The Boy With A Fake Smile

By indahmuladiatin

27.5M 1.5M 223K

#1 in Teenfiction # 1 in Fiksiremaja #1 in Fiksi #1 in Love (SELESAI) FOLLOW DULU SEBELUM BACA Dia Kenneth Al... More

Prolog
BAB 1 - The Unlucky Day
BAB 2 - I'm Not Alone
BAB 3 - Changed
BAB 4 - The Star
BAB 5 - Who Is He?
BAB 6 - The Mysterious Guy
BAB 7 - Bad Rumors
BAB 8 - Beautiful Rain
BAB 9 - Where Is He?
BAB 10 - Worried
BAB 11 - Annoying Holiday
BAB 12 - Jealous (?)
BAB 13 - Beach With The Star
BAB 14 - Refrain
BAB 15 - She is Elyza
BAB 16 - Kenneth Aldebaran
BAB 17 - He's Mine
BAB 18 - Like a Star
BAB 19 - Sad Moment
BAB 20 - The Angel
BAB 21 - I Hate You
GIVEAWAY NADW!!!
BAB 22 - Sick
BAB 23 - The Secret
BUKAN UPDATE
BAB 25 - Give up? It's Not Me
BAB 26 - An Answer
BAB 27 - Become Better
BAB 28 - Commotion
BAB 29 - In Hospital
BAB 30 - Good Moment
BAB 31 - Gita's Secret
BAB 32 - The Winner
OA LINE TBWAFS
BAB 33 - New Idol
BAB 34 - Anger
BAB 35 - Do you Remember Me?
BAB 36 - Say Sorry
BAB 37 - No One Understands
BAB 38 - I Don't Wanna Go
BAB 39 - Stay With Me, Please
BAB 40 - Haunted by Guilt
BAB 41 - Still Waiting
BAB 42 - Missing You
BAB 43 - Little do you Know
BAB 44 - Happy Graduation
BAB 45 - See You
Pengumuman
BAB 46 - I'm Okay
BAB 47 - Emergency Time
BAB 48 - Indecision
BAB 49 - Pulse
Giveaway!!!
BAB 50 - The Wedding
Picture & Pengumuman
PENGUMUMAN
CERITA BARU
Q n A (1)
Attention
INFO GRUP INPLAYERS
JOINT GRUP INPLAYERS
He Always be the Legend
He Always be the Legend (2)
Spoiler Layout
Anatomi, Fisiologi, dan Si Mata Biru
PRE ORDER TBWAFS

BAB 24 - Fake Smile

410K 27.3K 3K
By indahmuladiatin

Halohaaa update lagi.

Wattpad error dan notif nggak muncul. Yaaa kesel sih wkwk padahal udah up tapi ga nongol-nongol.

Jangan lupa follow ig : @indahmuladiatin

Langsung yaa happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😘😘

🍬🍬🍬

Caramel menjemur sepatu yang baru saja dia cuci. Ini hari minggu, hari mencuci se anak sekolah. Untung matahari bersinar cerah. Kalau mendung, akan makin suram wajahnya sekarang.

Sekarang sekolah bukan tempat yang menyenangkan untuk didatangi. Lebih-lebih ada Bara yang selalu muncul. Cowok itu yang katanya sekarang sudah punya pacar dari sekolah lain. Sebenarnya Caramel juga pernah melihat cewek itu waktu pulang sekolah. Cantik, sangat pas saat berdiri di samping Bara.

Caramel menghela nafas panjang, dia menendang ember. Otaknya tidak beres kalau masih memikirkan Bara. Cowok itu sudah senang dengan mainan barunya.

"Nendangin ember enggak akan bikin kesel kamu hilang sayang," kekeh bunda sambil merapikan tanaman di dekatnya.

"Biarin aja, daripada nendangin kepala orang?" tanya Caramel cemberut. Dia menghentakan kakinya dan memilih untuk bermain dengan ayam-ayam kesayangannya. Ayam yang tidak jadi dipotong padahal sudah disiapkan nisan.

"Ada aja jawabanmu, kamu itu kesal sama siapa?" tanya bunda.

"Sama kepala Kara Nda," jawab Caramel sambil melepaskan satu persatu ayamnya dari kandang. "Kenapa sih harus mikirin si gorila?"

Bunda mengerutkan keningnya. "Hah gorila?"

"Iyaa Kara mimpi dulu punya gorila, tapi gorilanya ninggalin Kara katanya dia bosen main sama Kara. Kan kurang ajar?" tanya Caramel sambil mengepalkan tangannya.

Bunda tersenyum dan meletakan guntingnya. "Siapa yang bikin anak Bunda kesel?"

Caramel menundukan kepalanya. "Kan Kara bilang itu gorila di mimpi."

"Emangnya kamu kira Bunda anak kecil yang bisa dibohongi begitu?" tanya bunda dengan mata melotot yang lucu.

Caramel meringis kecil dan tertawa. Dia memeluk bunda. "Ndaa, Kara sama Bara udah putus."

"Bunda tau," jawab bunda sambil mengusap kepala Caramel.

Caramel tersenyum. Kepalanya mendongak ke atas, menikmati indahnya awan kebiruan di atasnya. Menantang panasnya matahari dengan sorot matanya. Silau tapi dia ingin tetap menatapnya. "Bara mau Kara benci sama dia."

"Anak itu punya beban yang berat sejak kecil, Bunda tidak heran kalau sifatnya sekarang begitu," jawab bunda.

"Bunda jangan benci dia, meskipun nanti Kara bakal nangis karena dia," kata Caramel dengan senyum sedih. Akan banyak hal yang Bara akan lakukan untuk membuatnya menangis. Dia yakin itu, kalau dia tetap mau bertahan dengan cowok itu. "Kara nggak mau buat Bunda benci sama apa yang Bunda sayang," lanjut Caramel lagi.

Bunda tersenyum dan memeluk Caramel erat. Anaknya ini memang yang paling ceroboh, kekanak-kanakan dan cengeng. Tapi, jika sudah menghadapi sesuatu Caramel bisa sangat dewasa.

"Maaf Nyonya, di depan ada Tuan Gavyn," kata Meri.

Bunda dan Caramel saling menatap dengan pandangan lucu. "Oke ada sang ayah dari pokok bahasan kita," kekeh bunda.

Caramel terkikik geli dan mengangguk. "Kara mau masukin ayam-ayam dulu takut ntar tiba-tiba udah di piringnya Bang Arkan pas makan malem."

"Haha oke, Bunda ke depan," kata bunda sebelum berjalan ke depan dengan Meri.

Caramel tidak tahu kenapa daddy datang. Sebelumnya daddy memang pergi ke luar kota setelah mengantarnya ke rumah sakit. Dan biasanya daddy akan lama kalau sudah berpergian. Maklum, daddy adalah orang paling sibuk. Begitu jawabannya setiap dia bertanya.

"Daddy," sapa Caramel dengan senyum manis seperti biasa.

Daddy balas tersenyum dan mengisyaratkan Caramel untuk duduk di sampingnya. "Bagaimana keadaan kamu? sudah sehat?"

"Yaa Kara udah bisa lari-lari di sekolah," kekeh Caramel.

Daddy ikut tertawa dan mengusap lembut kepala Caramel. "Maafkan sikap Kenneth."

Caramel diam, tidak menjawab. Kepalanya hanya tertunduk dalam. Memaafkan, bahkan dia yakin Bara tidak mau dimaafkan. Cowok itu ingin sekali dibenci olehnya, entah karena alasan apa. Tidak jelas, semua serba abu-abu sekarang. Dia juga sekarang masih bingung dengan perasaannya sendiri. Membenci atau tidak.

"Dia bodoh, tapi Daddy yang membuatnya begitu," kekeh daddy dengan tawa sedih.

Kepala Caramel menggeleng. Dia berusaha menegakkan kembali kepalanya. "Kita remaja biasa Daddy. Kara sama Kenneth cuma nggak cocok, jadi kita putus. Daddy nggak perlu khawatir, hubugan Kara sama Kenneth masih baik-baik aja, kan dia Abangnya Kara."

"Oh benar-benar. Wajahmu memang seperti ayahmu tapi sifatmu dan caramu menanggapi masalah persis seperti bundamu. Daddy seperti melihat bundamu dalam versi muda," ucap daddy sambil terus mengusap kepala Caramel.

"Tentu saja, dia putriku," kekeh bunda.

"Daddy harap dia tidak menyesal saat kamu benar-benar membencinya," kata daddy.

Caramel terdiam lama dan tersenyum. "Kara nggak yakin bisa benci dia," katanya dengan senyum dan mata yang berkaca. Airmatanya menetes tapi dia segera menundukan kepalanya. "Maaf."

"Percayalah, dia akan kembali pada kita nanti," kata daddy.

Caramel menganggukan epalanya. "Cukup dia bisa kembali pada Daddy dan hidup tanpa kebencian, Kara ikut senang."

"Ahh jadilah putri Daddy," kekeh daddy.

"Aku sudah jadi putri Daddy sekarang," jawab caramel kembali tersenyum.

"Iya yang sebenarnya, menikahlah dengan dia nanti."

"Hey putriku masih kecil!" protes bunda lucu.

"Bodoh, kau mau membawa putri kecilku?" tanya ayah dengan wajah tidak terima. Ayah yang baru saja ikut bergabung karena sepagian ini sibuk di ruangan kerja seperti biasa meskipu ini hari libur.

"Tentu aku akan membawanya nanti, pegang kata-kataku," jawab daddy yakin.

"Hah itu hanya cinta monyet, siapa tau putriku nanti berpaling," jawab ayah.

Caramel tertawa geli dengan bunda mendengar perdebatan antara dua pria dewasa ini. perdebatan yang tidak penting dan dengan masalah yang tidak jelas. Ayolah, Caramel saja belum memikirkan tentang kedepannya. Baginya menikmati hidupnya sekarang itu lebih penting. Melakukan segala hal yang dia sukai.

"Oh berhentilah, kalian sekarang terlihat seperti anak kecil," kekeh bunda.

Caramel menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Dia menoleh ke jendela luar. Bagaimana hidup Bara yang selama ini selalu dipenuhi kebencian. Kenapa selama ini cowok itu bisa terlihat biasa saja. percayalah hidup seperti itu sangat berat. Dia bahkan tidak yakin bisa bertahan satu hari saja jika jadi Bara.

"Ada dua senyum yang gue tau. Senyum untuk menutupi rasa sakit dan senyum bahagia."

Itu kata-kata yang pernah Bara ucapkan. Waktu itu dia belum tahu rahasia yang Bara simpan seberat itu. Sekarang dia bisa mengerti makna dari ucapan itu. Jelas senyum Bara adalah jenis senyum palsu. Pura-pura bahagia itu melelahkan, dan itu bukan kata-kata biasa. Karena sekarang dia sedang berusaha melakukannya.

Caramel memilih untuk memisahkan diri. Dia pergi keluar rumah, di sana ada Rafan yang sibuk menyuci motor dengan Arkan. "Kara bantu yaa?"

"Ehh jangan-jangan! gue belom siap kalo harus liat motor gue rusak," tolak Arkan mentah-mentah. Terakhir mengizinkan Caramel membantu saat mencuci motor, motornya rusak karena jatuh.

Rafan terkekeh geli dan melempar spons pada Caramel. "Sini bantuin Abang aja."

Caramel memeletkan lidahnya pada Arkan dan membantu Rafan. Sebenarnya tidak berguna karena dia hanya mengusap bagian yang sudah bersih. Dia Cuma mau menghabiskan waktu agar tidak bosan dan agar tidak ingat pada Bara.

"Pagi tadi Bang Raka udah pergi sama Kak Chika sama Kak Lyza, mereka kemana?" tanya Arkan setelah selesai mengelap motornya.

"Kepo lo," kata Rafan cuek.

Arkan mencibir pelan. "Bang Raka sekali gaet dua, ngeri amat. Gue satu aja belom dapet."

"Siapa Bang? Tiffani? Niken? Arin?" tanya Caramel.

"Ck nggak maen sama mantan," keluh Arkan.

Rafan mendengus geli dan duduk di samping Caramel. "Gita, lo macem-macem sama dia bisa abis lo sama Ken."

Arkan melotot dan mengisyaratkan untuk berhenti mengucapkan nama Kenneth karena adiknya ini tingkat bapernya sedang tinggi. "Ra lo nggak apa-apa kan?"

"Nggak, kalian bahas Bara di depan gue juga gue nggak masalah," jawab Caramel santai.

"Maaf Abang nggak ngasih tau kamu dari awal kalau dia itu orang yang nolongin kamu," kata Rafan.

Caramel mengibaskan angannya. "Nggak penting juga. Kalau Kara tau dari awal Bara nggak akan mau deket sama Kara. Anggep aja kemaren itu hadiah dari Abang buat Kara. Kara seneng bisa sama Bara, sebentar tapi rasanya seneng banget."

"Ra.." kata Arkan.

"Hari ini gimana kalau kita main sepuasnya?" tanya Rafan mengalihkan pembicaraan.

"Main apa?" tanya Caramel.

"Apa aja," jawab Rafan sambil mengangkat bahu dengan senyum menyenangkan.

"Gimana kalau kita bakar-bakar ayam?" tanya Arkan.

Caramel mengangguk antusias. "Boleh tuh! ayamnya mana?"

"Yaa ayam-ayam lo lah," kekeh Arkan.

Caramel langsung melotot dan memukuli Arkan. Abangnya ini masih bernafsu untuk membantai ayam-ayam kesayangannya. Ayam lugu tanpa dosa yang ternistakan.

🍬🍬🍬

Hari senin adalah hari yang paling meyebalkan. Karena sudah nyaman dengan libur lalu harus kembali ke rutinitas semula yaitu sekolah. Dia sudah bilang bukan kalau sekolah bukan tempat menyenangkan lagi sekarang. Ditambah upacara di bawah teriknya matahari dan ditemani panjangnya amanah pembina upacara yang memiliki tahta tertinggi di sekolah ini sang kepala sekolah.

"Nggak bosen apa tiap upacara ngomongnya itu mulu," keluh Bella yang wajahnya sudah berkeringat deras.

"Kalo nggak gitu dia nggak dapet gaji," kekeh Deni.

Caramel mendengus geli dan kembali fokus ke depan, mendengar semua ucapan yang dia juga tidak mengerti. Yang penting perhatiin, daripada diseret ke depan gara-gara ngobrol. Malu banget.

Bella berjalan dengan makanan di tangan kanan dan kiri. Katanya dia mau balas dendam karena kemarin tidak bisa makan banyak karena disuruh diet ibunya. Setelah upacara selesai mereka memang pergi ke kantin, masih ada waktu setengah jam sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.

"Bell si Gio nggak nyamperin lo?" tanya Bimo.

"Cihh dia sih boro-boro mau, yah gue juga nggak ngarep hehe enakan gini kan? main sama kalian?" tanya Bella sambil mengangkat alisnya dengan senyum lebar.

"Uhh so sweet, jadi pengen jadiin lo pacar," kekeh Kevin.

"Iuhh," kekeh Caramel yang juga sibuk makan snack.

Deni yang berjalan di tengah Caramel dan Bella langsung merangkul bahu dua cewek itu. "Liburan tengah semester gimana kalo kita ke puncak?"

"Boleh tuh, terserah mau di villa siapa," jawab Caramel dengan senyum lebar.

"Nahh cakep, tinggal rencanain harinya ajakin aja Bang Arkan sama Bang Rafan," kata Rahmat.

"Yoi lo juga boleh ajak si Gio," kata Deni.

Bella mengibaskan tangannya. "Nggak usah, dia lebih suka di rumah daripada acara kumpul-kumpul."

"Yehh bilang aja nggak bisa bebas kalo diawasin," kekeh Kevin.

Bella tertawa dan menganggukan kepalanya. "Nah tu lo tau."

Bel masuk berbunyi nyaring. Segerombolan siswa masuk ke dalam kelas dengan wajah tidak ikhlas. Mungkin karena belum puas mengisi perut yang kosong atau tenggorokan masih terlalu kering akibat berdiri di bawah sinar matahari selama dua jam tadi.

Pembelajaran berlangsung seperti biasa. Guru mengaraj lalu setelah itu tugas diberikan. Caramel cuma bisa menyandarkan kepalanya ke meja setiap pergantian jam pelajaran. Lumayan mengistiahatkan otak sebelum guru mata pelajaran lain masuk ke dalam kelas.

"Hari ini lo balik sama siapa?" tanya Bella sambil merapikan buku yang bahkan masih bersih dari coretan.

"Sama Bang Raka mungkin, Bang Rafan sama Bang Arkan mau tanding basket sama sekolah lain nanti," jawab Caramel sambil menggigit pensilnya.

Bella menghela nafas panjang dan bertopang dagu menatap papan tulis tempat guru kimia menulis beberapa catatan yang tidak ada di buku paket. "Balik bareng aja yuk? naik metro mini apa angkot gitu."

"Kenapa lo?" tanya Caramel.

"Bosen gue bareng Gio, nanti lo main ke rumah gue. Ada Kak Tiara loh dia bawa oleh-oleh bagus pasti," kata Bella dengan girang.

Mata Caramel berbinar senang. "Bagus! siapa tau gue dapet parfum yang waktu itu Kak Tiara kasih."

"Iyaaa itu parfum wanginya enak banget asli," kata Bella.

"Wehh ajak-ajak dong kalo cerita!" potong Kevin.

"Idih," kekeh Bella.

Setelah jam pulang Caramel dan Bella langsung berjalan ke halte dekat sekolah. Biasanya kalau jam pulang begini akan susah untuk langsung dapat kendaraan. Jadi mungkin mereka akan jajan dan nongkrong dulu di sana.

Bella dengan setia duduk di dekat penjual gorengan. Matanya berbinar menunggu bakwan yang sedang digoreng. Bakwan yang dimakan hangat-hangat, ahh itu favoritnya.

"Biasa aja kali muka lo," kata Caramel.

Cowok jaket hitam dan celana abu-abu dengan motor besar putih berhenti di depan Caramel. Saat kaca helm berwarna hitam itu dibuka Caramel baru bisa mengenali cowok itu. "Defan?"

"Hey Ra hehe lama nggak ketemu," sapa Defan. "Woy Bel sibuk amat sih lo?"

Bella mengabaikan dua orang itu. "Ntar aja ngajak ngomong gue."

Caramel memutar bolamatanya. "Lo ngapain ke sini?"

"Nyari si Ken, gue sama dia harus pergi ke panti rehab," kata Defan.

Caramel mengerutkan keningnya. "Siapa yang direhab?"

"Ehh em," Defan mengusap tengkuknya sendiri. "Sorry Ra gue nggak bisa cerita."

Caramel semakin menyipitkan matanya. "Bukan Bara sama lo kan?? bukan kalian semua kan??"

Defan menggelengkan kepalanya. "Bukan, lo tenang aja."

"Baguslah," kata Caramel sambil menarik nafas lega. "Lo ke sana aja, mungkin Bara lagi sama ceweknya. Tadi gue liat tuh cewek udah nunggu di depan pager."

Defan tersenyum kecil dan menepuk bahu Caramel. "Bisa ngobrol bentar? di deket sini aja."

"Boleh," jawab Caramel. "Mbel ayo ke cafe seberang!"

"Ngapain?" tanya Bella yang asik melahap bakwan.

"Gue mau ngomong bentar Bel," jawab Defan.

Bella menatap Caramel dengan alis terangkat, tapi sahabatnya itu hanya mengangkat bahu dengan wajah bingung. Ngomong sebentar itu kiasan dari membicarakan masalah penting. Pastinya ini tentang Bara.

Mereka bertiga memilih tempat di dekat jendela yang menghadap jalanan. Pemandangan biasa tapi itu baik untuk menemani topik pembicaraan yang berat seperti sekarang. Caramel diam menunggu Defan bicara.

"Gue denger lo udah putus dari Ken," kata Defan.

Caramel menganggukan kepala. "Yaa gue sama dia selesai. Tapi tenang, lo sama gue masih tetep temenan."

Defan tertawa geli dan menganggukan kepala. Cowok itu melepas jaket hitam yang menutupi seragam putihnya. "Kira-kira tiga tahun lalu," gumamnya.

"Apa yang tiga tahun?" tanya Bella.

"Kenneth dateng," jawab Defan.

Defan menangkupkan jemarinya di atas datarnya meja kayu. Matanya menerawang jauh, mencoba untuk menggali ingatannya. "Gue anak satu-satunya. Bokap gue pengusaha nyokap gue desainer. Mereka selalu punya dunia sendiri dan lupa semuanya. Waktu itu gue masih bocah SMP yang punya temen-temen yang rusak."

Caramel dan Bella mendengarkan cerita itu dengan wajah serius sambil makan kentang goreng yang mereka pesan.

"Waktu gue hampir bener-bener rusak gue ketemu Bang Satrio, dia orang baik meskipun punya masalalu kelam. Dia mantan narapidana dengan kasus yang menyeramkan," kata Defan.

"Kasus apa?" tanya Caramel hati-hati.

"Penganiayaan dan pembunuhan istrinya sendiri," jawab Defan.

Caramel ternganga sama seperti Bella yang matanya sudah melebar. Itu sangat mengerikan. Ini bukan pembicaraan yang pantas dibahas di siang yang hangat ini. Mungkin lebih pantas saat acara jerit malam.

"Haha gue nggak bakal cerita kalau Bang Rio nyuruh gue ngerahasiain. Dia nggak malu, katanya biar semua orang tau kejahatannya biar semua orang benci dia karena itu hukuman yang setimpal."

"Serem yaa?" kata Bella.

Caramel menganggukan kepalanya. "Tapi ceritanya nggak asing."

"Buat semua orang mungkin mungkin Bang Rio itu nyeremin, tapi buat gue dia penolong. Kalau nggak ada dia mungkin gue udah jadi sampah masyarakat. Gue, Thomas, Roni sama yang lain itu anak-anak yang Bang Rio tolong dari jurang gelap."

"Orang tua lo?" tanya Bella.

Defan mengangkat bahunya. "Nggak tau, mungkin mereka nggak nyadar anak satu-satunya udah pergi."

"Hemm sedih yaaa," kata Bella.

Defan tertawa dan menggelengkan kepala. "Belom seberapa. Si Thomas, bokapnya pemabuk. Pulang cuma buat nyiksa ibunya sama si Thomas sampe ibunya nggak tahan terus mati bunuh diri."

Bella mengerjapkan matanya yang memanas. "Siapa yang naroh bawang disini?"

Defan tertawa dan mengacak rambut Bella. "Nangis aja nggak usah ngeles."

"Kalian orang hebat, gue nggak yakin bisa bertahan kalau ada di posisi kalian," kata Caramel.

"Kita besi yang udah ditempa panas bukan sekali dua kali. Berkali-kali, kalau lemah kita mati. Pilihannya cuma satu, bertahan dengan menjadi kuat," kata Defan lagi. "Satu tahun gue dapet keluarga baru, hobi baru, kehidupan baru. Sampe waktu itu Bang Rio bawa Kenneth."

"Kenneth," gumam Caramel.

Defan tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Ini yang mau gue ceritain. Dia keliatan beda dari Kenneth yang kita kenal sekarang."

"Beda?" tanya Caramel.

"Yaa dimatanya ada kemarahan, dia punya sisi misterius yang nggak bisa ditembus. Waktu itu Bang Rio nggak ngejelasin apapun selain bilang kalau Ken tinggal sendiri karna ibunya meninggal waktu ngelahirin Ken."

"Kenapa lo nggak nyoba nanya?" tanya Bella.

Defan menggelengkan kepala. "Setiap orang berhak punya privasi masing-masing. Dia udah kita anggep keluarga, kalau emang perlu dia pasti cerita semuanya."

"Dan gue tau sisi misteriusnya," gumam Caramel.

Defan mengangguk. "Itu alesan dia ngejauh. Ra kalau gue tau mungkin dia juga bakal ngejauhin gue, makanya dari dulu gue sama yang lain selalu pura-pura buta sama tuli."

Bella menghela nafas panjang. "Lo nggak apa-apa?" tanyanya sambil menepuk bahu Caramel.

Caramel tersenyum miring dan menggelengkan kepalanya. "Yaa gue nggak apa-apa."

"Buat sekarang biarin aja dia tenang dulu, jangan bikin dia makin jauh Ra," kata Defan.

"Gue udah nggak ganggu dia, buat apa? toh dia udah milih yang lain," sinis Caramel.

"Gue kenal dia lumayan lama, menurut gue cuma lo doang yang bener-bener jadi pacarnya tu anak," kata Defan.

Bella mengangguk setuju. "Bener banget, gue juga ngerasa perhatiannya Bara ke dia bukan main-main kaya yang Bara bilang."

"Loh lo kenapa bela si Bara?" tanya Caramel tidak terima.

Bella menggelengkan kepala. "Bukan bela, tapi itu faktanya. Kalo dia main-main gue pasti hajar tu orang!"

"Emang bisa?" ledek Defan.

"Hehe nggak sih, biar kedengeran keren aja," kekeh Bella. "Ahh elah sekarang gini yaa, Bang Rafan sama Bang Arkan juga bakal ngehajar Kak Bara kali kalo emang bener lo cuma dimainin."

"Nah bener," kata Defan.

Caramel menggigit bibirnya dengan wajah bingung. "Jadi Bara sengaja pacaran sama tu cewek biar gue nggak ngarep lagi?"

"Mungkin," jawab Defan.

"Wah keren, kaya drama nggak sih?" tanya Bella.

Caramel mengangguk setuju. "Iya bener, drama apa ya?"

Defan mendengus sambil menggelengkan kepala. "Dasar bocah." Dia bangkit dan memakai jajetnya lagi. "Gue harus pergi sekarang, semoga lo bisa balikin Ken. Yahh gue juga penasaran si Ken aslinya kaya apa," kekehnya.

Caramel tersenyum dan menganggukan kepala.

"Ehh lo mau nomernya Kak Tiara? anggep aja ini ucapan terima kasih buat cerita lo tadi," tanya Bella dengan mengangkat alisnya.

Defan terkekeh dan menggelengkan kepalanya. "Gue sama lo aja gimana?"

"Hah?" tanya Bella.

"Ckk nggak deh entar gue dihajar Rafan," jawab Defan sebelum berbalik pergi.

"Ihh tu orang aneh," keluh Bella.

"Lo yang aneh, otak lo sama gue sama-sama lamban," kekeh Caramel.

"Iuh," jawab Bella.

Caramel meminum susu cokelatnya sambil memejamkan mata.

Cokelat favoritnya, rasanya sulit untuk didefinisikan. Dalam bukunya Kaisar Cokelat atau Emperors of Chocolate, Joel Glenn Brenner menggambarkan riset terkini tentang rasanya. Menurutnya rasa cokelat tercipta dari campuran 1.200 macam zat, tanpa satu rasa yang jelas-jelas dominan. Sebagian dari zat itu rasanya sangat tidak enak kalau berdiri sendiri. Semua zat harus saling membantu untuk menciptakan sebuah rasa yang enak.

Cokelat selalu memiliki efek psikologis yang menyenangkan. Hebat bukan, hanya dari lelehan lemak kokoa yang memiliki suhu dibawah suhu normal tubuh manusia bisa membuat aktivitas otak dan debaran jantung meningkat. Luar biasa sangat cocok untuk menetralisir suasana hatinya sekarang.

"Terus gimana sekarang?" tanya Bella.

"Gue mau buat dia balik sama Daddy," kata Caramel. Itu satu-satunya yanga da dipikirannya sekarang. Mungkin itu juga yang akan membuat dia bisa menerima kalau hubungannya dengan Bara sudah selesai.

"Kayanya susah," gumam Bella.

Caramel mengangguk setuju. "Gue bakal deketin Bara lagi. Gue nggak mau Bunda sedih liat Bara begitu."

"Gimana caranya deketin dia? lo kan tau dia ngehindar terus," kata Bella sambil bertopang dagu.

Caramel tersenyum lebar. "Kayanya gue ada ide."

🍬🍬🍬

Pagi ini setelah datang ke sekolah, Caramel menunggu di dekat parkiran motor. Dia bersembunyi di balik semak-semak dekat pohon belimbing. Kalau tidak begini pasti Bara akan kabur sebelum memarkirkan motor.

Caramel tersenyum senang melihat Bara sampai. Cowok itu masih kelihatan ganteng dengan seragam acak-acakan dan rambut spikenya. Apalagi sekarang ditambah mata biru yang tidak ditutupi soflens.

Senyumnya langsung punah saat melihat ulat bulu yang ada di tangannya. Matanya melebar dan dia langsung berteriak kencang. "Huaa!!!!!" teriaknya sambil meloncat keluar.

Bara menoleh kaget.

"Ulet bulu," kata Caramel sambil menggaruk lengannya.

Bara menghela nafas dan langsung pergi mengabaikan Caramel yang sibuk sendiri. Cewek itu pasti sengaja menunggunya tadi. Dasar bodoh, cerobohnya tidak pernah hilang.

Caramel melotot kesal dan berlari menyusul Bara, masih dengan menggaruk lengannya yang sudah memerah. Dia berusaha mensejajarkan langkahnya dengan langkah Bara yang cepat. Cowok itu benar-benar menganggap dia tidak ada.

"Bara!" panggil Caramel yang nafasnya sudah setengah-setengah karena lelah.

"Urusan lo sama gue udah selesai," kata Bara tanpa menoleh.

"Belom!" kata Caramel lagi.

Bara baru menghentikan langkahnya. Cowok itu menoleh pada Caramel. "Apa lagi?"

"Bunda gue udah baik sama lo, lo nggak mau bales budi?" tanya Caramel.

Bara terdiam sebentar. "Oke, lo mau apa?"

Caramel tersenyum dan merapikan rambutnya yang tadi sempat acak-acakan karena bersembunyi. "Biarin gue ngikutin lo. Gue kan adek lo, lo yang bilang kan? mulai sekarang gue bakal panggil Abang."

Bara mengerjapkan mata, dia mendengus samar dan mencengkram tangan Caramel. "Jangan main-main Ra," desisnya menyeramkan.

"Aduh sakit Bara! Ehh Abang Ken," ralat Caramel sambil meringis.

"Lo tuh bebel ya? gue udah nggak tertarik sama lo," kata Bara.

Ucapahan itu memang sadis. Menusuk, tapi Caramel tetap senyum meski sebenarnya dia ingin menjambak rambut Bara. "Kan gue bilang gue mau ngikutin lo sebagai adek. Kata Bunda gue harus menjaga hubungan baik sama semua kakak gue."

"Gue nggak mau," tolak Bara.

"Lo harus mau! anggep itu balesan buat kebaikannya Bunda," kata Caramel.

Bara melepas cengkramannya dari tangan Caramel. "Terserah! silahkan ikutin gue. Tapi kalo lo capek jangan ngeluh."

Caramel mengangguk semangat. "Oke bye Abang!" katanya sebelum berbalik pergi. Dia pergi ke toilet sekolah dan melihat tangannya yang sakit. Cengkraman itu membuat tangannya biru.

Selama pelajaran Caramel terus melirik jam. Tidak sabar ingin istirahat dan mengikuti Bara lagi.

"Lo mau langsung ke kelas Kak Bara?" tanya Bella.

"Yoi," jawab Caramel.

"Ohh balikan?" tanya Deni.

"Doain," kekeh Bella.

Caramel mengabaikan pertanyaan-pertanyaan itu. Dia langsung berlari ke kelas Bara dengan senyum senang. Hari ini Rafan dispen jadi dia juga bisa bebas ada di kelas dua belas IPA satu itu.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Raya yang duduk di samping Bara.

Caramel lagi-lagi keduluan. "Hey Kak hehe gue cuma mau sama Abang Ken aja."

"Abang?" tanya Tio.

Caramel mengangguk. "Sekarang kita abang adek gitu. Hehe gemesin yaa?"

Bara merangkul bahu Raya. "Ntar malem lo jadi dateng?"

"Jadi dong," kata Raya.

"Oke," kata Bara dengan senyum senang.

Caramel mengepalkan tangannya tapi dia masih memasang senyum. Rasanya dia ingin mematahkan tangan Raya yang nempel terus di tangan Bara. Dasar gatel.

Selama istirahat Bara asik dengan teman-temannya. Dia mengabaikan Caramel yang masih diam dengan senyum manis seperti biasa. Cewek ini, batinnya.

"Woy Bara! Lo dipanggil Pak Ahmad," kata Noval.

Bara menoleh dan langsung pergi diiukuti Caramel. Langkahnya cepat ditambah kakinya yang panjang membuat Caramel kesusahan.

"Bara eh Abang tungguin gue!!" kata Caramel sambil berlari. "Lo tuh ngapain buru-buru sih? kebelet ya?"

Bara menatap tajam Caramel.

"Eh hehe bercanda," kata Caramel.

Langkah Bara makin cepat sampai Caramel kembali berlari dan jatuh di koridor. Dia meringis kecil sambil memegang lututnya, tapi melihat Bara berbalik dia kembali tersenyum.

Bukan menolong, Bara cuma melihat sebentar dan kembali berjalan dengan santai. Caramel cuma bisa menghela nafas dalam-dalam sambil mengelus dada. "Sabar-sabar."

"Apa lo liat-liat?!" bentak Caramel pada orang yang menatapnya.

"Capek banget kayanya," kekeh Bella yang menyambut Caramel yang sudah kembali ke kelas  dengan tawa geli.

Caramel mendengus kesal dan menyandarkan kepalanya di meja. Keningnya sudah berkeringat deras karena lelah. "Si Bara bener-bener."

"Hehe sabar bung, perjuangan cinta emang pait," kekeh Bella.

"Geli," kata Deni sambil tertawa.

Pulang sekolah ini Caramel langsung ke kelas Bara lagi. Masa bodo dengan sebutan lintah atau apalah yang diucapkan Raya. Disakitin dengan ucapan nyelekit Bara saja dia kuat apalagi cuma ucapan receh si Raya itu.

"Si Bara tidur Ra," kata Tio.

Caramel menoleh ke bangku Bara. "Ohh yaudah thanks yaa Kak," katanya sebelum menghampiri cowok yang masih memejamkan mata itu.

Pelan dia duduk di samping Bara. Dia meletakan tasnya ke meja dan bertopang dagu memperhatikan wajah tenang itu. Lebih bagus begini, kelihatan lebih rileks tanpa beban.

"Silahkan bikin gue benci, tapi semua usaha lo juga bakal sia-sia. Gue nggak bakal nyerah, lo mau lari terus juga gue nggak bakal nyerah. Gue bakal ngejar lo jatoh pun nggak apa-apa," kata Caramel pelan.

"Sekarang gue nggak takut lo benci gue, gue juga nggak takut lo ngehindar," kata Caramel sambil mengusap pelan kepala Bara.

"Gue lebih takut lo tiba-tiba ilang, nggak balik," gumamnya.

Caramel tersenyum dan merebahkan kepalanya di meja sambil menatap Bara. Helaan nafasnya perlahan teratur dan matanya terpejam. Ikut tertidur.

Bara membuka mata, dia mendengus pelan. "Bego!" katanya sambil mengacak pelan rambut Caramel.

Dia mengusap lengan Caramel yang memar kebiruan karena ulahnya tadi. Harus berapa kali dia membuat cewek ini berhenti. Caramel harus berhenti kalau tidak ingin babak belur sendiri.

"Berenti nyapein diri, lanjutin hidup lo," kata Bara lagi. Dia menelan salivanya. Pelan dan hati-hati dia mencium pipi Caramel.

Bara berdiri dan mengambil tasnya. "Take care," katanya sebelum pergi meninggalkan Caramel. Harus, meskipun sebenarnya dia masih mau duduk di samping cewek itu.

🍬🍬🍬

See you in the next chapter 😘😘😘😘

Jangan lupa follow ig mereka yaa

@kennethaldebaran

@caramelstarla

@rafansafaraz

@umbrellakirei

@arkanlazuard

Continue Reading

You'll Also Like

Darka 2 By Rani

Teen Fiction

3.1M 17.1K 7
[TELAH TERSEDIA DI TOKO BUKU SELURUH INDONESIA] Ada kalanya Tuhan sengaja. Membiarkan satu diantara kita lupa. Mungkin Tuhan tidak membiarkan kita me...
33.1K 1.1K 44
"lo yakin ga bakalan jatuh cinta sama gue? ". tanya seseorang yang membuat nya menoleh ke belakang. "maksud lo apa ngomong kaya gitu ke gue hah!!"...
Different By ping

Teen Fiction

10.8M 557K 55
CERITA TELAH DITERBITKAN Kiara Ifania : 1. Cantik ✔ 2. Pinter ✔ 3. Polos ✔ 4. Imut ✔ 5. Rokok ✘ Karrel Antonio : 1. Ganteng ✔ 2. Pinter ✘ 3. Nakal ✔ ...
Aldara By forkywoody

Teen Fiction

7.9M 33.2K 3
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] (Karakter, tempat dan insiden dalam cerita ini adalah fiksi) Hidup seorang remaja laki-laki yang menjabat sebagai Ketua Gale...