My Lovely Teacher

Par Aeris_04

403K 12.6K 1.1K

Dewasa 21+ [Jangan lupa follow authornya] "Kamu benar-benar berengsek, Pak!" ~Aeris Ariana~ Apa jadinya jika... Plus

Guru Baru
Hukuman
Terjebak
Sisi Lain
Baikan?
Surprise
I'm Down 2
His Back
Sang Penyelamat
Mantan Next Door
Tanda tanya?
The War
Ketahuan
Hancurnya Sebuah Harapan
Dies Natalies
Jadian?
Aluna
Pertengkaran Pertama
Baikan
Wanita itu...
Terbongkar
Hancur 1
Hancur 2
I'm Down 3
I'm Pregnant
Kekecewaan Sehun
Lights Out
Smile On My Face
End
Epilog

I'm Down

19.4K 538 1
Par Aeris_04

BRAK!

Suara bantingan pintu terdengar keras membuatku sontak membuka mata. Ruang musik terlihat terang, sepertinya hari sudah pagi. Aku mengerutkan dahi, merasa ada sesuatu yang berat sedang menindih perut. Tunggu! Tangan siapa ini?

"Huwah..." Aku refleks mendorong tubuh Pak Baekhyun agar menjauh.

"Ernghh..." erang Pak Baekhyun sebelum membuka kedua matanya.

"Pertunjukan yang bagus Aeris!"

Aku tersentak. Sejak kapan Chanyeol ada di sini?

"Lo nyuruh gue datang ke sini cuma buat liat lo tidur berdua sama guru baru ini?" Chanyeol menatapku tajam.

Aku tergagap, sepertinya Chanyeol salah paham. Aku pun segera berdiri, menghampiri Chanyeol untuk menjelaskan semuanya.

"Ugh...." Aku melenguh karena kepalaku tiba-tiba berdenyut sakit.

"Kau tidak apa-apa?" Pak Baekhyun menahan tubuhku agar tidak jatuh.

"Saya tidak apa-apa," ucapku sambil menurunkan kedua tangan Pak Baekhyun dari bahuku.

"Chanyeol, lo salah paham." Aku mencoba meraih tangannya,  tapi Chanyeol malah menepis tanganku dengan kasar.

"Salah paham apanya, Aeris?" desisnya tajam.

Kedua mata memanas. Jangan sampai aku kehilangan sahabat lagi. Aku harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi ke Chanyeol. "Gue mohon, dengarkan dulu penjelasan gue."

"Penjelasan apa lagi, hah?"

"Gue kekunci di dalam. Gue udah coba telepon lo kemarin, tapi lo nggak angkat telepon gue. Gue juga udah ngirim pesan buat lo."

Chanyeol hanya diam. Dalam hati aku berharap dia mau menerima semua penjelasanku.

"BULLSHIT!!" teriaknya tepat di depan wajahku. Bulir bening yang sudah berusaha kutahan akhirnya jatuh. Aku tidak pernah menyangka Chanyeol tega membentak sekasar itu.

"Kenapa kau membentak Aeris?" Pak Baekhyun tiba-tiba berdiri di hadapan. Seolah-olah melindungiku dari kemarahan Chanyeol.

Chanyeol menatapku lekat, kekecewan tergambar jelas di matanya. "Gue kecewa sama lo!"

Chanyeol menendang pintu dengan keras sebelum pergi meninggalkan kami. Aku pun segera berlari menyusulnya.

"Chanyeol, tunggu!"

Chanyeol terus berjalan tanpa mempedulikan teriakanku. Kepala terasa semakin sakit, napas pun mulai terasa berat. Aku pun berhenti sebentar, berpegangan pada tembok untuk mengatur napas.

"Aku akan mengantarmu pulang." Tanpa menunggu persetujuan, Pak Baekhyun menarikku menuju mobilnya begitu saja.

❤❤❤

"Aku boleh bertanya sesuatu?" Pak Baekhyun membuka suara karena sedari tadi kami hanya diam. Aku lebih tertarik melihat jalanan melalui kaca mobil di sampingku.

"Tanya apa?" ucapku tanpa bergerak dari posisi semula.

"Apa kalian berdua pacaran?"

"Maksud Bapak?" Aku kini beralih menatapnya.

"Kau dan Chanyeol."

"Tidak, kami hanya bersahabat."

"Kenapa Chanyeol bisa marah seperti itu?"

Aku mengangkat bahu pertanda bahwa tidak tahu.

"Chanyeol seperti orang yang cemburu saat melihat kekasihnya dekat dengan cowok lain."

Aku tersenggih. Chanyeol, cemburu? Ah, tidak mungkin. Dari dulu Chanyeol memang tidak suka melihatku dekat dengan cowok lain. Sifat Chanyeol memang keras, tapi anehnya aku bisa dekat dengannya sampai sekarang.

"Apa aku perlu menjelaskan ke Chanyeol agar hubungan kalian kembali membaik?"

"Tidak perlu," jawabku. Jika Pak Baekhyun ingin menjelaskan sekarang sepertinya percuma karena Chanyeol sedang emosi.

❤❤❤

"Terima kasih, Pak."

Pak Baekhyun mengangguk. Aku pun segera turun dari mobilnya.

"Wajahmu sedikit pucat, Aeris. Sebaiknya kau segera membersihkan diri dan beristirahat."

Aku mengerutkan dahi. Kenapa pak Baekhyun berubah perhatian? Aneh. "I-iya," jawabku terbata.

"Oh ya, satu hal lagi, jangan lupa makan," lanjutnya sebelum melajukan mobil meninggalkan halaman rumahku.

Aku terus melihat mobil Pak Baekhyun hingga menghilang dibalik tikungan. Kenapa Pak Baekhyun mendadak baik kepadaku? Kenapa juga jantungku harus berdebar? Apa aku menyukai Pak Baekhyun? Ah, itu tidak mungkin.

Aku berjalan riang menuju rumah karena ingin segera bertemu bantal guling yang ada di kamar. "Anak-anakku, mama datang."

BRAK!

"Apa saja yang kau lakukan sampai mengurus anak saja tidak becus!"

"Kau tanya apa yang kulakan? Pekerjaanku tidak hanya mengurus Aeris. Aku juga harus mengurus rumah dan pergi bekerja."

"Di mana Aeris sekarang?"

Tanganku refleks berhenti memutar kenop pintu saat mendengar suara Mama dan Papa.

"Aku tidak tahu."

"TIDAK TAHU! KAU TIDAK TAHU? KAU MAMANYA APA BUKAN?"

Suara Papa terdengar sangat keras. Selama ini Papa tidak pernah membentak Mama sampai sekeras itu. Papa ... kenapa setega itu?

"Tentu saja aku Mamanya. Apa kau lupa jika aku yang melahirkan Aeris? Kau sendiri apa sudah menjadi sosok Papa yang baik bagi Aeris?"

"Tentu saja aku sosok Papa yang baik. Jika aku bukan sosok Papa yang baik. Aku sudah meninggalkan kalian dari dulu."

"Kenapa kau tidak pergi saja! Aku sudah muak melihatmu yang berpura-pura peduli pada kami!"

"PURA-PURA PEDULI?"

Dadaku rasanya begitu sesak, seperti ada sesuatu yang menghantam dengan sangat kuat hingga membua aku kesulitan bernapas. Kaki mendadak lemas, jika tidak berpegangan pada kenop pintu, aku pasti sudah terjatuh.

PLAK!

"BERANI-BERANINYA KAU MENGATAKAN ITU PADAKU! DASAR  ISTRI TIDAK BERGUNA!"

Aku tanpa sadar memejamkan mata erat-erat. Mama menangis histeris setelah mendapat tamparan keras dari Papa. Dada terasa semakin ngilu. Kenapa Papa berubah? Selama ini Papa tidak pernah berkata kasar, membentak apa lagi memukul Mama.

"KENAPA KAU TIDAK MEMBUNUHKU SAJA, MAS? AYO, BUNUH AKU!" teriak Mama kalap.

Aku sudah tidak tahan lagi mendengarnya. Mama dan Papa tidak akan berhenti bertengkar jika tidak ada yang melerai. Pelan kuputar kenop pintu, Papa terlihat kembali ingin melayangkan tamparan ke pipi Mama.

"AERIS!" ucap Mama dan Papa bebarengan, terkejut melihat kedatanganku.

"Sudah cukup Ma, Pa. Kenapa kalian selalu bertengkar?" Air mata jatuh begitu saja membasahi pipi. Aku sudah lelah melihat mereka selalu bertengkar dan berakhir dengan Mama yang selalu mengurung diri di kamar.

"Semua ini salahmu, Mas."

"SALAHKU? AKU KERJA SIANG MALAM UNTUK KALIAN TAPI KERJAMU APA, HAH? CUMA BISA  MENGHABISKAN UANG!"

"CUKUP!" Kututup kedua telinga erat-erat karena tidak tahan lagi mendengar keduanya terus bertengkar.

"AERIS BENCI KALIAN!" Aku berlari keluar rumah. Samar-samar masih terdengar mereka terus saja bertengkar.

❤❤❤

Aku terus berlari mengikuti ke manapun kaki mebawa pergi. Langit tiba-tiba berubah mendung. Semendung hatiku sekarang. Setitik air hujan turun membasahi bumi, kemudian diikuti ribuan titik yang lain. Aku membiarkan tubuh ini basah karena hujan. Seolah-olah membiarkan kesedihan ikut larut bersamanya. Setidaknya hujan bisa menyamarkan air mataku saat ini.

Aku tidak sadar berada di taman dekat rumah. Duduk sendirian di bangku kayu yang berhadapan langsung dengan sebuah danau buatan. Kututup wajah dengan kedua telapak tangan, menangis sejadi-jadinya. Satu persatu semua orang di hidupku pergi meninggalkanku. Alanis, dia, Chanyeol, lalu sekarang ... Mama dan Papa. Apa kedua orangtuaku juga akan pergi?

Sekarang tidak ada lagi orang yang peduli padaku. Untuk apa aku dilahirkan jika hanya penderitaan yang kudapatkan, Tuhan? Untuk apa?

Kupukul dada berulang kali agar sesak di dalam dada sedikit berkurang. Hujan turun semakin deras. Tubuhku pun mulai menggigil dan gigi bergemelatuk karena kedinginan. Kupeluk diri sendiri untuk mengurangi rasa dingin yang terasa seperti menusuk hingga tulang. Perutku terasa sakit sekali. Namun, rasa sakit ini tidak sebanding dengan sakit hati yang aku rasakan saat ini. Apa sebaiknya aku mati saja? Aku tidak akan pernah menyusahkan mereka lag jika mati.

Aku merasa sesuatu melindungi diri ini dari derasnya air hujan Pelan, kuturunkan kedua telapak tangan, menoleh ke kanan untuk melihat seseorang yang sedang membagi payungnya denganku.

"Kau bisa sakit jika hujan-hujanan seperti ini, Aeris." Suara Pak Baekhyun teredam oleh derasnya air hujan. Kenapa dia bisa berada di sini?

"Sshh..." Aku meringis karena perut semakin terasa sakit.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Pak Baekhyun khawatir.

Aku segera membuka tas, mengeluarkan sebuah tabung kecil dengan tangan gemetar lantas mengambil beberapa butir obat. Kutelan obat itu bulat-bulat tanpa bantuan air putih berharap nyeri di perut sedikit berkurang.

"Apa kau sakit?"

Aku menggeleng cepat. "Tidak. Itu hanya vitamin," jawabku mencoba terlihat baik-baik saja. Padahal, perutku terasa sangat sakit.

"Sungguh?"

Aku mengangguk, berusaha berdiri sambil menahan nyeri di perut sebelum Pak Baekhyun bertanya lebih banyak lagi.

"Kau mau pulang?"

Aku menggeleng, saat ini aku tidak ingin pulang sebab Mama dan Papa pasti masih bertengkar. Aku ingin pergi agar Pak Baekhyun tidak melihatku dalam keadaan lemah. Namun, sebuah cekalan menghentikan langkahku. Pak Baekhyun bergerak memutar hingga kini berdiri di hadapan.


"Wajahmu sangat pucat, Aeris. Aku akan mengantarmu pulang."

Aku menggeleng cepat. "Tidak perlu. Sshh...." Aku meringis karena nyeri di perut semakin menjadi. Ya Tuhan, aku mohon, jangan kambuh sekarang? Kenapa obatnya tidak juga bereaksi?

"Aku antar pulang, ya?" Pak Baekhyun kembali menawarkan diri untuk mengantar pulang.

Kaki mendadak lemas, aku refleks berjongkok karena tidak kuat lagi menahan sakit. Ya Tuhan, kenapa rasanya sakit sekali?

"Aeris!"

Aku sempat mendengar teriakan Pak Baekhyun sebelum kesadaranku menghilang.

❤❤❤

Aku mengerjabkan beberapa kali, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam mata. Meskipun tubuh terasa sakit semua, tapi aku tetap memaksakan diri untuk bangun. Tiba-tiba sesuatu yang lembab jatuh dari atas kening. Sebuah handuk kecil.


Aku memejamkan mata erat saat pusing kembali menyerang kepala agar rasa sakitnya sedikit berkurang.

"Ssh...." Rasanya seperti ada batu seberat satu ton yang menimpa kepala. Sakit.

Aku pun melihat-lihat ke sekitar. Kamar bernuansa maskulin yang didominasi cat abu-abu ini terlihat sangat rapai. Kamar ini seperti kamar cowok. Tunggu! Ini bukan kamarku. Kamar siapa ini, Bambang?


Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Pak Baekhyun masuk setelah pintu itu terbuka. Kenapa dia bisa ada di mana-mana?

"Kau sudah sadar?"

"Sadar?" tanyaku tidak mengerti.

Pak Baekhyun menghela napas pelan.
"Tadi kau pingsan."

"Pingsan?"

Pak Baekhyun mengangguk.

Aku mengusap wajah kasar. Kenapa aku bisa tidak sadarkan diri di depan Pak Baekhyun? Duh, Gusti!

Napas tercekat saat Pak Baekhyun menempelkan telapak tangannya di keningku. "Masih panas."

Aku pun segera menyingkirkan tangan Pak Baekhyun dari kening. Sepertinya tubuhku demam karena kehujanan. "Kenapa Bapak selalu ada di mana-mana? Bapak ngikutin saya?"


Pak Baekhyun berdecak. "Tidak bisakah kau mengucapkan terima kasih pada orang yang sudah menolongmu?"

"Menolong?"

"Ah, seharusnya aku tinggalkan saja kau di taman. Untuk apa juga aku repot-repot menolongmu. Tidak ada untungnya "

Aku tercengang dengn mulut tmenganga lebar. Apa Pak Baekhyun yang menolongku? Aku juga tidak berharap ditolong olehnya. "Saya ucapkan banyak terima kasih karena Bapak sudah menolong saya," ucapku setengah hati.


"Yang ikhlas!"

Aku memutar bola mata malas. "Terima kasih banyak, Bapak."

Kedua mata sontak membulat saat menyadari baju yang saat ini sedang kupakai. "Mamah!" teriakku tanpa sadar.

Kenapa aku sekarang memakai daster emak-emak? Bukankah tadi aku memakai seragam? Kenapa sekarang berubah? Jangan bilang kalau ...?

Aku menatap Pak Baekhyun takut-takut. Apa dia yang mengganti bajuku? Alamak!


"Kenapa kau suka sekali berteriak?" Pak Baekhyun refleks menutup kedua telinganya. "Teriakanmu sangat nyaring, tahu."

"Kenapa baju saya bisa berubah? Apa Bapak yang ..."

Pak Baekhyun mendorong kepalaku dengan jari telunjukknya. "Apa kau pikir aku yang mengganti bajumu?"

Aku mengangguk polos.

"Bahkan Upin dan Ipin sampai gondrong pun hal itu tidak akan pernah terjadi," sengitnya.

Kedua mataku seketika berbinar. Mustahil jika Upin dan Ipin gondrong karena sejak kartun itu diluncurkan mereka masih saja botak. Jadi bukan Pak Baekhyun yang mengganti bajuku. Berarti tubuhku masih suci, belum terjamah, dan masih orsinil.

"Kenapa kau senang sekali?"

Aku kembali berteriak heboh karena terlalu senang. Bahkan aku ingin sekali menari Gangnam Style sekarang.

"Dasar bodoh!" Pak Baekhyun menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkahku.

Pintu kamar Pak Baekhyun tiba-tiba diketuk dari luar.

"Den, makan siang sudah siap."

"Iya, Bik." Pak Baekhyun berdiri.

"Bapak mau kemana?"

"Makan," sahutnya datar.

"Bapak nggak nawarin saya buat ikut makan?" tanyaku penuh harap. Perut ini rasanya sudah sangat lapar.

"Nggak."

Aku mengerucutkan bibir kesal. Dasar pelit. Lebih baik aku pulang saja dan makan sendiri di rumah.

Aku pun turun dari tempat tidur Pak Baekhyun yang nyaman. Mengambil tas sekolah yang berada di meja tak jauh dari tempat tidur sebelum keluar kamar.

"Sekali lagi terima kasih, Pak."

Pak Baekhyun terkekeh pelan. Aku mengerutkan dahi ketika di luar kamar. Aku tidak tahu di mana pintu keluar rumah Pak Baekhyun. "Ke kanan, atau ke kiri?" gumamku.

Rumah Pak Baekhyun memiliki banyak  lorong. Sepertinya rumah Pak Baekhyun besar sekali. "Ah, mungkin ke sana. Eh...!" Aku terkejut karena pak Baekhyun tiba-tiba menarikku agar ikut bersamanya.

"Pak?" tegurku agar dia melepas cekalan tangannya.

"Hmm..." sahutnya datar sambil terus menarikku.

"Pak?" Aku melihat ke kanan kiri. Sepertinya kami malah semakin masuk ke bagian dalam dari rumahnya.

Pak Baekhyun tiba-tiba berhenti, menatapku dengan kesal. "Apa?" tanyanya ketus.

"Saya mau pulang. Pintu keluarnya di mana, ya?"

"Di sana." Pak Baekhyun menunjuk arah di belakangku dengan dagu.

Mulutku seketika terbuka lebar. Jika pintu keluar berada di sana kenapa Pak Baekhyun malah membawaku ke sini? Apa dia sedang mempermainkanku?

Huh, dasar! Rasanya aku ingin sekali mencakar-cakar wajahnya yang ganteng tapi menyebalkan itu.

"Kalau begitu, permisi." Aku pun segera pergi. Bisa tambah emosi aku bila melihat wajahnya.

Belum sempat kaki ini melangkah, Pak Baekhyun kembali mencekal pergelangan tanganku. "Apa lagi sih, Pak?"


"Dasar bocah! Kau aku bolehkan pulang setelah makan." Dia kembali menarikku agar ikut bersamanya. Tanpa sadar bibir ini melengkung ke atas, membentuk senyuman lebar. Ternyata Pak Baekhyun peduli. 😭

Tbc

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

107K 8.8K 85
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
Flow (On Going) Par vreday

Roman pour Adolescents

36.8K 738 29
17++⚠️⚠️ "kalau lo pergi gue kejar, kalau lo balik boleh gue peluk gak?" "Ga waras lo!!" #penulisamatir🙏 Klo ada typo atau tanda baca yang salah tol...
772K 37.1K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
5.3M 90.5K 20
Revan memandang tubuh sekretarisnya yang menggeliat ingin disentuh karena berhasil terpangaruh dengan obat perangsang dari nya. "Maafkan saya Reisya...