The Boy With A Fake Smile

By indahmuladiatin

27.5M 1.5M 223K

#1 in Teenfiction # 1 in Fiksiremaja #1 in Fiksi #1 in Love (SELESAI) FOLLOW DULU SEBELUM BACA Dia Kenneth Al... More

Prolog
BAB 1 - The Unlucky Day
BAB 2 - I'm Not Alone
BAB 3 - Changed
BAB 4 - The Star
BAB 5 - Who Is He?
BAB 6 - The Mysterious Guy
BAB 7 - Bad Rumors
BAB 8 - Beautiful Rain
BAB 9 - Where Is He?
BAB 10 - Worried
BAB 11 - Annoying Holiday
BAB 12 - Jealous (?)
BAB 13 - Beach With The Star
BAB 14 - Refrain
BAB 15 - She is Elyza
BAB 16 - Kenneth Aldebaran
BAB 17 - He's Mine
BAB 18 - Like a Star
BAB 19 - Sad Moment
BAB 20 - The Angel
BAB 21 - I Hate You
GIVEAWAY NADW!!!
BAB 22 - Sick
BAB 23 - The Secret
BAB 24 - Fake Smile
BUKAN UPDATE
BAB 25 - Give up? It's Not Me
BAB 26 - An Answer
BAB 27 - Become Better
BAB 28 - Commotion
BAB 29 - In Hospital
BAB 30 - Good Moment
BAB 32 - The Winner
OA LINE TBWAFS
BAB 33 - New Idol
BAB 34 - Anger
BAB 35 - Do you Remember Me?
BAB 36 - Say Sorry
BAB 37 - No One Understands
BAB 38 - I Don't Wanna Go
BAB 39 - Stay With Me, Please
BAB 40 - Haunted by Guilt
BAB 41 - Still Waiting
BAB 42 - Missing You
BAB 43 - Little do you Know
BAB 44 - Happy Graduation
BAB 45 - See You
Pengumuman
BAB 46 - I'm Okay
BAB 47 - Emergency Time
BAB 48 - Indecision
BAB 49 - Pulse
Giveaway!!!
BAB 50 - The Wedding
Picture & Pengumuman
PENGUMUMAN
CERITA BARU
Q n A (1)
Attention
INFO GRUP INPLAYERS
JOINT GRUP INPLAYERS
He Always be the Legend
He Always be the Legend (2)
Spoiler Layout
Anatomi, Fisiologi, dan Si Mata Biru
PRE ORDER TBWAFS

BAB 31 - Gita's Secret

396K 26.8K 3.1K
By indahmuladiatin

Halohaaaa maaf yaaa baru selesai nulis. Langsung aku upload takut kalian nunggu lebih lama lagi.

Jangan lupa follow ig : @indahmuladiatin

Happy reading guys! hope you like this chapter 😘😘😘

🍬🍬🍬

Harusnya waktu latihan Bara adalah satu minggu. Tapi karena cowok ini baru keluar dari rumah sakit jadilah waktu latihannya cuma dua hari. Otomatis, cowok itu jadi serius latihan. Setelah pulang sekolah, Bara langsung ke tempatnya latihan. Caramel senang, tapi dia juga kesal karena jadi tidak bisa mengganggu cowok itu lagi.

Sore ini Caramel dan Bella ikut ke tempat Bara latihan. Arena ini memang tempat yang disediakan untuk para peserta. Seperti biasa, teman-teman Bara banyak yang datang. Untuk team Bara, yang turun adalah Bara dan Defan. Duet yang sudah tidak diragukan lagi.

Caramel duduk di kursi penonton dengan Bella. Mereka nonton sambil asik memakan jajanan yang tadi dibeli di sekolah. Kalau nonton tanpa bekal rasanya kurang lengkap.

"Kak Bara keren," gumam Bella.

"Lo naksir ya?" tanya Caramel curiga.

Bella menoleh dan tersenyum lebar. "Iya, hehe gimana yaaa? Ck kalau dia nembak gue yaa gue sih rela putus sama si Gio." Plak, tangan Bella langsung terkena pukulan dari Caramel.

"Jahat," rengek Caramel.

Bella tertawa geli dan memeletkan lidahnya. Dia kembali fokus ke arena balap tempat Bara dan Defan sedang balapan. Dia berdecak kagum, ternyata nonton balapan itu seru. Kalau tahu begitu, dulu dia tidak perlu ngamuk kalau bang Dirga merebut remote televisi untuk nonton motogp.

Caramel bertopang dagu, dia mengerucutkan bibirnya. Sudah hampir dua jam, dia cuma duduk dan makan. Dia juga bosan, apalagi dia ini tipe orang yang kalau duduk lama akan merasa bokongnya berakar.

"Mbel, pergi yuu!"

"Kemana?" tanya Bella.

"Kemana aja, gue bosen," jawab Caramel.

Bella menatap ke atas sambil berpikir.  Dia tersenyum dan menepuk bahu Caramel. "Ke tempat makan depan aja!" katanya semangat.

Caramel mengangguk antusias, di sana ada kentang goreng favoritnya. Dia juga sering makan dengan Bara kalau cowok itu sudah selesai latihan. "Tumben lo pinter.

"Nah lo nggak pinter-pinter," kata Bella.

"Ehh iya yaa?" kekeh Caramel.

Mereka langsung kabur sambil membawa sampah-sampah bekas makanan pengganjal perut tadi. Nakal boleh, tapi jangan sampai jadi orang yang lebih bodoh dari anak playgroup. Anak-anak kecil itu saja tahu, kalau sampah harus dibuang di tempat sampah. Malu sama kucing yang ingin buang hajat saja harus mencari pasir.

Di tempat makan yang namanya sudah tidak asing untuk orang-orang ini, Caramel langsung memesan ice cream favoritnya dan kentang goreng. Di cuaca panas, rasa dingin dari ice cream benar-benar nikmat. Kenapa tidak daritadi saja dia langsung kemari.

"Nggak berasa ulangan semester sebentar lagi," kata Bella.

Caramel mengangguk setuju, dia harus kembali berjuang agar nilainya tidak memburuk. Setidaknya tidak boleh ada nilai berwarna merah di raportnya. "Kita belajar bareng lagi aja, sama Bang Raka."

"Eh iya lagian Bang Raka udah balim ke rumah," kata Bella senang.

"Tapi gue jadi kangen Kak Chika," keluh Caramel. "Besok ke kantor deh, mau ganggu Kak Chika."

"Ikut dong! mau ngobrol sama Tante Putri," kata Bella semangat.

Caramel mengangkat jempolnya. "Balik sekolah langsung aja."

Bella mengangguk setuju. Lagian dia juga tidak ada kegiatan di rumah. Kalau main dengan Caramel, pasti ibunya tidak akan banyak tanya. Beda, kalau dia sedang main di rumah Gio. Padahal di rumah Gio juga ada keluarga dari cowok itu. Dan jaraknya pun cuma beberapa rumah dari rumahnya sendiri.

"Gue jarang liat Bang Arkan sekarang," kata Bella di sela kegiatan makan.

Caramel menghentikan aktivitas kunyah mengunyahnya. Dia langsung mengangguk cepat dan menelan makanannya. Ini juga yang mau dia ceritakan ke Bella tadi pagi, sayangnya lupa. Untung sohibnya ini bertanya.

"Gue ngerasa Bang Arkan jadi pendiem," kata Caramel.

"Bang Arkan? Pendiem? yang lo liat Bang Rafan kali," kata Bella.

Caramel berdecak kesal. "Lo kira gue nggak bisa bedain Abang gue? Gue serius Mbel, Bang Arkan jadi diem. Biasanya kan dia iseng banget sama gue, paling iseng malah. Berapa hari ini gue nggak diisengin. Kepala gue aman dari jitakannya, penciuman gue aman dari kentutnya."

Bella menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau Arkan berubah begitu yaa berarti ada yang aneh. Mana mungkin tiba-tiba Arkan berubah jadi kalem. Dia sendiri saja sering dijaili Arkan kalau sedang main ke rumah.

"Lagi sakit gigi kali?" tanya Bella.

"Masa sih? apa iya yaa?" tanya Caramel. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan mencari obat untuk sakit gigi di internet. Kalau memang gara-gara sakit gigi harusnya kan bilang dari kemarin.

"Bang Arkan masih sering ke tempat Kak Gita?" tanya Bella.

Caramel mengangguk, tapi tetap fokus ke layar ponselnya. Arkan memang ke sana rutin sejak Bara dirawat. "Setiap hari, pulang malem. Wajah capek."

"Kak Bara belum ke sana?" tanya Bella lagi.

Caramel mendongak, keningnya berkerut dalam. "Kayanya belum. Soalnya kemaren Bang Arkan bilang ke Bara katanya biar dia aja yang jagain Kak Gita. Bang Arkan nyuruh Bara fokus ke balapan dulu."

"Ohh iya sih Bang Arkan bener, lagian kan tempatnya Kak Gita lumayan jauh. Lo juga belom sempet jenguk."

"Gue mau ikut Bang Arkan aja deh nanti, nggak enak sama Kak Gita. Dia udah baik sama gue, masa pas begini gue nggak dateng. Iya kan?" tanya Caramel.

Karena terlalu asik mengobrol, mereka sampai tidak sadar kalau ada Roni dan Thomas yang sudah berdiri di dekat meja. Roni duduk di samping Caramel dan bertopang dagu ikut mendengarkan obrolan. "Dicari nggak taunya di sini."

Caramel tertawa geli. "Maaf, kita laper."

"Dicari Ken Ra, dia udah selesai latihan," kata Thomas.

"Oh yaudah ayo ke sono," ajak Caramel yang sudah melahap suapan terakhir ice creamnya.

"Duluan, gue sama Thomas mau beli makanan buat yang lain," kata Roni.

"Oke," jawab Caramel. Dia dan Bella langsung kembali ke arena balap. Suara bising mesin motor memang sudah tidak ada. Berarti orang-orang itu memang sudah selesai latihan. Baguslah, kasihan kalau harus latihan terus.

Caramel menghampiri Bara yang sedang duduk sambil tertawa dan bertos ria dengan Defan. Dua cowok itu kelihatan sangat menikmati hobi mereka ini. Meskupun wajah keduanya kelihatan lelah dan dibanjiri keringat. "Woy seru amat!"

Bara menoleh, emm pandangan mata teduh itu yang Caramel suka. "Udah kenyang?"

"Eh tau darimana gue abis makan?" tanya Caramel bingung.

Defan tertawa geli dan mengusap wajah dengan handuk yang tadi dia kalungkan di lehernya. "Bell bantuin gue ngompres kaki."

"Siap," kata Bella sambil mengikuti Defan ke dalam.

Bara menarik tangan Caramel agar duduk di sampingnya. Jarinya mengusap pipi Caramel yang tadi terkena noda ice cream. Cewek ini memang tidak ada elit-elitnya kalau sedang makan. Katanya, buat apa makan cantik kalau perut tetap keroncongan, toh tujuan makan itu untuk kenyang.

"Kakinya Defan kenapa?"

"Kecelakaan kecil tadi," jawab Bara.

Caramel menghela nafas. "Lo sama Defan kenapa nggak hobi balapan sepeda aja sih? yang aman, sehat lagi."

Bara tertawa dan mengacak rambut Caramel. "Semua ada risiko kecelakaan. Sepeda juga bisa jatoh."

"Tapikan sebahaya jatoh dari motor, terakhir gue jatoh dari sepeda kaki gue cuma baret dikit," kata Caramel.

"Lo bisa naik sepeda?" tanyaBara.

Caramel melirik kesal dan menyubit tangan Bara. "Gue nggak bego-bego banget yaa!" teriaknya.

Bara kembali tertawa, rasanya menyenangkan bisa membuat cewek ini kesal. Dia mengusap kepala Caramel. "Mau langsung balik?"

"Nggak mau," kata Caramel.

"Terus?"

Caramel menarik-narik ujung baju Bara. "Gue mau ke tempat Kak Gita," katanya sambil mengedipkan mata.

Bara mendengus kecil dan tertawa. Dia masih takjub dengan cara Caramel setiap meminta sesuatu. "Besok yaa? balik sekolah. Sekarang udah mau malem."

"Emang besok nggak latihan?" tanya Caramel.

"Masa tenang," jawab Bara asal.

Caramel membulatkan mulutnya. Dia mengepalkan tangan dengan wajah emosi. "Gara-gara si Beni itu tuh lo nggak bisa banyak latihan! ini kan ajang resmi, pasti banyak yang pengalaman."

"Ck yah pasti bagus semua, yaudah anggep aja ini pertandingan buat gue belajar. Kalah sekali nggak bakal bikin gue berenti balapan," jawab Bara sesantai biasanya.

Caramel menggeleng cepat. Dia tahu kalau Bara pasti bisa. Yaa meskipun lawannya sekarang ini beda, tapi cowok itu memang berbakat. "Pokoknya harus menang! Semangat!!" teriaknya sambil mengepalkan tinju ke udara.

"Berisik," kata Bara.

Caramel langsung cemberut dan melipat tangannya. "Jadi besok kita ke Kak Gita?" Berarti rencana untuk mampir ke kantor ayah dan menganggu kak Chika batal.

Bara menganggukan kepalanya. "Gue juga nggak bakal tenang kalau belum liat Gita langsung." Dia bangkit dari kursi. "Gue ganti baju bentar."

Bara langsung mengantarkan Caramel pulang. Dua hari ini cewek itu selalu pulang telat karena menemani dia latihan. Dia jadi tidak enak pada bunda dan om Karel. Seperti biasa, dia ikut masuk ke rumah Caramel untuk sekedar menyapa bunda.

"Hari ini selesai lebih cepat?" tanya bunda. Caramel sudah nyelonong ke kamarnya sendiri.

"Iya Nda harusnya hari ini masuk masa tenang," jawab Bara.

Bunda menganggukan kepalanya. "Kalau begitu makan malam di sini yaa? Rafan ada di kamarnya, suruh dia turun."

"Siap Nda," jawab Bara dengan senyum senang.

🍬🍬🍬

Caramel keluar dari kamarnya dengan wajah lebih segar. Rambutnya masih basah sampai dia sibuk mengusapnya dengan handuk yang dililitkan di kepala. Dia menghampiri kamar Rafan yang terbuka.

Di dekat layar lebar, abangnya dan Bara sedang asik bermain game. Caramel duduk di ranjang dan hanya menonton. "Bang Arkan belom pulang?"

"Belom," jawab Rafan tanpa menoleh.

Caramel cemberut kesal dan mengibaskan rambut badahnya pada dua orang yang sedang serius itu. "Berenti woy berenti!!"

"Starla!" omel Bara.

"Raa apaan si baju Abang basah!" omel Rafan.

Caramel terkikik geli dan duduk di antara Rafan dan Bara. "Lagian sibuk banget." Dia menoleh ke Rafan. "Bang beli obat sakit gigi yuuu!"

"Kamu sakit gigi?" tanya Rafan.

Caramel menggeleng polos.

"Terus lo ngapain beli?" tanya Bara.

Sekarang Caramel menoleh ke Bara. "Buat Bang Arkan, lagian Bang Arkan jadi pendiem."

"Pendiem?" tanya Bara dengan kening berkerut.

Rafan langsung merangkul bahu Caramel. "Iya si Arkan lagi sakit gigi."

"Loh serius? berarti tebakan si Umbel bener dong?" tanya Caramel.

Rafan mengangguk. "Bantuin Bunda sana! cewek gabungnya di dapur."

"Iyaa deh mau sekalian cari obatnya," kata Caramel. Dia langsung berlari keluar kamar dan pergi ke dapur.

Di kamar Rafan, Bara memasang wajah curiga. "Ada apaan?"

"Nggak, si Arkan emang sakit gigit," jawab Rafan sesantai biasanya. Dia kembali fokus ke layar yang menampilkan game balapan. Tidak dunia nyata, tidak di game.

Di dapur, Caramel membantu bunda. Iya membantu mengobrak-abrik dapur. Kerjaannya cuma bermain tepung dengan Meri sampai wajahnya berlemuran bubuk putih itu. Dia tertawa senang saat bersin dan tepung di dekat wajahnya jadi acak-acakan ke baju bunda.

"Karaaa!" teriak bunda.

"Senang yaa mengganggu Bunda?" tanya ayah yang baru datang dengan Raka.

Caramel menoleh dan langsung berlari memeluk ayahnya. "Ayah, Bunda tadi nakalin Karaa," adunya.

Ayah tertawa meski bajunya sekarang jadi ikut terkena tepung. "Bersihkan dulu wajahnya."

"Dasar anak kecil," gumam Raka sambil mengambil satu gelas air dan membersihkan wajah adiknya ini.

"Jangan ganggu Bunda, ayo ikut Ayah," kata ayah sambil merangkul bahu Caramel.

Caramel diajak ke ruang tengah agar dapur tidak semakin hancur. Jangan sampai bunda mengamuk karena tempat favoritnya dirusak. Bisa perang dunia nanti.

"Pegel juga gangguin Bunda," kekeh Caramel.

Raka tersenyum dan memijat lengan Caramel. "Kamu ini senang sekali mencari masalah."

"Emm masalah tuh yang nyari Kara," jawab Caramel.

Ayah mendengus dan menepuk kepala Caramel. "Apapun itu Ayah minta kamu tetap menjaga diri. Jangan buat ayah bunda dan abang-abangmu jantungan."

Caramel meringis kecil dan menganggukan kepala. Dia pasti akan menjaga dirinya sendiri. "Kara kan jagoan Yah."

"Yaa jagoan yang malam sering takut tidur sendirian," kata Raka.

Di meja makan, bunda masih cemberut kesal dan gemas ingin menjitak anak bungsunya itu. Semua sudah berkumpul, jadi bunda mengurungkan niatnya. "Lain kali jangan inisiatif bantu Bunda."

"Oh bukan inisiatif Nda, Kara disuruh Bang Rafan," jawab Caramel jujur.

Mata tajam bunda langsung beralih ke Rafan yang menggeleng berusaha mengelak. "Bukan Rafan Nda."

"Bang Rafan Nda bener, tanya aja sama Bara," kata Caramel.

"Sudah, ayo kita makan," kata ayah.

Makan malam berlangsung hangat seperti biasanya. Anggota keluarga di rumah ini memang memiliki kesibukan masing-masing tapi itu tidak mengurangi kehangatannya setiap sedang berkumpul. Caramel dan bunda yang siap menghidupkan suasana. Ayah dan Raka yang siap menjadi penengah kalau ada perdebatan.

"Besok Daddymu akan datang?" tanya ayah.

Bara mengangkat bahunya. "Belum tahu Om."

"Apa Daddymu belum setuju kamu ikut balapan?" tanya Bunda.

Bara tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Daddy belum ikhlas. Katanya itu terlalu bahaya, lebih baik mengurus perusahaan."

"Emm tenang, Bunda pasti datang nonton Kenneth. Bunda akan teriak paling keras untuk dukung anak Bunda," kata bunda semangat.

Caramel mengangguk setuju, dia mengambil lauk di piring Bara. Kebiasaannya kalau sedang makan dengan cowok itu. "Bener!"

"Bener sih bener, jangan ngambil lauk orang dong!" kata bunda.

Ayah sampai terdiam sebentar. Ternyata sifat itu juga menurun pada Caramel. Sejak dulu istrinya ini suka sekali menukar lauk. Katanya makanan yang ada di piringnya lebih enak.

Bara yang sudah biasa juga tidak terlalu menanggapi. Kadang dia justru memberikan makanannya yang sudah dipotong-potong untuk cewek itu. "Nggak apa-apa Nda."

Raka mendengus dan tersenyum. "Persis kebiasaan Bunda."

"Apa? memangnya Bunda begitu?" tanya bunda tidak terima.

🍬🍬🍬

C

aramel menatap pemandangan malam lewat kaca jendela kamarnya. Setengah jam lalu, Bara sudah pulang. Sekarang pasti sudah sampai rumah. Dia tidak mau menggangu Bara karena cowok itu butuh istirahat.

Angin malam menggerakan ranting pepohonan. Sudah masuk bulan Desember. Musim hujan mulai dekat. Musim hujan yang membawa Bara datang padanya. Dia tersenyum tipis dan bertopang dagu.

"Non Kara," panggil seorang dari arah pintu.

Caramel menoleh, dia langsung menghampiri pintu dan membukanya. "Bang Arkan udah pulang?" Tadi dia memang minta dipanggil kalau abangnya itu sudah pulang.

"Iya langsung masuk ke kamar."

Caramel mengangguk, dia langsung masuk ke kamarnya untuk mengambil obat yang tadi Bi Peni berikan. Mudah-mudahan Arkan bisa cepat sembuh. Karena daripada melihat Arkan diam, dia lebih rela dijaili. Karena partnernya untuk bertengkar itu Arkan.

Ragu, Caramel menghampiri kamar Arkan. Dia mengetuk pelan dan membuka pintu. Di kamar yang sedikit berantakan itu, Arkan sedang berbaring di ranjang dengan bantalan tangannya sendiri.

"Bang Arkan?" panggil Caramel.

Arkan melirik sekilas. "Abang capek Ra."

Caramel cemberut tapi dia nekat masuk dan duduk di dekat abangnya itu. "Nih buat Abang."

Arkan bangun sambil menatap obat yang Caramel berikan. "Obat apaan?"

"Sakit gigi, Abang lagi sakit gigi kan?" tanya Caramel.

"Kata siapa?"

Sekarang Caramel yang kelihatan bingung. "Kata Bang Rafan. Udah deh Bang nggak usah gengsi, sakit gigi itu nggak cupu-cupu amat kok."

Arkan menghela nafas panjang dan kembali berbaring. Matanya menatap langit-langit kamar. "Gue nggak sakit apa-apa. Udah sana tidur!"

"Gue ada salah yaa sama Abang?" tanya Caramel.

Arkan tersenyum dan menjawil hidung Caramel. "Nggak, gue cuma lagi capek."

"Bohong! pasti Abang lagi marah kan? salah gue apa Bang?" tanya Caramel yang sudah mau menangis. Dia jadi takut kalau punya kesalahan fatal sampai sikap Arkan jadi berubah.

Arkan mendengus, dan kembali bangun. "Nggak ada suer!" Kalau Arkan yang normal pasti jawabannya adalah iya salah lo banyak banget segunung enggak bisa dihitung.

"Terus kenapa Bang Arkan diem?" tanya Caramel.

Senyum Arkan luntur. "Lagi nggak mood. Ntar juga balik."

Caramel memeluk Arkan. "Abang punya Kara. Norak yaa? biarin deh."

Arkan terkekeh geli dan menepuk-nepuk kepala Caramel. "Tumben lo keramas."

"Bodo amat Bang," kata Caramel sedikit kesal. Dia melepaskan pelukannya. "Bang Arkan nggak pernah gini. Abang punya masalah berat?"

"Lumayan," jawab Arkan.

"Gue boleh tau?" tanya Caramel.

Arkan menggelengkan kepalanya. "Nanti lo pasti tau."

Caramel menghela nafas panjang dan mengangguk. Oke tidak apa-apa karena semua orang butuh privasi. Dia kembali memeluk Arkan. "Mudah-mudahan gue bisa sedikit bantuin nenangin Abang."

Di luar kamar bunda melihat semuanya. Bunda tersenyum dan mengusap air matanya. Melihat anak-anaknya begini rasanya sangat membahagiakan. Tadinya bunda ingin bertanya masalah Arkan tapi ternyata sudah keduluan oleh putrinya ini.

"Ada apa?" tanya ayah.

Bunda menempelkan jari telunjuknya ke bibir. Pelan, bunda sedikit membuka pintu kamar Arkan agar ayah bisa melihat. "Lihat mereka."

Ayah ikut tersenyum.

"Mereka bisa saling menguatkan," gumam bunda.

"Yaa," jawab ayah.

🍬🍬🍬

Sekolah hari ini ternyata pulang lebih cepat karena ada rapat guru. Baguslah, sekarang matahari sedang berada di puncaknya. Suhu Jakarta sedang panas. Caramel saja lebih betah berdiam diri di dekat kulkas milik ibu kantin.

"Weh sampe kapan lo mau jongkok disitu?" tanya Bella.

"Hehe adem Mbel," kekeh Caramel.

"Adem sih tapi lo ngalangin orang mau beli! udah ayo!" ajak Bella sambil menarik tangan Caramel. "Maaf yaa Mak!" kata Bella pada ibu kantin.

Mereka kembali ke kelas dan ternyata Bara sudah ada di sana. Cowok itu sedang dikerumini gerombolan Putri. Geng cewek yang ngehits tapi takut pada Caramel sejak tahu kalau ternyata mengamuknya Caramel itu benar-benar menyeramkan.

Caramel berdeham untuk mengusir kerumunan. "Pada ngapain nih?" tanyanya basa-basi.

"Pada nanya balapan besok," jawab Defan dari belakang. Rumor Bara yang akan ikut balapan resmi memang sudah tersebar di sekolah. Jadi cowok itu semakin berada di puncak popularitas sekolah ini dan sekolah tetangga.

"Ohh kalian suka nonton balapan?" tanya Caramel.

Bara mendengus geli dan langsung menarik tangan Caramel. "Jadi ke Gita kan? ayo!"

Sampai sekarang Bara masih tetap menggunakan motor Defan untuk berangkat sekolah. Masalahnya motor hitamnya masih saja menarik perhatian musuh. Padahal dia sendiri sudah jarang ikut balapan liar. Sangat jarang sebenarnya, tapi tetap saja musuhnya makin bertambah.

Perjalanan yang cukup panjang. Benar, jaraknya memang tidak dekat. Wajar dipilih untuk menghindar dari orang-orang untuk sementara waktu. Bara membantu Caramel untuk turun dari motor.

"Bokong gue berakar," keluh Caramel seperti biasa.

Bara cuma memutar bolamata dan melepas jaket hitamnya. Dia menggenggam tangan Caramel dan masuk ke dalam gedung itu. "Siang Bu," sapanya.

"Nak Ken? Akhirnya datang juga," kata Bu Ayu.

Bara tersenyum. "Iya kemarin sedang ada urusan."

"Ohh begitu, ini siapa?"

"Saya Caramel Bu temennya Bar-Kenneth," ralatnya.

Ibu itu tersenyum ramah. "Saya Bu Ayu petugas di sini."

Bu Ayu mempersilahkan Bara dan Caramel untuk duduk. Mereka disuguhi teh hangat. "Teman baru Nak Gita itu siapa? dia benar-benar mau menunggu di depan kamar Nak Gita padahal tidak pernah dibukakan pintu."

"Apa?" tanya Caramel.

"Jadi Gita belum mau bertemu orang-orang?" tanya Bara panik.

Ibu Ayu tersenyum sedih dan menggelengkan kepalanya. "Keluar hanya saat malam untuk mengambil makanan dan ke toilet. Dengan Ibu juga dia tidak mau bicara."

"Emang dari awal Kak Gita begitu?" tanya Caramel yang masih bingung.

Ibu Ayu menggelengkan kepalanya. "Anak itu kooperatif sekali, dia menuruti semuanya. Tapi sejak hasil test kesehatannya keluar Nak Gita berubah."

"Ada yang salah dengan hasilnya?" tanya Bara.

Ibu Ayu menundukan kepalanya. "Saya tidak tahu, tapi sepertinya teman baru Nak Gita itu tahu."

Caramel dan Bara saling melempar tatapan. "Kita langsung ke kamar Gita Bu," kata Bara.

Koridor panjang mereka lewati sampai dari ujung Caramel bisa melihat Arkan yang duduk dengan kepala tertunduk di depan pintu kamar. Jujur dia kesal kalau abangnya sampai begitu.

"Apa masalah Kak Gita sampe dia biarin Bang Arkan begitu?" omel Caramel.

Bara tidak menanggapinya. Dia hanya mempercepat langkah. "Gita sakit apa?"

Arkan mendongak kaget. "Kalian ngapain di sini?"

"Gita belum keluar?" tanya Bara. Gelengan kepala Arkan menjadi jawaban. Bara langsung mengetuk pintu kamar Gita.

"Git ini gue Ken," sapa Bara. "Gita lo nggak mau buka pintu?" tanyanya karena tidak ada balasan.

Caramel yang masih kesal cuma duduk di samping Arkan dan mengusap bahu abangnya itu. "Harusnya Abang pulang kalau dia nggak mau ketemu!"

"Raa!" kata Arkan dengan tekanan.

"Git keluar bentar, sorry gue kemaren nggak dateng. Besok gue ikut balapan resmi Git, lo nggak mau dukung?"

Masih belum ada jawaban dari Gita.

Bara menghela nafas panjang. Dia masih berusaha membujuk Gita untuk keluar. Dia menceritakan tentang hari-harinya di rumah sakit kemarin.

Caramel jelas cemburu meski sudah jelas kalau Bara dan Gita hanya seperti saudara. Dia menyilangkan tangannya dan lebih banyak diam karena dua cowok di dekatnya ini sedang sibuk membujuk Gita.

Lama tidak ada respon sampai akhirnya Bara menyerah. "Oke Git lo nggak usah keluar."

"Ra lo pulang sama Arkan ya," kata Bara.

"Terus lo?" tanya Caramel.

Bara menatap pintu kamar Gita. "Gue tetep di sini sampe pintunya dibuka."

"Balapan besok gimana?" tanya Caramel lagi. Itukan impian Bara, kenapa cowok ini sampai rela melepas semua.

"Bilang sama Defan, gue ngundurin diri," jawab Bara enteng. Seolah itu memang bukan apa-apa. Padahal Caramel lihat sendiri kalau Bara senang bisa mengikuti balapan ini.

Sepertinya kalau disuruh memilih antara dia dan Gita. Bara juga akan tetap memilih Gita. Jangan-jangan sebenarnya Bara itu suka pada Gita, tapi rasa sukanya tertutupi dengan rasa persaudaraan. Bukankah ada kata-kata kakak adikan adalah pacar yang tertunda.

"Nggak bisa! lo kan udah capek-capek latihan!" kata Caramel.

"Nggak masalah," jawab Bara.

Pintu kamar berwarna hitam itu akhirnya terbuka. Gita keluar dengan wajah pucat dan rambut tergerai bebas. "Lo harus ikut."

Caramel mendengus pelan dan melipat tangannya. "Denger? Kak Gita sendiri yang nyuruh. Sekarang lo mau dengerin?"

Bara tersenyum dan memeluk Gita. "Gue ikut, asal lo jangan gini Ta. Gue nggak bakal tenang."

Sekarang rasanya Caramel ingin mencakar orang. Dan sepertinya dia memang sudah mencaka orang.

"Lo ngapain nyakar tangan gue?" tanya Arkan sambil melotot kesal.

Caramel meringis kecil sambil melihat luka cakaran di tangan Arkan. "Maaf Bang," katanya sambil kembali melihat Bara yang masih memeluk Gita. Bahunya merosot. "Abang mau anter gue pulang apa masih mau di sini?"

Arkan diam sebentar dan melihat Gita.

"Ck yaudah Abang di sini aja, gue pulang sendiri," kata Caramel sambil berjalan pergi.

"Raa tunggu!" kata Arkan. Dia menghampiri Bara dan Gita. Sebenarnya dia juga kesal melihat dua orang ini. Berhari-hari usahanya gagal. Sekarang, hanya karena Bara bicara begitu, Gita mau keluar dari kamarnya. "Gue sama Kara balik dulu."

Bara melepaskan Gita. "Katanya dia mau jenguk Gita?"

"Kara emang jagoan, tapi dia juga cewek. Liat lo pelukan gitu, dia harus biasa aja?"

Bara menepuk keningnya sendiri. "Git gue ke Starla bentar, Kan temenin Gita!" katanya sambil berlari menyusul Caramel.

Caramel menunggu di pinggir jalan sambil menghentakan kakinya. Dia menggerutu kesal dan menendang kerikil-kerikil kecil jalanan. Dia harus pulang naik apa sekarang. Tempat ini saja dia tidak tahu namanya apa. Bang Arkan itu tega.

"Marah?" tanya Bara.

Caramel melirik ke Bara yang sudah berdiri di sampingnya. Dia cuma menggelengkan kepala dan menatap ke arah sekitar. Beberapa kendaraan lewat, tapi sejak tadi tidak ada angkutan umum.

"Gue cuma anggep Gita-"

"Saudara, lo sama dia saudara. Iya gue tau, gue nggak marah," kata Caramel memotong ucapan Bara. "Ck mana sih angkot."

"Terus kenapa tiba-tiba mau balik?" tanya Bara.

"Capek," jawab Caramel singkat.

Bara menarik tangan Caramel. Dia duduk di atas motor sedangkan cewek ini berdiri dihadapannya tapi masih dengan menatap sekitar. "Maaf."

"Maaf apaan?" tanya Caramel.

"Maaf tadi gue peluk Gita."

"Hak lo," jawab Caramel.

"Pas gue sama Raya lo nggak marah gini," kata Bara.

Sekarang baru Caramel mau melihat Bara. "Soalnya gue tau, lo nggak serius sama dia. Coba deh lo diem bentar terus pikirin. Lo yakin cuma nganggep Gita saudara?"

Bara mengerutkan kening. "Kenapa lo tanya gitu?"

"Nggak, gue takut aja lo sebenernya sayang Gita tapi lo nggak sadar. Jangan-jangan gue jadi orang ketiga. Bara, mumpum gue sama lo belom balikan. Mending lo pikirin lagi deh," kata Caramel.

Bara tersenyum geli dan menarik Caramel ke pelukannya. "Bego!"

"Gue serius," ucap Caramel.

"Lo sama Gita itu sama-sama penting buat gue. Lo punya arti yang beda dari Gita. Gue sayang Gita sama kaya gue sayang Lyza," kata Bara.

Caramel masih memilih diam. Dia belum yakin, apalagi setelah dia melihat semua tadi. "Gue mau pulang."

Bara melepas pelukannya. "Gue anter balik. Tapi pamit dulu sama Gita."

"Nggak mau," jawab Caramel.

"Oke pamit sama Arkan," kata Bara mengalah.

Caramel berpikir sebentar dan menganggukan kepalanya. Dia berjalan duluan. Masih tidak mau dekat-dekat dengan Bara.

"Bang Kara balik duluan," kata Caramel.

"Kamu marah sama Kakak?" tanya Gita.

Ditanya begitu langsung, Caramel jadi tidak enak. "Nggak Kak, aku ada banyak tugas sekolah."

"Dia ngambek," kata Bara.

"Siapa yang ngambek?" protes Caramel.

"Kenapa?" tanya Gita.

"Kesel gara-gara gue meluk lo," kata Bara lagi.

Pipi Caramel sudah memerah karena malu. Dia menginjak kaki Bara. "Nggak Kak dia fitnah."

Gita tersenyum. "Kita nggak ada apa-apa Ra. Nggak usah cemburu."

Caramel cuma tersenyum kecil dan melirik kesal ke Bara. Dia langsung berbalik pergi disusul Bara. Mereka kembali ke motor Bara yang tadi di parkir di depan.

"Kenapa harus ngomong sama Kak Gita?" tanya Caramel.

"Lo nggak percaya kalau gue yang ngomong. Biar Gita langsung aja yang jelasin," kata Bara santai.

"Gue enggak enak!" kata Caramel.

Bara tersenyum tipis dan mengusap kepala Caramel. "Gue lebih enggak enak, ngakuin cewek gue cemburu sama sohib gue sendiri."

"Cewek lo? siapa? gue?" tanya Caramel.

"Bukan," jawab Bara.

"Terus?"

"Mbak-mbak kostan," jawab Bara asal.

Caramel mau tidak mau jadi tersenyum. Dia membulatkan mulutnya. "Oh jadi bukan Bang Arkan doang yang doyan mbak kostan."

"Naik! katanya mau pulang?" tanya Bara.

"Lo nganggep gue pacar?" tanya Caramel.

"Ck mau pulang nggak?" tanya Bara.

"Jawab dulu!" jawab Caramel.

Bara menghela nafas. "Lo maunya apa? pacar? temen? sahabat? abang adek?"

"Maunya lo nggak pergi, mau lo terus sama gue," jawab Caramel.

Bara diam sejenak, dia tersenyum dan mencium pipi Caramel. "Mau liat bintang bentar?"

"Boleh," jawab Caramel sambil tersenyum.

🍬🍬🍬

See you in the next chapter 😀😀😀

Karena telat jadi aku updatenya panjang hehe

Jangan lupa follow ig mereka yaa

@kennethaldebaran

@caramelstarla

@rafansafaraz

@umbrellakirei

@arkanlazuard

Continue Reading

You'll Also Like

24.6M 1.9M 54
[SUDAH TERBIT - sebagian part sudah dihapus] #1 in Teen Fiction [11-02-18] "Karena beku adalah cara gue bertahan" _________ "Kalo si Kutub Es itu nat...
4.3M 259K 28
Pernah membayangkan cowok paling keren di seluruh penjuru sekolah tiba-tiba saja membenci kalian tanpa sebab? Itulah yang dirasakan Syakilla saat Mar...
663K 45.2K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
1.4M 133K 96
"Kelvin, terimakasih dan sampai jumpa..." Ini tentang Zatasya Louvina. Wanita yang banyak sekali memiliki musuh dihidupnya. Bagaimana seorang Asya bi...