TAMAT - Under Cover

Por fuyutsukihikari

253K 19.6K 1.1K

SASUFEM!NARU FANFICTION VERSI LENGKAP BISA DIBELI DI GOOGLE BOOK/PLAY Naruto yang berprofesi sebagai intel, a... Más

Chapter 1 : Back To High School
Chapter 2 : I Know What You Did
Chapter 3 : You Can Cry On My Shoulder
Chapter 4 : I'm Worried About You
Chapter 5 : Second Kiss
Chapter 6 : After School Detention
Chapter 7 : Kurama
Chapter 8 : Ikatan Baru
Chapter 9 : New Team
Chapter 10 : A Thousand Tears
Chapter 11 : She
Chapter 12 : Hold My Hand
Chapter 13 : Mimpi Buruk?
Chapter 14 : Titik Terang Bag. 1
Chapter 15 : Titik Terang Bag. 2
Chapter 16 : Duniaku Hancur Part 1
Chapter 16 : Duniaku Hancur Part. 2
Chapter 17 : Rencana Bag. 1
Bab 18. Misi Anko Part 1
Bab 18.2 : Misi Anko Part 2
Bab 19. Mengawasi Kurama
Chapter 19 Part 2 : Mengawasi Kurama
Chapter 21 :
Chapter 22
Chapter 23. Menemukanmu
End

Chapter 20 : Sebuah Pilihan

4.1K 522 35
Por fuyutsukihikari

PDF tersedia. Harga 70rb. Minat DM ya. ^^

.

.

.


Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Pairing : SasuFemNaru

Rated : M

Genre : Crime, Action, Friendship, Romance, Angst

Warning : Gender switch, OOC, OC, typo(s)

Note : Dilarang copy paste sebagian atau keseluruhan isi fict ini maupun fict milik saya lainnya!

Under Cover

Chapter 20. Sebuah Pilihan

By : Fuyutsuki Hikari



APA yang dilakukan Naruto? Bee bertanya di dalam hati. Dia berjalan masuk, langkah kakinya terdengar berat. "Kau mau kemana?" tanyanya setelah menutup pintu ruang inap yang ditempati oleh Naruto, pelan.

Naruto melirik ke arah Bee singkat. Wanita itu meringis karena bekas luka tembak di dada kirinya berdenyut saat dia memasukkan tangan kirinya ke dalam lengan jaket tebal. "Apa Jenderal Raikage tidak memberitahumu?" Dia balik bertanya dengan suara tenang.

Bee menaikkan satu alisnya tinggi mendengar pertanyaan itu. Seketika giginya gemeretak. Apa lagi yang direncanakan kakaknya kali ini?

"Jangan membalas pertanyaan dengan pertanyaan lain, Naruto!" tegur Bee. "Aku bertanya lebih dulu padamu."

"Beliau akan memindahkanku ke lokasi tersembunyi," terang Naruto, tersenyum tipis. dengan gerakan tubuh dia meminta maaf pada sang kapten. "Jangan bertanya apa pun padanya!" cegah wanita itu melihat perubahan ekspresi Bee. "Jenderal pasti sudah merencanakannya dengan matang. Kita hanya perlu bersabar hingga dia mengatakan apa rencananya kali ini."

"Aku tidak setuju," dengkus Bee.

"Apa yang kau bawa?" Naruto berusaha mengalihkan perhatian atasannya. Dia melangkah pelan menuju meja tempat Bee meletakkan barang bawannya.

Bee mengabaikan petanyaan Naruto. Pria itu berjalan mondar-mandir di dalam ruangan setelah meletakkan box pizza di atas meja. Rahangnya mengeras, pria itu terdiam beberapa saat sementara Naruto berjalan menuju meja dan membuka box yang dibawa oleh Bee.

"Aku sangat merindukan pizza," kata Naruto, membawa sebuah potongan pizza ke mulutnya. Pizza dengan lelehan keju mozarella serta jamur dan daging yang berhasil membuat air liurnya menetes. "Bagaimana kabar rekan-rekanku yang lain?" tanyanya, berusaha menarik perhatian Bee yang tidak bersahabat.


Bee menjeda, menarik napas panjang lalu melepasnya pelan. "Kelompok Kabuto dan Zetsu lebih tenang belakangan ini. Sepertinya mereka menahan diri jadi sulit untuk rekan-rekanmu memancing keributan," terangnya.

Naruto mengangguk paham. Mulutnya masih mengunyah dengan tidak sabar. Dia menyeruput minuman berkarbonasi dari kaleng minuman dengan cepat lalu mengelap mulut dengan punggung tangan. "Bagaimana dengan penjahat-penjahat yang ada di dalam daftar buku harian Tayuya?"

"Sepertinya Orochimaru memberikan perintah pada mereka untuk bersembunyi," jelas Bee. Dia menggertakkan gigi, kesal karena musuh seperti bisa mengetahui apa yang direncanakan oleh kepolisian dan militer. "Mereka lebih berhati-hati," sambungnya. "Orochimaru sangat pintar, dia tidak mengambil tindakan gegabah walau berhasil merebut buku harian itu."

"Jadi mereka bersembunyi?"

Bee mengangguk. "Mereka yang memiliki posisi penting di kelompok Hebi tidak terlihat di klub-klub yang mereka kuasai. Akhir-akhir ini juga tidak ada transaksi dilakukan di sana. Mereka menghilang seperti hantu."

Naruto terkekeh pelan, berusaha mencairkan ketegangan pada diri Bee. "Jangan khawatir, kita pasti bisa meringkus mereka."

Keyakinan Naruto menular dengan cepat pada Bee. Pria itu akhirnya bisa menghela napas lega dan mengangguk semangat. "Kau benar. Kita pasti bisa menangkap mereka semua."

Bee menceritakan kepada Naruto mengenai semua rencana yang telah disusun oleh Raikage. Walau sayangnya ada beberapa hal yang tidak diketahui oleh pria itu. "Cepat habiskan!" kata Bee saat melihat box pizza yang ada di atas meja masih tersisa setengahnya. "Dokter dan perawat akan mengomel jika tahu aku membawa makanan itu untukmu."

Naruto mengangguk. "Berita apa lagi yang kau bawa?"

"Kakakmu," jawab Bee, membuat Naruto terkejut.

Wanita itu menghentikan kunyahannya. Pizza di tangannya terlepas ke atas lantai. "Ada apa dengan kakakku?" Perasannya langsung gelisah. Dia mencium ketidakberesan.

"Mereka mengincar kakakmu," jawabnya dengan nada penyesalan.

Perlu beberapa saat bagi Naruto untuk mencerna ucapan Bee. Mengincar Kurama? Batinnya. Wanita itu menggertakkan gigi. "Apa yang mereka inginkan dari kakakku? Dia tidak berbahaya ... kecuali—" dia menjeda, "kecuali jika mereka menginginkan kakakku menjadi bagian dari mereka?"

Dia terdiam sejenak, kedua matanya terbelalak. "Kejeniusan Kak Kurama yang mereka incar," pekiknya.

Bee tidak berkata sepatah kata pun. Matanya memindai langit-langit. Tidak diragukan lagi, Orochimaru pasti menginginkan Kurama menjadi bagian dari mereka. Organisasi Hebi memerlukan seorang jenius seperti Kabuto dan Kurama orang yang sangat cocok untuk itu. Teori Naruto terdengar sangat masuk akal.

"Kita harus melakukan sesuatu," kata Naruto. "Kakakku akan dibawa secara paksa. Orang-orang disekitarnya juga dalam bahaya, Kapten."

"Kami sudah menugaskan Fuu dan Hangobi untuk mengawasi kakakmu," kata Bee. "Mereka akan segera melapor dan bertindak jika ada sesuatu yang mencurigakan."

"Aku harus dilibatkan untuk melindungi Kak Kurama," kata Naruto, tegas. Kesedihan dan kecemasan membayang-bayang dikedua matanya. "Jangan menyembunyikan apa pun mengenai Kurama," ucap wanita itu setelah terdiam beberapa saat.

"Aku tahu," sahut Bee. "Aku tahu," ulangnya membuat Naruto sedikit merasa tenang.

.

.

.


Urusan Orochimaru saat ini hanya membawa Kurama masuk ke dalam organisasinya. Dia akan menyeret profesor jenius itu walau harus mematahkan kedua kakinya. Sebuah ketukan di luar ruang kerjanya membuat dia mendongak. "Masuk!" ujarnya, serak.

Zetsu masuk ke dalam ruangan beberapa detik kemudian. Dia menutup pintu di belakangnya pelan lalu memberi hormat takzim pada sang ketua. "Aku sudah menyelesaikan tugas yang Anda berikan."

Laporan Zetsu membuat Orochimaru mengangguk senang. Segala sesuatu berjalan sesuai keinginannya. Laporan Anko membuat Orochimaru bisa menyusun rencana dengan cepat dan efisien agar menarik Kurama keluar dari sekolah. Kepergian Asuma yang ditugaskan ke negara ketiga dengan akses telekomunikasi yang sulit memberi Orochimaru jalan untuk menjalankan rencana.

Senyumnya terkembang, tipis dan keji. Pria itu menunjuk sebuah kursi yang berada di seberang meja kerjanya, memerintahkan salah satu anak buah terbaiknya itu untuk duduk. "Kau selalu membuatku senang," pujinya membuat harga diri Zetsu melambung.

Orochimaru menengok perlahan pada botol brendi mahal yang diletakkan di sisi meja. Ia menuangkan isinya ke dalam dua gelas kristal lalu memasukkan es batu ke dalamnya sebelum menyodorkan salah satu gelas pada Zetsu.

Pria itu mengubah posisi duduk. Punggungnya bersandar pada sandaran kursi. Orochimaru duduk bertopang kaki, lalu memutar kursinya hingga menghadap jendela besar di belakangnya. "Kita hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menculik Kurama," ujarnya, tenang.

"Apa Anda akan menugaskan Muu dan Fang?" tanya Zetsu.

Orochimaru tidak langsung menjawab. Dia menggoyangkan pelan gelas kristal di tangan untuk mengocok isinya. Tatapan pria itu masih terarah jauh keluar jendela. "Ya, Fang akan membantu Muu untuk menculik Kurama. Bunuh siapa pun yang menghalangi rencana kita," perintahnya, tegas.

.

.

.


Kurama mengusap tengkuknya pelan. Bulu kuduknya berdiri. Pria itu tengah berada di dalam ruang kerjanya saat ini. Hampir satu minggu dia merasa tengah diawasi, bukan hanya oleh satu orang, tapi ada banyak orang.

Keberadaan Anko di sekitarnya menyebabkan masalah baru untuk Kurama. Dia harus berhadapan dengan Itachi yang secara terang-terangan memperlihatkan ketidaksukaan pada Anko.

Ah, dan tolong jangan lupakan Sasuke yang belakangan ini serig sekali muncul di hadapannya tanpa diundang. Kurama memijat pelipis yang berdenyut sakit. Itachi pasti meminta bantuan pada adik bungsunya itu untuk mengawasinya.

Apa yang harus dikhawatirkan oleh wanita itu sebenarnya? Kurama sudah mengatakan berulang kali jika dia tidak tertarik pada Anko. Dia justru mencium ketidakberesan pada Anko. Sikapnya dinilai terlalu berlebihan. Wanita itu menggodanya secara terang-terangan. Dan anehnya, Guy mengatakan jika sebelumnya Anko termasuk wanita yang sangat serius dan menjaga jarak dari orang-orang di sekitarnya.

"Aneh." Kurama bergumam.

"Apa yang aneh?"

Kurama mendongakkan kepala, memasang ekspresi terganggu saat Itachi melangkah masuk ke dalam ruangan bersama Sasuke. Dia menoleh lewat bahu wanita itu. Sasuke ternyata tidak sendirian, ada keempat sahabatnya berdiri di belakang Uchiha bungsu.

"Mereka akan membantumu untuk berkemas."

Kurama menekuk keningnya dalam. "Berkemas?" beonya, tidak mengerti.

Itachi melangkah maju, memupus jarak diantara mereka. "Mereka akan membantumu berkemas agar kau bisa segera pindah ke kediaman keluarga Sarutobi."

"Maksudmu apa?" Kurama menjeda, menggelengkan kepala pelan. "Tolong tinggalkan kami berdua!" pintanya. Satu alisnya diangkat tinggi saat melihat ekspresi Gaara dan Kiba. "Kenapa kalian tersenyum seperti itu?" desisnya, galak.

Gaara dan Kiba terkesiap. Nyali mereka mendadak ciut. Tanpa berpikir panjang mereka langsung membalikkan badan dan keluar dari dalam ruangan. Kemarahan Kurama di pagi hari tidak baik untuk kesehatan jantung keduanya.

"Tolong tinggalkan ka—"

"Guru Asuma yang meminta kakakku secara pribadi untuk membantu Anda berkemas."

Penjelasan Sasuke tidak membuat Kurama yakin. Tatapannya beralih ke Itachi. "Ini permintaan Paman Asuma?" tanyanya, meyakinkan. Kurama tidak mengerti; kenapa Asuma malah meminta pada Itachi, bukan langsung bicara dengannya. "Aku harus bicara dengan pamanku."

"Apa kau lupa jika dia tengah ditugaskan di luar?" Itachi balik bertanya. "Sangat sulit untuk menghubunginya saat ini."

"Ini sangat aneh." Kurama masih tidak percaya jika Asuma yang meminta tolong pada Itachi. Pria itu masih sama tidak percayanya walau Itachi sudah memperlihatkan bukti percakapannya dengan Asuma di telepon genggamnya. "Aku merasa sangat aneh karena pamanku tidak langsung bicara denganmu," tegasnya. "Pasti ada sesuatu yang salah."

"Semua yang berada di sekitarmu dikelilingi oleh misteri," jawab Itachi, tenang. "Mungkin ini ada kaitannya dengan misi rahasia." Ia menekuk kening dalam, memasang pose berpikir. "Guru Asuma masih memiliki kekerabatan dengan mendiang Jenderal Sarutobi. Pihak militer pasti akan menghubunginya jika—"

Kurama mengangkat satu tangan tinggi, meminta Itachi untuk berhenti bicara. "Kemana aku harus pindah?"

Itachi menghela napas panjang, bersyukur karena Kurama tidak memperpanjang masalah. Akan menjadi perdebatan panjang jika pria itu terus menolak. "Hari ini kau akan berkemas dan tinggal di kediaman Keluarga Sarutobi."

Dia menjeda, mengambil napas dalam-dalam. "Wanita ular itu ditugaskan untuk keluar kota selama satu hari, jadi kau hanya memiliki waktu satu hari untuk berkemas."

Ah, rupanya itu alasan utama Itachi. Kurama membatin, tapi kali ini dia menelan kembali kalimat yang sudah di ujung lidahnya. "Apa ada hal lain yang kalian sembunyikan dariku?" Kurama bertanya dengan nada dan ekspresi datar. Tangannya sibuk merapikan beberapa buku yang diletakkan sembarangan di atas meja.

Itachi menggelengkan kepala cepat. "Apa yang harus kami sembunyikan darimu?"

Kurama memberikan isyarat tanpa kata pada Sasuke, Neji dan Gaara untuk meninggalkannya berdua bersama Itachi. Ketiganya tidak bisa membantah kali ini. Dengan patuh mereka undur diri. "Jadi, siapa Anko? Apa kau mengetahui sesuatu tentangnya?" Kurama bertanya setelah pintu ruangannya ditutup pelan dari luar.

"Aku tidak tahu siapa dia," jawab Itachi jujur. "Asal kau tahu, aku akan mendukung keputusan apa pun jika hal itu bisa membuatmu jauh dari wanita ular itu," sambungnya geram. "Setidaknya jika kau tinggal di luar sekolah, Anko tidak akan bisa mengetuk pintu rumahmu hanya untuk meminta gula. Iya, 'kan?"

"Itachi, aku serius."

Wanita itu malah mendengkus dan menjawab, "Aku juga sangat serius, Namikaze Kurama!" sahutnya, ketus. 

.

.

.


Kurama tidak bisa berbicara banyak. Tanpa banyak bicara dia mulai mengemasi barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam kardus-kardus berukuran sedang yang sudah disiapkan oleh Itachi. Dia beruntung karena tidak ada banyak barang yang harus dikemasnya. Pihak sekolah sudah menyiapkan rumah dinas lengkap dengan isinya hingga Kurama tidak perlu membawa banyak barang bersamanya.

"Hanya ini?" Sasuke bertanya saat Kurama memasukkan koper terakhir ke dalam bagasi mobil. "Barang-barang Anda tidak banyak," sambungnya setelah Kurama menganggukkan kepala.

Kurama menepuk-nepuk kedua telapak tangannya. Langit sudah dihiasi semburat jingga. "Sebaiknya kalian kembali ke asrama," ujarnya pada Sasuke dan keempat sahabatnya. "Sebentar lagi jam makan malam."

"Aku akan ikut bersama Anda," balas Sasuke. Dengan sikap tenang dia mengabaikan ekspresi Kurama yang menatapnya dengan kedua alis saling bertaut. "Kak Itachi memberiku perintah untuk mengantar Anda." Sasuke berusaha menerangkan dengan hati-hati, walau dalam hati mengutuk sikap seenaknya Itachi yang main memerintah ini dan itu.

Kurama tidak menjawab. Ekspresinya memperlihatkan ketidaksetujuan.

"Apa Anda lebih suka jika kakakku yang mengantar?" Sasuke memancing reaksi Kurama. Namun, yang didapatnya hanya sebuah dengkusan keras.

"Aku akan pergi sendiri," kata Kurama, menimbang-nimbang kunci mobil di tangan. "Siapa yang akan mengantarmu kembali ke asrama?"

Sasuke mengendikkan bahu, tak acuh. "Aku bisa kembali naik taksi." Pria itu melepas napas berat saat Kurama menggelengkan kepala. "Kakak Itachi akan menghajarku jika aku tidak mengantar Anda hingga selamat ke Kediaman Sarutobi. Jangan khawatir, aku akan kembali sebelum jam malam."

"Tapi kau harus langsung kembali ke asrama!"

Sasuke mengangguk.

"Apa kami boleh ikut pergi?" Ada nada penuh harap yang terselip dalam suara Neji saat mengatakannya. Dia menyikut pelan perut Kiba yang menarik-narik ujung jaket tebal yang dikenakannya. "Kami hanya ingin menemani Sasuke."

Kurama tidak langsung menjawab. Pria itu memasang ekspresi dingin terbaiknya hingga Neji mundur satu langkah ke belakang. "Kau pikir aku tidak bisa menebak apa yang ada di dalam pikiranmu sekarang?"

Neji tidak menjawab. Dia menelan air liurnya dengan susah payah. Sial, kenapa Guru Namikaze bisa membaca rencanaku dengan mudah? Batinnya.

"Ujian masuk universitas sudah di depan mata. Jika kalian ingin bersenang-senang, kenapa tidak melakukannya di asrama? Kalian bisa menghilangkan stres dengan banyak cara, 'kan? Bukan hanya dengan jalan-jalan di luar."

Neji masih membisu seribu kata.

Kurama melepas napas panjang. Dia mengerti jika murid-muridnya ini mulai stres karena ujian sudah di depan mata. Namun, keluar asrama tanpa izin pihak sekolah bukan hal yang dibenarkan. "Baiklah, untuk hari ini saja aku akan membayar semua makanan kalian."

"Maksud Anda kami boleh ikut?" Gaara terlihat tidak mempercayai indra pendengarannya.

Kurama mengangguk. "Kalian boleh ikut, tapi setelah makan dan jalan-jalan sebentar, aku akan mengantar kalian kembali ke asrama."

Neji dan Gaara terlihat sangat antusias mendengarnya. Sementara Kiba memicingkan mata, mencium ketidakberesan. Segala hal yang berkaitan dengan Namikaze sulung secara otomatis membuat dirinya bersikap waspada, terlebih saat ini; terdengar mencurigakan karena Kurama bisa bermurah hati pada mereka.

Di lain sisi, Shikamaru dan Sasuke hanya menanggapinya dengan biasa. Yang paling penting untuk keduanya; mereka bisa makan enak hari ini.

"Tunggu apa lagi?" tanya Kurama kaku. "Kita pergi sebelum aku berubah pikiran," tegasnya sembari membuka pintu mobil dan beranjak masuk ke dalamnya.

.

.

.


Kurama tersenyum tipis saat melihat murid-muridnya keluar dari dalam kedai ramen dengan ekspresi gembira. Tawa renyah mereka seperti obat rasa rindu Kurama pada Naruto. Mungkin perasaan ini yang dirasakan oleh adiknya saat bersama anak-anak ini, kata pria itu di dalam hati.

Mereka bercanda, saling mendorong saat keluar dari dalam kedai. Kurama merogoh ke dalam saku celana untuk mengambil kunci mobilnya. Jam masih menunjukkan pukul tujuh malam, mereka masih memiliki dua jam sebelum jam malam asrama dimulai.

"Aku akan mengantar kalian pulang ke asram—" ucapan Kurama terputus saat terdengar suara letusan peluru yang melesak dari pistol. Pria itu langsung menarik semua murid-muridnya untuk masuk kembali ke dalam kedai. Tembakan itu membuat suasana berubah menjadi mencekam. Pengunjung kedai ramen yang panik malah berhamburan, berlarian keluar kedai hingga mendorong tubuh Kiba yang berada paling belakang.

Kurama berusaha bersikap tenang saat tidak melihat Kiba. Pria itu berlari keluar kedai setelah memberi perintah pada empat muridnya yang lain untuk tetap menunggu di dalam. Di belakang meja pesanan, pemilik kedai berlindung sembari menekan nomor-nomor pada telepon rumah untuk menghubungi polisi.

Sebuah tinju menghantam perut Kurama sesaat setelah dia keluar dari pintu kedai ramen. Beberapa langkah di depannya dia melihat Kiba tengah disandera oleh seorang pria yang mengenakan topeng berwarna hitam.

Kurama yang terbengkuk, meringis oleh pukulan tiba-tiba itu. Dengan gerakan cepat dia kembali berdiri, melayangkan pukulan lalu menghantam hidung penyerangnya hingga mengerang kesakitan. Kilatan benda tajam di depan hidung membuat Kurama menarik tubuhnya ke belakang lalu balik menyerang dengan menghantam kaki penyerang kedua.

Tembakan kembali terdengar, lebih sering kali ini. Tembakan itu menghancurkan bagian depan kedai yang terbuat dari kayu. Kurama menghela napas lega saat dua orang tidak dikenal datang membantu dan menyelamatkan Kiba dari tangan penyandera.

"Masuk ke dalam!" seru Fuu memerintah. Wanita itu menggertakkan gigi sementara tangannya sibuk meninju rahang pria ketiga dan keempat. Di sampingnya, Gobi terlihat tidak kalah sibuk. Pria itu menangkis tangan pria yang menyerangnya dengan sebuah senjata tajam.

Gobi memberi isyarat pada Fuu. "Amankan mereka!" ucapnya terdengar sedikit kasar dan berat. Dia sudah tahu siapa yang menjadi incaran kelompok penyerang itu. "Kita harus bisa menahan mereka hingga bantuan datang."

Fuu mengangguk samar. Dia membungkuk, dengan isyarat meminta Kurama untuk membawa Kiba masuk ke dalam kedai. Wanita itu mengumpat pelan saat dua orang pria menarik pelatuk lalu menghujani Kurama dengan tembakan.

Desingan peluru terdengar memekakan telinga. Kurama menarik tangan Kiba, membawa muridnya itu untuk berlindung dibalik tubuhnya. Napas Kurama terdengar keras. Dia tidak terlalu peduli dengan nyawanya, tapi murid-muridnya harus kembali dengan selamat.

"Dia akan mati jika kau terus melawan!"

Dengan gerakan cepat Kurama membalikkan badan. Wajahnya memucat saat melihat Sasuke tengah berada di tangan seorang penyerang. "Ikut denganku!" perintah penyerang itu pada Kurama.

Kiba menarik pergelangan tangan Kurama, menggelengkan kepala, memintanya untuk tidak mengikuti perintah mereka. Dengan hati-hati Kurama melepas tangan Kiba, tatapannya terarah pada Fuu dan Gobi. "Jaga mereka!" pintanya setengah berbisik. Dia tidak memiliki pilihan lain saat ini selain mengikuti perintah penyerang yang tidak dikenalnya.

Kurama tidak melakukan perlawanan saat dia didorong masuk ke dalam sebuah mobil Jeep bersama Sasuke. Suara tembakan kembali terdengar, bersatu dengan suara sirine polisi yang saling bersahutan, memecah keheningan malam.

Fuu dan Gobi menggertakkan gigi, mereka menunduk, membawa Kiba untuk berlindung di belakang mobil milik Kurama yang terparkir di sisi jalan.

Di tempat lain, Bee menggertakkan gigi saat laporan mengenai penyerangan pada Kurama diterimanya. Naruto yang duduk di kursi penumpang melirik ke arahnya dengan satu alis diangkat tinggi. "Ada apa?"

Bee terlihat meragu untuk beberapa saat. Dia memukul setir mobilnya dan menjawab, "Mereka menyerang kakakmu," ujarnya. Bee memutar arah kendarannya, dan kembali bicara dengan nada berat yang sama sementara satu tangannya menyalakan alat pelacak untuk menemukan keberadaan Kurama. "Kita harus menemukan kakakmu!"

Naruto mengangguk, tatapannya tidak beralih dari alat pelacak yang memerlihatkan peta jalanan Kota Tokyo. "Kau memasang alat pelacak pada kakakku?"

Bee menganggukkan kepala. Dia tidak berkelit atau menyangkal ucapan Naruto. "Aku terpaksa memasangnya untuk keamanan kakakmu, dan lihat sekarang; alat ini benar-benar berguna."

Naruto tidak bisa tidak setuju. Bee benar, alat pelacak pada kakaknya sangat penting saat ini. "Mereka menuju pinggiran kota," ujarnya setelah terdiam beberapa saat.

Bee tidak menjawab. Pria itu tetap fokus mengendarai mobilnya, menembus kegelapan malam.

"Apa ada hal lain yang kau sembunyikan?"

Hening.

"Kapten?"

Bee mengerang, mengusap wajahnya kasar dan menjawab, "Mereka membawa putra bungsu Menteri Fugaku." Ia menelan air liur dengan susah payah. "Jenderal Raikage akan membunuhku jika tahu aku membawamu serta untuk menyelamatkan mereka."

"Kita tidak memiliki waktu untuk kembali," sahut Naruto tenang.

"Tapi penyamaranmu—"

"Cepat atau lambat mereka akan tahu jika aku masih hidup," potong Naruto tanpa ekspresi. "Kita tidak memiliki pilihan lain, Kapten. Kakakku dan Sasuke bisa mati jika kita menunggu bantuan datang untuk menyelamatkan mereka."

Bee melepas napas berat. Dia tidak bisa membantah ucapan Naruto. Sekarang sudah terlambat untuk itu. Sang kapten kembali melirik alat pelacak, lingkaran kecil yang terus bergerak menunjukkan arah kemana Kurama dibawa pergi sementara di Kedai Ichiraku, lima mobil polisi terparkir. Sepuluh orang polisi terlihat sibuk mengamankan lokasi perkara, sementara Fuu dan Gobi meyakinkan mereka untuk mengizinkan keempat murid KHS untuk kembali ke asrama terlebih dahulu untuk dimintai keterangan setelah kondisi mereka membaik.

.

.

.


Sasuke menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya pelan. Dia tidak menyangka akan mendapatkan pengalaman semengerikan ini. Napasnya terdengar sangat jelas hingga membuatnya tidak suka. Sasuke tidak suka karena suara napasnya memperlihatkan ketakutannya dengan jelas. Kedua matanya ditutup rapat. Dia tidak tahu dimana berada sekarang ini. Sasuke terhuyung saat ditarik paksa untuk keluar dari dalam mobil. Suara langah kaki teredam oleh tebalnya salju yang menyelimuti tanah.

Uchiha bungsu bisa mencium samar aroma parfum yang dikenakan oleh Kurama. Setidaknya gurunya masih hidup dan berjalan di sampingnya. Suara bentakan keras terdengar disusul oleh suara pintu besi yang dibuka.

"Masukkan mereka ke dalam ruang tahanan!"

Suara itu mengembalikan Sasuke ke alam nyata. Kurama dan dirinya didorong untuk terus berjalan. Keduanya tidak mengatakan apa pun dan tetap seperti itu hingga dimasukkan ke dalam ruang tahanan.

"Mengapa tidak langsung membunuh mereka?"

Keheningan tercipta. Untuk beberapa saat tidak ada satu pun yang bicara. Dalam keheningan mencekam itu Kurama memasang telinga dengan baik, berusaha menangkap sekecil apa pun informasi dari pihak musuh.

"Aku belum gila," sahut seorang pria dengan suara lebih berat dan serak. "Pria ini diincar oleh Bos Besar. Aku hanya diperintah untuk membawanya ke tempat ini sementara sisanya akan dilakukan oleh Yama."

"Tunggu. Apa maksudmu dengan Bos Besar?" tanya pria kedua, terbelalak ngeri.

Pria pertama menganggukkan kepala. Dia terlalu panik hingga lupa mengunci pintu ruang tahanan. Keduanya berjalan bersisian dembari menyulut rokok. Tangan pria itu gemetar, menahan rasa dingin dan takut. "Kita akan mati jika Bos Besar tahu. Dia menginginkan pria itu hidup-hidup. Apa kau tidak tahu?"

Pria kedua menggelengkan kepala. "Aku tidak pernah mendengar masalah itu."

"Tentu saja kau tidak mendengarnya. Hanya beberapa anggota yang tahu masalah ini," jawab pria pertama. Ada nada bangga yang terselip dalam suaranya.

"Kita akan mati," cicit pria kedua. "Muu akan membunuh kita, atau Fang?"

Keheningan kembali menguasai. Mereka menunggu di depan pintu masuk, berjaga bersama sepuluh orang pria berpakaian serba hitam.

"Kita hanya menjalankan perintah Bos Kabuto." Pria kedua kembali bicara. Suaranya terdengar gemetar karena takut. "Kita dibayar untuk menyingkirkan pria ini—"

Pria pertama meletakkan jari telunjuk di depan bibir untuk memotong ucapan rekannya. "Apa kau lupa jika Yama meminta kita untuk merahasiakan hal ini?"

Pria kedua menelan dengan susah payah. Keringat sebesar biji jagung terlihat membasahi keningnya. "Seharusnya kita tidak menerima pekerjaan ini."

"Yama akan membunuh kita jika kita tidak mau melakukannya."

"Aku benar-benar sial—"

Ucapannya terhenti saat terdengar suara tembakan. Tembakan tersebut mengejutkan semua orang yang tengah berjaga. Gudang tempat mereka dihujani oleh letusan peluru yang dilesakkan dari senjata semi otomatis. Peluru-peluru itu dengan mudah merobek daging mereka yang menghalangi jalannya.

Dari balik kegelapan Muu meloncat turun dari dalam mobil. Senyum kejinya tersungging, di sampingnya Kakashi berdiri dengan senjata otomatis di tangan. "Bukankah akan lebih menyennagkan jika kita merobek daging mereka dengan tangan kosong?" desis Muu. Tawa pria itu menggema, membuat anak buah Kabuto yang tersisa memilih masuk, bersembunyi di dalam gudang dengan tubuh gemetar.

Tawa Muu kembali terdengar. Dia menepuk bahu Kakashi pelan. "Ayolah, kau bisa bersenang-senang di tempat ini. Senjata hanya akan mengurangi kesenanganmu."

Kakashi tidak langsung menjawab. "Berapa banyak yang boleh kubunuh?" tanyanya kemudian.

"Sebanyak yang kau mau," sahut Muu mengantarkan kengerian disetiap langkah kaki dan embusan napasnya.

.

.

.


Dengan usaha keras, Kurama akhirnya bisa membuka tali yang mengikat kedua matanya. Dia langsung membuka tali penutup mata lalu melepaskan Sasuke dari tali yang mengikat tangan dan matanya. Dengan isyarat dia meminta Sasuke untuk menutup mulut.

Kurama melangkah pelan menuju pintu ruang tahanan. Ekspresinya berubah waspada saat mendapati pintu itu tidak terkunci. Ini bisa saja jebakan. Dia meminta Sasuke untuk tetap berjalan di belakangnya.

Suara langkah kaki membuat Kurama menjadi waspada. Dia menarik tangan kanan Uchiha bungsu untuk bersembunyi dibalik sebuah tong bahan bakar yang banyak disimpan di dalam ruangan lain tepat di sebelah ruang tahanan.

"Mereka akan membunuh kita!" ujar seorang pria yang berlari masuk ke dalam ruangan penuh tong tempat menyimpan bahan bakar. Dia menyisir seluruh ruangan. Kedua matanya melebar saat melihat pintu ruang tahanan terbuka lebar. "Tahanan kabur," desisnya semakin ketakutan.

Lima orang pria lain datang bergabung. Mereka harus segera keluar dari tempat ini sebelum berhasil ditemukan oleh Muu si gila darah. Kelengahan mereka digunakan Kurama untuk menyerang. Dia menghantam kaki seorang pria yang berada paling dekat dengannya.

Suara erangan kesakitan terdengar, menarik perhatian enam orang pria lain. Perkelahian tidak bisa dihindari. Sasuke yang sudah diperintahkan oleh Kurama untuk bersembunyi memilih untuk melawan orang-orang yang menyekapnya. Atau mungkin lebih tepat dikatakan jika orang-orang itu mengincar Kurama.

Sasuke yang melihat penyerangnya mengeluarkan senjata langsung menerjang. Ditendangnya senjata di tangan pria itu dengan keras hingga terlepas dari tangan. Sasuke meringis pelan saat dua buah pukulan mendarat di wajahnya. Dia mengabaikan perintah Kurama untuk pergi dari tempat ini.

"Oh, lihat siapa yang kita temukan."

Suara dari tangga teratas menarik perhatian semua orang yang berada di dalam ruangan itu. Muu tersenyum lebar, menyebarkan kengerian keji dari kedua matanya.

Tubuh Kurama membeku seketika saat mengenali sosok yang berdiri di belakang Muu. Kakashi bisa menutup sebagian wajahnya, tapi hal itu tidak akan menyulitkan Kurama untuk mengenali pamannya itu.

Tangan Kurama direntangkan, terlihat menjadi benteng perlindungan bagi Sasuke yang kini berdiri di belakangnya. "Lari saat ada kesempatan!" perintah itu terdengar sangat tegas. Aura yang dikeluarkan oleh pria dengan perban di hampir seluruh tubuh atasnya itu begitu berbeda dengan aura musuh yang menyekapnya.

"Aku tidak akan pergi tanpa Anda," sahut Sasuke masih dengan nada dan ekspresi datar.

Muu tertawa keras. Dia memiringkan kepala ke satu sisi. Kedua tangannya yang terkepal erat diletakkan di depan dada. Pria itu meregangkan otot-otot tubuhnya sembari berjalan pelan menuruni anak tangga. "Dia benar; kau harus pergi saat ada kesempatan," beonya. "Sayangnya aku tidak akan memberikan kesempatan untukmu lari."

Kurama menahan diri untuk tidak menatap Kakashi. Pamannya pasti memiliki alasan hingga berada dipihak musuh.

"Apa yang kau tunggu Fang?" Muu bertanya pada Kakashi. Dia menoleh singkat lalu menyapukan pandangannya pada keenam anak buah Kabuto yang tersisa. Tangan pria itu berlumuran darah. Dengan santai dia membawa telapak tangannya ke mulut lalu menjilat darah yang menempel disana.

Tanpa aba-aba Muu menyerang enam orang anak buah Kabuto. Tawanya terdengar puas saat tangannya berhasil merobek dada musuh hingga mati. Di atas anak tangga tertinggi Kakashi berdiri, melipat kedua tangan di depan dada. Dengan tenangnya dia menendang salah satu anak buah Kabuto yang berusaha melarikan diri dengan menaiki tangga dan bermaksud untuk melewatinya.

Kakashi menendang dada pria itu keras hingga tubuhnya terlempar dan mendarat keras, membentur tong. Suara tulang patah menggema, membuat suasana semakin mencekam.

"Kau mau pergi?" Kakashi menatap lekat Kurama. Satu alisnya diangkat tinggi. Dengan sikap pongah dia memiringkan tubuh, memberi isyarat pada Kurama untuk berjalan pergi melewatinya. "Muu, mereka boleh pergi, 'kan?"

Muu yang tengah menduduki salah satu korbannya yang tewas melirik ke arahnya. Senyumnya terkembang. "Kau mau bermain-main rupanya?"

Kakashi tersenyum hingga kedua matanya membentuk bulan sabit. "Pergilah, jangan membuat suasana hatiku memburuk!" tegasnya penuh penekanan. Kakashi berharap Kurama bisa menangkap maksud tersembunyi dalam ucapannya.

Tanpa pikir panjang Kurama menarik tangan Sasuke. Mereka berlari melewati dua mayat laki-laki yang dibunuh oleh Muu. Kurama menendang seorang pria yang berusaha menghalanginya untuk menaiki anak-anak tangga.

Muu lagi-lagi tertawa setelah berhasil membunuh anak buah Kabuto yang keenam. Dia terlihat puas, lalu melirik ke arah anak tangga teratas dimana Kakashi memberi jalan pada Sasuke dan Kurama untuk pergi dari tempat itu.

"Kejar mereka!" desisnya Muu penuh penekanan.

Kakashi bergeming. Pria itu menghela napas panjang, dengan tenang dia mengeluarkan sebuah pistol dari balik saku jasnya. "Terima kasih sudah bersedia menjadi guruku," ucap Kakashi setengah berbisik, tapi masih bisa ditangkap dengan baik oleh Muu.

"Apa maksudmu?" Muu bertanya, giginya gemeretak. Dia merasa dikhianati. Jarak antara dirinya dan Fang terlalu jauh hingga tidak memungkinkan bagi dirinya untuk menyerang. Kondisi di sekitarnya pun tidak terlalu menguntungkannya. Aroma bensin tercium sangat menyengat. Percikan api sekecil apa pun bisa memicu ledakan dahsyat di tempat ini.

"Bos Besar hanya memerlukan satu orang algojo," jawab Kakashi, berdusta. Kedua mata Muu terbelalak. Dia tidak mempercayai ucapan pria bertopeng yang berdiri jauh di depannya. "Jangan menyalahkanku," sambung Kakashi setelah jeda singkat. "Aku hanya diperintah Bos Besar untuk melenyapkanmu."

Suara tembakan pun terdengar keras saat Muu berlari ke arah Kakashi sembari berteriak, memaki dan mengumpat kekurangajaran pria itu yang berani mengkhianatinya.

Kakashi menembak tong berisi bahan bakar dan ledakan besar pun tercipta tepat beberapa detik setelah dia menutup pintu besi berkarat di hadapannya dengan keras. Pria itu mempercepat langkah, api yang menyambar membakar punggung. Kakashi jatuh tersungkur saat ledakan mendorong tubuhnya. Dia sudah tidak sadarkan diri saat dua pasang tangan menyeretnya keluar dari dalam gudang.

.

.

.

TBC  


Seguir leyendo

También te gustarán

4.8K 361 12
Kumpulan One-Shoot Sesshomaru dan Rin karya @Aika_2508. Dia dingin, kejam, dan tidak berperasaan. Namun, seseorang datang bagaikan mentari yang mengg...
22K 1.9K 5
Namikaze Naruto siswi angkatan baru di Konoha High School harus menerima kenyataan jika disana menyimpan Uchiha Sasuke. Iblis ayam mengerikan dengan...
73K 4.5K 15
"Bagaimana bisa aku tetap hidup, jika nafas yang kupunya tidak ada lagi?? Jika nafasku sudah pergi, maka ragakupun akan mati". "Aku akan mencintaimu...
1.3K 157 4
NaruFemSasu Fanfiction