Tujuh

31K 5.3K 290
                                    

Terkadang yang menjatuhkan
Harga diri perempuan
Ya dari kaum perempuan itu sendiri

-Ardiona Widati-

"Kamu kenapa, Di? Kok Mama lihat kayaknya murung terus beberapa hari ini?" tanya ibu Diona. Orangtua tentu saja yang paling peka terhadap anaknya, perubahan sedikit saja pasti tidak luput dari perhatiannya.

Diona tersenyum tipis lalu memeluk mamanya dari samping. Keduanya saat ini sedang berada di ruang tengah sambil menonton channel Disney favorit Diona yang saat ini tengah memutar film Tangled. "Mbak kangen sama Adek," bisik Diona. Dia tidak sepenuhnya berbohong, karena memang dia merindukan adiknya, kalau saja adiknya itu ada di sini dia pasti bisa mengeluarkan semua unek-uneknya, walaupun dia tahu risiko menceritakan semuanya, pasti adiknya itu akan memburu Edo.

Adiknya teman curhat yang baik, dari pada Kak Mukti, walaupun kakak sepupunya itu akan selalu menjadi penolongnya, namun Diona ingat sekali bagaimana reaksi Mukti begitu Diona menceritakan apa yang sudah dilakukan Edo padanya, hal yang pertama dilakukan oleh Mukti adalah memarahinya habis-habisan, segala sumpah serapah keluar dari mulut Mukti dan itu membuat Diona semakin takut.

"Adek kan lagi tes, nanti pulang sebentar sambil nunggu pengumumannya," hibur mamanya.

Diona mengangguk. Dia tidak sampai hati menceritakan apa yang terjadi pada ibunya, dia tahu ibunya pasti akan sangat terluka. Diona saja sampai saat ini merasa dirinya begitu kotor karena disentuh oleh si bajingan bernama Edo itu. "Mbak ke kamar dulu ya, Ma," kata Diona pada mamanya.

Mamanya mengangguk.

Sampai di kamar Diona membaringkan tubuhnya ke atas kasur, beberapa hari ini dia tidak bisa tidur nyenyak, bayangan bagaimana Edo menyentuhnya selalu muncul saat dia menutup mata, yang bisa dilakukannya hanyalah menangis. Diona merutuki dirinya sendiri yang begitu bodohnya masuk ke kandang singa. Dia tahu Edo gila dan dia menantang orang gila itu.

Dering ponselnya membuat lamunan Diona terhenti, dia mengusap pipinya yang basah karena air mata. "Ya, Nar?" sapanya pada Nara.

"Yaelah suaranya lesu banget. Lo kenapa sih? Sakit?" tanya Nara.

"Agak nggak enak badan aja. Kenapa Nar?"

"Mau denger suara lo aja, nggak boleh?"

Diona mendesah. "Gue ngantuk, Nar." Diona tahu Nara tidak akan berhenti mengkonfrontasinya sebelum laki-laki itu mendapat jawaban atas apa yang sedang terjadi padanya.

"Temenin gue ngobrol kenapa, sih?! Bosen nih, di grup juga bahasannya lagi nggak asik banget."

"Emang lagi bahas apa?" tanya Diona.

"Biasalah kerjaan. Kan males banget. Biasa juga bahas cewek-cewek semok yang suka ketemu pas naik lift."

Diona mendengus. "Nggak jauh-jauh dari cewek bahasan kalian ya."

"Iya dong, kan normal. Tapi beneran deh, ada cewek cakep banget, gila seksi abis pula. Katanya sih Janda, belum punya anak. Lagi jadi inceran anak-anak tuh. Sering banget dipepet, malah mereka ngepasin jam buat ngerokok bareng."

"Terus lo ikutan ngerokok gitu?"

"Ya nggak gitu juga. Cuma gue ngepasin pas makan siang bareng aja. Hehehe."

"Yeee sama aja. Udah deh, mending lo nyanyi aja, gue lebih seneng dengar lo nyanyi daripada lo ngoceh," tukas Diona.

"Emang ya lo nggak ada manis-manisnya sama gue. Bentar ambil gitar dulu."

Tidak lama kemudian terdengar petikan gitar Nara. Diona mengambil earphone dan memakainya untuk mendengarkan suara Nara, laki-laki itu menyanyikan lagu Real Friends. Suara Nara yang berat membuat Diona terbawa suasana, mungkin juga karena suasana hatinya sedang sensitif hingga dia kembali meneteskan air mata.

Rahasia DionaWhere stories live. Discover now