Tiga

35.4K 5.4K 189
                                    

Error
404
Sleep not found

-Unknown-

Sepanjang hari Diona berusaha untuk melupakan isi chat kurang ajar dan juga telepon dari laki-laki berengsek itu. Nomor ponsel orang itu pun sudah diblokirnya, Diona berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja, berkonsentarsi mendengarkan presentasi dari seniornya, lalu meeting dengan beberapa klien, hanya saja bayangan laki-laki itu masih bercokol di kepalanya.

Diona mengenal laki-laki itu, walaupun si penguntit berusaha untuk menutup-nutupi identitasnya, Diona ingat suara itu. Salah satu alasan Diona resign dari perusahaan tempatnya bekerja dulu adalah dia. Dia yang membuat Diona merasa tidak nyaman, menguntitnya dan berusaha untuk melakukan skinship setiap ada kesempatan. Awalnya hubungan mereka baik, layaknya rekan kerja biasa, namun lama kelamaan, laki-laki itu menunjukkan sifat aslinya, hal yang membuat Diona merasa tidak nyaman.

Setahun lebih berlalu sejak dia pindah ke perusahaan ini, laki-laki itu masih mengganggunya, hanya saja intensitasnya tidak seperti dulu. Baru-baru ini dia kembali berulah, sudah lama Diona ingin menceritakan hal ini pada Naisha, hanya saja dia malu kalau harus mengakui dirinya dikejar-kejar oleh laki-laki berotak mesum.

"Mbak Diona sakit?" tanya Santi asistennya.

"Apa?"

"Mbak Diona sakit?" ulang Santi.

"Eh, nggak kok. Cuma laper aja, ke kantin dulu ya, San."

Santi mengangguk, kemudian Diona langsung berjalan menuju lantai satu. Perutnya memang terasa lapar, siang tadi dia tidak menghabiskan makanannya karena nafsu makannya lenyap begitu saja setelah menerima telepon dari laki-laki mesum itu. Setelah memesan makanan, Diona duduk di kursi kosong dan menyantap makannnya. Tidak lama kemudian, ponselnya bergetar, jantungnya langsung berdetak lebih cepat, lagi-lagi telepon dari nomor asing. Diona memilih mengabaikan panggilan itu dan menghabiskan makanannya, namun pada panggilan ketiga dia menyerah dan menjawab panggilan itu. "Halo!" katanya ketus.

"Sayang kok kasar sih," ucap suara di seberang.

"Mau apa sih lo!" bentak Diona, tebakan Diona benar, penelepon itu adalah si laki-laki mesum.

"Mau kamu, Yang. Kangen kamu."

"Nggak usah kurang ajar ya!"

"Sayang kamu nggak boleh kasar sama aku. Gimana tawaran aku, kita ke hotel ya? Pengin peluk kamu, cium kamu..."

"Stop!" potong Diona. "Lo tuh emang gila, ya! Kalau lo begini terus, gue bakal buka suara, gue bakal bilang semuanya ke bokap lo. Selama ini gue diem karena mandang bokap lo aja, tapi makin lama lo makin gila."

Terdengar suara tawa di seberang sana, dan itu membuat Diona semakin geram dengan laki-laki ini. "Diona Sayang, mau ngadu ke Papaku? Silakan, dia nggak akan peduli."

"Dasar sinting!" Diona langsung mengakhiri panggilan itu dan kembali memblokir nomor itu. Entah berapa banyak nomor ponsel yang dibeli laki-laki mesum ini untuk menghubunginya. Baru saja dia akan bangkit berdiri untuk kembali ke ruang kerjanya, satu pesan masuk ke ponsel Diona.

Blokir aja terus, tapi aku nggak akan nyerah, Di. Kamu harus tanggung jawab, aku nggak nafsu sama cewek lain gara-gara kamu. Aku mau kamu, Di. Dan aku harus dapetin kamu.

*****

"Lo kenapa sih, Di?" tanya Nara saat melihat wajah murung Diona.

"Pusing, Nar," ucapnya sambil memijat kening. Tadi sore Diona menghubungi Nara, meminta laki-laki itu untuk menjemputnya di kantor. Diona malas menyetir sendiri dengan pikiran yang sedang semerawut seperti ini, biar saja dia meninggalkan mobilnya di kantor, besok pagi dia bisa pergi kerja dengan taksi online.

Rahasia DionaWhere stories live. Discover now