerus, pertanda Gita sudah mengirimkan apa yang diminta. Gigi sedang meneliti dan mencari gaun mana kiranya yang akan dia beli dan kenakan untuk pesta nanti malam. Bukan pesta resmi memang, tapi tetap saja dia harus tampil rapi dan anggun.

"Sebaiknya kamu letakan ponselmu, selagi makan." Gigi memekik saat ponsel lepas dari tangannya. Dia bangkit berdiri ingin marah dan kembali merebut ponselnya, tapi batal saat menyadari itu Haga. "Itu sangat tidak sopan."

"Maafkan saya," katanya menundukkan kepala. Gigi tidak mau Haga tahu jika dia sedang kesal. Takut dikatai tak sopan.

"Duduk." Perintah Haga.

Gigi duduk, dia meringis saat Haga melempar ponselnya begitu saja. Ingin di ambil, tapi ponselnya jauh dari jangkauan.

"Biarkan saja di sana," kata Haga yang sepertinya mengerti keinginan Gigi. "Kamu boleh mengambilnya saat kita selesai."

Gigi mengangguk paham. "Baik Pak," katanya pasrah meski dalam hati semakin mengomel. Itu ponselnya, dia membeli dengan uang sendiri. Akan tetapi kenapa Haga bertindak seolah-seolah ponsel itu miliknya sendiri?


Maaf kemarin aku gak sempat up, dari pagi sampai sore aku gak ada di rumah. Sampai rumah juga gak bisa langsung pegang hp.

Jangan lupa vote dan komennya dan jangan lupa juga follow akun ini bagi yang belum follow 😉😉


Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 254K 45
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
1K 234 10
Cerita ini hanya sebuah novella, ditulis dalam beberapa chapter pendek. *** Setelah tragedi penggerebekan organisasi narkoba itu, dia pergi. Dia meni...
567K 8.8K 6
"Oceana bibir kamu-" "Hah? emangnya kenapa sama bibir saya Pak?" "Bibir kamu terlalu merah!" ujar Sean seraya menempelkan tisu di atas kening Oceana...
686K 32.8K 30
Erica Putri Darmawan adalah seorang gadis yang mandiri,ceria,sangat menyanyangi ibunya dan giat bekerja. Dia menjalani masa kecilnya tanpa seorang ay...