The Day of Infraction

By yonhwapark_

1.8K 233 64

"7 Days in a year, crime is legal" Based on Movie Called The Purge Week Story by ©Luykrp called "The Purge... More

Prologue
CHAPTER 1: The Beginning
CHAPTER 2: D-Day Beginning (2)
Author Notes
CHAPTER 3 D-DAY: TRUST (part 1)
Chapter 4 D-Day: TRUST (part 2)
Chapter 5 : Can I Trust You?
Hello!
Chapter 6 : Lies
Chapter 7 : Come and Get you
Chapter 8 : Is it worth it?
Chapter 9 : Tell me. Why?
Chapter 10 : The Truth Untold
Chapter 11 : It Was Always You
Chapter 13 : The End

Chapter 12 : DEATH

90 13 2
By yonhwapark_

Shall i stay? Would it be a sin?
.
.
.
.
.
.
.





11.45 pm

5 hari, 11 jam dan 45 menit setelah acara tahunan The Infraction Week dimulai.



Setelah Taehyung meninggalkan kuil penyucian, pikirannnya berkecamuk. Sebagian dari dirinya membenci ketidakmampuanya membunuh Sooyoung. Sebagian dari dirinya sangat bersyukur bahwa dia tidak membiarkan emosi menguasai dirinya.



Taehyung akan senang karena dapat membalas dendamnya. Benar. Tapi penyesalan dan perasaraan tersiksanya akan tinggal jauh lebih lama daripada perasaan senang dan puasnya.



Apapun itu, dia sudah membuat keputusan. Keputusan untuk tidak membunuh Sooyoung, tapi juga tidak membawanya pergi. Taehyung sudah memutuskan untuk melupakan Sooyoung. Menghapus semua kenangan akan diri orang terindah yang pernah Taehyung kenal.



Melupakan orang yang telah masuk ke hidupnya, mempermainkan dirinya bersama benang merah takdir.


Melupakan Sooyoung-nya.


Taehyung sudah memutuskan untuk membiarkan Sooyoung mati di tangan paman dan bibinya. Taehyung sudah memutuskan untuk membiarkan Sooyoung disiksa.



Tapi kenapa tangannya yang memegang stir terasa kebas?

Kenapa kakinya yang menginjak pedal gas mobil terasa kaku?

Kenapa nuraninya berteriak menyuruhnya kembali?

Persetan.


Taehyung mengikuti apa yang akal sehatnya putuskan. Meninggalkan Sooyoung. Dia tidak bisa membunuh Sooyoung dengan tangannya sendiri, tapi dia juga tidak bisa membiarkan Sooyoung hidup.



Ini jalan terbaik, Taehyung. Ini yang terbaik. Kamu harus melupakan orang yang kamu kenal hanya beberapa hari belakangan ini. Itu tidak sulit. Ingat orang tuamu. Ingat bagaimana mereka mati.



Taehyung berkali-kali meyakinkan dirinya. Dia mengeratkan tangan pada stir mobilnya untuk menahan kewarasannya. Menahan tangannya pada posisi yang seharusnya, bukannya berbalik arah dan kembali untuk membawa Sooyoung pergi.



Ini yang terbaik, Tae. Kami tidak akan bisa memiliki semuanya.

Tae...

Tae...

Aku merindukannya.


Taehyung menggelengkan kepalanya, berusaha membungkam pikiran bodohnya yang kini juga mulai berkomplot mengkhianatinya. Berusaha menyeretnya kembali ke hadapan Sooyoung.


Tapi tidak, Taehyung tidak selemah itu.


Taehyung harus teguh pada pendiriannya. Dia harus bisa tetap pada arahnya saat itu. Setidaknya kali ini saja.



"Ah!" Taehyung mengacak rambutnya, menolehkan kepalanya ke sepanjang jalan bebas hambatan yang saat ini dilaluinya.


"Apa aku harus menabrak pagar pembatas itu? Aku sudah berkendara selama 4 jam." Taehyung melirik jam di mobilnya. "Kalau aku menghabiskan waktu kembali, penyucian disana pasti sudah dimulai. Brengsek!"


Taehyung membanting stirnya menabrak pagar pembatas jalan, dan memutar balikkan mobilnya menuju arah yang berlawanan dengan arah asalnya.


Biarlah hatinya menang.


Biarlah otaknya kalah. Biarlah akal sehatnya menghilang entah kemana. Taehyung akan mengurusnya nanti. Sekarang tujuannya hanya satu.



Membawa pulang Sooyoung, dan mengajak gadis manis itu dalam kencan yang berkali-kali Taehyung janjikan.



————————-



18:25pm

5 hari, 18 jam dan 25 menit setelah acara tahunan The Infraction Week dimulai.


"Kamu yakin?" Tepat saat aku mengangkat larangan mereka untuk tidak membunuhmu dalam satu tembakan, mereka akan menyiksamu."



Sungjae mengingatkan. Dia menatap Sooyoung yang duduk di ranjangnya.


"Ya. Taehyung mau aku menderita sebelum aku mati. Boleh aku minya sesuatu?"


"Apa?"


"Tolong beritahu dia kalau aku tulus mencintainya. Aku tidak pernah mempermainkan perasaannya. Kami hanya.. bertemu dengan orang yang tepat di saat yang salah."


Sungjae menghela nafasnya.


"Yakin tidak mau pergi? Aku memang membawamu kesini. Tapi kau bisa saja merubah pikirannmu."


Sooyoung tertawa pelan.

"Biarlah kalau dengan begini dia bisa tenang, nyawaku sebanding."

Sungjae menundukkan kepalanya menyesal tidak bisa membujuk Sooyoung untuk merubah pikirannya. Menyesal karena tidak bisa menyelamatkan orang yang menolongnya saat bahkan dunia mengabaikan dia.



"Kapan acaranya akan dimulai?"


"30 menit lagi." Jawab Sungjae pelan, bahkan terkesan berbisik.


Sungjae merasakan tubuhnya yang dia dudukkan di meja masuk dalam sebuah pelukan hangat. Sooyoung memeluknya.

"Terima kasih. Terima kasih karena telah berada di sisiku hinggat saat ini terakhirku. Semoga kamu selalu bahagia."


Sungjae menyandarkan kepalanya di bahu Sooyoung. Terasa hangat dan nyaman.


"Terima kasih karena sudah menolong waktu itu."


"Tentu. Aku hanya memberikanmu sedikit makanan, barang-barang dan uang sebelum aku kembali ke London." Sooyoung sedikit tertawa. "Aku senang apa yang aku berikan bermanfaat."


Sungjae memundurkan dirinya, berusaha menyajajarkan wajahnya dengan dengan wajah Sooyoung. "Kamu.. ingat?"


"Ya. Saat melihat foto lamamu, aku ingat. Kamu jauh lebih tampan sekarang. Ditambah rambut coklatmu. Wah. Benar-benar tampan. Syukurlah kamu sehat."


Sooyoung tersenyum.

"Setidaknya aku pernah berbuat hal baik sebelum aku mati."


Sungjae baru saja membuka mulutnya, saat terdengar ketukan di pintu. Tak lama berselang pintu dibuka, muncul seorang laki-laki bertubuh tegap yang memberikan salam hormat pada Sungjae.


"Bis, persiapan acara nanti malam sudah dimulai." Dia melihat Sooyoung. "Ini pesanan Choi Hyunsik kan? Biar saya bawa ke ruang nomor 231."


Orang itu mengikat tangan Sooyoung, menutup matanya, kemudian mendorong tubuh Sooyoung berjalan keluar."

"Sungjae! Hiduplah sesuai keinginanmu. Aku akan selalu mendoakan kebahagianmu."


Suara Sooyoung makin pelan, hingga akhirnya tidak terdengar lagi.


Sungjae menutup matanya, mengutuk dirinya yang hanya bisa diam melihat Sooyoung yang saat ini tengah berjalan ke lubang kuburnya. Sooyoung bahkan tidak menangis. Dia masih bisa mendoakan kebahagiaan Sungjae.


"Kenapa.. kenapa kamu bukannya menyesal menyelamatkanku? Aku yang membawamu kesini. Kenapa.. kenapa kamu justru mendoakan kebahagiannku?"





——————-



22:00pm

5 hari, 11 jam dan 45 menit setelah acara tahunan The Infraction Week dimulai.



Sooyoung menatap ruangan dimana dia berada. Gelap. Sama sekali tidak ada cahaya. Mata Sooyoung mulai terbiasa. Dia bisa menangkap keadaan sekelilingnya secara kasar.



Tidak banyak yang bisa Sooyoung yang tangkap. Kebanyakan hanya siluet samar, yang menunjukkan letak beberapa benda yang entah apa. Selain itu Sooyoung tidak tau apa-apa lagi.


Tak lama pintu, suara kaki beberapa orang terdengar mendekat.


"Paman? Bibi?" Sooyoung membuka mulutnya, berusaha memastikan dua sosok samar di hadapannya.


"Kucing manis, kita bertemu lagi. Kenapa kamu kabur kalau akhirnya begini?" Suara berat paman Sooyoung terdengar. Bersamaan dengan itu, Sooyoung merasa tangannya patah.


Pamanya memukulnya kayu keras ke lengan kirinya, membuat Sooyoung terpengal dan menabrak beberapa benda -yang sepertinya meja- tak jauh darinya.


"Aku senang sekali Jae mencabut larangannya untuk menyiksamu—" paman Sooyoung kini mengambil sebuah pedang panjang, lalu menggoreskan mata pedang tajamnya pada tubuh mulus Sooyoung.


"Pa—man! Sakit!" Sooyoung meringis kesakitan.

Detik berikutnya, Sooyoung merasakan tusukan di bahunya.


"Jangan mengeluarkan desahan seperti itu, jalang. Jangan menggoda suamiku."


Sekali lagi, Sooyoung merasakan kepalanya dipukul dengan amat keras. Kupingnya berdenging sesaat selanjutnya, Sooyoung merasakan darah mengakir deras dari kepalanya, jatuh ke atas bahunya yang masih tertusuk benda yang sepertinya pedang panjang.


"Bi-bi." Suara Sooyoung makin lemah. Kesadarannya sudah di ambang batas.


"Tidak— tidak. Tidak! Jangan mati! Jangan mati dulu! Aku belum puas menyiksamu!"


Pekikan frustasi bibi Sooyoung terdengar bersamaan dengan beberapa tusukan lain ditubuh Sooyoung, membuat kesadarannya makin hilang.




Orang bilang, saat seseorang akan mati, dia akan memiliki kenangan atas masa lalunya. Saat ini, Sooyoung mengalami hal itu.



Di antara rasa sakitnya, Sooyoung merasa kelebatan kenangan akan ayah dan ibunya yang selalu sempurna. Selalu menyayanginya, melindunginya, mendukung penuh semua keputusannya.



Selanjutnya, kelebatan tentang teman- temannya datang mengisi bayangannya. Teman kecilnya, teman sekolah, teman kuliah dan sahabatnya.


Terakhir, Sooyoung melihat wajah seseorang yang sangat dia rindukan. Sangat dia rindukan hingga dadanya sakit. Amat sangat dia rindukan hingga rasanya sakit yang ia rasakan tidak sebanding dengan sakit di dadanya.



Kim Taehyung


Sooyoung mengingat semua kenangan bersama laki-laki itu. Bagaimana mereka bertemu saat Sooyoung ditarik orang tidak dikenal dan Taehyung menyelamatkannya.


Bagaimana mereka bertemu saat Sooyoung baru saja melakukan pembunuhan pertamanya. Bagaimana Sooyoung ketakutan hingga seluruh tubuhnya bergetar hebat. Bagaimana dia merasa lega begitu melihat Taehyung berdiri di hadapannya hingga tanpa sadar Sooyoung berlari memeluk Taehyung.



Bagaimana ekspresi sakit Taehyung saat bercerita tentang kematian orang tuanya. Bagaimana Taehyung yang sempat meninggalkannya kembali untuk menyelmatkan Sooyoung saat akan diculik.



Taehyung yang selalu berusaha mencari makanan dan tempat tinggal terbaik untuk Sooyoung.


Taehyung yang selalu berusaha tersenyum untuk Sooyoung, meski dirinya juga mengalami sakit yang luar biasa.

Terakhir, Taehyung yang dia temui beberapa jam lalu. Taehyung yang kecewa. Taehyung yang tersakiti. Taehyung yang jijik. Taehyung yang merasa bahwa dunianya hancur.


Taehyung hancur karena dirinya.

Alasan itu saja membuat Sooyoung menengkan dirinya yang nyaris mati karena luka ditubuhnya.

Kalau memang cara ini akan membuat Taehyung bahagia, Sooyoung akan melakukannya dengan senanh hati.



Sooyoung akan senang jika kematiannya bisa membawa senyuman indah Taehyung kembali.


Kesadaran Sooyoung makin menipis, matanya perlahan tertutup.

Selanjutnya, Sooyoung mendengar suara tembakan.



Pada kesadaran terakhirnya, Sooyoung melihat wajah Taehyung yang tersenyum meski terlihat malu.



Sooyoung dapat mengingat suara dan ucapan Taehyung dengan jelas di detik detik sebelum dia menutup matanya dia tersenyum. Bisa mengingat wajah dan suara Taehyung dengan kesadaran terakhirnya adalah hal yang indah. Sooyoung hanya bisa berdoa bahwa pemilik wajah indah itu bisa terus tersenyum setelah mendengar kematiannya





"Setelah semua ini selesai kamu mau kan berkencan denganku, Sooyoung?"


TBC

Next chapter, adalah chapter terakhir.

Hari terakhir di Infraction Week.

Menurut kalian ending bagaimana yang seharusnya?

Happy ending?

Sad ending?


Terima kasih banyak atas comment dan votenya💕💕

Yonhwa Park

Continue Reading

You'll Also Like

8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
926K 27.8K 24
Ini adalah versi revisi!! Hidupku hancur setelah hari itu tiba, kehidupan yang awalnya selalu di landasi dengan keceriaan kini telah hilang ditelan o...
277K 10.5K 69
Suatu hari seorang gadis yang sedang tidur pada malam hari, ia bertemu dengan sosok yang ia rindukan muncul dalam mimpi nya. Yaitu ayah nya beliau me...