NEVERLAND

By anotherblackspace

19.7K 1.3K 200

Side story of esperanza Tentang Aga dan dunianya, Selamat datang di dunia Aga... More

Aga : Opening
Aga : 1
Aga : 2
Aga : 3
Aga : 4
Aga : 5
Aga : 6
Aga : 7
Aga : 8
Aga : 9
Aga : 10
Aga : 11.2
Aga : 12
Aga : 13
Aga : 13.2
Aga : 14

Aga : 11.1

732 64 12
By anotherblackspace

Cerita ini dibagi 2 ya, selamat menikmati...

Evan menyesap lembut kopi buatannya yang masih mengepulkan asap panas. Di tangannya terdapat satu buku tebal yang sudah lama dia beli tapi belum sempat dia baca. Hari ini agendanya dia hanya akan mengisi hari minggunya dengan bersantai sendiriandi taman belakang sambil membaca buku ditemani secangkir kopi racikannya.

Sendirian?

Iya, sendirian karena Aga tengah dalam aksi mogok bicara dengannya setelah rencana liburannya untuk bertemu Buzz digagalkan sepihak oleh Evan hanya karena semalam adiknya itu demam, padahal Aga sudah sangat penasaran dengan tempat yan kata Shasa menarik itu. Dia bahkan menyiapkan segala keperluannya seharian kemarin yang berujung naiknya suhu tubuhnya dan sekarang, Evan justru membatalkannya.

"Bang, gak main sama den Aga?"

"Enggak Bu, tadi udah ke sana tapi diusir. Masih ngambek dia gara-gara gagal ke Hongkong." Bu Sum terkekeh mendengar penjelasan dari Evan. Dia memang sudah mengetahui duduk perkaranya dan menurutnya tindakan Evan itu benar. Lagi pula Aga belum pernah berada di temat seramai itu sebelumnya selain Mall. Bisa jadi anak itu justru kambuh di sana.

Sebenarnya Evan penasaran juga dengan apa yang Aga lakukan di dalam ruang bermainnya itu. Jarang sekali Aga tidak keluar sama sekali sejak pagi tadi, padahal sekarang sudah menunjukkan pukul 1 siang. Entahlah apa yang dia perbuat di dalam sana bersama Shasa. Evan menarik napas panjang sambil mengedikkan bahunya, memutuskan tidak peduli. Toh Aga bersama Shasa.

Evan kembali menyesap kopinya pelan. Dia tersenyum puas saat kehangatan kopi itu memenuhi rongga dada dan lambungnya, "Ah, andai tiap hari minggu bisa begini, bebas, santai, gak ada Aga yang ngusilin gue di mana pun dan kapan pun, damai banget. Eh tapi sepi juga sih kalo gak denger teriakan dia. Dia sama Shasa lagi ngapain ya? Apa jangan-jangan mereka nonton film aneh-aneh lagi kayak dulu? Kalo iya bakal gue potong tuh gajinya Shasa! Ah, tapi gak mungkin ah, paling mainan congklak," guman Evan seolah tengah bertengkar dengan dirinya sendiri di dalam hati. Lagi-lagi Evan mengedikkan bahu, mencoba tidak ambil pusing dan memilih mulai membuka bukunya, mencari halaman terakhir yang dia baca.

🐭🐰🐭🐰🐭🐰🐭🐰

Semilir angin berhembus pelan, menggoyangkan daun-daun yang rimbun, menimbulkan sensasi sejuk di siang hari seperti ini. Laki-laki yang tengah duduk di ayunan yang ada di bawah pohon itu terlihat begitu menikmati semilir angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya. Dari belakang, dia terlihat begitu santai. Tubuhnya menyandar di bagian punggung ayunan yang tengah bergerak ringan, seperti bayi yang tengah ditimang.

"Abang!"

Pukk!

Buku yang ada di pangkuan Evan merosot begitu saja. menimbulkan suara berdebum pelan, tapi Evan sama sekali tidak terganggu dan malah memperbaiki posisi tidurnya.

"Yah Abang malah bobo," Aga langsung mengerucutkan bibirnya melihat Evan yang tertidur di halaman belakang, padahal Aga sudah sangat siap mengajak evan bermain.

"Bang! Abang! Abang! Abang! Abang! Abang! Bangun!" Aga menguncang lengan Evan dengan kencang untuk membangunkan kakak kesayangannya itu, tapi seperti biasa, Evan sangat sulit dibangunkan. Aga menarik napas panjang-panjang, bersiap melakukan cara terakhir untuk membangunkan Evan.

"Abang bangun ayo main bareng!" teriak Aga tepat di telinga Evan.

"Argh!" Evan langsung terlonjak kaget dan refleks berdiri dari ayunan. Tubuhnya sedikit limbung menginjak tanah yang tidak rata. Matanya membelalak lebar, efek kaget mendengar teriakan Aga yang tepat di telinganya.

"Siapa lo?! Ini di mana?! Korea ya? Kok ada zombie?? Ah, gue lagi mimpi kayaknya. Lari deh, daripada dimakan zombie!" Evan yang masih setengah sadar justru menganggap dirinya tengah bermimpi dan malah berlari masuk ke dalam rumah. Reaksi itu bahkan membuat Aga yang ada di depannya bengong, heran dengan reaksi kakaknya.

"Abang! Ini Aga! Kenapa malah lari sih!" teriak Aga sambil mengejar Evan yang sudah berlari masuk ke dalam rumah.

"Tolong! Ada zombie! Tolong!" teriak Evan, masih belum sadar sepertinya. Shasa yang melihat Evan lari pontang-panting di dalam rumah refleks tertawa terbahak-bahak. Dia bisa menebak kesadaran Evan masih belum kembali 100%.

"Di belakang lo Van zombienya! Awas!"

"Hua! Tolong!"

Shasa tidak bisa menghentikan tawanya melihat ekspresi ketakutan Evan. Langka sekali melihat Evan seperti ini. dia tiba-tiba mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan kameranya pada Evan. Lumayan, dia akan merekam semuanya agar bisa menggoda Evan suatu hari nanti.

"Itu Abang gak bakal marah neng kalo udah sadar?"

"Gak lah bu, Evan kapan sih pernah marah sama Aga. Ibu tenang aja, kalo Evan marah Shasa yang tanggung."

Shasa terus mengarahkan ponselnya ke Evan, dia bahkan mengikuti ke mana pun Evan dan Aga berlarian, entah sampai kapan Evan akan mengira semua ini hanya mimpi.

"Abang tunggu! Iih Abang! Stop!" teriak Aga kesal melihat Evan semakin berlari menjauhi saja Raut wajahnya terlihat benar-benar ketakutan. Tiba-tiba di ujung ruangan Evan menghentikan larinya sambil terengah-engah mengatur napas. Aga tersenyum licik, kesempatan!

"Arg!" jerit evan kesakitan saat Aga menggit lengannya kuat-kuat. Tiba-tiba Evan terdiam. Ekspresinya terlihat kebingungan dia mengerjapkan matanya berkali-kali sambil melihat ke sekeliling ruangan. Kemudian pandangannya berhenti pada lengannya yang memerah dengan bekas gigi terbentuk sempurna di sana. Dia semakin mengerutkan keningnya saat lengannya itu berdenyut sakit.

"Eh? Bukan mimpi?" tanya Evan polos. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, Shasa tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa.

"Ini Aga bang, Aga! Abang gak usah takut!" Evan menatap zombie yang berdiri di depannya lekat-lekat. Keningnya mengkerut sempurna saat pandangan matanya menatap zombie itu dari atas ke bawah.

"Aga?"

"Iya ini Aga!"

"Kamu ngapain sih dandan kayak gitu? Astaga! Bikin Abang jantungan aja! Abang kira lagi mimpi dikejar zombie kayak yang di film-film itu."

"Hihihi! Kan Aga sama semuanya mau main zombie, ini yang make up-in Micin, bagus kan? Kayak zombie beneran kan?"

"Astaga! Dapet ide dari mana coba?"

"Kemaren kan Aga diajak nonton film korea sama Micin, film zombie gitu. Keren banget deh bang, zombienya lari-lari, kejar-kejar orang, terus zombienya gigit-gigit orang, terus yang kena gigit jadi zombie."

Aga bercerita dengan nada suara yang begitu imut, khasnya saat bercerita, berbanding terbalik dengan wajahnya yang menyeramkan dan penuh luka itu. Untuk pertama kalinya meskipun Evan gemas dengan adiknya, dia tidak mencubit pipi adiknya itu dan malah menghela napas panjang.

"Jadi lagi main zombie-zombie an?" tanya Evan dengan nada datar, bahkan cenderung terlihat seperti tengah menahan marah.

"Iya."

"Oke. Sha gue,"

"Abang jangan marahin Micin!" Aga langsung menghadang Evan yang bergerak maju, ingin menghampiri Shasa yang juga berjalan ke arahnya. Dia menatap Evan sengit, tidak terima jika Shasa akan dimarahi oleh Evan.

"Kenapa Van?" tanya Shasa sok polos. Dia menahan dirinya untuk tidak tersenyum penuh kemenangan melihat Aga melindunginya.

"Lo, aw!" jerit Evan lagi. Dia menggosok tangan kanannya yang kini menjadi sasaran empuk gigitan Aga, lagi.

"kok abang di gigit lagi sih Ga? Abang salah apa?!" protes Evan sambil mengusap bekas gigitan Aga di tangan kanan evan. Aga mengerucutkan bibirnya sambil menatap Evan tidak suka.

"Abang mau marahin Micin kan? Gak boleh!" teriak Aga marah-marah. Evan menghela napas panjang.

"Sha, ubah gue jadi zombie juga dong, gue udah kegigit dua kali nih."

Semua orang yang ada di sana kompak bengong mendengar kata-kata Evan. Shasa bahkan sampai menganga tidak percaya. Bagaimana bisa Evan dengan santainya berkata seperti itu? Di sampingnya, Aga menatap Evan dengan mata berbinar-binarnya yang lucu. Detik berikutnya dia melompat-lompak kegirangan.

"Hore! Abang jadi zombie sekarang!" teriak Aga sambil melompat-lompat kegirangan. Evan tersenyum melihat Aga begitu girangnya. Dia bahkan langsung mendorong Evan untuk duduk di sofa dan menyuruh Shasa mengambil perlengkapan make up nya.

"Bisa gak sih ngajakin Aga nonton sesuatu yang bener. Kenapa lo selalu cari masalah," kata Evan pelan saat Shasa mulai memakaikan make up di wajahnya. Shasa tergelak, tidak menyangka Evan akan memarahinya diam-diam seperti ini.

"Sekali-kali lah Van, emang dia gak bosen nonton doraemon terus. Lagian, lo gak suka liat Aga ketawa kayak gitu. Dia seneng banget tadi pas didandani jadi zombie."

"Seneng, makanya kali ini lo gue maafin," Shasa menatap mata Evan lekat-lekat. Kepalanya mendadak mundur saat matanya bertemu pandang dengan mata teduh Evan. Mata itu benar-benar menghipnotisnya, membuatnya kehilangan kata-kata.

"Kenapa? Wajah lo merah banget. Demam?" Evan refleks menangkupkan kedua tangannya di pipi Shasa, membuat Shasa mengumpati Evan dalam hati karena sudah membuat jantungnya hampir melompat keluar dari rongga dadanya.

"Micin! Udah belom? Lama banget sih!" Pertanyaan Aga membuat shasa tersadar dari rasa terkejutnya tadi. Dia buru-buru menarik kepalanya dari tangan Evan dan kembali memoleskan make up ke wajah Evan.

"Dikit lagi Ga, tinggal buat darah-darahan di jidat abang," jawab shasa kikuk, tanpa berhenti dari pekerjaannya tapi dia berusaha keras agar tidak menatap mata Evan yang tengah menatapnya lekat-lekat. Gila! Kenapa laki-laki di depannya ini bisa begitu mempesona bahkan dengan dandanan zombie seperti ini?

"Micin, mana hp yang dari abang?" pinta Aga sambil melompat-lompat tidak sabaran. Shasa yang tidak bisa beranjak dari tempatnya hanya menunjuk meja dimana ponsel pemberian Evan berada. Aga berlarian mengambil ponsel Shasa di atas meja, kemudian dia menekan panggilan cepat untuk Bella. Tanpa menunggu lama panggilannya sudah dijawab oleh Bella.

"Kenapa Sha? Evan sama Aga kenapa? Mereka baik-baik aja kan?" tanya Bella khawatir karena Shasa tidak akan menghubunginya jika kedua orang itu baik-baik saja. pasti terjadi sesuatu pada salah satu dari mereka, atau bahkan keduanya.

Aga tersenyum jail mendengar suara panik Bella. Dia berjalan sedikit menjauh dari Evan dan Shasa yang ada di ruang tengah, kemudian pura-pura menangis.

"Tante..." panggil Aga di sela-sela isakannya, tapi meskipun sedang berpura-pura, mata anak itu benar-benar berkaca-kaca, seperti aktor betulan saja.

"Hei sayang, kenapa nangis? Abang di mana? Kamu baik-baik aja kan? Hei Jelek? Jawab dong, kamu kenapa?" tanya Bella panik. Tidak biasanya Aga sendiri yang menghubunginya. Gadis itu mulai khawatir, takut terjadi sesuatu pada kakak beradik itu.

"Tolongin Aga, A..Aga sendirian, Aga takut!" bohongnya masih terus mempertahankan isak tangisnya. Di seberang sana, Bella yang tengah duduk di depan meja rias sambil mengeringkan rambut langsung berdiri, panik.

"Aga sendirian di rumah? Kak Shasa sama Abang kemana? Bu Sum, mang Jajang, mang Adi juga kemana? Kok bisa Aga sendirian di sana?"

"Gak tau, Aga bangun bobo rumah udah sepi, ga ada orang. Aga takut, tante cepet ke sini, tolongin Aga, kayanya Abang sama semuanya dimakan monster deh," Bella mengerutkan keningnya bingung. Heran juga kenapa anak itu masih mengingat film yang dia tonton bersama Bella dan Evan beberapa waktu lalu. Tapi hal itu bukan masalah besar, sekarang masalah terbesarnya adalah Aga di rumah sendiri, sendiri! Bagaimana jika anak itu kambuh?

"Tunggu di rumah, jangan ke mana-mana, tante ke rumah sekarang, kunci pintu rumah, semuanya, Aga masuk ke kamar, lampunya jangan dimatiin, puter lagu kesukaan Aga. Aga ngerti?"

"Iya, tante Genit cepetan dateng ya?"

"10 menit, tunggu tante 10 menit."

Aga terkikik geli saat panggilannya dan Bella berakhir. Dia melompat-lompat senang karena berhasil membohongi Bella. Dia kembali berlari ke ruang tengah. Matanya melebar dengan senyum lebar di wajahnya.

"Abang! Wah Abang udah jadi zombie, serem banget, Aga suka!" teriak Aga kegirangan. Evan menatap dirinya lewat cermin yang Shasa pegang, benar juga. Wajahnya benar-benar seram, ditambah bopeng di wajahnya yang entah bagaimana Shasa membuatnya, benar-benar mirip zombie. Evan sendiri sampai bergidik ngeri melihat wajahnya sendiri. Pantas saja dia ketakutan saat melihat wajah Aga pertama kali tadi.

"Oiya, tadi pinjem hp buat telpon siapa Ga?"

"Tante Genit. Aga mau ajak tante Genit main zombie juga." Ekspresi Shasa langsung berubah saat Aga mulai membahas tante genitnya itu. Apalagi respon Evan yang terlihat antusias mendengarnya.

"Tantenya mau?" tanya Evan tiba-tiba. Aga mengangguk senang, "Mau, lagi perjalanan katanya."

"Oke, kita siap-siap sekarang!"

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 147K 45
‼️ NEW VERSI ‼️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! "𝓚𝓪𝓶𝓾 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓽𝓲𝓽𝓲𝓴 𝓪𝓴𝓾 𝓫𝓮𝓻𝓱𝓮𝓷𝓽𝓲, 𝓭𝓲𝓶𝓪𝓷𝓪 𝓼𝓮𝓶𝓮𝓼𝓽𝓪𝓴𝓾 𝓫𝓮𝓻𝓹𝓸𝓻...
3.5M 286K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
5M 214K 52
On Going ❗ Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
1.9M 94.3K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...