Senandika Hati

By tyastresia

6.2K 419 23

Mari berdiskusi perihal perasaan cinta, hidup, dan juga hati. Cuap-cuap sederhana dari sebuah sudut pandang y... More

i. Semisal Besok Aku Pergi
ii. Cinta Itu Berdua
iii. Mereka Harus Bahagia
iv. Mengikhlaskan Dengan Baik
v. Mencintaimu dengan Sederhana
vi. Menerima Sebuah Kekalahan
vii. Kembali Menghidupkan Hati
viii. Mencintai Dalam Diam, Katanya
ix. Untukmu, Aku Akhirnya Merelakan
x. Jika Kita Kembali Bersama
xii. Rindu Itu Masih Ada, Meski Kita Sudah Tak Bersama
xiii. Kadang, Hatimu Juga Butuh Ditempati (1)
xiv. Kadang, Hatimu Juga Butuh Ditempati (2)
xv. Tak Apa, Nanti Juga Akan Baik-Baik Saja
xvi. Pulanglah, Kamu Salah Rumah
xvii. Tentang Jakarta, Tentang Perpisahan
xviii. Untuk Yang Sengaja Pergi
xix. Sebuah Kota dan Perasaan yang Tertinggal
xx. Yang Tidak Sempat Disampaikan
xxi. Ingin
xxii. Sebagaimana Aku Percaya Pada Jarak dan Kita
xxiii. Berkabar
xxiv. Terkadang, Perasaan Memang Cukup Dikirimkan
xxv. Bersedihlah Jika Memang Kau Butuh Itu
xxvi. Cinta Tak Pernah Memaksa dan Tak Bisa Dipaksakan
xxvii. Berhenti Sebelum Terlalu Dalam
xxviii. Dari Sebuah Pertemuan
xxix. Kamu Mematahkan Perempuan Itu
xxx. Tuhan Menyayangi Orang-orang yang Patah Hati
xxxi. Aku yang Kau Butuhkan, Dia yang Kau Jadikan Pilihan
xxxii. Dari Kebohongan, Aku Menghargai Sekecil Apapun Kejujuran
xxxiii. Menunggu
xxxiv. Aku Pernah Begitu Kehilangan
xxxv. Tidak Untuk Dibagi Dua
xxxvi. Memang Sebaiknya Disudahi
xxxvii. Kenang yang Menggenang
xxxviii. Penyesalan
xxxix. Kepergian

xi. Aku Tak Merebut Kekasihmu

115 8 0
By tyastresia

Bagian ini sengaja aku tulis untukmu, yang tidak tahu apa-apa namun dituduh sebagai orang ketiga.

Aku tak merebut kekasihmu, melainkan ia yang datang kepadaku lebih dulu. Aku tak merebut kekasihmu, sebab yang aku tahu—dia datang dengan kesendiriannya, mengatakan bahwa ia cintanya telah dikhianati olehmu. Aku tak merebut kekasihmu, tetapi ia yang memintaku untuk menyembuhkan luka-lukanya karenamu. Aku tak merebut kekasihmu, sebab aku tak tahu apa yang terjadi sebelum kami bertemu.

Aku mengenalnya begitu saja. Tanpa pernah bertanya seperti apa asal-usulnya, bagaimana cerita masa lalunya, atau bahkan sesederhana lagu apa yang sering ia dengar. Tetapi setahuku, ia sudah tak bersamamu. Ia sudah tak bersama kekasihnya yang dulu sejak beberapa bulan yang lalu. Karena katanya, semua berakhir sebab keputusanmu yang sepihak meninggalkan dirinya. Aku sempat khawatir, namun dia terus meyakinkanku untuk tetap bersamanya, untuk menyembuhkan luka yang kau buat, untuk memulai apa yang seharusnya dimulai. Waktu terus berlalu, aku mulai percaya dan selalu berharap semoga perkataannya memang benar demikian.

Aku tak pernah merebut kekasihmu, namun kau menuduhku sebagai seseorang yang hadir dalam hubunganmu sebagai orang ketiga.

Seperti yang kebanyakan orang katakan, bahwa rumah yang sudah dibangun oleh dua orang yang saling mencintai, seharusnya tidak akan dibukakan pintu bagi siapapun yang hendak masuk dalam hubungan itu. Maka, aku kira rumah itu sudah dikosongkan oleh dua pemiliknya. Atau mungkin, salah satunya masih berada di sana untuk menerima tamu yang baru sebagai penggantinya. Aku pikir kau pergi meninggalkannya, sebab dialah yang akhirnya membukakan pintu lebih dulu.

Mungkin, ini memanglah kesalahanku. Kesalahanku yang kurang berhati-hati menjaga hati. Kesalahanku yang mudah memercayai perkataan orang lain. Kesalahanku yang tidak tahu-menahu perihal hubunganmu yang dulu.

Seharusnya dia mengatakan padaku bahwa dia sedang jenuh denganmu. Seharusnya dia mengatakan padaku bahwa dia hanya sedang beristirahat dari cinta lamanya—dia butuh ruang kosong dalam rumah itu bukan untuk dihuni dan digantikan orang lain, melainkan dia butuh bernapas sejenak untuk menerimamu kembali. Dan aku, yang pada akhirnya menyadari bahwa aku hanyalah sebuah pelarian, berusaha menerima kenyataan yang cukup mengejutkan ini.

Dia yang akhirnya lari. Dia yang mengatakan bahwa aku yang mengetuk pintu rumahnya terlebih dulu. Dia yang tidak menjelaskan apapun. Dia yang membela dirinya sendiri dihadapanmu. Dia yang pada akhirnya kembali padamu tanpa memedulikan sedikitpun bagaimana perasaanku. Lantas, betapa bodohnya aku selama ini sampai-sampai ingin ku kutuk diriku sendiri? Dan, mengapa bisa semudah itu kau menyalahkan perasaan yang sempat aku miliki untuknya?

Aku tak pernah merebut kekasihmu, dan seharusnya kau percaya itu. Seharusnya kau tahu itu. Aku masih bisa jatuh cinta kepada seseorang yang menghargai keberadaanku sebagai perempuan yang perlu dijaga hatinya. Aku masih bisa menyayangi seseorang yang sama tulusnya ketika menyayangiku. Aku masih bisa bertahan dan menjadi diriku yang tangguh—menjadikan diriku sendiri sebagai rumah untuk orang-orang yang mendambakan tempat yang teduh. Bukan seseorang yang menjadikanku tempat pelarian hanya karena ia butuh.

Semoga, dihari-hari yang akan datang, kita bisa belajar dari kesalahan yang sama. Menghargai keberadaan seseorang sebelum akhirnya orang itu lantas pergi. Memaafkan karena mungkin orang itu tidak mengerti. Menyadari bahwa selama ini, mungkin, kita memang kurang berhati-hati. 

Continue Reading

You'll Also Like

800 109 10
Cinta bersemi... di libur tahun baru. Missing The Melody Copyright©2023, inesby All Rights Reserved | Januari 2023
652K 47.8K 48
Sherren bersyukur ia menjadi peran figuran yang bahkan tak terlibat dalam scene novel sedikitpun. ia bahkan sangat bersyukur bahwa tubuhnya di dunia...
9.8K 1.2K 33
Setiap manusia pasti pernah merasakan patah hati. Mengalami episode terburuk di dalam hidupnya. Ditinggalkan, putus cinta, dipaksa berpisah atau tida...
5.1K 2.3K 34
#START040920 #END291220 Belakangan ini Niko sering diam-diam curi pandang memperhatikan seorang Gadis yang sibuk dengan kameranya membidik kesana-sin...