Satu

55.1K 6.2K 174
                                    

Menghapus kenangan nggak semudah
Menghapus foto di galeri ponsel

-Ardiona Widati-

"Bu Diona hari ini ada meeting ya sama CV. Jaya Buana," kata asisten Diona lewat telepon. Diona menjepit telepon di antara telinga dan bahunya, matanya tidak lepas dari layar laptop di depannya, jari-jarinya mengetik balasan email dari salah satu kliennya. "Jam berapa?"

"Jam satu, Bu. Setelah makan siang."

"Bisa di reschedule nggak? Hari ini saya ada janji sama Pak Ariotedjo. Kamu tahu sendiri bapak itu sibuk banget," ucap Diona.

"Oke Bu, kalau sore ini gimana?"

Diona mengingat-ingat jadwalnya nanti sore, sepertinya tidak ada urusan penting, selain menemani mamanya belanja. Namun itu masih bisa ditunda, nanti dia akan meminta tolong adiknya saja. Diona mengakhiri panggilan itu, dia beralih ke ponselnya lalu menekan nomor panggilan cepat ke mamanya. "Halo Ma," sapanya.

"Iya Mbak?"

"Mama nanti belanja sama Ridza nggak papa, ya? Mbak ada meeting sore ini, kayaknya sih sampe malem."

"Ya udah nggak papa. Jangan lupa makan ya, Nak, hati-hati nyetirnya pulang nanti."

"Huum. Udah dulu ya, Ma. Mbak mau balik kerja," katanya sebelum mengakhiri panggilan itu.

Ardiona Widati, perempuan berusia 28 tahun yang sehari-hari menjalani profesinya sebagai seorang konsultan pajak, sudah biasa dengan ritme kerjanya yang sibuk. Salah satu alasan kenapa hingga saat ini dia belum memikirkan untuk menikah. Atau mungkin dia lebih nyaman menjalani kesendirannya seperti ini?

Mungkin juga.

Bagi Diona, single itu pilihan. Lebih baik sendiri daripada memiliki pasangan namun yang dirasakannya hanyalah kesedihan dan air mata.

Diona melirik ponselnya yang lagi-lagi bergetar. Panggilan dari Reynara, sahabatnya. "Ya Nar?"

"Are you free today?"

"No, I'm expensive."

Nara berdecak. "Gue serius, Di."

Diona tertawa. "Gue meeting sampe malem, Nara Sayang. Kenapa, sih? Kangen sama gue?" Diona bisa mendengar dengusan laki-laki itu.

"Mumet gue di kantor, temenin gue makan, yuk?"

"Lihat nanti deh, gue nggak tahu bakal meeting sampai jam berapa."

"Ya udah gue tunggu. Nanti makan di deket tempat lo meeting aja gimana?" tanya Nara sedikit memaksa. Diona mendengus. "Iya, udah ah, gue mau meeting. Gue chat nanti alamat tempat gue meeting. See you there."

"See you, Di."

Diona memasukkan ponsel dan laptopnya ke dalam tas. Merapikan rok pensil selutut yang membalut tubuhnya, lalu memastikan cepolan rambutnya masih rapi. Kantung matanya terlihat menghitam, walau tadi pagi sudah berusaha ditutupinya dengan concealer. Kesibukannya seminggu terakhir memang luar biasa, dia harus menjalani meeting dari satu tempat ke tempat lain, bertemu dengan klien yang berbeda-beda dan tentu saja dengan karakter yang berbeda pula. Kadang Diona merasa lelah dengan rutinitas pekerjaannya ini. Dia ingin sekali bekerja seperti Naisha, sahabat sekaligus anak dari kliennya yang kerjanya hanya foto-foto, upload di Instagram dan uang mengalir deras ke rekeningnya.

Mengingat Naisha, Diona jadi ingat kalau dia belum membalas pesan terakhir dari sahabatnya itu. "Bu, kata Bapak jangan lupa makan siang," kata asistennya.

Rahasia DionaOn viuen les histories. Descobreix ara