Dua

40.3K 5.7K 353
                                    

Stop thinking about
Everything so much
You're breaking your own heart

-Unknown-

"Adek jaga diri baik-baik, ya. Mbak doain biar lulus semua tes-nya." Diona memeluk tubuh Ridza, adik semata wayangnya yang akan berangkat ke Pangkal Pinang hari ini. Ridza akan mengikuti seleksi untuk menjadi seorang polisi. Cita-cita Ridza sejak kecil karena melihat foto sang ayah yang mengenakan seragam kebesarannya.

Papa Diona seorang anggota Polri, namun meninggal karena kecelakaan saat menjalankan tugas. Saat itu Diona duduk di kelas tiga SD sedangkan adiknya masih berumur satu tahun. Ridza tidak pernah merasakan kasih sayang papanya, hanya bisa memandangi foto beliau yang disimpan rapi oleh mamanya. Keluarga mereka sempat merasakan masa-masa sulit dulu, apalagi mama Diona masih sangat muda saat ditinggal oleh suaminya. Tiga puluh tahun dan harus menjadi janda dengan dua anak yang masih kecil-kecil, bahkan Ridza masih harus minum ASI dulu. Untungnya mama Diona mempunyai saudara-saudara yang sangat menyayanginya, mereka yang bahu membahu membantu mama Diona bangkit, selain dari nenek Diona.

Kini adik kecilnya sudah beranjak dewasa, tubuhnya tegap hasil didikan milter yang dijalaninya dengan para tentara. Keluarga Diona memang banyak yang berprofesi sebagai polisi dan TNI, hampir semuanya malah berdarah militer, dia saja yang tidak punya keinginan untuk menjadi Polwan atau Kowad.

"Aamiin, titip Mama ya, Mbak," ucap Ridza.

"Iya pokoknya fokus aja sama tesnya jangan ninggalin salat ya. Mbak yakin kamu bisa." Dulu Ridza gendut sekali, namun sejak dia mengatakan keinginannya untuk menjadi seorang polisi, mamanya mulai mempersiapkan Ridza, dia mendapat pelatihan dari tentara langsung, salah satu kenalan pamannya. Dan katanya sih, pendidikan menjadi tentara itu lebih keras daripada polisi. Ridza digembeleng di sana, itu kenapa tubuhnya sekarang berbentuk seperti ini. Diona setiap hari melihat Ridza pamer perut kotak-kotaknya yang seperti roti sobek di rumah.

Setelah mengantarkan Ridza ke bandara dan menunggu mamanya selesai menangis karena melepas Ridza. Keduanya masuk ke mobil, Diona memang izin datang terlambat ke kantor kepada atasannya. Dia harus mengantarkan mamanya pulang dulu ke rumah. Hari ini untungnya jadwalnya cukup lowong.

"Udah Ma, Adek baik-baik aja kok," kata Diona sambil menoleh ke arah mamanya yang masih terus menangis.

"Ini kali pertama Adek jauh dari Mama, Mbak."

"Iya, Ma. Mbak ngerti, tapi Adek kan mau ngejer cita-citanya, biar kayak Papa," hibur Diona.

Mamanya mengusap air mata dengan tisu. "Mbak pulang malem lagi hari ini?"

Diona menggeleng. "Nggak kok, nanti malem Diona makan di rumah."

Mamanya mengangguk. Kadang ada perasaan bersalah, karena tidak bisa menemani mamanya karena kesibukan, untungnya mamanya punya Bulan dan Hana. Anak dari adik mama Diona. Kebetulan memang rumah mereka bertetangga, karena adik mama Diona—Diona memanggilnya Bunda—seorang wanita karier, jadi mama Diona yang mengurus kedua anaknya setiap hari.

"Kemarin Mbak ke mana aja? Meeting aja?" tanya mamanya.

"Iya, terus malemnya ketemu Nara. "

"Apa kabar Nara? Lama nggak ke rumah. Ajak main ke rumah Mbak, Mama kangen sama dia."

"Lagi pusing dia, atasan baruanya rese katanya. Tapi nanti Mbak sampein ya."

Nara dan Diona memang akrab sekali, bahkan keduanya dekat dengan keluarga masing-masing. Mama Diona yang protektif bahkan sanggup melepaskan Diona, saat Diona meminta izin untuk liburan bersama Nara. Reyanara anak yang sopan dan selalu membuat Diona nyaman.

"Katanya Salma naksir sama Nara ya, Mbak?"

Diona mengangguk. Salma itu salah satu temannya sesama Paskib saat SMA dulu. "Tapi ya gitu, Nara suka ngetusin dia. Kasian si Salma."

"Nara punya pacar?"

Diona menggeleng. "Nggak ada." Diona sendiri heran kenapa Nara yang sebaik itu padanya bisa bersikap ketus pada Salma, kata orang sih kalau perempuan terlalu mengumbar perasaan sukanya pada lawan jenis, si cowok malah takut. Tidak dimungkiri sih, Diona sering melihat sikap cari perhatian Salma yang berlebihan. Dan buntutnya dia yang menjadi sasaran kekesalan Salma, karena perempuan itu cemburu pada Diona. Jangan salahkan Diona dong kalau perhatian Nara berbeda padanya, Diona tidak pernah meminta itu. Dia hanya menikmatinya saja.

*****

Diona sedang memeriksa laporan pajak salah satu klien-nya saat ponselnya berdering. Panggilan dari nomor asing, dia segera mengangkat panggilan itu. "Halo?" sapanya. Tidak ada suara di seberang, hanya tarikan napas berat yang terdengar. "Halo?" ulang Diona sedikit lebih keras.

Lagi-lagi tidak ada sahutan dari si penelepon. Diona mengulangi sapaannya yang ketiga namun tidak juga mendapat jawaban. Kesal, dia segera mengakhiri panggilan itu. Sudah beberapa hari ini dia mendapatkan telepon tidak jelas seperti ini. Pikirannya melayang pada seseorang, namun dia segera menepis bayangan itu dan melanjutkan pekerjaannya kembali.

Saat jam makan siang, Diona duduk di kantin menyantap makanannya. Diona bukan tipe perempuan yang menjaga makanan, dia makan apapun yang dia mau, walau dia tahu tubuhnya cepat sekali menggemuk. Tapi siapa yang peduli? Hidup cuma sekali, jadi harus dinikmati. Berbeda dengan beberapa teman perempuan yang dikenalnya, terlebih Naisha yang sangat menjaga makanan.

Diona membuka akun Instagram-nya, foto Naisha langsung terpampang di layarnya, gadis itu mempromosikan blazer yang dikenakannya, salah satu brand keluarannya sendiri. Naisha Collection. Di usianya yang masih 26 tahun Naisha sudah sesukses dan setenar ini. Tidak dimungkiri sih, Naisha terlalu mudah dicintai penggemarnya, selain fisik yang indah dan wajah yang cantik, gadis itu juga ramah sekali. Itu juga yang membuat Diona nyaman berteman dengan Naisha, kalau dipikir dia ini siapa, hanya konsultan ayah Naisha, namun saat kali pertama mereka bertemu dan dikenalkan Pak Ario, Naisha menunjukkan sikap ramahnya yang membuat Diona nyaman hingga akhirnya mereka sedekat sekarang.

Sayangnya Naisha masih terjebak dengan cinta masa kecilnya. Ada kalanya Diona sebal sekali dengan laki-laki yang dicintai sahabatnya itu, betapa tidak bersyukurnya dia dicintai begitu dalam oleh Naisha, tetapi malah selalu mengabaikan perempuan itu.

Hal lain yang disukai Diona dari Naisha adalah, gadis ini tidak sembarang menerima endorse, hanya online shop terpercaya dan juga tidak pernah endorse obat-obat seperti kebayakan selebgram lain. Obat putih, obat mata minus, obat kurus dan obat-obat lainnya. Naisha mengerti, dia bukan gadis bodoh yang diperbudak uang, dia tahu kalau obat-obat semacam itu berbahaya dan dia tidak mau kalau followers-nya termakan iklan dan malah menantang maut dengan mengkonsumsi obat-obat semacam itu. Naisha berprinsip.

Hubungan mereka sudah seperti kakak adik. Diona yang mendambakan teman cerita dan adik perempuan bertemu dengan Naisha, begitu pula dengan Naisha yang kesepian karena dia anak semata wayang. Selama ini sih, Naisha lebih banyak terbuka dengan Diona. Diona sendiri masih mengerem untuk bercerita tentang masa lalunya, bukan karena dia tidak percaya Naisha, tapi masa lalunya terlalu kelam, mengingat apa yang terjadi hanya membuatnya membuka luka lama.

Selesai menyantap makanannya Diona berjalan menuju tangga untuk kembali ke ruangannya. Dia merasak ponselnya bergetar di saku celana, lagi-lagi nomor asing. Dia berdecak kesal dan mengangkat panggilan itu. "Halo?!" katanya agak ketus.

"Hai Di, inget aku?" suara itu membuat Diona menahan napas.

"Lo siapa, sih?"

"Aku kangen kamu Di, mau dipeluk kamu. Malam ini kita ke hotel gimana?"

Tanpa menjawab ucapan laki-laki mesum itu, Diona langsung mengakhiri panggilan itu dan memblokir nomor tersebut. Dia ingat suara itu, ingat sekali.

*****

Rahasia Dionaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें