My Lovely Teacher

بواسطة Aeris_04

403K 12.6K 1.1K

Dewasa 21+ [Jangan lupa follow authornya] "Kamu benar-benar berengsek, Pak!" ~Aeris Ariana~ Apa jadinya jika... المزيد

Guru Baru
Hukuman
I'm Down
Sisi Lain
Baikan?
Surprise
I'm Down 2
His Back
Sang Penyelamat
Mantan Next Door
Tanda tanya?
The War
Ketahuan
Hancurnya Sebuah Harapan
Dies Natalies
Jadian?
Aluna
Pertengkaran Pertama
Baikan
Wanita itu...
Terbongkar
Hancur 1
Hancur 2
I'm Down 3
I'm Pregnant
Kekecewaan Sehun
Lights Out
Smile On My Face
End
Epilog

Terjebak

25.4K 577 19
بواسطة Aeris_04

"Aeris!"

Suara itu membuat tubuhku menegang. "Cha- Chanyeol?"

Pak Baekhyun berdiri dari posisinya semula. Dengan santai dia memasukan kedua tangan ke dalam saku celana.

Chanyeol berjalan cepat menghampiri kami, kedua matanya menatap tajam. Aku mendadak takut ditatapnya seperti itu.

"Pelajaran Pak Roy sudah selesai. Saatnya kembali ke kelas," ucapnya terdengar dingin. Sedingin salju di kutub utara.

Aku pun melihat soal dari Pak Baekhyun. Masih ada dua buah soal yang belum selesai dikerjakan. "Bentar lagi. Tugas gue belum selesai."

"Tugas yang mana?"

"Ini!" Aku pun menunjukkan tugas yang diberi Pak Baekhyun ke Chanyeol.

"Tugas lo kan, Sejarah, kenapa tiba-tiba berubah jadi Matematika?"

"Saya yang memberi Aeris tugas tersebut," jawab Pak Baekhyun tenang.

Chanyeol menyeringai. Oh, ini bencana. Dia pasti sedang kesal. Tapi karena apa?

"Jika Bapak memberi Aeris tugas matematika. Tugas sejarah Aeris tidak akan pernah selesai. Bapak senang kalau Aeris mendapat hukuman lagi?"

"Chan..." Aku bermaksud menghentikan Chanyeol agar berhenti bicara, tapi dia malah membentakku.

"DIAM!"

Aku tersentak karena Chanyeol terlihat sangat marah. Dia kenapa?

Pak Baekhyun pun mengangkat tugasku yang sudah selesai dia kerjakan. Dengan tenang menunjukan tugas tersebut ke Chanyeol. "Kau lihat? Tugas Sejarah Aeris sudah selesai dikerjakan."

Kedua mata Chanyeol sontak membulat. Sedetik kemudian rahangnya mengatup rapat, kedua tangan pun mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih.

"Kita kembali ke kelas!" Chanyeol tiba-tiba menarik aku keluar dari perpustakaan. Pak Baekhyun pun mundur beberapa langkah memberi jalan.

"Makasih Pak, dan maaf saya belum menyelesaikan tugasnya."

Pak Baekhyun hanya tersenyum.

Aku berlari kecil karena menyesuaikan dengan langkah kali Chanyeol yang lebar. Pergelangan tangan ini dicengkeram sangat kuat olehnya. Aku bahkan sampai meringis karena sakit.

"Chanyeol, lepasin tangan gue."

Chanyeol sepertinya tuli. Dia malah mencengkeram pergelangan tanganku, semakim erat. Rasanya sangat sakit.

"Chanyeol, lepasin!"

Chanyeol pun melepas cekalan tangannya. Aku meringis, menahan sakit di pergelangan tangan yang tampak sedikit memerah.

"Lo kenapa sih?"

"Lo mau jadi kayak Sasha? Jadi cewek centil yang suka godain cowok!"

Aku tercengang mendengar ucapannya.
"Maksud lo apa, sih?" tanyaku tidak mengerti.

Chanyeol menyeringai. "Gue tadi lihat lo deket-deket sama Pak Baekhyun. Lo pasti genit-genit sama guru baru itu, kan?" ucapnya lumayan keras. Beruntung tempat kami berdiri saat ini jarang ada murid yang lewat. Jadi tidak ada murid lain yang mendengar pertengkaran kami.

"Siapa yang genit-genit sama Pak Baekyun, sih? Gue nggak godain dia."

Sebenarnya apa yang Chanyeol pikirkan? Apa dia pikir aku menggoda pak Baekhyun? Hellow? Aku masih punya cukup akal sehat untuk tidak melakukan hal murahan seperti itu.

Chanyeol berdecak, wajahnya sekarang sangat tidak enak untuk dilihat. "Gue nggak percaya. Gue tadi lihat sendiri kalau lo sama Pak Baekhyun deket banget. Deketnya nggak wajar."

Aku memutar bola mata malas. "Demi Neptunus dan kroco-kroconya yang ada di bawah laut sana. Pak Baekhyun tadi mau bantuin gue ngerjain soal matematika. Gue juga nggak tau kenapa dia ada di belakang gue. Udah gitu doang?"

"Ah, gue nggak percaya." Chanyeol melengos pergi begitu saja meninggalkanku.

Aku menghela napas panjang. Kenapa kami harus bertengkar di saat seperti ini, Tuhan? Kenapa?

Aku berjalan dengan lesu menuju kelas.

"Satu persatu dari mereka semua akan pergi ninggalin elo."

Aku mengerutkan dahi. Alanis?

❤❤❤

Saat tiba di kelas, aku tidak mendapati Chanyeol duduk di bangku sebelahku. Dia tiba-tiba pindah duduk di sebelah Sasha. Apa Chanyeol sangat marah?

"Permisi."

Kai pun berdiri, memberi jalan untuk aku lewat. Aku mendudukan diri dengan kesal karena ucapan Alanis saat kami berpapasan di koridor. Apa maksudnya dia mengatakan hal seperti itu? Apa Alanis masih marah padaku?

"Lo lagi marahan sama Chanyeol?"

"Nggak." Aku melirik Chanyeol sekilas. Dia terlihat biasa saja seolah tidak terjadi sesuatu di antara kami.

"Hmm..." Kai mengangguk beberapa kali. "Kenapa dia ngajak gue tukeran tempat duduk?"

"Mana gue tau," jawabku ketus.

Kai tiba-tiba meraih tanganku lantas memberi sebatang coklat. "Katanya cokelat bisa menenangkan pikiran saat sedang kacau."

"Hah?"

"Jangan bilang 'hah'. Bilang makasih dong."

Aku tak kuasa untuk menahan senyum. Ternyata Kai baik juga. "Makasih," ucapku tulus.

❤❤❤

Bel pulang sekolah berbunyi. Aku pun segera memasukan buku kembali ke dalam tas.

"Gue duluan ya, Aeris."

"Iya, Kai." Aku mengangguk samar, sambil melirik Chanyeol yang sudah selesai merapikan bukun. Dia langsung pergi begitu saja tanpa melihatku sama sekali. Apa dia masih marah? Ah, sepertinya aku harus naik bus untuk pulang hari ini.

"Aeris."

Aku urung berdiri karena Kyungsoo memanggil. "Ada apa?"

"Bisa tolong kembaliin ini ke ruang musik?" Kyungsoo mengulurkan sebuah harmonika padaku.

"Kenapa gue? Yang minjam kan elo."

"Iya sih, tapi gue lagi buru-buru banget, nih. Please..."

Aku mendesah panjang, mendadak iba karena melihat wajah memohon Kyungsoo.

"Okay, deh." Aku pun mengambil harmonika tersebut dari tangannya.

"Thanks, ya?"

"Iya."

❤❤❤

"Ruang musik di mana, ya?" tanyaku pada anak kelas sepuluh saat berpapasan di koridor. Aku lupa letak ruang musik.

"Dari perpus jalan terus, lalu belok kanan, lurus lagi, lalu belok kiri. Ruang musik terletak paling ujung Kak, di sebelah toilet."

"Oh, lumayan jauh, ya?"

Anak perempuan tersebut mengangguk.

"Thanks, ya?"

"Sama-sama, Kak"

Ternyata letak ruang musik lumayan jauh. Jika letaknya jauh, seharusnya aku tidak perlu membantu Kyungsoo. Ah, tapi nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terlanjur. Lebih baik aku ikhlas menolong Kyungsoo supaya malaikat mencatat sebagai amal baik.

Aku sudah sampai di perpus. Kata anak tadi, harus belok kanan, jalan terus, lalu belok kiri. Setelah memperhatikan sekitar, tempat ini ternyata lumayan sepi. Jarang ada murid yang melewati koridor menuju perpus.

Langkah semakin cepat karena aku ingin segera sampai di ruang musik. Aku sontak mengembuskan napas lega saat melihat pintu bertuliskan "Music Room". Aku pun segera aku masuk, menuju rak khusus tempat harmonika lantas meletakkan benda itu di sana. Ah, akhirnya selesai.

Tubuhku menegang karena pintu ruang musik tidak bisa dibuka. Kenapa pintunya tidak bisa dibuka?

Aku pun berusah membuka lagi, tapi pintu tersebut tetap tidak bisa dibuka. Duh, Gusti? Apa aku akan terjebak di ruang musik?

Aku pun mengeluarkan ponsel dari tas. Sebaiknya aku meminta tolong Chanyeol untuk datang ke ruang musik. Tapi tunggu! Kami sedang bertengkar. Apa Chanyeol mau menolong?

Ah, kalau tidak mencoba, mana mungkin aku bisa tahu. Lebih baik aku segera meneleponnyaa. Semoga saja Chanyeol mau menolongku.

Sial!

Kenapa Chanyeol tidak menerima teleponku? Apa dia masih marah? Masih belum menyerah, aku pun mencoba menelpon Chanyeol lagi.

"Argh...." Aku menggeram kesal karena Chanyeol tidak juga mengangkat telepon dari aku. Sementara daya ponsel hanya tersisa lima persen. Apa yang harus aku lakukan?

Akhirnya aku mengirim sebuah pesan untuk Chanyeol.

Chanyeol:

[Tolongin gue, Chan. Gue kekunci di ruang musik. Please!]

Ponsel aku mati tepat setelah mengirim pesan untuk Chanyeol. Aku pun memukul pintu ruang musik lagi, berharap ada orang yang mendengarnya. Bahkan tidak memedulikan telapak tangan yang sudah terasa panas. Aku ingin cepat keluar dari tempat ini.

"Ada orang di luar? Tolong aku! Arggh...!" Aku menggeram kesal, terduduk lesu di lantai ruang musik yang dingin sendirian. Koridor menuju ruang musik sangat sepi, jarang ada orang yang melewati. Bagaimana mungkin mereka bisa mendengar teriakanku?

"Mama!" Aku berteriak keras untuk mengusir takut karena hari mulai gelap. Beruntung ada sebuah lampu bohlam yang bisa menerangi ruangan sempit ini.

"Jelly Fish, apa yang kau lakukan di sini?"

"Pintunya!" Aku berusaha meraih gagang pintu itu agar tidak tertutup. Namun ...

Blam.

Terlambat. Pintu ruang musik tertutup sebelum aku bisa menjangkaunya. Tubuhku rasanya lemas, kembali merosot ke lantai.

"Kenapa kau ada di sini?"

"Pintunya?" rengekku sambil menunjuk pintu.

"Kenapa dengan pintunya?" tanya Pak Baekhyun tidak mengerti.

"Tidak bisa dibuka." Aku kembali berteriak histeris.

"APA?!"

Pak Baekhyun mencoba membuka pintu ruang musik, tapi pintu tersebut sepertinya tidak bisa dibuka dari dalam.

Pak Baekhyun pun mencoba mendobrak pintu ruang musik. Namun, pintu tersebut tetap tidak mau terbuka.

"Sial!"

Pak Baekhyun merogoh saku celana. Sepertinya dia sedang mencari ponsel. Tidak lama kemudian Pak Baekhyun menggeram kesal. Apa mungkin benda yang dia cari tidak ada?

"Boleh pinjam ponselmu?"

Aku segera memberikan ponsel untuknya.

Pak Baekhyun mengerutkan dahi, sambil mengetuk layar ponselku berkali-kali. "Kenapa ponselmu tidak menyala?"

"Baterainya habis."

Pak Baekhyun berdecak. "Dasar bodoh. Kalau ponselmu mati, kenapa kau memberikannya padaku? Nggak berguna!" ucapnya kesal.

"Bapak tidak bertanya dulu sama saya, sih?" ucapku tidak kalah kesal.

Pak Baekhyun mendekat, ikut duduk di lantai. Aku pun bergeser sedikit menjauh darinya.

"Sepertinya pintu ruang musik rusak. Sekolah bagus-bagus, tapi masih saja ada sedikit kekurangan. Aku akan melapor masalah ini ke ayah besok."

"Ayah?" tanyaku tidak mengerti.

"Kau tidak tahu siapa aku?"

"Tahu lah, Bapak guru baru di sekolah ini, kan?"

"Hanya itu yang kau tahu?"

Aku refleks mengangguk.

"Dasar bodoh. Apa jangan-jangan kau tidak tahu siapa nama kepala sekolahmu?"

"Enak saja, tentu saja saya tahu. Namanya Byun Taehyung. Dia Kepala Sekolah paling hebat di negeri ini. Wajahnya ganteng, postur tubuhnya juga bagus. Ah, dia benar-benar tipe saya. Tapi sayang, dia sudah tua,"

Pak Baekhyun malah menyeringai. "Syukurlah jika kau tahu."

"Memangnya kenapa?" tanyaku tidak mengerti.

"Kau tahu siapa namaku?"

"Tahu, nama Bapak Byun Baekhyun, kan?" Mulutku seketika terbuka lebar. "Jangan bilang Bapak ...?"

"Iya, aku anak dari Kepala Sekolahmu yang ganteng dan bertubuh bagus itu. Ah, jangan lupakan, dia 'tua'," ucapnya menekan kata 'tua'.

"Duh, Gusti. Tolong telan aku sekarang juga!" Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Sumpah, aku malu sekali. Pak Baekhyun ternyata anak dari Pak Taehyung. Kepala sekolahku sendiri? Kenapa aku tidak menyadari jika nama mereka sama-sama bermarga 'Byun'. Duh Gusti, mati aku.

Pak Baekhyun tertawa keras sampai memegangi perutnya. Memangnya ada lucu?

"Ahh ... ahh ..."

Tubuhku menegang karena Pak Baekhyun tiba-tiba memelukku begitu erat. Dia ... memelukku?

"Hiiyyy ... kecoa. Hush ... hush...!" Aku bisa merasakan jika tubuh Pak Baekhyun bergidik.

Apa dia takut dengan kecoa? Pak Baekhyun malah memeluk aku semakin erat karena makhluk kecil itu terus berputar-putar di sekitar kami. Apa dia benar-benar takut?

Aku jadi kesulitan bernapas.

Dengan sekuat tenaga, aku pun mendorong Pak Baekhyun agar menjauh.

"Mau ngapain kamu?" Suara Pak Baekhyun terdengar bergetar. Lucu. Sepertinya dia benar-benar takut.

Tidak perlu menjawab pertanyaannya, aku pun mengambil sapu yang berada di sudut belakang ruangan untuk mengusir kecoa tersebut agar keluar. Setelah berlari ke sana ke mari mengikuti kecoa tersebut. Akhirnya makhluk kecil itu keluar dari lubang kecil yang ada di bawah pintu.

"Maafkan aku makhluk kecil."

Pak Baekhyun mengembuskan napas lega. Aku tertawa geli melihatnya, tidak menyangka jika Pak Baekhyun yang keren takut dengan kecoa.

"Jangan ketawa!" ucap Pak Baekhyun sambil melirikku tajam.

❤❤❤

Sudah lebih dari lima jam aku terjebak di ruang musik bersama pak Baekhyun. Yang kami lakukan sedari tadi hanya diam menunggu keajaiban pintu itu terbuka. Hari sudah gelap, hujan pun sedang turun deras membuat udara terasa lebih dingin dari biasanya, perut pun juga mulai lapar.

Tiba-tiba aku mengingat sesuatu. Tadi Kai memberi cokelat saat di kelas. Aku pun segera mengambil coklat tersebut dari tas. Ah, lumayan bisa mengganjal perut yang lapar.

Aku langsung membuka bungkus cokelat tersebut. Saat akan mengigit, aku tiba-tiba teringat Pak Baekhyun. Dia pasti juga lapar.

"Bapak mau?" Aku menawarkan sebagian cokelat dari Kai ke Pak Baekhyun.

"Nggak." Pak Baekhyun menjawab cepat.

"Bapak nggak lapar?" Aku masih saja bertanya.

"Nggak," jawabnya lagi.

"Ya, sudah." Saat ingin menggigit cokelat tersebut tiba-tiba suara perut Pak Baekhyun terdengar. Dia meringis, menggigit bibir bawah menahan malu.

Aku pun membagi cokelat tersebut menjadi dua bagian. "Lumayan bisa buat nahan lapar, Pak."

Pak Baekhyun menerima cokelat dari aku dengan ragu. "Makasih," lirihnya.

"Sama-sama."

Kami makan dalam diam. Hanya terdengar suara air hujan yang turun deras bersahutan dengan petir yang menggelegar.

Tack.

"Mamah!" Jantung berdetak hebat karena lampu tiba-tiba padam. Yang kulihat hanya hitam. Semuanya gelap.

"Ma-mah, Aeris takut..." Tubuh gemetar hebat, keringat dingin keluar membasahi telapak tangan, napas pun mulai satu-satu. Aku takut.

"Kau baik-baik saja?" Pak Baekhyun menangkup kedua pipiku yang sudah basah oleh air mata.

"A-aku, takut..."

"Coba kau tarik napas panjang seperti ini." Pak Baekhyun menyuruhku agar mengikutinya, mengambil napas panjang.

"Huu ... huu ... huuffttt." Aku pun mencoba mengikuti sarannya, menarik napas sebanyak mungkin untuk mengisi paru-paru yang mendadak kosong. Dadaku sesak.

Tanpa kuduga, Pak Baekhyun menarik tubuhku ke dalam pelukan. Dia membelai punggungku dengan amat sangat lembut, membuat diri ini merasa nyaman berada dalam dekapannya.

"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja," bisiknya.

Tbc

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

MY TEACHER HUSBAND بواسطة Wiwit

القصة القصيرة

29.4K 474 5
#1Perjodohan. #2Merriage. #3Teacher Gimana perasaan kalian ketika.mendengarkan secara langsung dari mulut orang tua kalian bahwa kalian akan dijodohk...
119K 9.6K 86
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
717K 52.1K 66
⚠️18+ ⚠️ Terdapat kata kata kasar dan adegan kekerasan [Lagi revisi] _______ "Apakah kunci surga itu...?" Satu pertanyaan dari gadis mungil itu bahk...
8K 431 7
"Bagaimana jika kehidupan seorang Lee Haechan berbanding terbalik apa yang dibilang dan ditampilkan di layar TV sperti rumornya" "Brakk!!! " "LEE DON...