The Boy With A Fake Smile

By indahmuladiatin

27.5M 1.5M 223K

#1 in Teenfiction # 1 in Fiksiremaja #1 in Fiksi #1 in Love (SELESAI) FOLLOW DULU SEBELUM BACA Dia Kenneth Al... More

Prolog
BAB 1 - The Unlucky Day
BAB 2 - I'm Not Alone
BAB 3 - Changed
BAB 4 - The Star
BAB 5 - Who Is He?
BAB 6 - The Mysterious Guy
BAB 7 - Bad Rumors
BAB 8 - Beautiful Rain
BAB 9 - Where Is He?
BAB 10 - Worried
BAB 11 - Annoying Holiday
BAB 12 - Jealous (?)
BAB 13 - Beach With The Star
BAB 14 - Refrain
BAB 15 - She is Elyza
BAB 16 - Kenneth Aldebaran
BAB 17 - He's Mine
BAB 18 - Like a Star
BAB 19 - Sad Moment
BAB 20 - The Angel
GIVEAWAY NADW!!!
BAB 22 - Sick
BAB 23 - The Secret
BAB 24 - Fake Smile
BUKAN UPDATE
BAB 25 - Give up? It's Not Me
BAB 26 - An Answer
BAB 27 - Become Better
BAB 28 - Commotion
BAB 29 - In Hospital
BAB 30 - Good Moment
BAB 31 - Gita's Secret
BAB 32 - The Winner
OA LINE TBWAFS
BAB 33 - New Idol
BAB 34 - Anger
BAB 35 - Do you Remember Me?
BAB 36 - Say Sorry
BAB 37 - No One Understands
BAB 38 - I Don't Wanna Go
BAB 39 - Stay With Me, Please
BAB 40 - Haunted by Guilt
BAB 41 - Still Waiting
BAB 42 - Missing You
BAB 43 - Little do you Know
BAB 44 - Happy Graduation
BAB 45 - See You
Pengumuman
BAB 46 - I'm Okay
BAB 47 - Emergency Time
BAB 48 - Indecision
BAB 49 - Pulse
Giveaway!!!
BAB 50 - The Wedding
Picture & Pengumuman
PENGUMUMAN
CERITA BARU
Q n A (1)
Attention
INFO GRUP INPLAYERS
JOINT GRUP INPLAYERS
He Always be the Legend
He Always be the Legend (2)
Spoiler Layout
Anatomi, Fisiologi, dan Si Mata Biru
PRE ORDER TBWAFS

BAB 21 - I Hate You

389K 28K 3.5K
By indahmuladiatin

Halooo ngaret kebangetan.

Mohon maaf karena memang benar-benar padat.
Oh yaa jangan lupa follow ig ku : @indahmuladiatin

Happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😘

🍬🍬🍬

Caramel merapikan rambut panjangnya. Di depannya ada cermin besar toilet sekolah. Pantulan wajahnya terlihat menyeramkan dengan lingkaran hitam yang mengganggu.

"Lo yakin Ra?" tanya Bella untuk yang keberapa kalinya.

"Yakin, udah lo diem aja. Gue bisa jaga diri," kata Caramel setelah menghela nafas. Dia sudah yakin. Sangat amat yakin.

Bella berdecak kesal. Bukan masalah itu yang dia khawatirkan. Dia juga tahu kalau Caramel bisa menjaga diri sendiri mengingat bagaimana cewek itu melawan beberapa orang di depan sekolah waktu itu. Masalahnya adalah kalau sampai abang-abangnya tahu kelakuan Caramel. Dia pasti akan ikut terseret.

"Gue ikut deh," kata Bella.

Caramel mengerutkan keningnya. "Jangan! lo kan larinya lambat. Kalau orang-orangnya lebih jago pasti gue pilih kabur. Takutnya kalau bawa lo nanti gue harus ngebopong lo," katanya jujur.

"Sial!" kata Bella sambil menabok lengan Caramel.

Pulang sekolah ini Caramel langsung kabur ke toilet sebelum Bara datang ke kelas. Dia sudah sepakat dengan Bella untuk bohong pada Bara agar cowok itu pulang duluan. Mudah-mudahan saja berhasil mengingat mereka selalu gagal kalau sedang berbohong.

"Woy!" kata Bella setelah masuk ke toilet.

"Gimana? Bara percaya?" tanya Caramel.

Bella menganggukan kepalanya. "Tadi gue udah cek langsung. Dia udah balik sama Bang Rafan."

Caramel menghela nafas lega. Dia menyandarkan punggungnya ke dinding. "Bagus deh, yaudah tolong bawain tas gue yaa? mereka kan taunya gue nginep di rumah lo hari ini. Besok gue ambil."

"Lo mau langsung berangkat? ini kan belom malem?" tanya Bella.

Hari ini Caramel ingin pergi ke tempat itu. Tempat dimana dia bertemu dengan Bara sebagai the angel untuk pertama kali. Yah kalau memang Bara itu adalah si angel yang menyelamatkan dia.

Caramel sudah menceritakan semuanya pada Bella. Sahabatnya itu juga sangat kaget. Sepertinya dunia sangat sempit. Dari mulai Bara adalah Kenneth putra dari daddy Gavyn sampai Bara adalah orang yang selama ini Caramel cari.

"Gue ke sono buat nanya dulu, malem apa aja tu gerombolan lumut nongkrong di sono. Kalo malem ke sono terus mereka nggak ada, gue mau ngapain?" tanya Caramel.

"Nyikat jalanan," jawab Bella. "Yaudah gue balik dul deh. Jangan lupa jalanan rumah gue yaa.." katanya sambil melambaikan tangan dan keluar dari toilet.

Caramel langsung menyusul Bella. Dia juga tidak berani sendirian di toilet apalagi sekolah sudah mulai sepi. Kalau ada hantu dan teman-teman di hantu bagaimana nasibnya nanti.

"Tumben nggak pulang bareng Bara?" tanya Deni yang sepertinya baru dari kantin belakang dengan teman-temannya. Yah sudah pasti gerombolan itu merokok karena biasanya ada aja penjual yang menyelipkan rokok untuk dijual.

"Gue mau mampir kemana-mana dulu. Boleh nebeng nggak?" tanya Caramel dengan wajah sok manis.

"Goceng ya?" tanya Deni dengan alis terangkat.

"Cih, lo tukang ojek?"

"Ohh jelas bukan. Kalo tukang ojek gue minta tarif lebih," jawab Deni dengan wajah menyebalkan.

Caramel mendengus geli dan merangkul bahu Deni. Wajahnya dibua prihatin dengan senyum tertahan. "Jika selembar goceng bisa menyelamatkan duniamu. Aku ikhlas."

Deni tertawa geli dan menoyor kepala Caramel. Cewek ini memang konyol, karena itu dia betah berteman dengan Caramel. "Yaudah ayo!"

Tempat itu tidak terlalu jauh dari rumah Bella. Caramel sudah memperhitungkan kalau-kalau nanti anggota geng si lumut makin bertambah, mungkin dia akan lari ke rumah Bella. Capek tapi itu lebih baik daripada dia mati konyol.

"Sampe sini?" tanya Deni.

"Yoi," jawab Caramel.

Deni menoleh ke kanan dan kiri. Keningnya berkerut dalam. "Di sini kagak ada apa-apa. Lo ngapain ke sini?"

"Ada urusan bentar. Yaudah thanks yaa, lo balik aja sono!" kata Caramel sebelum pergi.

Caramel menghampiri warung kecil pinggir jalan. Di sana ada seorang ibu dengan daster bermotif bunga-bunga dan rambut digulung ke atas. Wajahnya seperti tidak bersahabat tapi dia akan coba bertanya dulu.

"Misi Bu," kata Caramel sebelum duduk di kursi kayu yang ada di samping warung.

"Iya Neng, mau beli apa?" tanya ibu itu ramah.

Caramel menghela nafas lega. Ternyata ibu ini tidak menyeramkan. Dia tersenyum tipis. "Aku mau minuman dingin deh."

"Bu di sini kalau malem suka ada geng-geng gitu ya?" tanya Caramel setelah beberap kali berbasa-basi.

"Yahh gitu Neng, biasa lingkungan sini kan lumayan sepi. Jadi jalanan suka dipake buat balapan-balapan," jelas ibu itu sambil merapikan beberapa kue yang baru saja dikirim.

Caramel menganggukan kepalanya. Akhirnya dia bisa bertanya lebih lanjut. "Hemm kira-kira setiap malem apa ya di sini ada balapan?"

Ibu itu menoleh dengan wajah bingung. "Kayanya malem ini mereka juga pasti bakal dateng. Ada apa Neng?"

"Ehh hehe nggak cuma nanya aja," kata Caramel sambil meringis kecil.

Dia sudah mendapatkan jawabannya. Malam ini juga berarti dia bisa datang ke tempat ini. Helaan nafasnya memberat. Bayangan dijauhi Bara memang menyeramkan tapi dia juga ingin tahu kebenarannya. Terlebih bunda, dia harus membawa Bara pada bunda.

Caramel mengenakan pakaian santai yang dipinjam dari Bella. Dia menggunakan topi baseball milik bang Dirga yang diwariskan secara paksa untuk Bella. Sepatu kets juga sudah dia gunakan. Persiapan kalau nanti harus berlari agar tidak ada insiden sendal putus dan lain sebagainya yang kelihatan konyol.

"Gue berangkat," kata Caramel.

"Ati-ati lo," pesan Bella.

Caramel memutar bola matanya melihat wajah sahabatnya yang kelihatan sangat khawatir. "Gue bukan mau berangkat perang Mbel!"

"Tapi lo pernah dikeroyok sama mereka!" omel Bella.

Caramel menghela nafas panjang. "See gue keliatan nikmatin banget kan? anggep aja gue dora yang lagi jalan-jalan sama monyetnya."

"Sarap," keluh Bella.

"Hehe tenang aja, pokoknya nanti gue bakal langsung kabarin lo," kata Caramel sambil merangkul bahu Bella.

Caramel pergi ke jalanan itu dengan berjalan kaki. Anggap saja sebagai pemanasan. Sebenarnya dia juga takut. Sedikit, karena yang paling dia takutkan bukan dihajar atau apa. Dia takut kalau harus membuat ayah dan bunda khawatir.

Dia sampai di dekat persimpangan jalanan yang dia tuju. Suara-suara motor besar sudah mulai terdengar. Toko-toko pinggir jalan juga sudah tutup. Menyisakan cahaya lampu dari beberapa pekarangan toko.

Caramel melirik jam tangannya. Sudah hampir tengah malam. Ini bukan acara pesta di dalam film cinderella. Dia tidak perlu takut dengan jam dua belas malam.

Suasananya tidak jauh berbeda dari saat pertama kali dia lewat dan bertemu gerombolan ini. Hanya saja sekarang ada beberapa perempuan dengan pakaian yang menurutnya tidak sopan. Ditambah motor yang sepertinya makin banyak.

Caramel berdeham beberapa kali untuk mengurangi rasa gugupnya. Dia berjalan dengan bahu tegap tanpa keraguan padahal nyalinya menciut sejak kembali melihat wajah-wajah yang sempat mengeroyok dirinya waktu di depan sekolah. Tidak dia tanggapi pandangan heran orang-orang di sekita. Hingga langkahnya berhenti di depan orang yang sibuk bicara dengan perempuan yang sedang memegang botol minuman.

"Hey Om," sapa Caramel.

Laki-laki dengan rambut hijau itu menoleh. Matanya melebar dengan wajah pucat. "Ng-ngapain lo di sini?"

Caramel mengerutkan keningnya. Dia melangkahkan kakinya untuk sedikit mendekat tapi si lumut mundur tiga langkah dengan wajah ketakutan. Lagi Caramel maju satu langkah dan orang itu kembali mundur tiga langkah.

"Stop! ini kenapa sih?" tanya Caramel bingung. Harusnya dirinya yang takut, bukan orang ini. Iya kan.

"Kita nggak ganggu lo! jangan deket-deket!" kata si lumut.

"B-bos!!! dia kan??" tanya si botak yang waktu itu ikut menghajar Caramel.

Ingat kelakuan si botak Caramel jadi ingin menjalankan niatnya untuk membuat orang ini memakai rok. Lihat saja, masa hanya melihat dia, si botak sudah pucat pasi. Demi seluruh makanan kantin sekolah yang enak, kenapa orang-orang ini takut padanya. Apa sekarang dia sudah lebih menyeramkan daripada ketua geng motor.

"Jangan ganggu kita!" kata lumut.

Caramel memutar bola matanya. Oke percuma bicara dengan kumpulan orang aneh ini. Sepertinya kalau dia tetap mendekat maka mereka akan lari terbirit-birit. Lebih baik dia memasang wajah sok jago agar lebih berwibawa.

"Oke gue nggak akan ganggu kalian! tapi gue mau nanya dulu, dimana si angel sering balapan?" tanya Caramel langsung.

Kumpulan orang di hadapan Caramel saling menatap dengan wajah bingung. Masalahnya yang mereka tahu cewek ini adalah pacar dari orang yang mereka takuti itu. "Susah, nggak tentu dimana. Tapi kami tau tempat dia dan teamnya."

Caramel tersenyum tipis. "Anter gue ke sana."

"Hah?"

Ketempelan, kerasukan, kebanyakan sesajen atau apapun itu Caramel tidak peduli. Dia senang karena semua tidak seseram yang dia bayangkan. Tidak perlu ada maraton malam dan acara tanding bebas.

"Udah pasti ada di sini?" tanya Caramel penasaran.

"Pasti, sebentar lagi ada pertandingan yang lumayan besar," jelas si  botak. Oke kali ini dia memaafkan kesalahan botak itu. Mungkin lain kali dia akan memberikan hadiah minyak penumbuh rambut untuk orang itu.

Caramel menatap tempat billiard yang waktu itu dia datangi dengan Bella. Jadi benar motor hitam itu adalah motor yang pernah dia naiki. Dia duduk di kursi dekat pohon, menunggu Bara keluar dari sana.

Udaranya dingin dan baju Bella tidak terlalu tebal. Caramel bersedekap dengan wajah kesal. Kapan Bara akan keluar. Dia melirik jam tangannya, sudah hampir satu jam dia menunggu di sini.

Kalau bukan untuk hal penting ini. Kalau bukan untuk cowok itu, pasti dia akan memilih untuk tidur saja di rumah dan pura-pura tidak tahu. Toh dia sudah bahagia dengan statusnya sekarang.

Caramel menyipitkan matanya melihat Defan keluar dari sana dengan Thomas. Dia langsung bersembunyi di balik tong sampah. Sial, harusnya tadi dia melompat ke arah pohon. Sekarang dia harus menahan nafas karena bau sampah yang menyengat.

"Langsung ke sana aja," kata Defan.

"Sipp," jawab Thomas.

Caramel mengerutkan keningnya, mereka mau pergi kemana. Kenapa Bara tidak ikut. Dia memperhatikan Defan yang sudah menaiki motor yang sering Bara gunakan dan Thomas yang duduk di belakang Defan. Kalau sampai Bara tidak ada di sini berarti sia-sia dia kedinginan dan menjadi santapan nyamuk sejak tadi.

Beberapa orang menyusul keluar dan langsung naik ke motor masing-masing. Caramel langsung menghampiri orang yang paling dekat dengan dia. Cowok yang posturnya besar itu menutup hidungnya.

"Ehh hehe gue bau ya? maaf," kata Caramel sambil meringis kecil.

"Lo siapa?" tanya cowok itu.

Caramel mengerjapkan matanya. "Temen the angel, gue disuruh ke rumah dia tapi gue lupa alamatnya. Lo tau dia dimana sekarang?"

Cowok itu menatap Caramel dari atas sampai bawah. Cantik-cantik bau sampah. Sebenarnya ragu tapi dilihat dari penampilannya, sangat mungkin untuk Caramel menjadi teman dari salah satu pemimpin geng ini.

"Yaudah ayo, kita baru mau balapan," kata cowok itu.

Caramel tersenyum dan menganggukan kepala. Akhirnya berhasil juga untuk menemukan Bara. Dia langsung naik ke motor besar itu.

Motor itu melaju cepat beriringan dengan kelompok yang tadi juga keluar dari tempat billiard itu. Mungkin ini teman-teman Bara di geng yang tidak Caramel tahu. Angin malam mengusap wajahnya yang sudah dingin sejak tadi.

"Di sini, tapi dia pasti sibuk di arena balapan. Lo tunggu aja nanti gue sampein," kata cowok itu setelah menghentikan motornya di jalanan yang Caramel tidak tahu tempatnya dimana. Maklum, dia jarang menjelajahi jalanan. Tapi sepertinya ini sudah di luar Jakarta.

"Thanks yaa," kata Caramel sebelum pergi begitu saja. Dia menyusup di antara sekumpulan orang-orang yang sibuk berteriak. Pandangannya mengelilingi area ini untuk menemukan Bara sampai dia melihat ada motor hitam yang dia kenal. Motor hitam yang saat ini sedang ada di dekat sang pemikik.

Caramel menahan nafasnya melihat Bara dengan jaket hitam sedang bersiap dengan Defan. Saat ini Bara tidak mengenakan helm jadi dia bisa melihat jelas mata cowok itu. Itu memang mata yang dia lihat di malam ulang tahun pernikahan ayah dan bunda.

Bara tertawa sambil memakai sarung tangannya dan sesekali bicara dengan Defan dan teman-temannya. Cowok itu kelihatan senang. Mungkin terlihat seperti orang paling bahagia.

Mata Caramel melebar melihat Rafan juga ada di sana. Yaa jelas saja, abangnya itu pasti tahu. Jadi abang juga ikut bohong padanya. Sial, kemarahannya kembali meningkat.

Caramel menunggu moment yang pas untuk menghampiri mereka semua. Dia memilih untuk ikut bergabung dengan para penonton. Tidak dia hiraukan pandangan orang-orang yang terganggu karena baunya.

Setelah Bara memakai helmnya dan menyalakan motor baru Caramel melangkah mendekat. Wajahnya dia buat untuk seceria mungkin seperti biasa. Senyumnya mengembang lebar.

"Hey!!! akhirnya gue bisa nemuin lo! kata Caramel dengan semangat sambil menepuk bahu Bara.

Bara menoleh kaget, terlihat dari matanya yang melebar. "Kenapa lo di sini?"

Caramel mengerjapkan matanya dwngan wajah polos. "Nyari lo dong. Hehe akhirnya ketemu juga, gue mau bilang makasih!" katanya dengan wajah senang.

Semua juga kaget melihat Caramel ada di tempat ini. Defan bahkan sejak tadi membuka mulutnya dengan wajah bodoh. "Raa?"

"Wahh Defan!! ya ampun gue baru sadar. Bara mana?" tanya Caramel. "Gue harus ngenalin Bara sama dia!"

Bara menggenggam lengan Caramel. "Kenapa lo di sini?" tanyanya tajam.

Caramel tersenyum tipis. "Gue udah bilang, gue mau ketemu sama lo."

Bara melepaskan tangan Caramel. "Gantiin gue, malem ini gue nggak bisa turun," katanya tanpa menoleh.

Defan menghela nafas pasrah. Dia menoleh pada Roni yang masih memasang wajah bingung. "Turun Ron!"

"Hah ohh o-oke," kata Roni gagap.

"Kenapa? gue mau liat cara lo balapan. Gue fans lo!" kata Caramel.

"Gue anterin lo balik," kata Bara.

Caramel sudah ingin menangis sekarang. Anggap saja dia cengeng, tapi amarahnya membuat dia ingin menangis kencang tapi harus dia tahan. Dia mendongak sebentar agar airmatanya tidak turun.

"Oke," jawabnya.

Dia memang butuh waktu berdua dengan Bara. Dia ingin bicara semuanya. Atau lebih tepatnya dia ingin bertanya semuanya. Ada banyak pertanyaan yang ingin dia lontarkan. Dan semoga semua pertanyaan itu memiliki jawaban.

Selama perjalanan Caramel hanya diam. Tidak seperti niatan sebelumnya. Sepertinya yang dia butuhkan sekarang memang hanya diam sejenak untuk mengumpulkan semua tenaganya.

"Berhenti di sini aja," katanya sebelum masuk ke kawasan kompleks rumahnya.

Bara menghentika motornya dan membantu Caramel turun. Cowok itu juga sepertinya tidak berniat menjelaskan apapun. Membuat Caramel semakin geram.

Caramel mendekat untuk membuka helm itu tapi Bara menjauh. "Kenapa? kayanya tadi orang lain boleh liat lo."

"Starla!" kata Bara.

"Gue Kara! cuma Bara yang boleh panggil gue Starla!" bentak Caramel yang sudah menangis.

"Berapa kali lo bohongin gue Bara??"

Bara menundukan kepalanya. "Maaf."

Caramel mendengus kesal. Waktu itu dia dibohongi Bayu, sekarang dia dibohongi Bara. Kalau begini memang dia saja yang bodoh. Benar, Bara dan Bayu itu sama, membuat dirinya terlihat seperti paling bodoh. Tapi waktu itu rasanya tidak sesakit ini. Padahal kebohongan Bayu jelas lebih jahat.

Dia benar-benar ingin bertanya banyak tapi semua tidak bisa dia keluarkan sampai akhirnya yang dia bicarakan adalah kalimat yang bahkan tidak ada dipikirannya sama sekali. "Gue mau putus!"

Bukan hanya Bara yang kaget. Caramel bahkan juga kaget mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya sendiri. Ini bukan kalimat yang seharusnya dia ucapkan.

Bara melepaskan helmnya. Dia menghelan nafas panjang. "Oke," jawabnya.

Caramel mengerjapkan matanya. "Hah?"

Bara tersenyum dan mengusap puncak kepala Caramel. "Gue ngerti lo  marah. Oke gue terima, kita selesai."

Segampang itu Bara terima. Caramel membuka mulutnya sejenak. Benar-benar hebat. Bahkan sekarang Bara masih terlihat tenang seperti biasanya. Mungkin waktu itu Bara mengajaknya pacaran cuma untuk main-main sampai putus bukan hal yang sulit untuk cowok ini.

"Oke," jawab Caramel. "Thanks buat semua."

"Gue anter balik. Lo nggak mungkin balik sambil nangis gitu kan?" tanya Bara.

Caramel menggelengkan kepalanya. Dia menatap warna mata asli Bara yang benar-benar indah. "Gue mau balik ke rumah Umbel."

Bara menganggukan kepalanya. "Oke, gue anter."

Caramel mengusap pipinya berkali-kali karena airmatanya yang terus menetes. Sial, kenapa dia terus menangis padahal dia sendiri yang minta putus. Dasar mulut sial, bukan itu yang mau dia ucapkan tadi.

"Thanks," ucap Caramel sambil menundukan kepalanya.

Bara memeluk Caramel tidak peduli cewek itu sedikit memberontak. "Gue bener-bener minta maaf. Bohong sama lo itu pilihan terakhir yang bakal gue ambil."

"Gue benci sama lo," isak Caramel.

Bara tersenyum sedih dan menenggelamkan wajahnya di bahu Caramel. "Jangan keluar malem, jangan gampang percaya sama orang. Jangan ceroboh."

Caramel melepaskan pelukan Bara. "Nggak usah sok peduli, lo bukan Bunda."

Bara tersenyum tipis. "Gue balik. Bye Starla."

Caramel mengangguk dan langsung berbalik. Dia masuk ke rumah Bella yang memang sengaja tidak dikunci karena tadi Caramel sendiri minta begitu. Dia langsung pergi ke kamar Bella yang ada di atas. Sahabatnya itu belum tidur dan masih sibuk membaca novel.

"Ihh lo bau banget sih!" kata Bella sambil menutup hidung.

Caramel mengabaikan protes Bella. Dia memilih untuk duduk di karpet dekat ranjang. Setidaknya dia masih tau diri untuk tidak langsung berbaring di ranjang. "Gue putus sama Bara."

Bella menghela nafas panjang. "Udah gue duga. Lo itu kalo emosi emang gitu."

"Terus gimana Mbel?" rengek Caramel.

"Yaa mau gimana? terus tadi dia langsung terima aja?" tanya Bella.

Caramel menganggukan kepalanya. "Gue nyusahin kali ya? jangan-jangan dia nggak sabar buat putus?"

"Yaa emang nyusahin sih," kata Bella jujur. Plakk, dia langsung terkena pukulan setelah bicara itu.

Caramel memeluk lututnya sendiri dan menatap ponselnya yang hanya menunjukan layar hitam. Dia bahkan belum bilang pada Bara kalau dia tahu semua tentang cowok itu. Sekarang kalau sudah putus bagaimana dia mau membawa Bara pada bunda.

"Terus gimana sama Bunda?" tanya Bella.

"Ck itu yang lagi gue pikirin. Sekarang semua urusan dia bukan urusan gue lagi. Biar Bang Rafan yang ngurus semuanya," kata Caramel.

Bella mengerutkan keningnya. "Bang Rafan tau?"

Caramel mengangguk dan menggelengkan kepalanya. "Dia tau Bara itu orang yang nolong gue, tapi kayanya dia nggak tau kalo Bara itu Ken anaknya Daddy."

Bella menggaruk kepalanya sendiri. Dia tidak pernah berhadapan dengan masalah yang serumit ini. Hidupnya terlalu tenang meski sering membuat masalah.

"Yaudah lo aja yang bilang langsung sama Bunda," kata Bella.

Caramel kembali menangis sampai Bella ikut sedih. "Gue bingung Mbel!!"

🍬🍬🍬

Hari ini Caramel dan Bella sudah seperti orang yang hidup segan mati tak mau. Keduanya kelihatan seperti orang yang sudah menjalankan kerja rodi selama bertahun-tahun. Mengenaskan.

Caramel yang patah hati tapi Bella ikut kecipratan sialnya karena harus menenangkan sohibnya yang kalau menangis tidak melihat situasi dan kondisi ini. Bella mengompres matanya dengan es agar kelihatan lebih segar. Bagaimana pun hari ini ada pelajaran fisika dan kimia.

"Lo mau makan apa?" tanya Bella setelah sesi pelajaran panjang yang mereka lewati.

"Sono lo makan, gue mau di kelas aja," kata Caramel.

"Ck gue tau solidaritas penting tapi maap yaa perut gue nggak bisa solid. Gue ke kantin yaa bye!" kata Bella sebelum lari keluar kelas.

Caramel mendengus geli dan kembali mengecek ponselnya. Dia menghela nafas panjang. Apa yang diharapkan. Mana mungkin Bara mengirim pesan. Waktu pacaran saja jarang apalagi sekarang mereka sudah putus.

"Raa!! bukannya Bara itu pacar lo ya?" tanya Bimo.

Deni menghampiri sohibnya yang baru datang itu. "Ngapain lo nanya-nanya? lo naksir si Bara?"

"Sembarangan! lo pikir gue lekong?!" protes Bimo dengan wajah kesal dibuat-buat.

Deni tertawa geli dan menganggukan kepalanya. "Kemaren ada yang liat lo pegangan ama si Ivan."

"Itu fitnah sayang! jangan denger!" kata Bimo sambil mencolek dagu Deni sampai dia meringis geli dengan kelakuannya sendiri. "Ck serius gue! masa gue liat si Bara deket sama si Raya."

"Ratu drama? udah biasa kan dia nempel-nempel kaya lintah," kata Deni.

"Itu gue tau, tapi kan udah nggak terlalu pas tau si Kara pacaran sama si Bara. Sekarang makin nempel!!" kata Bimo sambil mengaitkan kedua jarinya.

Caramel bertopang dagu sambil menghela nafas. "Biarin aja. Gue sama dia udah putus."

"Hah?" tanya Deni dan Bimo bersamaan.

Caramel menatap dua temannya itu dengan wajah kesal. "Daripada lo bedua berisik mending jajan sono!"

Deni menepuk bahu Caramel. "Mau ikut ke kantin nggak?"

Caramel menggelengkan kepala dan menenggelamkan wajahnya. Dia cuma ingin tidur. Siapa tahu nanti saat bangun, kejadian semalam itu cuma mimpi. Dia tidak benar-benar putus dari Bara dan hari ini dia masih bisa mengikuti cowok itu sampai membuatnya kesal seperti biasa.

Pulang sekolah ini Caramel sudah minta dijemput Raka. Dia menunggu di halaman depan sekolah seperti biasa. Saat menoleh ke kanan dia melihat Bara dan Raya sedang jalan bersama ke parkiran. Cowok itu seperti sedang asik bicara dengan Raya sampai tidak sadar kalau Caramel ada di sini.

"Ehh ada si Kara," kata Raya. "Gue denger lo putus sama Bara."

Caramel melirik Bara yang masih cuek. "Yaa bener."

"Ohh ikut sedih deh. Bara lo nggak nyapa Kara?" tanya Raya.

Bara tersenyum tipis. "Nunggu siapa Ra?"

"Raa?" tanya Caramel.

Bara mengerutkan keningnya. "Kara? gue bisa manggil Kara kan?"

Caramel mengerjapkan matanya. "Ohh iya boleh banget Ken."

"Ken?" tanya Raya.

Caramel tersenyum sinis. Dia berdiri di depan Bara. "Iya namanya kan Kenneth Aldebaran."

"Hahh Kenneth Aldebaran? kaya nggak asing," kata Raya.

Bara menghela nafas panjang. Dia tersenyu dan menarik lengan Caramel. "Gue mau ngomong bentar."

"Apa?" tanya Caramel langsung.

"Jangan sebarin apa-apa," kata Bara.

"Takut kebongkar?" tanya Caramel.

Bara menggelengkan kepalanya. "Lo yang bakal kena bahaya Ra. Mending diem sama kaya abang-abang lo."

"Kalo gue nggak mau?" tanya Caramel dengan wajah menantang.

"Starla! lo ngerti kondisi nggak?" tanya Bara.

Caramel tersenyum mendengar Bara kembali memanggil dia Starla. "Gue kenal lo Bara. Gue udah tau semuanya Kenneth Aldebaran Soller."

Bara melebarkan mata. Langkahnya terhuyung sampai harus berpegangan  pada dinding di dekatnya. Jadi Caramel sudah sadar. Pasti karena daddy yang berteman dengan orangtua Caramel.

"Udah tau gue," gumam Bara. Dia tertawa sinis dan mencengkram kerah seragam Caramel. Wajahnya menyeramkan. Benar-benar bukan Bara yang pernah Caramel lihat sebelumnya.

"Jadi udah tau kan gue bukan orang yang pantes dijadiin temen sama anak baik-baik kaya lo?" bisik Bara dengan tajam.

Caramel tahu saat ini dia terancam, tapi dia benar-benar tidak bisa takut pada Bara. "Gue cuma mainan sampe lo bohongin gue terus?"

"Jelas! mana mau gue sama lo?" tanya Bara geli. Jarinya mengusap pipi Caramel. "Cantik, tapi bukan tipe gue. Gue nggak suka cewek polos!" bisiknya.

Mata Caramel memanas sampai airmatanya jatuh menetes di tangan Bara yang masih mencengkram kerah kemejanya. "Thanks, seenggaknya gue jadi tau lo gimana. Nggak nyangka Daddy bisa punya anak kaya lo."

"Dia bukan Daddy lo!" bentak Bara.

"Dia juga bukan Daddy lo!" bentak Caramel.

"Gue sayang Daddy Gavyn sama Mommy Stella. Mereka orang baik yang selalu ada buat Bunda. Tapi gue kasian, kenapa mereka bisa punya anak kaya lo? terus Bunda, kenapa Bunda juga mau ketemu sama anaknya ini?" tanya Caramel dengan wajah memerah.

Bara melepaskan cengkraman itu dengan wajah bingung.

Caramel mengatur nafasnya. "Maaf kalo omongan gue kasar. Abang!" katanya sebelum melangkah pergi.

"Starla!" panggil Bara.

"Nama gue Caramel!" bentak Caramel dari jauh.

Di luar Raka sudah menunggu di dekat mobil. Raka mengerutkan keningnya melihat Caramel keluar sekolah sambil menangis dan seragam yang berantakan. "Ada apa? siapa yang jahatin Kara?

Caramel menggelengkan kepalanya. "Abang nggak mungkin nggak sadar kan kalau Bara itu Kenneth? dia Abangnya Kara yang sering Bunda ceritain kan?"

"Ra kita masuk mobil ya? bicara di rumah," kata Raka.

Caramel menggelengkan kepalanya. "Abang ikut-ikutan bohongin Kara!" teriaknya sebelum berlari pergi.

Raka menyipitkan matanya melihat Bara datang dari arah yang sama dengan Caramel tadi. Dia langsung mencengkram seragam Bara tidak peduli ada banyak mata yang melihat.

"Kau apakan Kara?" tanya Raka tajam.

Bara menundukan kepalanya. "Pukul saya Bang."

🍬🍬🍬

Huee see you in the next chapter 😘😘😘

Jangan lupa follow akun ig mereka yaaa

@kennethaldebaran

@caramelstarla

@rafansafaraz

@arkanlazuard

@umbrellakirei


Continue Reading

You'll Also Like

26.6K 5.2K 65
Saturna Zervella tidak pernah menikmati dunia luar. Sehari-hari, jadwalnya hanya homeschooling dan main bersama anjing peliharaannya. Di usianya yang...
Different By ping

Teen Fiction

10.8M 557K 55
CERITA TELAH DITERBITKAN Kiara Ifania : 1. Cantik βœ” 2. Pinter βœ” 3. Polos βœ” 4. Imut βœ” 5. Rokok ✘ Karrel Antonio : 1. Ganteng βœ” 2. Pinter ✘ 3. Nakal βœ” ...
2.4M 132K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
1.2M 119K 64
Varrios, tim yang berdiri sejak tiga tahun yang lalu. Kini diambil alih kepemimpinannya oleh Araka. Sebuah tragedi menyeret semua personil mereka. Sa...