The Boy With A Fake Smile

By indahmuladiatin

27.5M 1.5M 223K

#1 in Teenfiction # 1 in Fiksiremaja #1 in Fiksi #1 in Love (SELESAI) FOLLOW DULU SEBELUM BACA Dia Kenneth Al... More

Prolog
BAB 1 - The Unlucky Day
BAB 2 - I'm Not Alone
BAB 3 - Changed
BAB 4 - The Star
BAB 5 - Who Is He?
BAB 6 - The Mysterious Guy
BAB 7 - Bad Rumors
BAB 8 - Beautiful Rain
BAB 9 - Where Is He?
BAB 10 - Worried
BAB 11 - Annoying Holiday
BAB 12 - Jealous (?)
BAB 13 - Beach With The Star
BAB 14 - Refrain
BAB 15 - She is Elyza
BAB 16 - Kenneth Aldebaran
BAB 17 - He's Mine
BAB 18 - Like a Star
BAB 19 - Sad Moment
BAB 21 - I Hate You
GIVEAWAY NADW!!!
BAB 22 - Sick
BAB 23 - The Secret
BAB 24 - Fake Smile
BUKAN UPDATE
BAB 25 - Give up? It's Not Me
BAB 26 - An Answer
BAB 27 - Become Better
BAB 28 - Commotion
BAB 29 - In Hospital
BAB 30 - Good Moment
BAB 31 - Gita's Secret
BAB 32 - The Winner
OA LINE TBWAFS
BAB 33 - New Idol
BAB 34 - Anger
BAB 35 - Do you Remember Me?
BAB 36 - Say Sorry
BAB 37 - No One Understands
BAB 38 - I Don't Wanna Go
BAB 39 - Stay With Me, Please
BAB 40 - Haunted by Guilt
BAB 41 - Still Waiting
BAB 42 - Missing You
BAB 43 - Little do you Know
BAB 44 - Happy Graduation
BAB 45 - See You
Pengumuman
BAB 46 - I'm Okay
BAB 47 - Emergency Time
BAB 48 - Indecision
BAB 49 - Pulse
Giveaway!!!
BAB 50 - The Wedding
Picture & Pengumuman
PENGUMUMAN
CERITA BARU
Q n A (1)
Attention
INFO GRUP INPLAYERS
JOINT GRUP INPLAYERS
He Always be the Legend
He Always be the Legend (2)
Spoiler Layout
Anatomi, Fisiologi, dan Si Mata Biru
PRE ORDER TBWAFS

BAB 20 - The Angel

402K 27.1K 1.7K
By indahmuladiatin

Haloha malem minggu aku balik lagi... hehe

Alhamdulillah NADW sudah terbit dan yang ketinggalan PO bisa cari di gramedia/ toko buku online. Terima kasih semua untuk dukungannya dari pertama NADW terbit 😘😘😍

Oke jangan lupa follow ig @indahmuladiatin

Happy reading guys! hope you like this chapter 😁😁😘

🍬🍬🍬

Bara membereskan pekerjaannya. Ini sudah malam dan dia harus langsung ke bar karena ini jatahnya bekerja di sana. Dia melirik jam tangan. Masih ada waktu sekitar satu jam untuk mandi dan siap-siap.

"Gue ikut ke bar deh," kata Defan.

"Terserah," jawab Bara. Dia menutup kap mobil yang baru saja selesai diperbaiki. Akhirnya pekerjaan ini selesai. Dia meregangkan tangan sebentar untuk mengurangi rasa pegal.

"Gue ngerasa ada yang aneh sama Gita," kata Defan sambil bertopang dagu.

Bara menoleh, benar juga. Dia hampir lupa ingin bertanya pada cewek itu. Sudah dua minggu dia tidak melihat Gita. Biasanya pagi-pagi Gita akan datang menawarkan sarapan atau paling tidak Gita akan main ke bengkel karena cewek itu selalu bosan di rumah sendirian.

"Moodnya lagi jelek mungkin," kata Bara.

"Mungkin sih," jawab Defan. "Ehh kemaren si Arkan nyari si Gita. Mereka ada hubungan?"

Bara mengusap tengkuknya sendiri. Bahunya terangkat. Seingatnya Gita mulai akrab dengan Arkan waktu mereka sama-sama berlibur ke Bali. Setelah itu dia tidak tahu lagi. Lagipula bukannya Gita masih betah pacaran dengan si Beni itu.

"Aneh," kata Defan.

"Ck nggak usah kebanyakan mikir entar otak lo ngebul," kata Bara sambil berjalan ke ruangan staff meninggalkan Defan yang menggerutu kesal.

Bara dan Defan pergi ke bar dengan motor milik Defan. Seperti biasa, agar tidak terlalu mencuri perhatian orang-orang. Dengan adanya Defan di bar saja sudah pasti mengambil banyak perhatian. Defan adalah partner setia Bara disetiap balapan. Team solid yang ditakuti dalam setiap kompetisi balapan liar di jalan.

Orang akan tahu, dimana ada Defan maka disitu pasti ada the angel. Si pembalap yang belum pernah terkalahkan. Dan sayangnya jarang yang benar-benar tahu wajah the angel itu. Akan ada helm rapat yang selalu menutup wajahnya. Jadi biasanya mereka akan mengenali the angel hanya dari matanya yang khas.

"Gue nongkrong sendiri nih?" tanya Defan.

Bara mendengus geli dan mengangkat bahu. "Terserah lo, gue di sini kerja. Selamat menikmati minuman Tuan," katanya sebelum masuk ke pintu khusus bagi para karyawan.

Seperti malam-malam biasanya. Hiruk pikuk bar dengan segala suara-suara bising dan cahaya remang selalu menjadi pemandangan bagi Bara. Dia melakukan pekerjaannya dengan baik. Meski pemilik bar ini adalah orang yang dia kenal tapi dia tetap berusaha untuk bekerja sebaik mungkin.

"Minuman biasa ya," kata laki-laki yang baru saja datang dengan setelan kemeja biru muda yang sudah terlepas beberapa kancing bagian atasnya. Laki-laki itu bertopang dagu dengan pandangan kosong. Wajahnya terlihat lelah dengan lingkaran hitam di bawah mata.

"Kenapa lo?" tanya Bara pada orang yang bernama Soni itu. Soni adalah orang yang cukup terkenal di sini. Seorang bandar narkoba yang mengedarkan barang haram pada beberapa musuh Bara di jalanan.

"Capek!" kata Soni.

Bara menghela nafas dan memberikan minuman itu pada Soni. "Lo udah tau resiko pekerjaan lo sekarang."

Soni mendengus, senyumnya mengembang. "Sadar banget. Ya kalo nggak gitu gue nggak bisa biayain pengobatannya si Caca. Lo tau kan? pengobatan penyakitnya butuh banyak biaya?"

Bara ikut mendengus. Caca itu adik Soni. Masih tujuh tahun tapi sudah mengidap kanker. Kisah itu juga sudah cukup terkenal di lingkungannya. Dia juga beberapa kali main ke rumah Soni untuk main dengan Caca.

"Caca sembuh lo yang pergi," kata Bara mengingat hukuman yang berlaku bagi pengedar narkoba.

"Nggak apa-apa, yang penting dia sembuh dulu," jawab Soni. "Ck lagian kerjaan gue kan cuma bantu orang-orang yang bosen idup. Gue juga nggak bakal nawarin barang ke anak baik-baik. Pantang!"

Bara tertawa geli mendengar pernyataan pembelaan dari temannya ini. "Terserah lo," katanya.

"Mana barangnya?" kata orang yang baru datang.

Bara menatap tajam cowok itu. Dia mendengus samar melihat Beni pacar Gita. Jadi orang ini adalah pecandu narkoba. Kurang ajar. "Lo Beni kan?"

Beni menoleh dengan pandangan kaget. "Kenneth?"

"Lo kenal?" tanya Soni.

Bara mendengus kesal. Dia menunjuk wajah Beni dengan pandangan tidak suka. "Jauhin Gita!" katanya dengan tajam. Dia tidak akan rela Gita pacaran dengan cowok seperti Beni.

Beni juga tidak terima Bara menunjuk dirinya. "Mau lo apa?! Gita mau sama gue, terus kenapa?!"

Bara mendengus kesal dan langsung menonjok wajah Beni. Bisa-bisanya Gita mau dengan cowok begini. Dia sudah dengar tentang Beni yang kasar dari Defan yang tidak sengaja melihat Gita dipukul. Sudah kasar, pecandu pula.

"Ken! jangan buat keributan!" kata mas Aji yang langsung menahan Bara karena sekarang sudah menjadi pusat perhatian.

Soni ikut menahan Beni yang wajahnya sudah memerah. "Sorry Bro! gue ajak dia keluar aja."

"Gita bakal pilih gue!" kata Beni sebelum ditarik keluar.

Bara sudah akan menyusul tapi Defan ikut menahannya. "Lepas!"

"Ck ini tempat kerja lo!" kata Defan pelan tapi tajam. Bara ini kadang masih sering kalap jadi butuh tenaga ekstra kalau ingin menahan amukan Bara.

Bara berdecak kesal dan menepis lengan Defan. "Lo liat kan? dia bahaya!"

"Iya tapi Gita pasti tau mana yang baik buat dia! kita nggak bisa maksain Gita," jawab Defan.

Bara diam setelah mendengar ucapan Defan yang kali ini benar. Dia juga harus memikirkan keputusan Gita. Tapi bukan berarti dia tidak akan memberitahu Gita tentang apa yang baru saja dia lihat tadi. Mana bisa dia berpangku tangan saat tahu sahabatnya, orang yang sudah dia anggap keluarga sendiri, harus berdekatan dengan orang seperti Beni.

Bara mengacak rambutnya. Masalah dengan daddy saja sudah membuatnya pusing. Belum masalah barunya tentang siapa sebenarnya keluarga Caramel. Sekarang, ditambah masalah Gita.

"Bisa lanjut kerja? kalo nggak lo bisa ke ruang staff biar gue yang urus," kata bang Aji.

Bara menghela nafas panjang. "Gantiin gue bentar Bang, gue mau istirahat."

Dia langsung pergi ke ruang staff dan duduk di sofa yang ada di dekat jendela. Matanya terpejam dan bahunya bersandar pada sandaran sofa. Pendingin ruangan menunjukan suhu yang paling rendah hingga ubin terasa dingin di telapak kaki telanjang.

Bara berusaha mengatur nafasnya. Dia harus mengumpulkan semua ketenangannya kembali. Emosi tidak boleh bermain karena saat ini dia sedang menjadi Bara.

Tidak boleh ada keluhan. Ini bukan kali pertama dia dikelilingi masalah, karena dalam hidup, masalah selalu mencarinya. Bahkan disaat dia merasa benar-benar lelah dan tidak sanggup. Kadang dia berharap bisa lari, hanya sebentar tapi tidak apa. Setidaknya dia bisa rehat sejenak.

Ponsel di saku kemeja kerjanya bergetar pelan. Bara membuka mata dan mengecek ponselnya. Dia mengerutkan keningnya melihat pesan masuk dari nomer Caramel. Perasaan tadi dia sudah bilang pada cewek itu kalau malam ini adalah jadwalnya bekerja di bar. Biasanya Caramel tidak akan menghubunginya.

Lo lagi dimana?

Amnesia? Gue udah bilang gue kerja

Gue kangen masa 😢😢

Bara mengerutkan kening. Ada apa dengan Caramel. Cewek itu kadang memang aneh tapi tidak sampai begini.

Ada apaan?

Nggak

Lo kenapa?

Gpp

Bara berdecak kesal. Dia langsung mengambil jaket dan dompetnya. Sebaiknya dia langsung bertanya saja daripada penasaran. Lagipula dia sudah tidak fokus bekerja. Mungkin dengan bertemu cewek itu moodnya akan kembali.

🍬🍬🍬

Caramel memegang toples-toples yang ada di meja. Dia mengurung semua dalam rangkulannya sebelum Arkan berniat untuk mengambil dan menghabiskannya. Ini cemilan favoritnya. Biarkan dia bahagia dengan menghabiskan semua.

"Idih Ra! itu mau kamu kekepin semua?" tanya bunda yang masih dengan setelah formalnya karena baru saja pulang dari kantor.

Ayah menghampiri Caramel dan mengusap kepala putrinya itu. "Makan pelan-pelan," pesannya sebelum berlalu.

Caramel tersenyum puas. "Boleh kan Nda?"

"Yaa boleh tapi emang abis? Bi Peni kan beli juga buat abang-abang," tanya bunda lagi.

"Abis dong Nda, pokoknya semua punya Kara," kata Caramel.

"Abisin sono nggak butuh gue," kata Arkan yang sudah mengambil ancang-ancang untuk main PS. Pekerjaan rutin setiap kali dia ada di rumah.

Caramel mendengus pelan dan menggoyangkan toples yang isinya adalah makanan favorit Arkan juga. "Emm Bang, rasanya bikin lidah gue goyang!"

"Yaa ya gue doain lidah lo goyang ampe kesleo," jawab Arkan.

Bunda tertawa geli melihat Caramel cemberut kesal. Lelahnya langsung hilang melihat anak-anaknya berkumpul di rumah. Meskipun tidak semua karena Rafan jarang di rumah apalagi Raka. "Bunda mandi dulu, kalian jangan bikin perang dunia tiga!"

Arkan menoleh ke arah bunda pergi. Dia tersenyum dan langsung menoleh ke Caramel yang sibuk makan tanpa melihat ada bahaya disekitarnya. Dia mendengus melihat dua tangan Caramel sudah menggenggam makanan itu. "Weh lo masih sering ketemu Gita nggak?"

"Nggak, Kak Gita jarang ke bengkel sekarang," jawab Caramel.

"Kenapa?" tanya Arkan lagi.

"Sibuk mungkin," jawab Caramel.

"Sibuk apa?" tanya Arkan lagi.

Suara gaduh dari kunyahan makanan itu langsung terhenti. Caramel melirik Arkan dengan wajah kesal. "Mana gue tau? bisa nggak sih biarin gue makan dengan tenang?"

Arkan berdecak kesal dan meletakan stick PSnya ke meja. Mood main gamenya jadi rusak. Dia sudah mencari Gita selama dua minggu. Setelah kenal dekat dengan Gita dia jadi cukup tertarik pada cewek unik itu. Sayangnya Gita sudah punya pacar.

"Ngapain nanyain Kak Gita?" tanya Caramel.

"Mau gue jadiin pacar," jawab Arkan asal.

Caramel melebarkan mata. Reflek dia menabok punggung Arkan. "Pokoknya gue nggak rela ya Kak Gita jadi korban! sono lo pacarin cewek-cewek bego kriteria lo asal jangan cewek baik-baik!"

"Aduh! gue bercanda," keluh Arkan. "Lagian gue tu suka sama cewek pinter!" ralatnya.

Caramel mendengus geli, pintar darimana. Semua juga tahu mantan-mantan abangnya ini cuma pintar dalam hal fashion. Pintar dalam membuat masalah dan pintar mencari sensasi. Lagipula kalau mereka pintar mereka tidak akan mau pacaran dengan Arkan yang bisa dipastikan hubungannya tidak akan bertahan lebih dari satu bulan. Tiga minggu saja sudah bagus.

"Yaa yaa cewek lo emang pinter semua, gue aja heran bisa ya ada cewek sepinter mantan-mantan lo?" tanya Caramel dengan wajah takjub yang dibuat-buat.

Arkan melotot kesal dan merebut satu toples yang ada di dekat Caramel. Mumpum adiknya ini lengah. Anggap ini kompensasi.

"Abang!!!" jerit Caramel.

Malam ini Caramel memilih untuk diam di kamarnya. Sudah ada beberapa film yang dia siapkan. Dia juga sudah menyembunyikan semua makanan di kamar ini agar abangnya yang menyebalkan itu tidak merebutnya lagi. 

Intinya malam ini dia ingin bersantai karena besok adalah hari minggu. Bara sedang sibuk kerja jadi dia tidak bisa meneror cowok itu dengan pesan-pesan tidak penting. Dia juga harus tahu situasi.

Notifikasi line masuk ke ponselnya. Dari si Bella pastinya karena cuma sohibnya itu yang hobi mengganggu waktu santainya.

Woy gembel! Nonton yo..

O     G     A     H 😋

Iyuh gaya bener! emang lo malmingan sama kak Bara?

Boro! dia sibuk kerja 😭

Yuadah kuy lah!

Mager tingkat dewa gue 😪😪 ajak Gio dong! lo punya gebetan nggak guna amat ._.

Ihh ogah! lama-lama males gue dicuekin 😖😖

Wkwk ditolak😂😂 gue bilang juga sama abang gue aja single noh dia..

Sial lo 😑😑 mau nonton kagak? gue ada rekomen film kece ni😏

Film apa?

Bokep 😂😂

Anjir 😲 cuss gue bilangin emak lo

Becanda! bisa digorok gue😶

Yaudah gue izin bunda dulu. Ntar gue kabarin.

Oke! jangan lama-lama! keburu basi😗😗

Lo tuh basi😂😂

Ye! Kutu loncat!

Caramel tertawa geli dan langsung meloncat dari ranjangnya. Pasti nanti Bella mengajak bang Dirga. Dia sudah biasa jalan dengan Bella dan biasanya kalau bukan bang Dirga yang ikut maka abang-abangnya yang ikut. Bisa  Raka atau Arkan. Kalau Rafan biasanya malas keluar kalau memang sedang santai.

Dia langsung menghampiri kamar bunda karena tadi bunda sudah masuk ke kamar dengan ayah. Dahinya mengernyit melihat pintu kamar bunda yang tidak tertutup rapat. Dia ingin mengetuk tapi bunda dan ayah sepertinya sedang bicara serius.

"Aku sudah bertanya pada Rain, kenapa semua menyembunyikan Ken?" tanya bunda.

"Pasti ada alasan, kamu tahu Gavyn tidak akan mengambil keputusan tanpa berpikir," jawab ayah.

"Iya tapi ini sudah cukup menyebalkan! minggu kemarin Ken ulang tahun dan aku hanya ingin memberikan selamat untuk anak itu. Dia masih putraku," jawab bunda dengan intonasi kesal.

Caramel makin mendekatkan telinganya. Aish kebiasaan mengupingnya semakin jago sekarang. Padahal ini salah tapi dia penasaran kenapa bunda sampai marah.

"Atau jangan-jangan kamu juga tahu dimana Ken?" tanya bunda.

"Apa jika aku memberitahumu kamu bisa tenang?" tanya ayah lagi.

Luar biasa, ayah selalu bisa menguasao emosinya. Caramel berdecak kagum. Ayah memang pria idaman.

"Apa? jadi selama ini kamu tahu?!" tanya bunda.

"Aku tahu dan aku tidak berhak memberitahumu karna Gavyn yang memintanya," kata ayah.

Caramel sedikit membuka celah pintu untuk melihat ekspresi bunda. Dia menatap wajah bunda yang memerah kesal. Pasti ini masalah penting.

"Dimana Kenneth?" tanya bunda.

Mata Caramel melebar, Kenneth. Itu nama panjang Bara.

"Kamu sudah pernah bertemu dengan anak itu," jawab ayah.

Wajah Caramel semakin bingung. Oke nama Kenneth memang banyak tapi dia merasa ada yang aneh. Matanya terpejam, dia berusaha untuk mengingat semuanya.

"Kenneth Aldebaran Soller, Aldebaran itu bintang." Pernyataan dari bunda kembali muncul di otaknya. Caramel membekap mulutnya sendiri.

"Gue suka Starla."

Rasanya seperti kepingan puzzle yang mulai tersusun dengan perlahan. Ini masih kemungkinan tapi semua berhubungan. Tentang kenapa Bara menyukai bintang dan nama Starla. Bara yang tahu tentang mommy Stella. Dan kenapa semua tentang Bara itu selalu misterius.

Caramel mengerutkan keningnya. Tapi yang dia tahu anak itu matanya berwarna biru saphire sedangkan mata Bara berwarna hitam. Satu kesadaran lagi yang dia dapat. Jadi saat di bengkel itu Bara tidak menggunakan soflens. Itu warna asli mata Bara.

Lututnya terasa lemas sampai dia terjatuh di depan pintu kamar bunda. Matanya memanas. Jadi sekitar sembilan puluh persen Bara adalah Kenneth Aldebaran yang sama. Cowok itu adalah anak daddy Gavyn.

Kenapa Bara tidak pernah menggunakan nama Soller. Seandainya ada nama itu, pasti dia akan lebih cepat sadar. Ahh tidak, dia saja yang terlalu bodoh. Mata biru itu, Caramel mengerjapkan mata. Jangan-jangan the angel yang menolongnya itu Bara juga.

"Sayang? kamu kenapa?" tanya bunda.

Caramel mengerjapkan matanya. Kepalanya menggeleng pelan, senyumnya mengembang terpaksa. "Kepleset Nda."

"Yaampun! ayo bangun!" kata bunda sambil menarik pelan lengan Caramel. "Hati-hati dong."

"Iya Nda," jawab Caramel.

Bunda tersenyum dan mengusap kepala Caramel. "Ada apa? kamu mau ngomong sama Bunda?"

Caramel menahan matanya yang memanas. "Haha nggak tadinya mau izin main sama Umbel tapi nggak deh Nda, Kara mau tidur aja.."

"Kara nggak apa-apa?" tanya bunda.

Kepala Caramel menunduk dalam. "Kara ke kamar dulu Nda," katanya sebelum berlari ke kamarnya.

Caramel langsung mengunci pintu kamar agar bunda tidak bisa masuk. Kali ini dia ingin memikirkan semuanya. Semua yang datang sekaligus sampai membuatnya benar-benar bingung. Siapa Bara, kenapa cowok itu sangat misterius.

Kepalanya menggeleng pelan. Mungkin cuma persamaan nama. Tapi apakah ada kebetulan yang datang secara terus menerus. Helaan nafasnya memberat. Kepalanya mulai pusing karena menangis.

"Belum pasti," kata Caramel untuk membantah semua yang sudah jelas. "Bara nggak mungkin bohongin gue."

Caramel meloncat ke ranjang untuk mengambil ponselnya yang ada di nakas. Dia langsung membuka line untuk sekedar mengganggu Bara. Padahal tadi dia sudah niat untuk tidak mengganggu cowok itu bekerja.

Keningnya berkerut melihat balasan Bara yang cepat. Tumben sekali cowok itu memegang ponsel saat jam kerja. Dia langsung buru-buru membalas chat itu.

Melihat balasan dari Bara, dia jadi merasa cowok itu sadar kalau saat ini dirinya sedang aneh. Caramel menghela nafas pasrah melihat tidak ada balasan lagi dari Bara. Mungkin cowok itu kembali bekerja.

Sejak awal dia sadar kalau Bara memang penuh dengan kejutan. Dia tidak tahu asal-usul cowok itu. Semua rumor yang beredar pun serba gelap dan menyeramkan. Mulai dari pemimpin penyerangan di geng motor sampai pengedar narkoba.

Kata Gita, Bara itu tinggal sendiri tapi waktu dirinya bertanya tentang orang tua Bara, Gita bilang dia harus bertanya langsung pada Bara. Mungkin karena masalahnya sangat sensitif.

Keluar bentar

Caramel menatap ponselnya.

Ngapain?

Cari angin

Caramel mendengus kesal dan menghapus sisa air matanya. "Gue nggak butuh angin! gue butuh penjelasan!" gerutunya di hadapan ponsel itu.

Tanpa merapikan diri, Caramel langsung berlari keluar kamar. Dia menyusul Bara yang entah kenapa bisa ada di depan rumahnya tanpa diduga. Baguslah.

Caramel menghampiri Bara yang duduk di motor besarnya. "Ngapain ke sini?"

"Lo nggak suka?" tanya Bara.

"Bukan gitu, lo lagi kerja kan?" tanya Caramel yang berusaha bersikap biasa.

Bara memiringkan wajahnya. Matanya menyipit memperhatikan raut wajah Caramel. "Nangis kenapa?"

"Ehh hah? siapa yang nangis?" tanya Caramel sambil mengerjapkan mata. Bara ini mengerikan, apa cowok ini bisa meramal.

Bara menghela nafas panjang dan menarik tangan Caramel pelan. Dia memeluk cewek itu dan mengusap ramput panjangnya. "Ada apaan?"

Diperlakukan manis begitu justru membuat mata Caramel kembali memanas. Dia membalas pelukan Bara. Kepalanya menggeleng pelan. Di satu sisi dia sangat marah karena dibohongi tapi di sisi lain dia juga tidak mau Bara menjauh karena tahu dirinya sudah mengetahui semua rahasia cowok ini.

"Lo wangi," kata Caramel.

"Dasar," jawab Bara.

"Gue suka nama Aldebaran," kata Caramel.

Bara melepaskan pelukannya. "Kenapa?"

"Suka aja," jawab Caramel sambil mengangkat bahu.

Bara berdecak kesal. "Kenapa suka?"

"Emang semua harus ada alesannya?" tanya Caramel.

"Iya," jawab Bara.

Caramel cemberut kesal dan merentangkan tangan. "Gue jawab, tapi peluk lagi.." pintanya manja.

Bara menahan tawanya mendengar permintaan spontan Caramel. Cewek ini memang tidak tahu basa-basi. Dia langsung memeluk Caramel lagi. "Kenapa?"

"Gue suka bintang. Aldebaran, Starla dan bintang. Gue rasa itu ibarat garis yang ngehubungin semuanya," kata Caramel lagi.

Bara mengerutkan keningnya. Dia masih belum paham apa yang Caramel maksud. "Lo kebanyakan nonton drama."

"Isshh ngerusak suasana!" kata Caramel sambil memukul punggung Bara.

Malam ini langit berawan sampai bintang muncul meskipun hanya beberapa karena ini di perkotaan. Ada banyak cahaya buatan hingga cahaya alami pun tertutupi. Hanya ada bulan yang berbentuk bulat sempurna dengan cahaya yang indah.

Bara dan Caramel menghabiskan waktu dengan obrolan-obrolan ringan. Tanpa secangkir teh dan kue cokelat. Tapi ini sudah cukup nyaman.

"Gue kepikiran sama the angel," kata Caramel.

"Ck ngapain bahas dia lagi?" tanya Bara.

Caramel mengerjapkan mata. "Hidup pake nama palsu. The angel, si misterius. Gue penasaran sama kisah di balik nama itu."

"Angel? gue rasa lebih cocok dipanggil lucifer," dengus Bara.

"Kenapa?" tanya Caramel.

Bara menatap mata Caramel. Senyumnya mengembang sedih. "Karena angel itu bawa kebahagiaan, bukan kesialan."

Caramel langsung terdiam. "Lo kenal banget sama the angel."

"Sayangnya. Gue malah ngarep nggak kenal dia," jawab Bara sambil tersenyum pada langit.

Caramel mengatur nafasnya. Matanya terpejam sejenak. "Lo the angel?" tanyanya setelah matanya kembali terbuka.

Bara menoleh kaget. Hanya sesaat sebelum senyumnya kembali mengembang. "Jangan ngaco! gue Bara."

Caramel tertawa kecil. "Yaa nggak ada salahnya nebak. Abis lo sama dia itu punya beberapa persamaan."

"Apa?"

"Baik, jago naik motor, wangi lo bahkan sama. Satu lagi, misterius.." kata Caramel. "Ibarat dua nama tapi orangnya sama."

"Jangan kebanyakan ngehayal," jawab Bara sebelum melihat jam tangannya. "Masuk sana!"

"Nggak mau! gue masih kangen," tolak Caramel.

Bara terkekeh dan menjitak kepala Caramel. "Udah tenang kan? jangan nangis lagi, lo jelek kalo nangis."

Caramel mendengus kesal dan kembali memeluk Bara. Dia benar-benar kesal pada cowok ini. Bagaimana mungkin dia dibohongi berkali-kali. "Kalo gue benci lo nanti lo nggak boleh benci gue!"

"Hah?" tanya Bara.

Caramel melepaskan pelukannya. "Pokoknya senyebelin apapun gue, lo nggak boleh benci gue! ngerti?"

"Starla lo sehat kan?" tanya Bara sambil meraba kening Caramel. Cewek ini benar-benar aneh sekarang.

"Nggak! gue sakit. Yaudah gue masuk dulu. Lo mau langsung balik?"

Bara menggelengkan kepalanya. "Mau ke tempat kerja lagi. Lupain semua masalah lo biar tidur lo nyenyak." Karena dia paham betul bagaimana tidur dengan masalah yang selalu ada di kepala. Rasanya setiap memejamkan mata maka semua mimpi buruk akan menyapa.

Caramel tersenyum sebelum berbalik masuk ke dalam rumah. Bahunya masih terlihat tegap sampai pintu rumah tertutup. Dia langsung duduk di lantai. Memarahi udara dan benda mati di sekitarnya.

"Bego!" kata Caramel mengingat Bara yang membuat dia terlihat bodoh berkali-kali setiap mencari the angel.

Tekatnya sudah bulat. Kalau Bara tidak mau bicara biar dia sendiri yang akan memaksa Bara datang dengan identitas aslinya. Ada satu cara yang ada di pikirannya. Berbahaya memang, tapi dia tidak peduli. Karena sepertinya cuma itu cara yang paling tepat.

"Gue benci Bara!!!" teriaknya kesal. Dia terdiam lama dan kepalanya menggeleng. "Huaa nggak.. gue sayang Bara," ralatnya pada teriakannya sendiri.

"Non Kara sehat kan?" tanya salah satu pelayan yang lewat.

"Kayanya frustasi gara-gara ayamnya udah pada dibikinin nisan," jawab pelayan satunya lagi.

"Aduh!!" teriak Caramel yang terjungkal karena pintu dibuka.

Rafan menatap Caramel tanpa dosa. "Ngapain kamu duduk di balik pintu?"

Caramel cemberut kesal. "Semua ngeselin! Abang pergi sana temenin si Umbel! kasian dia udah nungguin Kara!"

"Kenapa Abang?" tanya Rafan bingung.

"Yaa soalnya Kara lagi unmood!!!" teriak Caramel.

"Cuma gara-gara tadi? ya ampun Ra Abang nggak sengaja. Lagian kamu di balik pintu," kata Rafan.

Caramel berdecak kesal. "Bodo lah!" katanya sambil berjalan melewati Rafan yang wajahnya semakin bingung. Baru pulang langsung kena damprat.

🍬🍬🍬

Cara apa yang dipake Caramel???

Tunggu yaaa.. See you in the next chapter 😘😘

Ohh iyaa aku mau rekomendasiin cerita buatan temen aku ini. Dia penulis baru di wattpad loh.. jangan lupa kasih vomment yaa😊😊 who are you karya leci_apel

Jangan lupa juga follow ig :

@kennethaldebaran

@caramelstarla

@arkanlazuard

@rafansafaraz

@umbrellakirei

Cuss yg mau ngobrol sama mereka 😉😉

Continue Reading

You'll Also Like

True Stalker By fly

Teen Fiction

33M 1.2M 27
TERBIT 📖 - Aku adalah stalker. Itu sebuah hobi? Bisa dibilang begitu. Tetapi, aku hanyalah seorang gadis SMA yang duduk di bangku kelas X. "L...
2.8M 177K 34
Nathanial, ketua OSIS yang banyak disukai orang karena sikapnya yang baik. Namun sayangnya, Adisty yang dia cintai tidak menaruh hati padanya. Melain...
1.4M 133K 96
"Kelvin, terimakasih dan sampai jumpa..." Ini tentang Zatasya Louvina. Wanita yang banyak sekali memiliki musuh dihidupnya. Bagaimana seorang Asya bi...
Darka 2 By Rani

Teen Fiction

3.1M 19.6K 11
[TELAH TERSEDIA DI TOKO BUKU SELURUH INDONESIA] Ada kalanya Tuhan sengaja. Membiarkan satu diantara kita lupa. Mungkin Tuhan tidak membiarkan kita me...