SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔

By vhaidaluv

90.6K 9.4K 484

Bersama adalah bahan dasar untuk membuat kasih sayang, walau bahkan dalam pembuatannya tidak memerlukan peras... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24 - End

Part 20

2.4K 325 34
By vhaidaluv

Min Hee turun dari ranjang rumah sakit lalu berjalan menghampiri jendela ruang inapnya, menatap ke arah luar dan menikmati apa yang disuguhkan di sana.

Sudah satu bulan Min Hee menghabiskan waktu di rumah sakit untuk memulihkan kondisinya seperti semula. Walau ia sendiri tidak benar-benar yakin apa yang tengah disembuhkan dokter darinya, karena ia merasa sudah tidak sakit lagi.

Lebam-lebam di tubuhnya sudah memudar dan ia sudah bisa melakukan banyak hal sendiri. Bayangan menyakitkan selama penculikan pun sudah menghilang dari mimpi-mimpinya.

Satu hal yang masih mengusik hatinya adalah kerinduan terhadap sosok Won Woo, dan sebuah pertemuanlah yang hanya bisa mengakhiri keresahan itu.

Ia tidak mengerti kenapa orang-orang masih terus bersikukuh memisahkannya dengan Won Woo, padahal ia sudah bilang berulang kali kalau ia baik-baik saja.

Min Hee sama sekali tidak melupakan fakta bahwa Won Woo telah menjahatinya di awal penculikan, tapi ia tidak bisa membenci laki-laki itu sebagaimana mestinya. Sejak Won Woo memutuskan untuk tidak membunuhnya, ia tahu Won Woo adalah sahabatnya. Ia juga bisa merasakan lewat tatapan hangat Won Woo bahwa hati terdalam laki-laki itu tak pernah berniat menyakitinya sedikit pun.

Tiba-tiba sebuah ketukan pintu mengacaukan lamunan panjangnya. Ia menoleh dan menunggu seseorang muncul di balik pintu ruangan dengan was was. Pasalnya, selama satu bulan penuh polisi tidak pernah absen menemuinya untuk membujuknya agar jadi saksi di persidangan Won Woo.

Seharusnya mereka tidak perlu bekerja sekeras ini, karena hari ke tiga puluh pun bukan hari keberuntungan mereka, pikir Min Hee.

Tapi seseorang yang datang itu ternyata adalah Soon Young, bukan polisi seperti dugaanya. Tidak mengherankan karena Soon Young juga sering mengunjunginya di rumah sakit. Ia mencoba memberikan senyuman untuk menyambut kedatangan temannya itu.

"Kau datang lagi?" tanya Min Hee.

"Tahan rasa senangmu, Nona cantik!" canda Soon Young sembari mengikis jarak antara dirinya dengan gadis yang memakai baju pasien di depannya.

Soon Young memberikan seikat bunga yang dibawanya untuk Min Hee.

"Kau tahu, bunga ini lebih berguna dibanding obat yang diberikan dokter," ucap Min Hee menerima bunga itu.

Soon Young tersenyum mendengarnya. "Aku tahu. Setiap wanita yang kuberi bunga biasa bilang begitu. Kalau aku jauh lebih baik dari yang lain."

Min Hee menahan senyumnya. "Jadi aku bukan satu-satunya?"

"Aku bisa membuatmu jadi satu-satunya kalau kau mau," tantang Soon Young. Tapi mereka tahu bahwa mereka hanya sedang menggoda satu sama lain, bukan untuk mengubah sesuatu.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?"

"Aku sudah muak ada di sini." Min Hee melemaskan bahunya. "Aku sudah sembuh, Soon Young-ah. Bisakah kau memberi tahu mereka?" katanya dengan nada kesal yang ditahan.

"Kuyakin mereka pasti punya alasan yang tidak kita pahami." Soon Young mengomentari.

Min Hee menghela napas berat. "Polisi juga. Mereka tidak henti-hentinya datang dan memaksaku untuk melakukan hal yang tidak mau aku lakukan," ucap Min Hee lagi, masih dengan nada kesal.

"Aku lebih tidak mengerti kenapa kau tidak mau memberikan keterangan sedikit pun pada polisi. Kau tahu, itu bisa mempercepat kasusnya," kata Soon Young serius.

Soon Young tidak tahu menahu mengenai sindrom yang diderita Min Hee, yang laki-laki itu tahu yaitu Penuntut Umum tidak hanya menggugat terdakwa atas tuduhan penculikan Min Hee saja, tapi pemerkosaan juga.

Pada awalnya, sangat sulit bagi Soon Young untuk bertatap muka dengan Min Hee seperti ini. Tapi ia kembali menyadarkan diri, bahwa Min Hee mungkin sedang membutuhkan dukungan dari orang-orang sekitarnya. Jadi ia memberanikan diri untuk datang menemui Min Hee.

"Dia tidak sejahat yang kalian pikirkan," kata Min Hee melemah, sudah bosan pula mengatakannya.

"Memar di tubuhmu baru hilang, Min Hee. Dan mungkin masih ada luka lain yang belum sembuh dalam dirimu. Orang itu pantas dihukum seberat-beratnya karena telah membuatmu seperti ini," balas Soon Young terlihat semakin mengeraskan rahangnya.

Min Hee tertegun menghadapi sisi serius dari Soon Young, karena ini adalah pengalaman pertamanya ditatap begitu tajam oleh mata sipit Soon Young yang selalu tersenyum.

"Aku mencoba memahamimu, percayalah!" Suara Soon Young kembali menghangat.

Laki-laki itu menghela napasnya, ia pun mengganti topik pembicaraan ke arah lain. "Kau sudah makan? Mau kukupaskan apel?" tanyanya sudah siap dengan pisau buah di tangannya.

"Mungkin aku harus lebih berusaha lagi membuat kalian memahamiku." Min Hee menatap kosong lantai putih di bawahnya, tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Jika benar orang-orang berusaha memahaminya, Min Hee akan dengan senang hati membantu mereka.

***

Sore harinya, Detektif Choi datang menggantikan Pak Polisi Lee untuk mendapatkan informasi dari Min Hee. Tidak seperti cerita Pak Polisi Lee yang bilang kalau Min Hee tak pernah menyambut kedatangannya dan bahkan tak pernah mau menjawab pertanyaannya sedikit pun, saat Detektif Choi membuka pintu ruang inap Min Hee, si penghuni ruangan tampak memberikan senyuman terhangatnya.

"Bagaimana kabarmu, Min Hee?" tanya Detektif Choi sambil berjalan mendekati ranjang.

"Kabarku sangat baik," jawab Min Hee dengan ramah.

"Aku senang mendengarnya. Tapi sepertinya sesuatu yang bagus sudah terjadi padamu," tebak Detektif Choi.

"Sedang terjadi tepatnya." Min Hee menampilkan mata belonya yang berbinar menatap laki-laki di depannya.

Detektif Choi mengerutkan keningnya tak mengerti. Satu-satunya yang terjadi di sana adalah pertemuan mereka. Tapi alasan itu cukup sulit untuk diterimanya. Rasanya sangat tidak mungkin Min Hee senang hanya karena bertemu dengannya.

"Bukankah kau datang untuk memberiku kabar bagus?" tanya Min Hee.

Detektif Choi langsung berdeham canggung setelah mendengarnya. Ia malu karena sempat berpikir kalau Min Hee benar-benar senang bertemu dengannya. Selain itu ia berusaha mengalihkan perhatian karena bukan itulah alasan ia datang.

"Dengar, Min Hee! Kau harus menjadi saksi di persidangan Won Woo jika memang ingin bertemu dengannya. Hanya dengan cara itulah aku bisa membantumu," kata Detektif Choi merasa berberat hati saat memberi tahu Min Hee.

Min Hee sudah tahu dari awal, pada akhirnya Detektif Choi pun bukan orang yang tepat untuk dipercaya. Jadi ia tidak begitu kecewa saat mendengar berita itu.

"Aku mau melakukannya," ucap Min Hee yakin.

"Ha? Barusan kau bilang apa?" Detektif Choi meminta Min Hee untuk mengulanginya, karena ia tidak ingin salah paham untuk yang kedua kalinya.

"Kubilang, aku mau bersaksi di persidangan Won Woo." Min Hee mengulanginya dengan jelas sehingga tidak mungkin Detektif Choi tidak mendengarnya.

"Kau mau?" Detektif Choi terperangah, tak percaya. Ia tidak menyangka Min Hee akan berubah pikiran semudah itu.

Kemudian ia pun teringat kalau Dr. Kim pernah mendiagnosa Min Hee mengidap Sindrom Stockholm. Sebuah kelainan jiwa yang membuat korban penculikan melindungi penculiknya dari pihak kepolisian. Jika Min Hee bersedia menjadi saksi di persidangan Won Woo, bukankah itu berarti Min Hee sudah sembuh dari penyakitnya, pikir Detektif Choi.

"Kau yakin, Min Hee?" tanya Detektif Choi meminta kepastian sekali lagi.

"Aku sangat yakin," jawab Min Hee sambil menganggukkan kepalanya.

"Kenapa kau tiba-tiba berubah pikiran secepat ini?" tanya Detektif Choi sedikit curiga.

"Aku ingin bertemu dengannya untuk... memastikan dengan mata kepalaku sendiri kalau dia dihukum seberat-beratnya atas perbuatannya," jelas Min Hee.

Detektif Choi menyunggingkan senyuman. "Itu keputusan yang bagus, Min Hee. Dan kau berubah pikiran di waktu yang tepat. Lusa adalah persidangan Won Woo yang kedua. Di sana kau akan menjadi saksi. Kau hanya perlu menceritakan apa yang terjadi sebenarnya."

"Hanya itu?" Min Hee memastikan.

"Hanya itu. Kau tidak perlu takut untuk jujur pada kami," kata Detektif Choi sunguh-sungguh.

Min Hee tampak ragu mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya ia membuka mulutnya. "Er... ada sesuatu yang ingin aku katakan."

Detektif Choi hanya diam saja, tapi dadanya bergemuruh tak nyaman.

"Aku tidak pernah takut berkata jujur." Min Hee melanjutkan. "Di persidangan nanti, aku akan mengatakan yang sebenarnya."

***

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

27.3K 2.7K 47
Kisah Leader dan Bassis DAY6 memperjuangkan cinta dengan sifat mereka yang berlawanan. ⚠️ NOT BXB book ⚠️ R15+ ⚠️ non baku; harsh words ] [ REVISED...
Ephemeral By Milky

Short Story

1.9K 153 4
Mata abu-abu sewarna perak itu terlalu murni dan jujur ​​untuk menyamarkan jiwa manis yang bersinar melaluinya ketika mereka memandangnya. Itulah cin...
103K 8.7K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
39.5K 5.3K 31
_written in bahasa_ Book 1 : Another World [ C O M P L E T E D ] Book 2 : Second Time [ C O M P L E T E D ] Book 3 : The Real Umbrella [coming soon] ...