Arza memasuki sebuah cafe yang tampak ramai oleh pengunjung. Matanya sibuk mencari seorang wanita yang akan ia temui sesuai janji.
"Oppa..."
Arza melihat kearah suara dan menatap So Eun yang sudah menganggkat tangannya dan tersenyum lebar. Arza melangkahkan kakinya menuju So Eun. Saat Arza hampir sampai, So Eun membuka tangannya lebar, siap untuk menerima pelukan dari Arza. Namun Arza memilih langsung duduk di kursinya dan menatap So Eun datar.
Dengan canggung So Eun menurunkan tangannya dan duduk di depan Arza. Ia tersenyum pada pria itu sedangkan Arza hanya diam. So Eun tahu, Arza minta ketemuan karena ingin memarahi So Eun.
"Oppa mau aku pesankan espresso?"
"Apa yang kamu lakukan pada Bellvania?" Tanya Arza dingin, tidak peduli dengan pertanyaan So Eun
So Eun mendengus kesal, "Oppa santailah sedikit. Kita bisa membicarakannya nanti"
"So Eun!"
"Aku hanya memintanya berpisah denganmu"
"So Eun!" Panggil Arza lagi dengan nada tinggi
"Aku tidak peduli Oppa akan memarahiku seperti apa, tapi aku akan tetap mengusik Bellvania hingga ia melepaskan Oppa"
"Aku tidak akan pernah bisa melepaskan Bellvania! Sampai kapanpun itu..."
"Kenapa? Kenapa tidak bisa? Karena rasa bersalah yang seharusnya tidak Oppa rasakan?"
Arza diam sesaat. Ia sangat ingin marah sekarang. Namun ia tidak bisa berbuat apapun. Yang ia inginkan hanyalah membuat Bellvania bahagia dan membiarkan wanita itu tetap di sisinya. Cukup, ia akan bahagia dengan itu.
"Kumohon hentikan semua ini, So Eun-na..." Tanya Arza lembut berharap So Eun berubah pikiran
So Eun meraih ponselnya. Ia mengetik beberapa kalimat pada ponselnya lalu menyodorkannya pada Arza. Kalimat yang membuat tubuh Arza membeku. Kalimat yang ia yakin akan sangat menyakiti Bellvania.
"Haruskah aku mengirim pesan itu pada Bellvania?"
Arza menggeleng kuat, "Jangan pernah lakukan itu!"
"Oppa, aku tidak akan berhenti menyakiti Bellvania jika kamu tidak melepaskannya dan kembali padaku"
"Berhentilah menyakiti Bellvania. Wanita itu tidak setegar yang kamu lihat. Sejak kecil ia sudah menahan luka yang sangat menyakitkan. Biarkan dia bahagia, So Eun-na. Kumohon..."
"Kembalilah padamu maka aku tidak akan pernah mengusik Bellvania lagi... bahkan aku akan menjamin kebahagiaannya.."
•••
"Mrs. Darell..."
Bellvania menatap sekertaris Park yang memanggilnya. Wanita itu sudah berdiri di depan mobil dan siap mengantar Bellvania untuk pulang ke rumah.
Hari ini adalah perkuliahan terakhir Bellvania di semester ini. Seharusnya sekarang ia akan sangat senang karena akan liburan bersama Arza ke Indonesia. Namun mengingat hubungan mereka yang sedang buruk membuat Bellvania ragu untuk liburan bersama Arza.
Sekertaris Park menatap Bellvania yang hanya diam melamun sejak tadi. Biasanya saat ia menjemput Bellvania di kampus, wanita itu akan sangat senang dan menceritkan perkuliahannya selama perjalanan pulang dengan semangat. Namun kali ini tidak, Bellvania tidak tersenyum dan hanya diam melamun sejak tadi.
"Mrs. Darell, ada yang mengganggumu?"
Bellvania hanya menggeleng lalu menatap keluar jendela.
"Maaf, saya tidak tidak bermaksud untuk ikut campur. Namun karena Arza cerita pada saya mengenai apa yang terjadi, jadi tahu apa yang menyebabkan anda sedih. Mrs. Darell, percayalah Arza tidak seburuk yang anda pikir. Saya mengenal Arza sejak kecil jadi saya percaya kalau Arza adalah orang yang baik. Percayalah, apapun yang Arza lakukan itu hanya untuk membuat anda bahagia"
Bellvania menatap sekertaris Park. Wanita itu menggenggam tangan Bellvania seakan-akan memberi kekuatan pada Bellvania.
"Satu hal yang harus anda tahu, bahwa Arza bukan orang jahat. Jadi temukanlah bukti yang bisa membuat anda yakin pada Arza"
Bellvania tertegun. Bukti? Benar, ia harus mencari bukti. Ia tidak bisa hanya diam dan menerima semua yang di katakan So Eun. Ia harus memiliki bukti yang membuat ia yakin bahwa Arza adalah yang terbaik untuknya.
•••
Bellvania berjalan memasuki kamarnya dengan terburu-buru. Ia melempar tas kuliahnya asal di atas ranjang lalu berlari menuju meja kerja Arza. Seperti yang sekertaris Park katakan, ia harus mencari bukti mengenai siapa Arza sebenarnya.
Bellvania membuka satu persatu semua berkas yang ada di meja kerja pria itu. Berharap ada sesuatu yang membuatnya yakin pada Arza.
Bellvania meraih salah satu map yang tampak usang di lemari yang ada di samping meja kerja Arza. Pada bagian depan tertulis tahun "2010". Pada tahun itu Arza masih bekerja di Seoul. Dengan cermat Bellvania mengecek semua berkas. Namun semua menggunakan tulisan hangul yang tidak dimengerti Bellvania.
Tanggan Bellvania yang sejak tadi sibuk membalik kertas seketika berhenti. Matanya tertuju pada satu titik pada halaman itu. Sepertinya itu adalah surat perjanjian antara perusahaan Arza dengan perusahaan asing sehingga dokumen itu bertuliskan bahasa Inggris. Dan Bellvania dapat membacanya... dan menemukan apa yang ia cari.
Air matanya menetes membasahi surat perjanjian itu. Dengan cepat Bellvania menutup map itu dan mengembalikannya ketempat semula.
Bellvania bangkit lalu berjalan menuju ranjangnya. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menutup wajahnya dengan selimut, lalu menangis dengan kencang.
•••
Arza sedang berkonsentrasi dengan laptopnya. Sesekali ia tampak meminum kopi yang ada si sampingnya lalu kembali bekerja. Konsentrasi Arza tiba-tiba pecah saat mendengar suara langkah kaki yang sangat terburu-buru menuju ruangannya. Benar saja, beberapa saat kemudian ruangannya di ketuk dengan kuat lalu sekertaris Park muncul dengan wajah khawatir.
"Pak..." panggil sekertaris Park dengan nafas terengah-engah
"Aturlah nafasmu dulu" ucap Arza lalu kembali fokus pada laptopnya
"Mrs. Darell tidak ada..."
Arza sontak bangkit dari duduknya, "Apa maksudmu? Bukankah sebelumnya anda sudah melaporkan kalau Bellvania sudah pulang kuliah dan sekarang sedang istirahat di rumah?"
Sekertaris Park menunduk, "Benar, pak. Tapi baru saja saya mengeceknya dan Mrs. Darell tidak ada di rumah"
Arza meraih ponselnya lalu menelpon Bellvania. Tidak diangkat. Arza kembali menelpon ulang.
"Hallo?"
Tubuh Arza serasa membeku mendengar suara pria yang mengangkat telponnya, "Maaf, bukankah ini nomor Bellvania?"
"Ah, Selamat malam, tuan. Saya adalah pegawai di bar xxx. Dan nona pemilik ponsel ini sudah terlalu mabuk jadi tidak bisa mengangkat telponnya"
"Saya suami wanita itu. Saya akan kesana untuk menjemputnya"
"Baik, tuan"
Arza segera mengambil mantelnya dan pergegas pergi yang diikuti sekertaris Park di belakangnya.
"Tidak, biar saya saja yang menjemput Bellvania. Sekarang siapkan orang untuk menjaga Bellvania" ucap Arza menghentikan langkah Sekertaris Park
"Baik, pak"
Arza mengemudikan mobilnya kecepatan tinggi. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada Bellvania. Seharusnya Arza menjaga Bellvania dengan baik disaat-saat seperti ini. Tapi ia malah dengan bodohnya membiarkan Bellvania sendiri disaat perasaan wanita itu sedang kacau.
Arza segera masuk ke bar tempat Bellvania berada. Matanya sibuk mencari wanita itu diantara banyaknya orang. Hingga ia menangkap sosok wanita yang sudah tertidur pulas di salah satu sofa.
"Bell..." panggil Arza namun Bellvania tetap terlelap
Arza berjalan menuju kasir. Membayar tagihan Bellvania lalu menggendong wanita itu menuju mobil.
"Arza..." panggil Bellvania saat mereka baru saja keluar dari mobil
"Bell, kamu sudah bangun?"
"Emm"
Arza beralih menuju mini market yang ada di dekat bar. Ia mendudukkan Bellvania di salah satu kursi lalu masuk ke dalam mini market tersebut.
"Bell, minumlah pereda mabuk" ucap Arza seraya membantu Bellvania meminum pereda mabuk yang ia beli dari mini market
"Kamu baik-baik saja?"tanya Arza saat Bellvania selesai minum
Bellvania menangguk pelan.
Arza tersenyum. Ia mengambil tangan Bellvania lalu mengecup kedua tangan wanita itu bergantian. Tangan Bellvania sangat dingin. Benar saja salju sedang turun saat ini sedangkan Bellvania tidak menggunakan sarung tangan.
"Maafkan aku. Seharusnya aku tidak meninggalkanmu di saat seperti ini. Maafkan aku ya, Bell"
Bellvania mengangguk pelan.
"Sekarang ayo kita pulang"
"Lee Jun Ki..."
Tubuh Arza membeku. Ia menatap Bellvania yang juga sedang menatapnya.
"Nama kamu Lee Jun Ki, Za"
Arza melepas genggaman tangannya lalu bangkit dari duduknya. Ia melangkah mundur, menjauh dari Bellvania.
"Kamu bukan orang yang menabrak kak Aeryln... kamu bukan Lee Jun Ho..."
"Bell..."
"Tapi, jika kamu Lee Jun Ki, lalu siapa Lee Jun Ho? Dimana ia sekarang? Mengapa kamu menyembunyikannya? Mengapa kamu malah mengakui kesalahan orang lain seakan-akan kamulah yang melakukannya?"
Arza hanya diam. Sibuk dengan pikirannya.
"Kamu menyuruhku mempercayayimu. Maka sekarang aku percaya padamu walau itu sulit. Sekarang jelaskan semuanya padaku kebenarannya. Katakan siapa itu Lee Jun Ho... dan apa hubungannya denganmu?"
Arza kembali mundur selangkah, menjauhi Bellvania. Ia mengalihkan pandangannya dari tatapan Bellvania.
"Kita bercerai saja..."
Bellvania sontak kaget. Air matanya mulai membasahi pipinya. Tidak percaya kata-kata itu akan keluar dari mulut Arza.
"Kamu hanya perlu menjelaskan semuanya padaku hingga aku kembali percaya padamu, Za... kumohon jangan mengucapkan hal-hal lain..."
Arza terdiam.
"Bukankah kamu berjanji untuk membahagiakan aku? Menjagaku? Terus bersamaku hingga kita di pisahkan oleh kematian? Apa sekarang kamu menyerah?"
Arza mengangguk pelan, "Aku... aku masih mencintai So Eun. Aku ingin kembali padanya... kita.... mari kita bercerai..."