Sorry Not Sorry

By Levitt1806

4.7M 385K 12.9K

"Demi Tuhan, cuma modal rok kembang dibawah lutut yang bahkan uda lusuh dan blus polos yang gue yakin bahkan... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Meet The Casts
Meet The Casts (2)
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Special Part-Happy New Year
Special Part : Letting Go
Special Part-Confession
Part 28
Extra Part : Trapped
Spin Off : Denial
Extra Part : Birthday Present
Extra Part : 4 Years Later
Announcement-Promo
Live Talk
RAIHAN-SYIFA

Part 22

107K 10.5K 391
By Levitt1806

Ujian Akhir Semester resmi berakhir. Tugasku sebagai dosen untuk semester ini rampung sudah. Nilai-nilai mahasiswaku sudah kuberikan kepada pihak administrasi kampus. Mereka yang akan menginputnya di website.

Kalau ditanya apa aku baik-baik saja melewati hampir tiga minggu ini, tentu saja kujawab tidak. Melihat Kahfi di ruang dosen, laboratorium, gedung kampus, atau parkiran menyebabkan dadaku makin nyeri.

Dia memang jagonya menjaga mood. Dia tak terlihat kesal padaku. Maksudku, dia bersikap biasa saja. Menyapaku ketika berpapasan, pamit jika akan pulang duluan, atau hal-hal semacamnya. Tindakannya itu yang membuatku semakin yakin kalau sepertinya cuma aku yang tersakiti disini.

Bu Anita sadar akan perubahan perlakuan Kahfi ke aku. Kahfi memang manis pada semua orang, tetapi sebelum pertengkaran kami, semua juga tahu kalau dia ekstra manis padaku. Saat Bu Anita bertanya apa yang terjadi, aku cuma memberi seulas senyum tipis.

Aku pamit pulang pada Bu Anita. Cuma dia dosen yang ada di ruang guru saat itu. Dia masih sibuk dengan berbagai lembar jawaban. Dia cuma mengangguk. Kulangkahkan kaki menuju parkiran.

"Kak, makasih ya buat nilainya," Rio berucap saat kami berpapasan di pintu ruang dosen.

Kami berjalan bersisian. Dia mengikutiku. Aku tak peduli.

"Wajahnya galau mulu," dia pasti mengejekku. Dasar bocah tengil sialan.

Tak kugubris. Biarin dia ngomong sendiri.

"Sebagai ucapan terima kasih, aku mau traktir Kakak makan. Gimana? Ntar kita bakal pisah satu bulan lho, Kak. Yakin nggak bakal kangen aku?"

Aku menghentikan langkah lalu memalingkan wajah padanya. Dia tersenyum lebar. Tak merasa bersalah sama sekali. Ini anak memang minta dikuliti.

"Mau?" tanyanya lagi.

Kutatap matanya tajam. Aku menarik napas, lalu membuangnya, kemudian berjalan lagi.

Dia masih mengekor. Ya Tuhan!

Aku menekan kunci mobil. Kutarik handle pintu, tetapi pintu mobilku ditutup kembali. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Rio.

"Mau kan, Kak? Mau dong," pintanya dengan mengatupkan kedua tangannya di depanku. Dia memohon seakan aku dewa. Ngerti maksudku, kan?

Aku menghela napas. Baiklah. Kalau nggak dituruti, bisa nggak tenang hidup aku.

"Yasudah. Tapi sekarang," balasku sambi memasang senyum miring.

Wajahnya melongo. Kan, pasti dia nggak bisa kalau sekarang.

"Oke," dia mengacungkan dua jempol padaku.

Mataku terbelalak. Shit. Tanpa izin, Rio memutar menuju kursi penumpang lalu masuk ke dalam mobilku. Dia duduk santai sementara aku membawa mobil meninggalkan kampus.

"Mau kemana?" tanyaku ketus.

"Pilihannya cukup sulit, Kak," Rio menggumam.

"Emang apa?"

"Antara KFC dan McD. Kakak suka yang mana?"

Aku menepuk kening. Ya Tuhan. Aku kira dia bakal traktir di cafe-cafe yang bertebaran di Kemang atau Senopati.

Masih memasan wajah ketus, aku berkata, "saya nggak makan junk food."

Dia nyengir. Nyengir andalannya. Aku bahkan sampai mengelus dada meladeni tingkah absurd bocah ini.

Ngidam apa ya dulu emaknya? Kok anaknya tengil banget gini.

"Ke PI aja, deh. Banyak pilihan disana. Sekalian temani aku cari sesuatu. Boleh kan, Kak?" dia memasang tampang sok polos yang malah bikin aku pengen nonjok mukanya.

Aku tak menjawab tapi memilih menuruti saja perintahnya. Mau bagaimana pun, Rio ini mahasiswa favoritku. Juniorku sejak dulu. Rajin bantuin aku saat nyusun TA.

Setelah memarkirkan mobil yang syukurnya belum begitu padat, kami memasuki Plaza Indonesia. Keliling-keliling menentukan tempat makan, akhirnya Rio memutuskan untuk makan sushi hari ini. Aku nurut.

Sambil menunggu pesanan, aku mengecek ponsel. Ada pesan dari Kadek. Katanya aku harus datang di acara wisudanya minggu depan. Kubalas oke. Akhirnya Kadek beneran menyelesaikan program S2nya. Aku turut senang.

"Kok bisa baik banget sih, Kak, kasi aku nilai B?" tanya Rio memecah keheningan.

Bola mataku berputar. "Terima aja, gak usah banyak tanya."

Dia cekikikan. "Nggak nyangka lho aku. Kirain C. Nggak nyesal jadi komting."

Pesanan kami datang. Dua porsi sushi, segelas teh melati dan jus jeruk.

Rio langsung menyantap sushinya. Dia kelaparan banget kayaknya. Aku memilih menyesap tehku terlebih dahulu. Haus juga.

"Makan, Kak. Gratis lho ini," dia masih saja mengoceh. Heran.

Aku mengambil sumpit, mencomot sepotong, lalu memasukkannya ke dalam mulut.

"Kami sekelas nggak ada yang gagal, lho. Baik banget ya dosen aku yang satu ini," Rio kembali membuka obrolan.

"Ya emang kalian semua pantas lulus," balasku sekenanya.

Aku nggak berbohong. Memang mereka pantas lulus, kok. Nilainya cukup semua. Kebanyakan karena ditolong oleh tugas dan kuis, jadi saat mengerjakan ujian, mereka sudah terbiasa.

Dia mengangguk-angguk.

"Kak, sorry banget nih, ya. Tapi kok gue ngerasa belakangan ini elo kebanyakan diemnya?"

Rio sudah kembali dengan gue-elo nya.

Aku mencibir. "Sok tahu banget lo."

Dia tergelak. "Jangan bilang ke gue, lo dan Pak Kahfi end?"

Aku tak menjawab. Tiba-tiba saja sushi ini berubah hambar, nggak senikmat saat di awal aku memakannya.

"Beneran? Padahal gue bercanda," dia berceloteh lagi. "Oh iya, gue juga mau minta maaf soal kuis dadakan yang lo buat beberapa minggu lalu, Kak. Lebih ke tuduhan gue soal lo yang bakal nggak profesional."

Sumpit yang ada di tanganku terlepas. Aku menatapnya tajam. Beneran, ya, aku paling nggak suka soal kejadian itu. Emang mereka pikir aku anak kecil yang nggak bisa bertingkah sesuai situasi dan kondisi?

"Ternyata, lo tetap dosen plus senior favorit gue. Hal yang sama berlaku buat gue, kan? Gue tetap mahasiswa plus junior favorit lo?" tanyanya dengan senyum yang bikin aku mau tak mau memberikan senyum tipis.

Aku menatap sushiku yang setengahnya saja belum habis. Sementara Rio, kayaknya dia mau pesan seporsi lagi.

"Apa gue kelihatan sechildish itu,ya? Sampai semua orang mikir gue bakal berbuat yang nggak-nggak ke Sekar?" aku bertanya frustrasi.

Rio terdiam mendengarnya, mungkin merasa bersalah.

"Asal lo tahu, butuh usaha yang gede banget untuk bisa menekan ego gue soal kejadian kemarin. Cara kalian menuduh gue, buat gue merasa kalau gue memang tetap cewek manja yang nggak bisa berpikir rasional," kukeluarkan semua unek-unek.

"Kak, bukan gitu maksud gue—"

Aku mengangkat tangan, pertanda agar dia jangan menyela perkataanku.

"Gue uda dewasa, 25 tahun. Nggak akan gue berbuat yang macem-macem ke cewek kesayangan kalian itu. Tapi kayaknya memang di otak kalian semua, gue memang begitu. Egois dan gak logis. Beda kan sama dia, beda banget. Dia mah nggak bakal bikin kalian repot-repot begini. Kalau pun repot, kalian bakal dengan senang hati direpotin sama cewek kalem, mandiri, dan nggak banyak tingkah macam dia."

Ucapanku sarat kekesalan dan rasa kecewa. Sedih banget rasanya. Dituduh bertindak kekanakan.

Rio tak berkomentar. Dia benar-benar menuruti permintaanku untuk nggak menyela ucapanku.

"Tapi kejadian itu buat gue sadar, ternyata jadi diri sendiri nggak membuat kita mendapatkan sayang yang tulus dari seseorang. Kita harus berubah menjadi sosok ideal yang mereka impikan, baru kita bisa dapatin sayang dan cinta yang sering diagung-agungkan itu," aku kayaknya mulai ngelantur. Tapi nggak papa deh. Lagian ini Rio juga. Bukan orang asing.

"Sekar dengan kepribadiannya yang menyenangkan, membuat semua orang terutama lo dan Kahfi memandang gue selalu salah. Emang kenapa sih kalau gue mengutarakan emosi gue? Emang perempuan nggak boleh begitu, ya?" aku mencecarnya.

Tenggorokanku tercekat. Sepertinya aku hampir menangis. Tapi kutahan. No, nggak lagi deh aku nangis-nangis nggak jelas.

Kami terdiam. Rio cuma memandangku dengan sorot mata yang cukup sulit diartikan. Entah iba atau memang dia turut merasakan kesedihanku.

Aku menyesap tehku. Enak. Setidaknya teh ini bisa menenangkan debaran jantungku.

"Oh iya, satu lagi. Gue tahu kok kenapa lo ngajak gue ke PI," lanjutku lagi yang membuat kening Rio mengkerut. Aku tersenyum masam. "Lo mau nyari hadiah buat Sekar yang minggu depan sidang, kan?"

Rio nggak menjawab, berarti iya.

"Lo mau kasih apa emang? Tapi ya, Yo, cewek kalau sidang mah senengnya dikasih bunga, bunga hidup kalau bisa. Emang di PI ada bunga?" aku terkekeh. Kekehan sedih.

Aku menandaskan tehku. Sementara sushi itu, tak mau lagi kusentuh.

"Mungkin sekarang, bukan cuma lo yang lagi kelabakan mau cari hadiah apa untuk Sekar. Teman-teman lo yang lain pasti ngelakuin hal yang sama. Dan Kahfi, mungkin dia sekarang sudah pesan mawar putih 30 tangkai dari toko bunga paling laris se Jakarta, minta dirangkaikan secantik mungkin untuk gadis idamannya," aku menggumam nggak jelas.

Rio menggeleng. "No, Kak. Stop it, please. Nggak ada yang mikir begitu."

"We're over. Dia bilang, aku nggak pernah percaya sama dia. Dan dia bilang, aku nggak benar-benar serius dengan apa yang kita jalani. Sialan. Kalau emang kepincut sama mahasiswa sendiri, kenapa pake ngedeketin gue segala? Setan emang dia," aku mengoceh lagi.

Rio memanggil pelayan, minta bill. Kubiarkan saja. Setelah pelayan datang, Rio mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya pada si pelayan.

"Kak, kita pulang, yuk. Gue anterin lo sampe rumah," ucapnya begitu dia sudah mendapatkan kembalian.

Aku menggeleng lemah lalu terkikik. "Yang ada gue yang anterin lo balik. Kan lo gak bawa kendaraan. Motor masih di kampus, kan?"

"Itu perkara gampang. Kita balik, yuk."

Aku menurut saja. Kami berjalan dalam diam. Tatapanku kosong. Kalau bukan Rio yang menarik tanganku, mungkin aku sudah menabrak kolom bangunan.

Kami tiba di pelataran parkir. Rio meminta kunci mobil. Kuberikan saja padanya. Dia membawa mobilku. Aku duduk dalam diam, pandangan kularikan keluar jendela. Kutatap juga langit Jakarta yang sedikit mendung. Mirip suasana hatiku.

"Rumah lo masih yang di Kebayoran kan, Kak?"

Aku mengangguk. Untuk memecah keheningan, Rio memutar radio di mobil. Sialnya lagu Jet yang Look What You've Done mengalir merdu.

Mataku terpejam. Lagu itu kan ringtonenya Kahfi. Jet kan salah satu band favorit kami. Siaaaaal.

Aku mematikan radio. Kahfi menoleh sebentar padaku, lalu mengalihkan lagi pandangannya ke depan.

Look what you've done?

Itu pertanyaan yang paling pas kulanturkan ke Kahfi. Dia harus tau kalau dia uda memporakporandakan hatiku. Aku yang selama ini nggak pernah tersakiti, aku yang selalu jad queen bee, tiba-tiba merasa kecil banget di hadapan dia.

"Kak," Rio memanggilku ragu-ragu. Kami terjebak macet di salah satu jalan arteri. Dia menoleh padaku.

Aku bergeming.

"Lo jangan pernah menganggap diri lo kecil, ya. Nggak ada yang mikir begitu, kok. Apalagi gue. Soal Pak Kahfi, gue yakin cuma salah paham."

Aku mencibir.

"Gue minta maaf lagi deh soal gue yang sempat mikir lo nggak profesional dan sebagainya," dia berkata lagi. "Namanya juga manusia, kan nggak pernah luput dari kesalahan dan dosa."

"Kok lo sok ceramah-ceramah kayak Mamah Dedeh?" celotehku.

Rio tergelak. Benar-benar tergelak sampai matanya mengeluarkan cairan bening.

Wah, dia kayaknya kesambet nih. Kena setan dari mana ya? Masa dari tempat makan sushi?

"Lo sehat?" tanyaku lagi.

Dia menggeleng dengan tawa yang mereda. Dia menyunggingkan senyum padaku. "Gue senang dengan pilihan kata lo, Kak."

Aku mengernyit. Apa coba maksudnya ini bocah tengil?

"Ini nih Kak Renata yang gue kenal, yang kalau ngomong suka bikin orang kelimpungan. Tadi, di resto sushi, gue kira gue lagi jalan sama entah Renata yang mana. Ya kalau Renata Kusmanto gue nggak nolak," dia terkekeh lagi. Aku pukul lengannya.

"Percaya sama gue, Kak. Ini cuma salah paham. Lo pasti bisa menyelesaikan ini semua. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, kan?"

Aku terdiam.

Rio menjalankan kembali mobil. Setelah satu jam lebih di jalan, kami akhirnya sampai di depan rumahku.

"Lo pulangnya gimana?" tanyaku akhirnya. Motor dia kan masih di kampus.

"Pesen Gojek aja gue," sahutnya yang menghentikan mobil tapi tidak mematikannya. Dia sibuk dengan ponsel.

Aku memilih menemaninya yang sedang menunggu ojek online. Tiba-tiba aku melihat seorang gadis turun dari motor, memberikan helm pada si driver, lalu berjalan mendekati pagar rumahku.

"Itu....," aku menunjuk sosok tersebut dengan jari tangan, membuat Rio mengikti arah jariku. "Itu Sekar, kan?"

Rio mengangguk. Dia mematikan mesin mobil, lalu keluar. Kuikuti langkahnya.

"Hei, kamu ngapain disini?" Rio menyapa Sekar dengan memegang pundaknya.

Sekar berbalik. Dia tak dapat menyembunyikan keterkejutan. Dipilin-pilinnya kaos ungu yang dikenakannya.

"Aku...aku...mau ketemu sama Kak Renata, Yo. Selamat sore, Kak," sapanya singkat.

Aku tersenyum kecil.

"Kamu kalau mau kesini kenapa nggak bilang aku? Kan bisa aku anterin," Rio bertanya lembut kepada gadis pujaannya itu.

Aku mencebik. Dasar. Uda ditolak tetap aja baik.

"Iya, maaf...tadi aku...aku...," Sekar benar-benar gugup. Dia sekarang malah menundukkan kepalanya.

Rio mengacak-acak gemas rambut hitam Sekar. Aku membuang muka.

Sebuah klakson motor terdengar. Kami sontak berbalik. Ojek online. Sepertinya pesanan Rio.

"Yasudah, aku balik dulu, ya. Kamu pasti mau ngucapin terima kasih ke Kak Renata, kan?" tanya Rio lalu Sekar mengangguk. "Silakan. Kalau pulangnya lama, hubungi aku supaya jemput kamu, ya."

Sekar lagi-lagi mengangguk. Rio berkata, "Kak, gue cabut dulu, ya. Assalamualaikum,"

Kami kompak menjawab salamnya. Setelah Rio pergi, aku menatap Sekar dingin.

"Ada perlu apa kamu datang ke rumah saya?"

***

Continue Reading

You'll Also Like

976K 47.5K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
1.5M 61.6K 19
(Reading list cerita pilihan bulan Februari 2022 @wattpadromanceid) Sebagai penata rias di salah satu rumah produksi besar, Zanna sangat mengetahui k...
523K 898 5
Kumpulan Cerita Pendek, penuh gairah yang akan menemani kalian semua. 🔥🔥🔥
392K 38.2K 67
❝ Is it okay to marry the groom before their love bloom? ❞ The Proposal - 2020