Happy reading...
Waktu berjalan dengan cepat, mentari masih malu-malu untuk memperlihatkan cahayanya yang indah. Atau sepertinya tidak akan ada matahari pagi ini.
Langit pagi yang harusnya penuh kehangatan kali ini sangat dingin dan gelap. Tapi itu tak menyurutkan semangat Ana untuk pergi sekolah.
Seperti biasa, saat ini Ana sedang menunggu kedatangan bus sekolah di depan rumahnya dengan santai.
Tiba-tiba saja, ada sosok pria yang selalu datang tak di undang muncul di hadapannya.
Dia membawa motor ninja merah lengkap dengan seragam sekolah yang diselimuti oleh jaket hitamnya.
"Ali?" tanya Ana bingung.
Alister membuka helmnya, dan menatap Ana dengan tajam. Tapi sepertinya Ana kali ini tidak takut dengan tatapan itu, dia malah tersenyum kecil kepada cowok itu.
"What? Lo panggil gue apa?"
"Ali?" Ana mengulanginya lagi.
"Lo pikir gue mang-mang bakso!"
"Oke, oke. Alister. Mau ngapain pagi-pagi gini?"
Alister tidak mengucapkan apapun lagi, dia langsung memberikan helmnya pada Ana.
"Gue sedikit gak enak sama lo, soal semalem, soal dulu-dulu juga." Ana masih terdiam mendengar ucapan Alister.
"Woy!"
Alister membentak Ana saat cewek itu terdiam seribu bahasa. Bukannya diam, Ana saat ini hanya menunggu Alister mengajaknya, bukan basa-basi seperti itu.
"Jadi?"
"Eh, gue mau tanggung jawab. Buruan tangan gue pegel nih!"
Ana tersenyum kecil seraya menggelengkan kepalanya. Sepertinya Alister memang tidak berbakat untuk menunjukan caranya memohon, mengajak, dan meminta tolong pada seseorang.
"Iya. Iya. Aku mau ko dianterin kamu." Ana langsung mengambil helmnya.
"Eh siapa juga yang mau nganterin lo, orang gue kasian liat lo diem dipinggir jalan!"
"Oke, makasih udah mau nganterin aku."
Ana memakai helmnya sementara Alister terdiam dengan sumpah serapah di hatinya. Beberapa detik kemudian, Alister menjalankan motornya dan pergi menuju sekolah sebelum hujan lebat.
Di dalam perjalanan hanya ada keheningan, baik Ana maupun Alister tidak ada satupun diantara mereka yang mau memulai pembicaraan terlebih dahulu.
Ana merunduk, dia perlahan membuka jaket pink-nya lalu menutup helmnya hingga menutupi wajah cantiknya.
Bukan, Ana berniat menutup wajahnya bukan karena ingin terlindung dari angin kencang. Tapi Ana tidak mau ada yang melihat Alister tengah bersamanya.
Sepertinya dia tahu diri, siapa Anastasia dan siapa Alister. Jika ada seseorang yang melihat mereka pasti akan membuat satu sekolah heboh.
"Lo kenapa buka jaket? Dingin tau."
Ana diam tak menjawab, karena jika dia memakai jaket pink, semua orang akan mengetahui kalau Alister sedang bersamanya.
"Nggak papa."
Alister menatap kegelisahan Ana di balik kaca spion. Ada apa dengannya?
"Em, Alister. Mendingan aku turun di sini deh."
"Lo kenapa sih?" tanya Alister heran.
"Nggak papa kok."
Alister menghela napas kesal, rasanya dia sangat frustasi menghadapi cewek yang ada di belakangnya yang tidak mau mengaku tentang perasaannya.
"Stop!" teriak Ana sambil menepuk bahu Alister sampai membuatnya kaget.
"Hei, lo kenapa? Bilang sama gue!"
Ana menggelengkan kepalanya lalu memberikan helm yang ia pakai pada Alister. Perlahan Ana turun dari motor dengan susah payah.
"Mendingan kamu diem di sini. Tunggu sampe aku pergi jauh."
"Lo merintah gue?" tanya Alister heran.
Tidak Alister sangka ternyata mood cewek ini sangat mudah berubah. Terkadang dia baik, selalu tersenyum. Tapi terkadang dia marah dan terkesan seperti sedang menutupi sesuatu.
Tanpa menghiraukan kata-kata Alister Ana langsung lari meninggalkannya secepat mungkin.
Napasnya tersengal-sengal sampai membuatnya berhenti tepat di depan gerbang. Ana duduk di salah satu tempat duduk yang tak jauh dari gerbang.
Saat dia membuka tas nya untuk mencari seteguk air. Ternyata dia lupa membawa minum. Ana mendengus kesal seraya menutup tas nya dengan cepat.
Saat itu juga, satu botol minuman diberikan untuknya. Bukan dari Alister, siapa lagi kalau bukan dari Bulan.
"Capek ya?" tanya Bulan.
Ana mengangguk lalu tersenyum dan meneguk air yang diberikan oleh Bulan.
"Makasih." Bulan mengangguk lalu menarik Ana dengan tergesa-gesa menuju kelas.
"Ada apa? Ko tarik-tarik aku kaya gini?"
"Aku boleh minta tolong gak?" tanya Bulan setengah berbisik seperti orang ketakutan.
"Kenapa bilang aja?"
"Kamu temen aku kan, pasti kalo sama temen mau tolongin aku kan?" tanya Bulan membuat Ana mengerutkan keningnya bingung.
"Tolong buka iketan rambut kamu, tangan aku gatel pengen rapihin."
Ana tersenyum, dia pikir Bulan ingin melihat tugasnya atau apa ternyata ingin merapikan penampilannya lagi.
"Plisssss?" rengek Bulan.
"Oke."
Bulan dengan semangat merapikan rambut Ana seperti kemarin, sampai membuatnya berbeda dimata orang.
Setelah 30 menit berlalu, waktu belajar pun dimulai. Bel berbunyi bersamaan dengan Genk Alister yang masuk ke dalam kelas.
Ana mengalihkan pandangannya dari Alister seperti tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka, seperti Ana dahulu yang selalu takut pada Alister yang akan mem-bully nya.
Tibalah Bu Ai masuk ke kelas tepat waktu sampai tak ada waktu untuk Genk Alister mengganggu Ana.
"Oke sebelum pelajaran dimulai, Ibu-" ucap Bu Ai terhenti saat melihat Alister yang tiba-tiba maju ke depan.
Tanpa ragu dan tanpa mengucapkan sepatah katapun Alister maju dengan tangan kosong. Tidak ada buku sama sekali atau bahkan contekan rumus di tangannya.
Alister langsung menuliskan soal. Dia bahkan menalar soal matematika tersebut dengan mudah.
"Ginikan, Bu? Benerkan?"
Bu Ai mengedipkan matanya beberapa kali sambil menatap Alister tidak percaya. Kerasukan apa cowok itu sampai bisa mengerjakan soal yang sulit?
"Coba kerjakan nomor 2 sampai 5."
Tak butuh waktu lama, Alister berhasil mengerjakan soal dengan tuntas tanpa ada kesalahan sedikitpun.
Bu Ai tersenyum puas, bukan karena dia bisa atau tidaknya mengerjakan soal. Tapi kemauannya untuk berubah lah yang dia hargai.
"Siapa yang udah ngajarin kamu, sampai lancar kaya gini?" tanya Bu Ai.
Alister menatap Ana dengan lekat, tapi persekian detik dia langsung mengalihkan pandangannya.
"Em, kelas lain. Bu."
Alister tidak berani menatap Ana, dia malah tersenyum puas sambil menatap Genk nya di bangku belakang yang mengacungkan jempol untuknya.
"Oke, kita coba lagi Minggu depan, ya?"
***
Setelah jam pelajaran selesai tiba-tiba saja Bulan dijemput oleh Papanya ke kelas. Tidak, rasanya Bulan ingin di sini untuk melindungi Ana sampai melihatnya pulang dengan aman.
Tapi Ana tersenyum dan dengan lembut dia berkata.
"Pulang aja, nggak usah khawatir kaya gitu."
Bulan menatap kesal pada Ana yang berhasil membaca pikirannya.
"Pulang, aku nggak papa."
"Kamu langsung pulang ya, kalo mereka macem-macem telpon aku."
Dengan berat hati, Bulan meninggalkan Ana sambil menatap sinis Genk Alister yang sedang tertawa di bangku belakang.
"Heh bocah kampung! Buruan beresin ni kelas. Malah bengong!" bentak Tasya saat melihat Bulan sudah pergi.
Ana mengepalkan tangannya, dia harus berani melawan, harus. Tapi ternyata Tasya datang lalu mendorong Ana sampai punggungnya membentur tembok.
"Lo budeg atau gimana?" Ana meringis sakit.
"Tasya, lo kenapa sih sama si Ana. Sensi banget bawaannya?" tanya Iqbal.
Entahlah, saat melihat penampilannya yang diubah oleh Bulan, Iqbal melihat Ana dengan tatapan berbeda. Cantik, hanya itu yang ada dipikirannya.
"Lo ngapain belain dia mulu, Bal?" balas Alana kesal.
"Gara-gara di dandanin sama si Bulan, lo jadi suka gitu sama bocah ini?" tanya Tasya kesal.
Tasya lalu mengeluarkan botol air yang ada di tasnya, dan membuangnya tepat di muka Ana.
"Lo bakal lebih cantik, kalo lo basah kuyup kek gini!" ucap Tasya.
Alana tertawa melihat itu semua. Tidak ada kebahagiaan di sekolah ini jika tidak mem-bully Ana sehabis jam pelajaran selesai.
"Pulang yuk," ajak Alana pada Tasya.
Kedua cewek itu tertawa puas lalu menarik paksa ketiga cowok yang selalu bersama mereka. Siapa lagi kalau bukan, Andra, Iqbal dan tentunya Alister.
Ana menatap Alister dalam diam. Memang benar dugaannya, Alister memang malu mengakui kalau dia sudah meminta maaf kepadanya, Alister malu mengakui kalau dia sudah meminta tolong padanya.
Tindakannya untuk turun dari motor terlebih dahulu lebih baik dari pada Alister yang memintanya untuk turun.
"Iya, kalian semua pulang aja. Biar aku yang beresin kelas," ucap Ana sambil menyeka air yang membasahi wajahnya.
Alister menatap Ana, tapi Ana sama sekali tidak menatapnya. Kali ini kesabaran Ana sudah habis. Dia hanya fokus mengangkat bangku dan membersihkan kelas.
Apa Ana marah sama gue? ucap Alister dalam hati.
Love you readers...
Ada yang mau ditanyain?