Philophobia (JiKook / MinKook)

By BTSShipperFanfiction

107K 7.8K 2.7K

Philophobia Cast : Jeon JungKook, Park Jimin Genre : romance, hurt / comfort, sad Rate : T Length : c... More

Philophobia Part 1 : Jeon Jungkook
Philophobia Part 2 : Park Jimin
Philophobia Part 3 : Jungkook's Hidden Stories
Philophobia Part 4 : Park Jimin's Mask and Heart
Philophobia Part 5 : 'Philophobia'
Philophobia Part 6 : Teach Me, Please..
Philophobia Part 7 : Jungkook, Jimin, and Namjoon
Philophobia Part 8 : The Liar and The Witch
Philophobia Part 9 : Jimin's Secrets
Philophobia Part 10 : Revealed of the secrets and the heart
Philophobia Part 11 : Min Yoongi's Revenges!
Philophobia Part 12 : Beware of The Jealous Min Yoongi
Philophobia Part 13 : Jimin is back!
Philophobia Part 14 : when the lovers reunited and Daegu's Venus
Philophobia Part 15 : He is Kim Namjoon
Philophobia Part 16 : Min Yoongi's ask
Philophobia Part 17: Lee Bo Young's story
Philophobia Part 18: Who's Jeon Jungkook?
Philophobia Part 19: Kookie and Jungie
Philophobia Part 20: The Suprise
Philophobia Part 21: Lust of Love
Philophobia Part 22: Trust and Love
Philophobia Part 23: Jimin's Mom..
Philophobia Part 24: Namjoon's love
Philophobia Part 25: Meet the Pass!
Philophobia Part 26 : The Battle of Heart
Philophobia Part 27 : Farewell
Philophobia Part 28 : Heartbreaker
PhilophobiaPart 29 : Fragile
PhilophobiaPart 30 : LOVE is..
Philophobia Part 31 : PJM's and KNJ's
WHAT'S NEW ON BSF??
Philophobia Part 32 : I'm tired..
Philophobia Part 33 : The Wedding pt.1
Philophobia Part 35 : The lost Soul
Philophobia Part 36 : Welcome, Park Jungmin
Philophobia Part 37 : Where's Bo Young?

Philophobia Part 34 : The Wedding pt.2

2.2K 205 226
By BTSShipperFanfiction

PART 34



Flashback


Getar dalam saku celananya membuat Jackson mengernyit sebelum mengeluarkan benda tipis-canggih itu dari dalam sana. Dan, ia kembali dibuat mengernyit kala menatap nama yang tertera di layar ponselnya –Kang Daniel.

"Halo, apa aku tidak salah lihat? Sudah lama kita tidak saling berbicara."

"Hyung, syukurlah kau belum mengganti nomormu. Ada yang ingin kubicarakan denganmu, bisakah kita bertemu sekarang?"

Kerutan di kening Jackson kembali terlihat, "Bertemu? Memangnya ingin membicarakan apa?"

"Ini.. sebenarnya aku tidak yakin apakah mengatakan hal ini padamu adalah hal yang benar atau tidak, tapi aku rasa hanya kau satu-satunya yang bisa menolong Yoongi hyung. Aku tidak bisa menjelaskan semuanya di telepon, ini mengenai.. kehamilan Yoongi hyung. Ayo bertemu di Heaven cafe."

"Mwo?! B-baiklah, aku akan kesana sekarang!"

Setelahnya Jackson menekan kasar ikon merah di layar ponselnya, bergegas memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya, sebelum berlari keluar dari kediaman Yoongi.

Berhasil melalui hiruk-pikuk jalanan kota Seoul, akhirnya Jackson tiba di tempat yang diberitahu Kang Daniel via telepon tadi dalam kurun waktu 15 menit.

Segera melangkahkan kakinya memasuki Cafe bernuansa Eropa tersebut, kemudian kepalanya sibuk menoleh ke kiri dan kanan guna menemukan satu sosok yang dicarinya.

"Hyung! Jackson hyung! Disini!" seruan itu membuatnya sontak menoleh ke sumber suara, menemukan Daniel yang sudah terduduk di salah satu kursi di pojok ruangan, terlihat tersembunyi. Oke, pilihan kursi yang baik.

"Katakan kau pasti sedang bercanda padaku, maka aku akan mematahkan tulang lehermu, Kang Daniel." Ancamnya berdesis saat sudah berhasil duduk di hadapan Lelaki yang lebih muda.

Daniel menghela nafasnya kecil, sedikit banyak sudah dapat memprediksikan reaksi Jackson. Menyuruput sedikit O'lait nya, kemudian mulai menatap lekat Jackson dengan kedua jemari saling bertaut di atas meja.

"Yoongi hyung mendatangi rumah sakit tempatku bekerja siang ini, dia melakukan medical check-up keseluruhan. Namun, saat aku melihat hasilnya aku –"

"Yoongi sudah tahu mengenai hasilnya?" potong Jackson, sudah paham dengan apa yang akan dijelaskan Daniel setelahnya.

Mengangguk adalah jawaban yang Daniel berikan untuk Jackson yang kini telah bersandar lesu pada punggung kursinya.

"Yoongi hyung menceritakan semuanya padaku, dan.. aku sempat terkejut saat ia mengatakan bahwa Ayah biologis dari janin yang tengah dikandungnya bukanlah Jimin-ssi, yang bahkan akan menikah dengannya dalam hitungan hari."

Jackson mengernyit bingung dengan penjelasan Daniel, tubuhnya kontan mendekat ke arah yang lebih muda.

"Apa maksudmu?" jelas Jackson tengah menuntut Daniel untuk menjelaskan semuanya –sejelas-jelasnya apa yang telah terjadi.

Daniel kembali menghela nafas sebelum mengusap wajahnya, "Hyung.. apa kau pernah mendengar atau bahkan mengenal.. Kim Namjoon?"

Kedua bahu Jackson menegang kala mendengar satu nama yang lolos dari mulut Daniel, kemudian menghela nafas panjang sebelum menyugar surainya ke belakang. Oh, sial! Apa takdir tengah mempermainkan mereka!?

"Kim Namjoon?" Jackson mencoba memastikan sekali lagi, dan Daniel kembali memberikan sebuah anggukan pasti.

"Oh, sial!" gumamnya, kemudian mengusap wajahnya kasar.

"Kau.. mengenalnya, Hyung?"

"Sangat." Sahut Jackson tanpa menatap yang lebih muda, matanya sibuk menatap hampa cangkir O'lait milik Daniel.

"Apa sebelumnya mereka saling mencintai atau memiliki sebuah hubungan yang –yah, kau tahu maksudku, bukan?"

Pengacara dengan surai blonde itu kembali menghela nafas lesu, "Ya, mereka saling mencintai, tapi si bodoh Yoongi itu bahkan tidak mau mengakui perasaannya sendiri dan berakhir dengan membuang Namjoon dengan semua cintanya."

"Oh, astaga.." gumam Daniel lesu, kemudian kembali teringat hal yang ingin ia tanyakan. "Tapi.. apakah Namjoon itu tidak mau mengakui janin yang ada di tubuh Yoongi hyung?"

Jackson menaikkan satu alisnya, menatap Daniel penuh selidik. "Apa maksudmu?"

Daniel tertunduk, memainkan jemarinya sejenak sebelum berujar, "Yoongi hyung, dia memintaku untuk menggugurkan kandungannya."

Kedua bola mata Jackson seakan nyaris keluar dari tempatnya, "Mwo!?" pekiknya tak percaya.

Daniel mengangguk-anggukkan kepalanya, "Saat kutanya pertanyaan yang sama, Yoongi hyung tidak menjawabnya dan malah memilih pulang, dan menolak tawaranku yang hendak mengantarnya pulang. Apakah orang yang bernama Namjoon itu benar-benar tak menginginkan kehamilan Yoongi hyung?"

Jackson menggeleng. Ia memang belum mengenal Namjoon sepenuhnya, namun ia yakin Namjoon bukanlah orang yang akan menolak kehadiran calon anak mereka dalam tubuh Yoongi. Dan, yang pasti Namjoon belum mengetahui tentang kehamilan Yoongi, jika sudah ia pasti akan menemui Yoongi bak orang gila.

"Aku rasa Namjoon tidak seperti itu, Dan. Namjoon itu sangat-amat mencintai Hyung gila mu itu, bahkan walaupun diusir beribu kali pun ia akan tetap menemui Yoongi. Yang harus disalahkan disini adalah Yoongi dan segala obsesi konyolnya pada Jimin."

Daniel dibuat mengernyit bingung mendengarnya, namun Jackson segera mengibaskan tangannya asal.

"Lupakan saja, kau pasti tidak akan mengerti. Ah, apakah kau menerima permintaan konyol Yoongi yang ingin menggugurkan kandungannya?"

"Tentu saja tidak! Aku ini seorang Dokter yang sudah terikat sumpah, Hyung. Aku tidak akan membunuh makhluk hidup, apapun alasan."

Jackson mendengus kecil, kemudian menyeringai seraya menepuk bahu yang lebih muda.

"Kerja bagus, Dan." pujinya, membuat Daniel ikut mendengus konyol.

"Bukan masalah, memang sudah menjadi tugas dan kewajibanku." Sahut sang Dokter bersurai mahoni itu.

"Baiklah, aku rasa aku tidak bisa berdiam diri lagi, Dan. Aku harus menghentikan semua kegilaan Yoongi. Sungguh, Lelaki mungil itu membuatku gemas." Putus Jackson setelah menepuk tangannya kecil.

"Terima kasih kau sudah memberitahukan hal ini padaku, Dan. Aku berjanji akan menghentikan semua kekacauan ini."

"Ne, Hyung."

"Cha, aku harus bergegas sekarang, waktuku tinggal sedikit. Kapan-kapan ayo kita minum bersama." Daniel hanya tertawa kecil seraya mengangguk kemudian mendengarnya.

"Ah, Hyung!" Daniel berhasil menghentikan langkah pertama Jackson, membuat Lelaki itu menoleh kembali padanya.

"Tolong jaga Yoongi hyung, ya. Jangan sampai ia berbuat hal-hal gila dengan hidupnya sendiri."

Jackson berdecih, "Arraseo, walaupun menyebalkan dia tetaplah Sahabatku, Dan. Keureoum, aku pergi dulu. Jaga dirimu sendiri."

Daniel hanya bisa tersenyum seraya mengangguk kecil mengiringi kepergian Jackson yang kini sudah menghilang di balik pintu kaca Cafe itu.


**


Kim Namjoon meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, kemudian tangannya terangkat untuk memijat kecil keningnya. Uh, kepalanya sakit sekali. Terima kasih untuk Min Yoongi yang membuat hampir seluruh pekerjaannya tidak menyentuh angka yang baik, pekerjaannya kacau lantaran kepalanya, juga hatinya dipenuhi Lelaki manis bermarga Min itu.

Menghela nafas panjang, sungguh ia sangat lelah hari ini, dan lagi kepalanya serta hatinya kian terasa terhunus ribuan pedang tajam kala mengingat esok hari. Hari dimana ia akan melepaskan Yoongi untuk berpaling ke sisi Jimin untuk selamanya. Sial, dadanya sesak lagi kala mengingat hal itu.

"Min Yoongi.. jahat sekali kau," gumamnya lirih sebelum menghempaskan punggung lelahnya pada bahu kursi kebesarannya, sementara satu lengannya sudah menutupi matanya yang telah lebih dulu terpejam lelah.

Baru saja ia hendak menyebrang ke alam mimpi, dering ponselnya membuatnya terpaksa harus mengurungkan niatnya itu.

Ia sontak mencari keberadaan ponselnya saat ia berhasil mengumpulkan seluruh jiwanya, dan menemukan benda canggih itu tertumpuk berkas-berkas data Perusahaan.

"Uh, untuk apa Bocah ini meneleponku hampir tengah malam begini?" gumamnya heran, lengkap dengan kernyitan di dahinya kala melihat nama sang penelepon pada layar ponselnya.

Namjoon kembali melirik jam dinding yang menggantung di sana, dan semakin mengernyit kala menyadari bahwa ia berada di kantornya hingga hampir jam dua belas malam. Wow, benar-benar karyawan teladan. Haruskah ia meminta kenaikan gaji? Atau mungkin bonus?

Menggeser ikon dial pada layar ponselnya sebelum mendekatkan telinganya disana.

"Yoboseo?"

"Oh, akhirnya kau mengangkat panggilanku!" seru sang penelepon di seberang line.

Namjoon memutar bola matanya jengah, sebelum kembali menghela nafas kecil dan bertanya, "Wae? Ada apa meneleponku?"

"Kau sibuk?" orang itu malah bertanya balik, membuat Namjoon hampir meloloskan sumpah serapahnya untuk orang di ujung line sana.

"Ya.. aku tidak yakin menyebutnya sibuk atau senggang. Ada apa?"

"Ayo bertemu."

"Kau mengajakku kencan tengah malam, eoh? Cham!"

"Ya!" orang itu berseru kesal, namun Namjoon hanya mengedikkan bahunya acuh. "Aku serius, sialan! Temui aku di Joy Bar jika kau masih menginginkan Yoongi menjadi milikmu."

"Mwo?"

Beep.

Belum sempat ia bertanya maksud dari ucapan orang itu, sambungan panggilan diputus secara sepihak oleh orang itu, membuatnya mendengus kesal.

"Apa maksud si sialan Jackson itu?" gumam Namjoon, masih menahan amarahnya. Namun, meski begitu ia tetap menyambar jas hitamnya dan kunci mobilnya.


**


"Jika kau hanya akan mengatakan omong kosong atau bahkan mengejekku, kau tidak akan bisa melihat matahari terbit lagi esok hari, Jackson-ssi." Desis Namjoon begitu ia menarik kursi di samping kursi bar yang didudukki Lelaki bermarga Wang itu.

Mendengus, kemudian menawarkan segelas sampanye nya yang ditolak Namjoon dengan sebuah gelengan pasti.

"Aku yakin kau malah akan berterima kasih padaku setelah ini, Kim Namjoon-ssi." Sahut Jackson percaya diri, kemudian meneguk kembali sampanye nya.

Namjoon hanya berdecih seraya menanti Jackson menyelesaikan acara minumnya, "Cepat katakan apa maumu, Sialan!"

"Wow, sungguh rasanya aku ingin menebas lidahmu itu, Namjoon-ah! Cham!"

"Tahan sebentar, kau ini tempramental sekali. Sejenis dengan Yoongi." Sambung Jackson kala melihat Namjoon kembali membuka mulutnya.

"Baik, aku bingung harus menjelaskan dari mana. Ah, mungkin kau butuh bir atau mungkin wine sambil mendengarkan semua penjelasanku."

Berdecih, namun Namjoon mulai memesan segelas red wine pada sang Bartender. Tidak buruk juga usul Jackson, pikirnya. Toh, sejak ia membuka matanya rasanya kepalanya seakan mau pecah saja, dan ia butuh pelampiasan untuk itu.

"Katakan." Titahnya tegas setelah sang Bartender meletakkan gelas berisi red wine di hadapannya.

"Baiklah, pertama aku ingin bertanya, apa saja yang kau ketahui tentang Yoongi, Namjoon-ssi?"

Namjoon menggerit tidak suka mendengar pertanyaan penuh intrik yang dilayangkan Jackson untuknya.

"Aku yakin kau tidak tahu banyak mengenai Yoongi, benar bukan, Namjoon-ssi?"

"Aku tidak main-main, Jackson-ssi. Aku ingin menghancurkan rahangmu itu agar tidak ada lagi yang bisa kau telan selain bubur." Desis Namjoon jengkel.

Jackson terkekeh jenaka, kemudian kembali memesan sampanye pada sang Bartender usai menyeruput habis isi dalam gelasnya.

"Tidak bisakah kau meredakan emosi konyolmu itu, Namjoon-ssi? Ingat, aku disini sebagai informanmu."

"Dan karena itulah, kau seharusnya mulai memberitahukan aku mengenai fungsi eksistensimu disini, Jackson Wang." Namjoon menyeringai kesal.

"Hahaha. Ok, aku menyerah. Aku akan memberitahukan semuanya padamu, berjanjilah kau tidak akan terkena serangan jantung dan pada akhirnya merepotkanku."

Namjoon hanya menatap tajam Jackson sebelum mulai meneguk kecil red wine nya.

"Pertama, beberapa hari yang lalu Yoongi mendatangi Rumah sakit Universitas Hankook untuk mengecek kondisi tubuhnya. Apa kau bahkan tahu mengenai hal itu, Namjoon-ssi?"

Kedua bola mata Namjoon membulat, "Yoongi sakit?" pekiknya tak percaya. Bagaimana bisa ia tidak mengetahui hal itu? Bedebah sekali kau, Kim Namjoon!

Menggeleng lah yang dilakukan Jackson, membuat Namjoon kini mengecilkan pandangannya dengan kening berkerut samar.

"Yoongi tidak kesana karena ia sakit, melainkan.. karena ia mendapatkan sesuatu yang berharga," ujar Jackson misterius.

"Apa maksudmu? Sesuatu yang berharga?"

"Ne, sesuatu yang sangat berharga.. darimu?"

Namjoon semakin menajamkan tatapannya untuk Lelaki bermarga Wang itu, namun Jackson malah tertawa geli melihat ekspresi Namjoon.

"Kau yakin tidak pernah memberikan Yoongi sesuatu, Namjoon-ssi?"

"Apa yang sedang kau bicarak–"

"Dalam tubuh Yoongi, maksudku."

DEG.

Namjoon dibuat mematung dengan kedua mata yang kembali membola sempurna setelah mendengar lanjutan kalimat dari Jackson yang kini kembali meneguk sampanye nya.

Sepasang kelereng sepekat malam itu bergerak tak tentu arah, sesuatu di dalam dadanya bergejolak. Ada sebuncah perasaan bahagia, dan tak percaya di saat yang bersamaan. Sementara kepalanya mulai sibuk mempertanyakan kebenaran asumsi yang terus-menerus berputar di kepalanya.

"M-maksudmu.. Yoongi ha-hamil?"

Jackson menyeringai sebelum menjetikkan jemarinya, "Tidak heran, kau memang jenius. Dan, benar, Yoongi tengah hamil, ia tengah mengandung janinmu."

"B-benarkah? Bagaimana kau bisa mengetahui hal itu, Jackson-ssi?" tanpa sadar Namjoon sudah mencengkram kedua bahu Jackson.

"Ya, tenanglah sedikit. Aku tahu kau bahagia mendengar kabar ini, tapi kau akan merusak kemeja mahalku, kau tahu?" ingat Jackson, membuat Namjoon akhirnya melepaskan cengkramannya.

"Kang Daniel, sepupu dari Yoongi yang bekerja sebagai Dokter disana yang memberitahuku mengenai hal ini beberapa hari yang lalu, dia bahkan memintaku untuk menjaga Yoongi, pasalnya Lelaki mungil itu pernah meminta sepupunya sendiri untuk membantunya menggugurkan kandungannya saat itu juga. Dan lagi pula, Yoongi sendiri yang mengakui janin di dalam perutnya adalah milikmu, ia mengakui hal itu pada Daniel."

Namjoon terhenyak mendengar penjelasan Jackson. Apa maksudnya itu? Apa Yoongi sama sekali tak mengharapkan kehadiran calon janin mereka dalam tubuhnya? Astaga.

Mengusap wajahnya kasar, kemudian kembali bersuara. "Apa Daniel-ssi mengabulkan permintaan itu?"

"Ya! Jangan gila! Daniel itu Dokter profesional, jangan terlalu banyak menonton drama. Itulah sebabnya ia memintaku untuk menjaga Yoongi, karena ia tahu betapa gila sepupunya itu, sekalipun ia sudah menolak permintaan konyol mengenai menggugurkan kandungan itu, bukan berarti Yoongi akan menyerah tentang janin itu, bukan? Terlebih janin itu bisa menjadi senjata mematikan yang bisa membatalkan acara pernikahannya dengan Jimin."

Namjoon sontak menghela lega, kemudian kembali meneguk habis red wine nya, "Lalu, sekarang bagaimana keadaan Yoongi?"

"Dia sehat, setidaknya secara fisik. Terlebih besok hari pernikahannya, aku rasa ia sudah menyiapkan mentalnya untuk itu, dan aku masih belum tahu apa yang dipikirkannya tentang janinnya, dan aku yakin Jimin-ssi sama sekali tidak mengetahui hal itu."

"Sialan! Apa sih yang dipikirkan Yoongi!?" geram Namjoon, kemudian mengacak surainya.

"Ya, kau sendiri bagaimana? Masih mengharapkan balasan cinta dari Yoongi? Atau.. kau sudah lama menyerah padanya?"

Namjoon mendengus, merasa iba pada dirinya sendiri. "Aku tidak pernah bisa menyerah, meski terkadang rasa lelah dan sakitnya menuntutku untuk berhenti. Tapi, entah mengapa perasaan ini tidak bisa hilang begitu saja, bahkan wajahnya seharian ini memenuhi kepalaku, membuat semua pekerjaanku berantakan."

"Woah, aku tidak menyangka Min Yoongi memiliki kekuatan seperti itu." kelakar Jackson membuat Namjoon berdecih geli.

"Bagaimana pun aku berterima kasih padamu atas informasi ini, Jackson-ssi. Terima kasih banyak telah memberitahuku mengenai kehamilan Yoongi."

Jackson mengedikkan bahunya santai, "Bukan masalah, Bung."

"Tapi, semua informasi ini tidaklah gratis, Namjoon-ssi." Sambung Jackson, membuat Namjoon mengernyit sejenak sebelum menaikkan satu alisnya, meminta penjelasan.

"Kau harus melakukan sesuatu sebagai imbalan untukku, dan jika kau memang masih mencintai Yoongi, kau harus melakukannya."

"Apa itu?" tantang Namjoon tanpa gentar sedikit pun. Jika itu menyangkut Yoongi, mati pun akan ia lakukan.

Melihat keantusiasan tanpa gentar itu membuat Jackson mendengus kecil, dasar budak cinta, cibirnya remeh, tentu saja hanya dalam hati, ia tidak ingin mati muda di tangan Namjoon tengah malam seperti ini.

"Gyesan Catholic Church yang ada di Daegu, gereja terbesar yang ada disana, datanglah kesana, dan gagalkan acara pernikahan itu, paling tidak kau harus berhasil meyakinkan Yoongi untuk membatalkan acara pernikahannya, sisanya biar aku yang urus."

Namjoon menatap lekat Jackson yang menatapnya serius, kemudian Lelaki bermarga Kim itu mengangguk kecil dan tersenyum simpul.

"Tenang saja, kau tidak perlu khawatir. Tanpa kau minta sekalipun aku akan kesana besok."

Mendengarnya Jackson terkekeh kecil, "Dasar penggila Min Yoongi," cibirnya, Namjoon hanya berdecih geli menanggapinya.


FLASHBACK OFF



Sepasang iris hazel itu bergerak lincah, nampak gelisah setelah mendengar penjelasan dari sang Sahabat –Jackson, hingga sepasang kelereng indah itu bersiborok dengan sepasang pekat milik Namjoon yang masih menatapnya sendu.

"Yoongi-ah, mengapa kau seperti ini, Sayang? Eomma tidak pernah mengajarkanmu untuk menjadi orang yang egois seperti ini." Itu Nyonya Min yang berbicara, berhasil merebut atensi Yoongi sepenuhnya.

Lelaki manis itu berdecih geli, seakan apa yang baru saja didengarnya adalah lelucon terkonyol yang pernah ada.

"Nyonya Min yang terhormat, anda memang tidak pernah mengajarkan apapun kepadaku, sebab apa? Sebab anda –Tuan dan Nyonya Min yang terhormat, terlalu sibuk dengan urusan Perusahaan kalian. Atau mungkin sebenarnya kau mengajarkan keegoisan padaku secara tidak langsung. Apa aku salah?" tutur Yoongi, sepasang iris itu menampilkan bias kepedihan.

Nyonya Min terhenyak mendengar penuturan sang Putra semata-wayangnya, terlihat terpukul dengan kenyataan yang ada bahwa sepertinya mereka terlalu disibukkan urusan ekonomi, hingga mengabaikan urusan tumbuh kembang mental, dan kepribadian sang buah hati. Sementara Tuan Min nampak setenang air, meski tak ada satu pun yang tahu apa yang tersembunyi dalam ketenangan itu.

"Kau begitu kecewa pada kami, Yoongi-ah?" sang kepala rumah tangga bersuara, dan kembali berhasil mengalihkan atensi Putra manis mereka.

Senyum miring menghiasi wajah cantik itu, namun pancaran bias kepedihan itu semakin membuat semua yang disana merasa iba.

"Anda bertanya pada saya, Tuan Min? Mengapa? Apakah pendapatku penting bagimu? Lalu, mengapa kau sama sekali tak pernah mendengar satu pun pendapatku dulu, saat aku menolak kepergian kalian ke luar negeri untuk urusan bisnis kalian, heum?"

"Dengar, Tuan dan Nyonya Min. Aku sama sekali tak membutuhkan hidup mewah, aku tidak masalah hidup dalam kesederhanaan, asalkan aku menerima cinta kasih juga perhatian yang cukup dari kalian. Hanya seperti itu pun aku sudah lebih dari bahagia. Tapi, apakah kalian sadar? Sejak kecil, bahkan saat aku masih berusia lima tahun kalian sudah meninggalkanku dengan seorang Pengasuh. Aku ini sebenarnya anak kandung kalian atau anak dari Pengasuh-pengasuh itu, hah!?"

"Kalian bahkan hanya menghubungiku beberapa kali dalam setahun, semakin lama semakin bertambah usia, kalian semakin jarang menghubungiku, hanya pada hari ulang tahun kalian meneleponku, itu pun setelah hari ulang tahunku terlewat satu hari. Saat aku sakit, hingga harus dilarikan ke Rumah sakit saat aku masih berusia dua belas tahun, aku menelepon kalian, aku hanya ingin mendengar suara kalian yang membisikkan kata-kata penenang agar aku merasa lebih baik, namun yang menjawab teleponku lagi-lagi Sekretaris dari kalian. Apa kalian bahkan menyadari hal itu, hah!?"

"Jadi, untuk apa saat ini kalian perduli padaku, sementara kalian sudah mengabaikanku selama lebih dari dua puluh tahun terakhir? Percuma, kalian sudah terlambat. Putra tunggal kalian sudah berubah menjadi monster. Monster yang selalu mendapatkan apapun yang diinginkannya, egois, dan berhati dingin. Berterima kasih pada kalian yang selalu membuatku tumbuh menjadi pribadi seperti ini."

"Yoongi sayang," lirih Min Heesu –Ibu kandung dari Min Yoongi itu tampak sudah berderai air mata, sementara sang Suami –Min Yongguk memilih menahan air matanya, membiarkan air matanya memenuhi pelupuk mata.

"Yoongi-ah, Appa mohon, maafkan kesalahan kami. Kami melakukan itu semata hanya untukmu, tanpa menyadari akibat dari pilihan kami untuk membesarkan usaha keluarga kita, membiarkanmu harus hidup seorang diri. Pasti sangat berat untukmu melalui semuanya seorang diri. Maafkan kami, Putraku sayang. Aku hanya, hanya tidak ingin kau menjalani kerasnya kehidupan sama sepertiku dulu. Dimana kedua Orang tuaku bahkan harus bersusah-payah hanya untuk menyekolahkanku sampai tingkat akhir, dan membuatku terpaksa harus mengubur keinginanku untuk berkuliah dan mencari kerja, demi membantu membiayai kebutuhan sekolah kedua adikku yang lain, aku tidak ingin kau merasakan sepertiku, maka dari itu aku beserta Ibumu sepakat untuk bekerja keras mengembangkan usaha keluarga kita hingga akhirnya bisa sampai seperti ini. Namun, karenanya, kami malah mengabaikanmu. Sekali lagi, kami minta maaf kepadamu, kami tidak bisa menjadi Orang tua yang baik untukmu. Kami sangat menyesali perbuatan kami."

Lelaki manis berkulit pucat itu kini sudah sibuk menahan isakannya, bahunya bergetar sementara air mata mengalir deras di kedua pipinya.

"Kami hanya berharap kau bisa menjalani hidup dengan bahagia, bersama orang yang benar-benar kau cintai, dan mencintaimu, bukan hanya sekedar obsesi belaka. Kau juga.. harus memikirkan calon anak yang tengah tumbuh di dalam perutmu." Tambah sang Ayah, membuat Yoongi reflek memegangi perut datarnya.

Mendengarnya membuat Jimin membelalak kaget, dan sontak menoleh pada Namjoon, meminta penjelasan.

Namjoon menghela nafas kecil, setelahnya tersenyum simpul dan mengangguk. "Ya, Yoongi tengah mengandung anak kami –anakku dan Yoongi." Bahu Jimin meluruh lega karenanya, setidaknya ada makhluk kecil di dalam sana yang akan mengikat Yoongi dengan Namjoon.

Isakan itu lolos dari bibir tipis Yoongi, dan entah sejak kapan Namjoon sudah berdiri di samping Lelaki yang begitu dicintainya itu, menarik tubuh mungil itu ke dalam dekap hangatnya. Tanpa ia duga, Yoongi membalas pelukannya, memeluk tubuh Namjoon dengan begitu erat, menumpahkan air matanya di dada Ayah dari calon bayinya.

Namjoon mengusap surai Yoongi penuh sayang, setelahnya beralih menatap Jimin. "Pergilah, pernikahan kalian dibatalkan. Aku tidak akan membiarkan Ibu dari anakku menikah denganmu, Park."

Mendengarnya membuat Jimin tersenyum haru, ia bahkan menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Gomawo. Hyung. Jeongmal gomawo." Menepuk pelan bahu Namjoon, sampai kemudian Lelaki tampan bermarga Kim itu menyerahkan kunci mobilnya pada Jimin.

"Cepat temui Jungkook, dan.. calon anak kalian." Ujar Namjoon, berhasil membuat Jimin membelalak tak percaya, namun Namjoon menjawab keraguan itu dengan sebuah anggukan mantap.

"Astaga, Ya Tuhan! Aku hampir saja kehilangan Jungkook beserta calon anakku." Bisiknya lirih.

Sekali lagi mengucapkan terima kasih pada Namjoon, sebelum berlari keluar Gereja. Langkahnya begitu pasti, dibawanya kedua kaki itu untuk berlari meski hujan deras mengguyur sekujur tubuhnya. Guyuran air hujan itu tidak menyulitkannya menemukan mobil Audi hitam milik Namjoon. Tanpa membuang waktu lagi, ia segera membuka kunci mobil itu, dan masuk ke dalamnya.

Dengan lihai tangannya mulai memainkan roda kemudi, melintasi jalanan kota Daegu, meski sedikit terganggu karena tertutup kabut tipis. Akselerasi terus dipacu oleh Jimin, ia begitu merindukan Kekasih tercintanya di Seoul –Jungkook, terlebih setelah mendengar kabar bahwa saat ini Lelaki manis itu tengah mengandung calon anak mereka.

"Jungie-ah, aku datang, Sayang. Tunggu Appa, Baby." Bisiknya, setelahnya semakin menggila menginjak pedal gas di bawah kakinya.

Derasnya hujan nampaknya mulai menyulitkan Jimin. Minimnya jarak pandang karena kabut tipis yang senantiasa menyelimuti jalanan kota tersebut, ditambah lagi licinnya medan yang dilaluinya membuat Jimin sedikit kesulitan mengendarai Audi hitam itu.

Dan, yang tak terduga pun muncul. Sebuah truk besar muncul secara tiba-tiba, tanpa membunyikan klakson terlebih dahulu dari tikungan di depannya, membuat Jimin panik dan sontak menginjak pedal rem. Namun, jalanan itu nampaknya terlalu licin hingga membuat ban mobil mahal itu mengalami slip. Jimin mulai kehilangan kendali mobil itu, hingga bagian belakang mobilnya menabrak sebuah pohon, alhasil mobil yang dikendarainya berputar lumayan keras, dan bagian depan mobil menabrak pembatas antara jalan dengan sebuah jurang gelap nan dalam di bawahnya.

"Sial!"

Crush!

Mobil Audi hitam milik Namjoon pun jatuh ke dalam jurang dalam itu bersama dengan seorang Park Jimin di dalamnya.




*****TBC*****


mianhae..mianhae.. hajima..

aku baru bisa up sekarang, soalnya baru  dapat job baru yang menguras seluruh waktuku #alibibutreal

intinya aku minta maaf karena udah bikin kalian nunggu (lagi, dan lagi) /pundung/

sorry juga ga bisa balas comment luar biasa dari kalian, bukan karena ga mau, atau ga mood, tapi karena ga bisa.. beneran, deh.. aku harus pegang pasien nonstop /nangis gelindingan/

dan sorry juga karena udah buat ending part ini.. ah, ya syudahlah.. karena saya terlalu cinta dengan angst.. muehehehe.. /ditendang/

tapi, jangan berkecil hati, ending di part ini bukan berarti ending cerita ini.. show've must be go on /bahasa inggris belepotan/

sekian, dan dengan tidak tahu malunya kembali mengemis vote serta comment untuk part kali ini..

/deep bow/

/peluk cium satu-satu/

love ya!~



VJin

Continue Reading

You'll Also Like

35.2K 5.2K 34
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
288K 22.3K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
301K 25.3K 37
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
800K 57.5K 47
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...