SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔

By vhaidaluv

90.6K 9.4K 484

Bersama adalah bahan dasar untuk membuat kasih sayang, walau bahkan dalam pembuatannya tidak memerlukan peras... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24 - End

Part 10

3.4K 403 11
By vhaidaluv

#Malam ketiga penculikan Min Hee.

Won Woo meraih dagu Min Hee yang tidak sadarkan diri, tidak bisa membedakan apakah gadis itu hanya tertidur atau benar-benar pingsan. Ia melihat bibir gadis itu yang kering dan pecah-pecah. Ia baru ingat kalau ia belum memberinya makan atau minum sedikit pun sejak malam pertama penculikan.

Won Woo mengambil sebotol air mineral dan meminumkannya pada Min Hee. Sedetik kemudian, gadis itu akhirnya terbangun dan terlihat sangat kehausan.

Won Woo melihat mata Min Hee yang sebening kristal. Pikirnya, itu karena Min Hee banyak menangis akhir-akhir ini. Rasa kemanusiaan Won Woo pun teruji saat itu juga, ia segera memalingkan wajahnya lalu mengambil sebungkus roti.

Mata mereka bertemu lagi. Kali ini lebih canggung dari sebelumnya.

Won Woo ditempatkan pada dua pilihan, yaitu menyuapi Min Hee oleh tangannya langsung atau melepaskan ikatan gadis itu agar bisa makan sendiri. Ia berdeham karena bingung menentukan. Tapi pada akhirnya, ia memilih untuk melepas tambang yang mengikat kedua tangan gadis itu.

Min Hee menerima roti itu dengan tangan yang gemetar. Sebagian karena lemas, sebagiannya lagi karena takut. Saat membuka bungkus roti itu pun, ia mengalami kesulitan karena tangannya yang sakit.

Won Woo segera merebut roti itu agak kasar dan membukakannya untuk Min Hee.

“Terima kasih,” kata Min Hee sambil menundukkan kepalanya.

Won Woo terhenyak sesaat setelah mendengar ucapan terima kasih dari Min Hee. Baginya, itu terdengar tidak masuk akal jika mengingat dirinya sudah melakukan suatu kejahatan yang tak termaafkan pada Min Hee.

“Kau membawa ponselmu?” tanya Won Woo.

Min Hee merogoh saku bagian dalam mantelnya, lalu memberikan ponsel yang dimaksud Won Woo dengan mudahnya. “Ini.”

Won Woo tak kunjung menerima karena merasa ada yang ganjil, hanya saja ia tidak tahu apa tepatnya. “Kenapa kau memberikannya padaku?” tanyanya ingin memastikan.

“Karena kau menanyakannya barusan,” jawab Min Hee apa adanya.

Won Woo tak bicara apa-apa lagi, tapi wajahnya masih menampilkan ekspresi keheranan. Rasanya, Min Hee jadi sangat penurut dibanding sebelum-sebelumnya. Ia tidak tahu apakah ia harus senang atau sebaliknya, tapi yang pasti ia membutuhkan ponsel Min Hee sekarang. Ia pun mengambil ponsel itu.

"Tapi baterainya habis," kata Min Hee memberi tahu.

Min Hee pun hanya mampu memakan roti itu secuil demi secuil, karena tidak peduli seberapa laparnya ia, bagian rahang bekas dipukul Won Woo terus merintih kesakitan saat digerakan.

Min Hee mencuri pandang ke arah Won Woo beberapa kali. Ia ingin menanyakan sesuatu pada penculiknya itu, tapi merasa segan untuk bersuara.

Min Hee berdeham kecil, sampai berhasil membeli perhatian Won Woo. “Aku belum tahu namamu,” katanya pelan.

Won Woo menoleh kaku karena tak percaya apa yang baru saja didengarnya. Ia menimbang-nimbang sebentar sebelum memberikan respons.

“Memangnya ada alasan kau harus tahu?” tanya Won Woo tak bersahabat.

Min Hee menggeleng. “Tapi mulai sekarang, kau dan aku....”

Won Woo menatap dalam manik Min Hee, membuat gadis itu mengurungkan maksud perkataannya. Hanya ada kejujuran yang terpancar dalam iris hitam milik gadis itu. Ia tak habis pikir, kenapa Min Hee bisa memiliki keinginan untuk mengetahui nama penculiknya.

Beberapa saat hanya diisi oleh keheningan saja. Tiba-tiba Min Hee membuka mulutnya lagi dengan ragu.

“Er, aku ingin ke kamar kecil,” ungkapnya agak sedikit malu.

***

Won Woo menjatuhkan ponsel Min Hee di atas kasurnya, kemudian diikuti oleh tubuhnya. Ia menghela napas dengan berat, tampak sangat lelah dan hilang arah.

Bo Hyuk yang sedang membaca buku pelajaran di meja belajar menoleh ke arah Won Woo. “Miliknya?” tanyanya.

“Hmm.” Won Woo menjawab sambil memejamkan mata.

“Bodoh sekali dia mempermudah kita!” kata Bo Hyuk dengan santai. Ia berjalan mendekat dan duduk di tepian ranjang kakaknya, lalu mengambil ponsel itu untuk diperikasa.

“Apa aku boleh melihatnya?” tanya Bo Hyuk.

“Terserah!” Won Woo menimpali dengan asal.

“Bukan ponselnya. Tapi pemilik ponsel ini.” Bo Hyuk menjelaskan maksudnya.

Karenanya, Won Woo langsung membuka mata dan ikut duduk menghadap adik satu-satunya itu. “Dengar! Sudah berapa kali kukatakan, kau tidak terlibat dengan masalah ini.” Won Woo berusaha menahan emosinya.

Jika suatu hari nanti ternyata semua rencananya berujung kegagalan, ia harap Bo Hyuk tidak akan begitu terpengaruh oleh hal itu. Ia hanya ingin Bo Hyuk fokus pada studinya dan menjadi orang yang bahkan tidak perlu mengenal dunia hitam miliknya.

“Kupikir itu terdengar tidak masuk akal.” Bo Hyuk tidak sependapat dengan kakaknya. “Sejak kau bilang kalau tebusan itu untuk masa depan kita nanti, aku sudah termasuk bagian dari rencana. Bahkan saat ayah meneleponku dan memintaku untuk mengawasi rumah gadis itu, aku sudah menjadi bagian dari semua ini.”

Won Woo menelan salivanya dengan kasar, merasa terintimidasi oleh penuturan Bo Hyuk yang mengandung banyak kebenaran dibanding yang dipikirkannya.

“Untuk apa kau menemuinya?” tanya Won Woo kemudian.

“Aku hanya ingin menemuinya. Tidak ada alasan pasti.” Bo Hyuk mengangkat bahunya enteng.

Won Woo bangkit dan mengambil kameranya di sebuah rak kecil sebelah ranjangnya untuk menghindar dari topik barusan, karena ia tetap tidak mengizinkan Bo Hyuk untuk menemui Min Hee.

“Kita harus cepat-cepat menyelesaikannya.” Won Woo tiba-tiba menyibukkan diri dengan kegiatannya, seolah-olah tidak ada adiknya di sana.

Ia mengisi ulang daya ponsel Min Hee yang mati total, kemudian memindahkan rekaman video Min Hee dari kameranya ke folder ponsel gadis itu. Ia berusaha keras mengabaikan Bo Hyuk yang sedari tadi hanya menonton saja.

“Baiklah. Aku menyerah untuk menemui gadis itu. Asalkan, jika suatu hari nanti bantuanku bisa menolongmu, kau tidak boleh menolaknya,” kata Bo Hyuk tanpa menunggu jawaban dari kakaknya, karena ia langsung berpindah ke meja belajarnya lagi.

Won Woo menatap punggung Bo Hyuk dengan sedih, berharap hari itu tidak akan pernah datang pada mereka.

Setelah itu, ia kembali fokus untuk mengirimkan video itu ke orang tua Min Hee seperti rencananya dari awal.

***

Sudah tiga hari sejak Min Hee meninggalkan rumah. Saat mencoba menghubungi nomor Min Hee, selalu saja dalam keadaan tidak aktif. Nyonya Lee mulai merasa tak enak hati dan ingin melaporkannya ke pihak polisi, tapi ia mencoba menahan diri karena mungkin Min Hee memang sedang sengaja menghindari rumah. Lagi pula ini bukan kali pertama anaknya sulit dihubungi. Pernah saat masih SMA, anaknya itu menginap selama dua malam di ruang belajar untuk menghindari orang rumah.

Hari itu matahari sudah bersembunyi di belahan bumi lain, mungkin sekitar jam enam sore jika sempat melihat jam. Sebuah notifikasi pesan dari kontak Min Hee tiba-tiba masuk ke ponsel Nyonya Lee. Saat dibuka, ternyata ada kiriman video dari anak semata wayangnya.

Nyonya Lee memutar video itu dan sangat terkejut melihat isinya. Ia menangis bukan main setelah tahu kalau anaknya diculik, dan bahkan disiksa sampai menimbulkan bekas luka di wajah.

Nyonya Lee mendengar pintu rumah yang terbuka, menebak kalau suaminya sudah datang. Ia segera menghambur sambil menangis pada tubuh jangkung pria dewasa itu.

“Kau kenapa?” tanya Tuan Cha.

“Min Hee,” kata Nyonya Lee tak kuasa melanjutkan kalimat selanjutnya. Oleh karena itu, ia hanya menyerahkan ponselnya untuk dilihat Tuan Cha.

“Satu milyar won?!” Tuan Cha memekik kaget. “Itu gila. Mana ada uang sebanyak itu.”

“Tidak mungkin. Pasti ada,” kata Nyonya Lee menimpali.

Tuan Cha berdeham. “Lapor polisi saja!” teriaknya.

“Tapi bagaimana jika Min Hee semakin disakiti oleh pelaku? Kau tidak melihat Min Hee sudah sangat kesusahan di sana?” Nyonya Lee juga meninggikan suaranya karena terpancing emosi.

“Makanya lapor polisi saja, biar polisi cepat menanganinya!” Tuan Cha masih bersikukuh dengan pendapatnya. “Aku tidak punya uang sebanyak itu untuk menebus Min Hee.”

Nyonya Lee mendorong tubuh Tuan Cha dengan kecewa. “Kau berkata begitu karena Min Hee bukan anak kandungmu, kan?” isaknya.

***

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

61.3K 6K 11
"Aku suka saat kau merangkul diriku,aku suka saat kau memanggil namaku,aku suka saat matahari mulai tenggelam dan berganti malam." Based on 2 1 2- U...
282K 57.4K 44
"pak, saya bimbingㅡ" "kamu mau eskrim? saya beliin dulu ya"
376K 39.1K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
782 124 28
Aiko tidak pernah menyangka ia akan bertemu lagi dengan Chanwoo, mantan kekasihnya saat SMA lewat kencan buta yang telah diatur oleh sahabat baiknya...