Rahasia Diona

By Alnira03

488K 67.4K 2.7K

Ardiona Widati, perempuan berusia 28 tahun yang berprofesi sebagai konsultan pajak. Masih betah melajang wala... More

Prolog
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas

Satu

55.1K 6.2K 174
By Alnira03

Menghapus kenangan nggak semudah
Menghapus foto di galeri ponsel

-Ardiona Widati-

"Bu Diona hari ini ada meeting ya sama CV. Jaya Buana," kata asisten Diona lewat telepon. Diona menjepit telepon di antara telinga dan bahunya, matanya tidak lepas dari layar laptop di depannya, jari-jarinya mengetik balasan email dari salah satu kliennya. "Jam berapa?"

"Jam satu, Bu. Setelah makan siang."

"Bisa di reschedule nggak? Hari ini saya ada janji sama Pak Ariotedjo. Kamu tahu sendiri bapak itu sibuk banget," ucap Diona.

"Oke Bu, kalau sore ini gimana?"

Diona mengingat-ingat jadwalnya nanti sore, sepertinya tidak ada urusan penting, selain menemani mamanya belanja. Namun itu masih bisa ditunda, nanti dia akan meminta tolong adiknya saja. Diona mengakhiri panggilan itu, dia beralih ke ponselnya lalu menekan nomor panggilan cepat ke mamanya. "Halo Ma," sapanya.

"Iya Mbak?"

"Mama nanti belanja sama Ridza nggak papa, ya? Mbak ada meeting sore ini, kayaknya sih sampe malem."

"Ya udah nggak papa. Jangan lupa makan ya, Nak, hati-hati nyetirnya pulang nanti."

"Huum. Udah dulu ya, Ma. Mbak mau balik kerja," katanya sebelum mengakhiri panggilan itu.

Ardiona Widati, perempuan berusia 28 tahun yang sehari-hari menjalani profesinya sebagai seorang konsultan pajak, sudah biasa dengan ritme kerjanya yang sibuk. Salah satu alasan kenapa hingga saat ini dia belum memikirkan untuk menikah. Atau mungkin dia lebih nyaman menjalani kesendirannya seperti ini?

Mungkin juga.

Bagi Diona, single itu pilihan. Lebih baik sendiri daripada memiliki pasangan namun yang dirasakannya hanyalah kesedihan dan air mata.

Diona melirik ponselnya yang lagi-lagi bergetar. Panggilan dari Reynara, sahabatnya. "Ya Nar?"

"Are you free today?"

"No, I'm expensive."

Nara berdecak. "Gue serius, Di."

Diona tertawa. "Gue meeting sampe malem, Nara Sayang. Kenapa, sih? Kangen sama gue?" Diona bisa mendengar dengusan laki-laki itu.

"Mumet gue di kantor, temenin gue makan, yuk?"

"Lihat nanti deh, gue nggak tahu bakal meeting sampai jam berapa."

"Ya udah gue tunggu. Nanti makan di deket tempat lo meeting aja gimana?" tanya Nara sedikit memaksa. Diona mendengus. "Iya, udah ah, gue mau meeting. Gue chat nanti alamat tempat gue meeting. See you there."

"See you, Di."

Diona memasukkan ponsel dan laptopnya ke dalam tas. Merapikan rok pensil selutut yang membalut tubuhnya, lalu memastikan cepolan rambutnya masih rapi. Kantung matanya terlihat menghitam, walau tadi pagi sudah berusaha ditutupinya dengan concealer. Kesibukannya seminggu terakhir memang luar biasa, dia harus menjalani meeting dari satu tempat ke tempat lain, bertemu dengan klien yang berbeda-beda dan tentu saja dengan karakter yang berbeda pula. Kadang Diona merasa lelah dengan rutinitas pekerjaannya ini. Dia ingin sekali bekerja seperti Naisha, sahabat sekaligus anak dari kliennya yang kerjanya hanya foto-foto, upload di Instagram dan uang mengalir deras ke rekeningnya.

Mengingat Naisha, Diona jadi ingat kalau dia belum membalas pesan terakhir dari sahabatnya itu. "Bu, kata Bapak jangan lupa makan siang," kata asistennya.

Diona mengangguk. "Ini kan mau ketemu Pak Ario di restoran, pasti sekalian makan," kata Diona sambil menahan tawa. Dia bersyukur bisa bekerja di perusahaan ini, walaupun kadang jadwal kerjanya super padat, namun atasannya selalu perhatian padanya. Diona menekan tombol unlock lalu masuk ke dalam mobilnya, dia memastikan semua berkas sudah dibawanya lalu memacu mobilnya menuju restoran tempatnya akan bertemu dengan pak Ariotedjo, klien sekaligus ayah dari sahabatnya, Naisha.

*****

Diona mempercepat langkah memasuki café tempat dirinya dan Nara membuat janji. "Gue telat banget, ya?" tanya Diona sambil duduk di depan Nara yang sedang menyantap kentang gorengnya.

"Gue hampir sejam di sini," kata Nara sambil mengerucutkan bibir. Reynara Aryadika adalah sahabat Diona sejak SMA, mereka dulu sama-sama anak Paskib dan siapa yang menyangka persahabatan mereka bisa terus berlanjut hingga tahun ke-tiga belas.

"Sori, tahu sendiri kerjaan gue gimana," kata Diona sambil membuka buku menu di depannya.

Nara bekerja di sebuah perusahaan BUMN, di umurnya yang ke-28 laki-laki itu sudah cukup mapan. Pekerjaan yang bagus, tampang yang lumayan, tentu saja membuat banyak perempuan mengejarnya. Nara memiliki tubuh jangkung, kulitnya kecokelatan, hidung bangir, alis tebal, keseluruhan, nilai Nara delapan. Dan dia masih betah sendiri dengan semua yang dimilikinya saat ini.

Seperti di banyak cerita, beberapa orang terdekat malah menginginkan Diona dan Nara bersama. Namun keduanya masih nyaman dengan status mereka saat ini, hanya bersahabat, tidak lebih. Diona sendiri tidak pernah berpikir untuk menjalani hubungan serius dengan Nara. Apalagi melihat perempuan-perempuan yang mengejar Nara, dia merasa apa ya... hm... bukan minder juga, namun merasa tidak bisa menyainginya, apalah dirinya kalau berdiri di sebelah Nara.

Dari segi fisik, Diona memiliki tubuh yang berisi, kulitnya tidak putih, melainkan kecokelatan dan Diona tidak merasa perlu mengubah warna kulitnya dengan bantuan obat-obatan yang sering dipromosikan di Instagram. Tubuh curvy-nya sering membuat beberapa orang salah fokus, bokong dan pahanya yang besar membuat Diona tidak percaya diri, hanya saja saat ini dia sudah masuk ke tahap menerima itu semua. Malah Naisha ingin sekali memiliki bokong yang besar seperti miliknya, mengingat gadis itu memiliki tubuh seperti barbie, dengan kaki panjang yang menurut Diona seperti bambu.

Diona mencomot kentang goreng dari piring Nara. "Kenapa? Ada masalah di kantor?"

Nara mengangguk. "Biasalah si bos mau menang sendiri."

"Gitulah kalau masih jadi anak buah, Nar." Diona mengambil lemon tea milik Nara dan menyesapnya. "Hobi banget sih, minuman asem begini," protesnya.

"Siapa suruh main minum punya orang. Pesen sendiri sana." Nara memanggil pelayan yang ada di dekat mereka.

Diona menyebutkan pesanannya kepada pelayan itu. Dia paling malas meminum sesuatu yang asam dan pahit, sudah cukup hidupnya saja yang asam dan pahit, tidak dengan minumannya juga.

****

Diona membaringkan tubuhnya di ranjang. Dia baru sampai di rumah pukul sepuluh malam. Mamanya sengaja belum tidur untuk menunggunya pulang, walaupun usianya sudah 28 tahun, Diona masih tetap anak mama seperti dulu, yang selalu dicek keberadaannya, yang selalu dinasihati layaknya anak sekolah, namun Diona bersyukur memiliki mama yang seperti ini, karena banyak orang ingin bertukar posisi dengannya.

Diona membuka ponselnya, ada pesan masuk dari Naisha di sana.

Naisha : Ketemu Papa?

Diona : Iya, tadi siang.

Naisha : Pak Ariotedjo luar biasa, baru sampe Jakarta yang ditemuin konsultannya dulu, bukan anaknya.

Diona : Hehe, sabar. Apa kabar hati lo, Nai?

Naisha : Masih basah lukanya. Capek ah mikirin dia. Ini si Laura mau ngenalin gue sama temen abangnya. Menurut lo gimana?

Diona : Apa salahnya kenalan Nai. Siapa tahu jodoh kan?

Naisha : Iya sih. Tapi gue nggak mau bego lagi kayak dulu. Ah pusing gue. Kayaknya mau liburan dulu deh, Jepang lagi musim dingin kan, ya?

Diona meringis membaca pesan itu. Banyak orang pasti ingin bertukar posisi dengan Naisha, seorang selebgram yang penghasilannya satu hari bisa setara dengan satu bulan gaji pegawai biasa sepertinya. Belum lagi dia memang berasal dari keluarga yang memang berada. Namun sejak menjadi selebgram Naisha tidak pernah lagi meminta uang dari orangtuanya. Dia tumbuh jadi anak yang mandiri bahkan beberapa properti dibeli atas namanya sendiri.

Belum lagi secara fisik Naisha punya fisik yang diimpikan semua perempuan. Cantik alami, kulit putih dan bentuk tubuh yang sepertinya tidak akan pernah didapatkan Diona, walau dia olahraga siang dan malam. Namun sayang, dari semua kesempurnaan yang dimilikinya, Naisha selalu gagal dalam percintaan. Tidak ada bedanya dengan Diona. Sebenarnya bukan gagal, hanya saja sejak dulu Naisah mencintai seseorang yang tidak menaruh rasa sama sekali padanya.

Mereka berdua bersahabat sejak tiga tahun yang lalu, dan salah satu kecocokan mereka adalah mereka sama-sama memiliki cerita kelam tentang percintaan. Itu yang membuat mereka dekat satu sama lain.

"Kita pernah bodoh dan nggak mau bodoh lagi. Jadi mulai sekarang kita harus saling menguatkan," ucap Naisah pada Diona dulu sekali.

"Ya, kita pernah bodoh dan kita nggak boleh masuk ke lubang kebodohan yang sama. Kita harus jadi cewek pintar dan kuat," janji mereka setahun lalu. 

Continue Reading

You'll Also Like

440K 25.7K 30
Story Kedua Neo Ka🐰 Duda Series Pertama By: Neo Ka Gayatri Mandanu itu ingin hidup simpel, tidak ingin terlalu dikekang oleh siapapun bahkan kadang...
201K 10.3K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
2.4M 12.8K 26
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...
1.6M 175K 66
TAMAT & PART LENGKAP May contain some mature convos and scenes "Kita kapan akan bercerai?" - Aliyah, istri. "Kamu ajakin saya kumpul kebo?" - Jesse...