Tadinya mau update seminggu tiga kali tapi banyak yang protes pendek, yaudah deh dipanjangin lagi, tapi harus banyak komentar oke? Wkwk komentarnya sedikit chapternya juga sedikit, liatin wkwk😋
Oke, jangan lupa buat vote sama komentar, kalo ada typo benerin😘
Happy reading...
"Aku juga kangen sama kamu, Alister," jawab Ana dibalik telepon dan itu sukses membuat Alister membisu dan tak berkutik sama sekali.
Ingin rasanya dia melompat-lompat seperti boyband, tapi tidak, dia harus terlihat santai dan tetap tenang meskipun hatinya amat sangat bergemuruh kencang.
"Percuma bilang kangen tapi nggak ketemu, nggak ada efeknya sama sekali. Kangennya nggak bakal hilang."
Kode, Ana. Ini kode. Semoga Ana memahami apa yang ia ucapkan saat ini. Sejujurnya Alister amat sangat ingin bertemu dengannya, tapi harus bagaimana lagi, baru saat ini Ana memberinya kabar.
"Aku peka kok, iya nanti kita ketemu, maaf aku ngilang gitu aja."
Bukan hanya ingin melompat, Alister saat ini sepertinya ingin salto agar dapat mengekspresikan kebahagiaannya. Tapi tunggu, ini bukan saatnya untuk salto. Tenang Alister, tenang.
"Kamu di mana?" tanya Alister berusaha tenang sambil menyembunyikan tingkahnya yang sudah tidak bisa diam.
"Aku mau nonton film horror."
"APA?" ucap Alister kaget saat Ana tiba-tiba saja ingin menonton horror.
"Sendirian? Mending nanti deh tunggu Mama pulang biar nggak sendirian nontonnya."
Ana mengembuskan napas kesal, dan Alister dapat mendengarnya dibalik telepon. Apa ada yang salah dengan pertanyaannya?
"Kayaknya di sini bukan aku yang nggak peka, tapi kamu!"
Tut...tut...tut....
Telponpun terputus seketika dan itu membuat Alister melongo seperti orang kebingungan. Alister kemudian menelpon Ana berulang kali namun tetap tidak diangkat.
Demi apapun, ini membuatnya sangat frustrasi menghadapinya. Tidak tahukah dia kalau Alister sangat merindukannya? Ana malah menghilang seenaknya, seperti tidak peduli sama sekali.
Alister langsung berlari mencari-cari Iqbal dan masih tidak ketemu, sampai akhirnya dia mendapatkan Iqbal tengah mengeluarkan motornya.
"Woy!"
Iqbal tersentak kaget saat melihat Alister tepat di depannya tengah menghentikan motor yang akan melaju, jika Iqbal telat mengerem motornya, mungkin Alister sudah celaka.
"Ngapain sih lo?!"
"Dengerin gue. Denger!" ucap Alister sambil ngos-ngosan, berusaha menstabilkan napasnya.
"Tadi gue telponan sama Ana."
"Terus?"
"Terus dia marah sama gue."
"Gue yakin di sini elo yang tolol!" ucap Iqbal santai sambil membuka helmnya.
Sabar, Alister. Sabar. Di sini dia harus mendapatkan jawaban, jika dia memukul Iqbal lagi, maka dia akan kehilangan semuanya.
Seketika Alister tersenyum sinis, senyumnya seolah terpaksa dengan tawa kecilnya yang menyebalkan.
"Dia bilang dia pengen nonton film horror, terus gue jawab 'sendirian?' Eh dia malah matiin telponnya."
Iqbal memalingkan wajahnya lalu mendengus kesal.
"Lo tahu, rasanya gue pengen banting lo pake helm sekarang!" ucap Iqbal sambil memegang helmnya kuat-kuat.
"Kenapa?"
Sekali lagi, Iqbal ingin mencabik-cabik mukanya dan mengganti otaknya agar lebih peka.
"Gini, lo curhat sama orang tepat. Lo tahu kan udah berapa cewek yang gue gandeng?"
Alister mengangguk pelan, sebenarnya dia tidak tahu ada berapa, karena Iqbal hanya menggoda semua cewek cantik yang ada tapi tidak pernah mendapatkannya. Tapi lebih baik mengangguk agar mendapatkan jawaban dengan cepat.
"Cewek itu kalo pengen sesuatu suka buat istilah-istilah yang rumit, nyet. Lebih rumit dari rumus matematika sekalipun."
Alister memperhatikan Iqbal dengan serius.
"Mereka itu pengen kita ngertiin apa mau mereka dengan istilah-istilah yang berbelit, kalo nggak kita bakal dibilang nggak peka!"
Tepat sekali, terakhir sebelum Ana menutup telponnya dia berkata kalau Alister tidak peka. Alister mengangguk pelan lalu kembali bertanya.
"Terus dia mau apa?"
Iqbal mendekatkan wajahnya lalu berbisik pada Alister.
"Dia ngajakin lo nonton film horror, bangsat!" ucapnya kencang sampai membuat Alister kaget.
***
Tok...tok...tok...
Seseorang mengetuk pintu rumah dengan tidak sabaran, Diana bergegas membuka pintu tersebut dan dia terdiam sejenak saat melihat cowok yang usianya jauh dibawahnya sedang memberinya bunga mawar di depan pintu.
"Ana, maaf gue telat. Bukannya gue nggak peka, tapi gue udah mau ngajakin lo nonton film dari dulu-dulu, cuma gue malu karena selama ini gue jahat sama lo."
Diana masih terdiam sambil berkacak pinggang melihat cowok yang merunduk sambil memberikan sebuket bunga padanya.
"Sekarang, gue udah beli tiket film horror. Tempat duduknya pas banget, paling atas, paling ujung, dan di situ tempat yang paling gelap, jadi gue bisa—"
"MAU NGAPAIN ANAK SAYA, HUH?!!"
Deg
Alister seketika berhenti berbicara, matanya langsung bertemu dengan mata Diana yang menakutkan, tangannya yang mengulurkan bunga perlahan turun.
Menyebalkan, kenapa dia malah bertemu dengan macan betina saat ini? Bukankah saat ini seharusnya Diana sedang bekerja? Sial.
"Eh, Ta...tante. Apa kabar?" tanya Alister ragu-ragu dengan jantung yang berdetak tak karuan.
"Pergi, kita baru pulang. Ana harus istirahat!"
Blam!
Suara pintu tertutup kencang sampai menggetarkan hatinya. Memangnya bagaimana Alister tahu kalau mereka baru saja pulang? Ana bahkan tidak memberitahu apapun padanya.
Lalu sekarang harus bagaimana? Jadwal nontonnya memang masih dua jam lagi, tapi Alister tidak dipersilakan untuk masuk.
Memanjat pohon? Tentu saja itu sama dengan bunuh diri masuk jendela kamar cewek sore hari.
Alister mendengus lalu sambil mengacak-ngajak rambutnya dia pergi dan masuk ke dalam mobilnya.
Saat itu juga ada seorang cewek yang mengetuk pintu kaca mobilnya dari samping. Alister menyipitkan matanya, lalu dengan cepat membuka pintunya saat menyadari siapa cewek tersebut.
"Ana?" tanya Alister heran.
"Aku kabur lewat jendela, kamu nggak lihat?"
Ana sedikit tertawa karena teringat betapa gelinya dia saat Alister berkata seperti itu pada Diana barusan. Dan detik ketika Diana menutup pintunya, Ana langsung keluar dari jendela kamarnya dengan semangat.
"Kenapa ketawa?" tanya Alister sambil memandang Ana dengan tatapan tak percaya.
Matanya tak luput memandangi wajahnya yang bersinar, senyumnya yang manis dan semuanya yang indah. Alister tidak bisa melewatkan itu sedetik pun.
"Maaf, tadi aku mau buka pintunya. Tapi mama—"
"Gue kangen sama lo!"
Alister ingin memeluk Ana, tapi rasanya sangat canggung apa lagi setelah Ana menolaknya, dia hanya bisa berkata sambil merunduk, itu saja.
"Aku juga, Alister," jawab Ana tanpa ragu.
"Lo nggak kenapa-napa kan?"
Ana tersenyum, tapi senyumnya tidak seindah biasanya. Senyumnya menyimpan luka yang tersembunyi.
"Aku nggak papa kok."
Satu hal yang Alister ketahui, saat diperjalanan kemari, ia membaca di internet apa saja istilah-istilah cewek yang membuat cowok kebingungan, dan juga tips dan trik agar jadi cowok peka.
Begitulah, yang ia ketahui dari tulisan tersebut adalah kalau cewek berkata 'tidak apa-apa' itu berarti 'ada apa-apa'.
Dan itulah yang harus Alister pecahkan.
"Oh iya, ini." Ana mengulurkan tangannya dan memberi Alister sebuah kotak.
"Apa ini?"
"Buka aja, semoga ukurannya bener."
Alister membukanya dan....mother fucker, demi apapun Ana malah memberinya celana dalam berwarna abu-abu dan hitam.
"Aku udah nabung, ini buat gantiin daleman aku yang waktu itu kamu beli. Semoga ukurannya pas ya, soalnya kalo kekecilan nggak bisa dituker."
Love you readers....
Komentarnya dikit, update ceritanya juga dikit, gitu aja wkwkwk kejam😁
Yang nanya ceritanya sad Endang apa happy Endang, ada yang pernah baca MPB? Apa karakter utamanya bahagia pas masih di tengah-tengah cerita? Ya nanya doang sih wkwk
Ada yang mau ditanyain? Biasanya pertanyaan paling banyak aku jawab di next chapter
Ig: ekaaryani01
Thankyou💕