The Boy With A Fake Smile

By indahmuladiatin

27.5M 1.5M 223K

#1 in Teenfiction # 1 in Fiksiremaja #1 in Fiksi #1 in Love (SELESAI) FOLLOW DULU SEBELUM BACA Dia Kenneth Al... More

Prolog
BAB 1 - The Unlucky Day
BAB 2 - I'm Not Alone
BAB 3 - Changed
BAB 4 - The Star
BAB 5 - Who Is He?
BAB 6 - The Mysterious Guy
BAB 7 - Bad Rumors
BAB 8 - Beautiful Rain
BAB 9 - Where Is He?
BAB 10 - Worried
BAB 11 - Annoying Holiday
BAB 12 - Jealous (?)
BAB 13 - Beach With The Star
BAB 14 - Refrain
BAB 15 - She is Elyza
BAB 16 - Kenneth Aldebaran
BAB 18 - Like a Star
BAB 19 - Sad Moment
BAB 20 - The Angel
BAB 21 - I Hate You
GIVEAWAY NADW!!!
BAB 22 - Sick
BAB 23 - The Secret
BAB 24 - Fake Smile
BUKAN UPDATE
BAB 25 - Give up? It's Not Me
BAB 26 - An Answer
BAB 27 - Become Better
BAB 28 - Commotion
BAB 29 - In Hospital
BAB 30 - Good Moment
BAB 31 - Gita's Secret
BAB 32 - The Winner
OA LINE TBWAFS
BAB 33 - New Idol
BAB 34 - Anger
BAB 35 - Do you Remember Me?
BAB 36 - Say Sorry
BAB 37 - No One Understands
BAB 38 - I Don't Wanna Go
BAB 39 - Stay With Me, Please
BAB 40 - Haunted by Guilt
BAB 41 - Still Waiting
BAB 42 - Missing You
BAB 43 - Little do you Know
BAB 44 - Happy Graduation
BAB 45 - See You
Pengumuman
BAB 46 - I'm Okay
BAB 47 - Emergency Time
BAB 48 - Indecision
BAB 49 - Pulse
Giveaway!!!
BAB 50 - The Wedding
Picture & Pengumuman
PENGUMUMAN
CERITA BARU
Q n A (1)
Attention
INFO GRUP INPLAYERS
JOINT GRUP INPLAYERS
He Always be the Legend
He Always be the Legend (2)
Spoiler Layout
Anatomi, Fisiologi, dan Si Mata Biru
PRE ORDER TBWAFS

BAB 17 - He's Mine

445K 29.8K 5.5K
By indahmuladiatin

Halohaaaa...

Update lagi. Seperti yang aku bilang kemarin.. aku dalam tahap skripsi 😂 dan sekarang sudah dapat judul.. Otomatis akan jarang update karena harus mengerjakan skripsi.. harap dipahami😊

Oh iya Caramel udah ada ig loh @caramelstarla di follow yaa..

Jangan lupa Follow ig @indahmuladiatin untuk info PO NADW.. PO akan mulai tanggal satu desember yeyyy ayo nabung 😄

Happy reading guys! Hope you like this chapter 😘😘

🍬🍬🍬

Bara kembali menguap, matanya benar-benar berat sekarang. Setelah dini hari pulang dari tempatnya bekerja. Sekarang sepagi ini dia sudah harus kembali bekerja di bengkel karena ini hari minggu. Hari dimana dia akan lebih sibuk daripada hari lainnya. Kantung mata terlihat jelas di wajah Bara.

Sebenarnya Defan kasihan pada sohibnya itu tapi Bara itu benar-benar susah untuk disuruh istirahat. Ibarat robot begitulah badan Bara. Bahkan robot juga berhenti bergerak agar baterainya tidak cepat habis.

"Udah biar gue yang ngecek," kata Wisnu.

Bara menghela nafas panjang. Dia menyandarkan tubuh tingginya pada dinding belakang. "Siapa yang kemaren ngasih tau Starla kalau gue kerja di bar?"

Semua diam dengan wajah bingung. Kecuali Defan yang memasang wajah bingung tidak alami. Bara menyipitkan matanya. Menunggu pengakuan dari sahabatnya itu.

"Aduh pinggang gue encok," kata Defan sambil meringis kecil. "Ron gantiin gue dulu yaa! gue mau urut."

Bara mendengus geli. Dia menahan kerah belakang pakaian Defan. Wajahnya tersenyum menantang. Dengan alis terangkat. "Mau kemana lo?"

Defan meringis kecil dan menunjuk kursi kayu panjang. "Mau duduk."

"Ngapain lo bilang ke Starla tempat kerjaan gue?" tanya Bara dengan alis terangkat.

Defan langsung menggelengkan kepalanya. "Bukan Kara yang nanya! gue ngasih tau si Bella sumpah!"

Bara memutar bola matanya. Kadang dia memang harus sabar dengan Defan yang abstrak ini. "Starla sama Bella, apa bedanya? ngeles aja lo!" keluhnya dengan wajah kesal. Untung sahabat.

Bukannya minta maaf Defan justru terkekeh kecil. Dia merangkul bahu sahabatnya itu. "Dia dateng?"

Bara menjawab dengan pandangan matanya. Untung tidak ada yang macam-macam semalam. Kalau sampai Caramel membuat masalah di tempat itu sudah pasti Rafan yang akan mengamuk.

"Ohh hehe dia dateng pasti, keceplosan gue. Si Bella ngorek infonya pake iming-iming," jawab Defan.

Bara berdecak kesal dan mengambil satu kotak merah yang berisi peralatan bengkel. Dia tidak bisa istirahat karena kerjaan pasti akan sangat menumpuk besok pagi. Hari ini yang bertugas hanya empat orang karena Thomas sedang ada acara. Biasanya kalau hari minggu Rafan dan bang Satrio juga ikut membantu, ditambah Arkan yang kadang ikut kemari dengan Rafan.

Semakin siang pengunjung semakin bertambah. Mereka berempat kewalahan. Sedikit kesal karena ada beberapa mobil yang bahkan tidak ada masalah sama sekali tapi si pemilik tetap kekeh kalau ada masalah dengan kendaraannya.

Belum lagi Roni yang kalau bekerja sudah seperti putri jawa yang sangat ayu. Lelet banget. Pedomannya alon-alon asal kelakon. Kalau buru-buru takut ada kesalahan. Andaikan pengunjung hanya satu orang mungkin semua juga tidak masalah dengan pedoman itu.

"Woy pegang kerjaan gue dulu ya, gue mules!" kata Roni sambil berlari ke kamar mandi. Nah belum ditambah iklan panggilan alamnya.

Bara tertawa geli melihat Defan yang menggerutu kesal karena dapat pekerjaan tambahan. Dia mengusap wajahnya yang berkeringat.

"Kira-kira masalahnya apa ya?" tanya perempuan si pemilik mobil.

Bara mengetuk kap mobil itu. "Saya cek dulu ya." Kembali dia tenggelam dalam pekerjaannya sampai suara Defan mengganggunya.

"Iya Bell kenapa?" tanya Defan di telepon.

"Oh Rafan belom dateng, mungkin nanti sore," kata Defan lagi.

Bara mengerutkan keningnya. Bell itu pasti Bella. Untuk apa cewek itu mencari Rafan di sini.

"Eh jangan panik dulu. Tenang lo kenapa?"

Pekerjaan Bara langsung terhenti. Perasaannya jadi tidak enak. Dia langsung mendekati Defan dengan wajah penasaran.

"Apa?! Kara kecelakaan?!" tanya Defan kaget.

Bara melebarkan matanya. Tangannya mendingin sambil berpegangan pada pinggiran mobil. Caramel kecelakaan, yang benar saja. Semalam bahkan dia masih bicara dengan cewek itu.

"Sekarang di rumah sakit mana?" tanya Defan lagi. "Oke gue kesana sama Bara."

"Dimana?" tanya Bara langsung.

"Rumah sakit permata," jawab Defan.

Semua menyaksikan kepanikan Bara yang tidak biasa. Sikap tenang dan tdiak pedullinya lenyap digantikan wajah pucat.

Tanpa banyak bicara, keduanya langsung mengganti pakaian dan pergi dengan motor Defan. Bara mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Tidak peduli banya klakson protes dari orang-orang. Percayalah dia hanya ingin tiba di rumah sakit dengan cepat. Dia hanya memiliki dua bintang. Satu sudah pergi apa satu lagi juga harus diambil darinya.

Tiba di rumah sakit Bara langsung pergi ke ruang UGD rumah sakit ini. Dia menghampiri seorang laki-laki yang sedang sibuk menulis.

"Pasien kecelakaan?" tanya Bara.

"Di sana," jawab laki-laki itu.

Bara langsung mendekati tempat yang ditutup tirai. Dibaliknya ada suara-suara sibuk sekumpulan orang.

"Kompresi!" perintah orang itu.

"Nadinya belum kembali Dok."

"Sudah berapa menit?"

"Dua setengah menit."

Ruangan yang penuh suara itu seperti hening di telinga Bara. Rasanya seperti seluruh tulangnya ditarik paksa. Bara terhuyung sampai bersandar pada dinding. Wajahnya sudah pucat pasi sekarang. Caramel pergi meninggalkannya.

Defan menepuk bahu Bara. Wajahnya ikut prihatin. Dia tahu, sadar atau tidak sahabatnya ini memiliki perasaan yang lebih pada Caramel. Bara sangat misterius. Meski bersahabat dia tidak pernah tahu kehidupan asli Bara. Ada banyak senyum dan tawa dalam diri Bara tapi bukan berarti hidupnya bahagia.

Kadang dia merasa ada hal besar yang ditutupi Bara. Mungkin hanya Bara sendiri yang tahu.

Bara terduduk sambik menutup wajahnya. Apalagi ini. Jangan mati. Jangan ambil Caramel. Apapun akan dia lakukan asal jangan ambil cewek itu.

"Gue mau kabarin Rafan," kata Defan.

Bara hanya diam. Dia masih menutup wajahnya sambil menundukan kepala. Ada banyak doa dan harapan yang dia gumamkan dengan lirih. "Jangan mati," kata Bara.

"Bara?"

Bara mendongak kaget. Matanya mengerjap melihat Caramel datang dengan kening berkerut. Ada plaster yang menempel di kening dan hidungnya. "Starla?"

Caramel tersenyum dan duduk di depan Bara. "Lo ngapain duduk di sini? lo nangis?"

"Kecelakaan?" tanya Bara masih dengan wajah bingung. Kalau ini bayangan dia tidak masalah. Anggap saja dia gila. Lebih baik begitu asal dia masih bisa melihat Caramel.

"Ohh iya tadi gue keserempet motor, nih luka-luka. Nih siku sama lutut gue juga luka," kata Caramel dengan santai.

"Shit!" kata Bara. Dia benar-benar panik setengah mati. Bara langsung memeluk Caramel. "Kurang ajar! jantung gue rasanya mau berhenti!" kata Bara dengan lega. Rasanya dia bisa bernafas dengan lega lagi.

Caramel sempat kaget tapi dia tersenyum dan menepuk-nepuk bahu Bara. "Cup cup jangan nangis."

Bara melepaskan pelukannya matanya menyipit dengan wajah kesal. Dia hanya bisa menjitak kepala Caramel dan kembali memeluk cewek itu. "Jangan pergi."

🍬🍬🍬

Caramel tersenyum dan menganggukan kepalanya. Tadi pagi dia dan Bella sedang lari pagi. Sampai dia melihat motor hitam dan akhirnya tidak sadar kalau ada motor yang akan lewat sampai akhirnya terserempet.

"Lo panik ya?" tanya Caramel.

"Ngeledek?" tanya Bara.

Caramel terkekeh kecil. Dia menggelengkan kepalanya. "Maaf, gue nggak maksud bikin semua khawatir."

Defan kembali dengan wajah bingung dan kaget melihat Bara memeluk Caramel. Sama seperti reaksi Bara tadi dia juga menatap tirai putih itu. "Ra lo nggak apa-apa? tadi bukannya.."

"Oh iya itu pasien kecelakaan mobil," jawab Caramel sambil melepaskan pelukan Bara.

"Hah? kata Bella lo kecelakaan?" tanya Defan lagi.

Bella yang baru datang dengan satu plastik gorengan langsung meringis. "Sorry! lagi tadi gue mau jelasin kalau kecelakaannya nggak parah tapi lo udah nutup teleponnya."

"Anjir! gue udah panik aja tadi!" kata Defan sambil memegang dadanya dengan gaya dramatis. Tapi dia tidak bohong. Dia benar-benar panik tadi. "Lagian kenapa lo bilangnya kecelakaan?"

"Yaa kan keserempet motor juga kecelakaan. Gue mau ngehubungin Om Karel tapi ngeri aja tiba-tiba Om Karel dareng pake helikopter pribadi ke sini saking khawatirnya. Bang Raka juga sejenis sama Om Karel. Cuma Bang Rafan sama Bang Arkan di otak gue tapi gue nggak punya nomer mereka. Yaa udah gue ngehubungin lo siapa tau Bang Rafan ada di bengkel," jelas Bella panjang lebar.

Defan berdecak kesal. "Untung pulsa gue habis, gue belom sempet ngabarin si Rafan."

"Huaa untung! bisa dikurung sebulan gue kalau ketauan," kata Caramel sambil mengusap dada. Kali ini dia selamat. Untung Bella tahu kalau ayah kadang suka berlebihan.

Setelah mengurus semua, Caramel akhirnya bisa pulang. Luka-lukanya memang tidak parah. Hanya seperti jatuh dari sepeda. Dia berjalan di samping Bara yang kembali diam.

"Gue sama Bella balik naik taxi aja deh, lo duluan aja Ken," kata Defan.

"Jagain temen gue yaa!" kata Caramel.

Defan mengangkat jempolnya. "Udah pasti gue jagain."

Bara mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Dia mengajak Caramel pergi ke apartemennya. Di sana ada Gita yang akan menemani Caramel selama dia kembali ke bengkel.

"Ehh kita ke rumah lo?" tanya Caramel setelah motor berhenti di parkiran bangunan yang tidak terlalu tinggi ini.

"Gue mau ngomong bentar," kata Bara sambil melangkah duluan.

Mereka tiba di pintu kamar Bara. Caramel menoleh ke tempat Gita yang pintunya tertutup rapat. "Kak Gita ada di rumah nggak?"

"Ada," jawab Bara. Dia menahan kerah belakang baju Caramel. "Mau kemana? tadi gue bilang mau ngomong bentar kan?"

Caramel meringis kecil. Perasaannya tidak enak. Jangan-jangan Bara mau memarahinya karena kejadian semalam dan tadi pagi. "Ehh gue ke rumah Kak Gita aja deh."

"Nanti!" kata Bara sambil menarik lengan Caramel.

Saat pintu dibuka Caramel langsung takjub melihat ruangan yang sebenarnya tidak terlalu luas ini terlihat sangat rapih. Dia langsung melangkah masuk padahal tadi menolak. Cat dinding berwarna abu-abu. Sofa di depan televisi dan dapur kecil di samping ruangan ini. Tata letaknya sama seperti tempat Gita tapi ini lebih terlihat kosong. Seperti tidak pernah disentuh tapi bersih tanpa debu.

"Lo tinggal di sini sendiri?" tanya Caramel.

"Yap," jawab Bara sambil melangkah ke kamarnya.

Caramel memilih duduk di sofa dan menyalakan televisi. Dia memilih chanel yang menarik tapi sayangnya tidak ada. Belakangan ini dia memang tidak tertarik dengan acara-acara di televisi. Kalau ingin nonton dia memilih nonton film.

Bara kembali dengan kaus yang lebih santai. Dia duduk di samping Caramel dan merebut remot itu. Dimatikan televisi dan ruang ini kembali hening.

"Kenapa dimatiin?" protes Caramel.

"Apa kata dokter?" tanya Bara tanpa menjawab pertanyaan tidak penting Caramel.

"Ohh yaa luka biasa, jangan lupa minum obat sama obatin luka-lukanya. Gue udah dapet salepnya juga," jelas Caramel sambil menunjukan semua yang ada di plastik yang dia dapat dari rumah sakit tadi.

"Kenapa bisa keserempet?" tanya Bara lagi.

Caramel diam. Memikirkan lebih baik jujur atau bohong. Kalau jujur pasti Bara marah kalau bohong Bara pasti lebih marah lagi. "Emm gue liat motor item. Gue kira itu dia," jawabnya jujur.

Bara menghela nafasnya. Caramel akan terus mengejar dia. Matanya menatap Caramel. "Kalau sama gue aja gimana?"

"Hah apa? sama lo apa?" tanya Caramel bingung.

Bara berdecak kesal. Caramel ini benar-benar bodoh. "Lupain dia, lo sama gue aja."

Caramel mengerutkan keningnya. Dia berpikir sebentar sampai matanya melebar. Mulutnya terbuka. "Lo nembak?"

Bara tersenyum geli dan bersandar pada sofa. Matanya terpejam sebentar karena sejak tadi matanya memang sudah berat.

Caramel benar-benar penasaran maksud Bara tapi sepertinya cowok ini tidak berniat untuk mengulang kata-katanya. Padahal dia belum mengerti maksud ucapan Bara. Apa tadi Bara mengungkapkan perasaan. Tapi tidak ada kata suka tadi.

Lama Caramel menunggu Bara tidur. Hampir satu jam sampai Bara bangun dengan wajah yang lebih segar, tidak sepucat tadi. Caramel langsung bertanya tentang ucapan Bara tadi. Suara nyaringnya benar-benar mengganggu sampai Bara memilih menutup telinganya. "Berisik! sana main ke tempat Gita!"

"Idih! jawab dulu dong! tadi lo nembak yaa?" tanya Caramel dengan senyum lebar.

Bara memasang wajah berpikir. "Gue juga nggak tau."

Caramel cemberut kesal. Cowok ini gengsi atau apa. Padahal tadi dia mendengar jelas Bara memintanya untuk tidak pergi. Tadi Bara seperti orang lain. Belum pernah dia lihat ekspresi takut itu. "Yaudah gue pulang deh. Thanks udah khawatir."

"Jangan!" kata Bara. "Lo main aja di tempat Gita. Gue mau ke bengkel bentar."

"Emang kenapa?" tanya Caramel.

"Biar gue yang anter pulang," kata Bara. Dia jadi ragu untuk membiarkan Caramel pulang sendiri.

"Masih kangen sama gue yaa?" Caramel manaikan alisnya dengan senyum meledek.

Bara mendengus geli dan mengetuk kepala Caramel. "Takut lo nyungsep lagi."

"Cih ngeles, yang penting lo tadi nembak gue. Perlu gue jawab nggak?" tanya Caramel.

Bara menyilangkan tangannya dengan wajah menantang. "Apa jawabannya?"

"Gue mau!" jawab Caramel jujur. Mungkin cowok dengan mata biru itu cuma perantara antara dia dengan Bara. Buktinya setiap dia mencari si the angel itu pasti dia bertemu Bara. "Oke gue tungguin, tapi nanti traktir gue yaa?"

"Dasar! udah sana ke Gita! gue mau mandi," suruh Bara sambil mendorong pelan Caramel keluar.

Caramel tertawa geli dan mengetuk pintu Gita. Dia tersenyum lebar menunggu Gita membuka pintu. Masa bodo dengan luka-lukanya. Hari ini dia senang karena Bara sangat manis. Rasanya dia tidak sabar untuk cerita pada bunda dan Bella. "Hey Kak Gita," sapa Caramel saat Gita membuka pintu.

"Kara? lo ke sini sendiri?" tanya Gita.

Caramel menggelengkan kepalanya. "Tadi abis dari tempat Bara."

"Oh ayo masuk!" ajak Gita dengan senyum senangnya.

Caramel masuk dengan Gita yang sepertinya sedang asik nonton film karena di depan televisi ada banyak makanan. Dia duduk di sofa dan Gita membuatkan minuman untuknya. Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sangat nyaman meskipun tidak seluas rumahnya. "Nggak kemana-mana Kak?"

"Baru pulang tadi abis nyari buku sana Beni," jawab Gita sambil menyuguhkan segelas sirup warna kuning yang menggugah selera di siang hari panas ini. "Kepala lo kenapa Ra?"

"Ehh? jatoh Kak hehe biasa," kekeh Caramel. "Gue minum yaa Kak."

Caramel meceritakan apa yang di bicarakan dengan Bara barusan pada Gita dan Gita terliat sangat antusias. Dia lega karena Gita memanng benar-benar sahabat Bara. "Yaa gitu deh Kak ceritanya."

"Wah udah resmi pacaran dong sekarang? selamat deh, gue nggak nyangka Ken bisa semanis itu," kekeh Gita dengan wajah geli. Kenneth yang lebih tertarik dengan dunia balapan motr dan gangster bisa semanis itu. "Lo sama Ken itu ada kesamaannya loh."

"Apa Kak?"

"Sama-sama sering luka," kekeh Gita.

Caramel meringis kecil. Itu memang sejak dulu. Sejak kecil dia sudah jadi pelanggan obat merah dan plaster karena sering ceroboh. "Kak gue nebeng di sini sampe dia pulang yaa? katanya gue disuruh nunggu."

"Sip deh, mau dandan dulu nggak sebelum jalan sama Ken?" tanya Gita.

Caramel mengibaskan tangannya. "Gini aja dia udah suka. Ntar kalau gue dandan takut aja dia makin jatuh cinta."

Gita tertawa geli mendengar ocehan Caramel. Mereka menghabiskan waktu dengan menonton film bersama.

🍬🍬🍬

"Ciyee yang abis jadian diem-diem aja, takut dimintain pajak Bang?" ledek Gita setelah Bara pulang dari bengkel dan menjemput Caramel.

Bara memutar bola matanya. Dasar perempuan, selalu saja membicarakan masalah-masalah tidak penting. "Lo nggak ngerepotin kan?"

"Kak gue ngerepotin nggak?" tanya Caramel pada Gita.

"Enggak dong, lain kali kalau ke tempat dia lagi harus mampir ke tempat gue!" kata Gita.

Caramel bersenandung kecil selama perjalanan. Lagu yang sering bunda nyanyikan untuk dia dan abang-abangnya waktu kecil. Meskipun suara bunda tidak semerdu Celine Dion tapi suara bunda juga enak di dengar.

Motor Bara berhenti di dekat cafe kecil dekat dengan bengkel. Ini cafe yang sering dia datangi dengan teman-temannya. "Makan bentar."

"Gue mau kentang goreng sama burger yaa, minumnya susu cokelat," kata Caramel dengan semangat. Tadi dia sudah makan banyak di rumah Gita jadi dia hanya memesan itu. Bara tersenyum dan mengacak rambut Caramel.

Caramel makan dengan lahap sambil menceritakan film yang tadi dia tonton dengan Gita dan Bara hanya bertopang dagu mendengarkan semua cerita itu.

"Oh iya besok lo pulang sekolah kemana?"

"Bengkel," jawab Bara.

"Boleh ikut?" tanya Caramel dengan wajah berharap.

"Emang kalau pacaran lo harus ngikuin gue kemana-mana?" tanya Bara.

Caramel cemberut kesal. "Jangan pede deh, gue mau main sama Defan tau!"

Bara tertawa geli dan menganggukan kepalanya. "Oke jangan deket-deket gue ya?"

Mana bisa. Rasanya Caramel ingin mengekori Bara terus sekarang. Agar perempuan-perempuan itu tahu kalau Bara. Cowok yang cool ini miliknya.

"Yap jangan marah yaa kaalu ada yang gangguin gue," kata Caramel dengan senyum santainya. Ahh rasanya belum bisa percaya kalau sekarang dia dan Bara sudah pacaran. Habis kenapa Bara tidak bilang suka.

"Nggak bakal ada yang berani."

Setelah makan Bara mengantar Caramel pulang. Ini sudah sore dan jalanan tidak terlalu aai seperti biasa. Bara menghentikan motornya di depan pagar rumah. "Rafan ada di rumah?"

"Enggak tau, dari kemaren gue di rumah Bella," jawab Caramel sambil menoleh ke pos satpam. "Ayo masuk! lo temen Abang tapi nggak pernah main."

Bara menggelengkan kepalanya. Sudah sore dan dia juga ada janji dengan teman-temannya untuk persiapan balapan. "Kapan-kapan aja." Dia mengusap kepala Caramel. "Jangan ceroboh. Lo bikin takut banyak orang."

Caramel menganggukan kepala dan tersenyum manis. "Siap." Kepalanya menoleh saat mobil hitam berhenti di depan rumahnya. "Ehh kebetulan, tuh Bunda dateng."

Bunda keluar dengan tante putri. "Sayang? udah pulang?"

"Bunda.." Caramel menghampiri bundanya. "Tebak Kara bawa siapa?"

"Bawa orang?" tanya bunda.

"Ishh Bunda."

"Yaa lagian, emangnya dia barang?" tanya bunda dengan gemas.

"Pacar baru nih?" tanya tante Putri.

Caramel menganggukan kepalanya. "Ini Bunda yang namanya Bara."

Bara tersenyum ramah dan menganggukan kepalanya. "Sore Tante."

Bunda tersenyum dan menghampiri anak laki-laki itu. "Ini yang namanya Bara? Kara sering cerita. Maaf yaa anak Tante ini emang genit, nggak usah ditanggepin."

Bara tersenyum melihat Caramel cemberut. Ternyata benar kata Rafan. Bunda adalah wanita baik yang cantik rupanya. Rasanya dia benar-benar iri pada Rafan dan Caramel. "Iya nama saya Bara," katanya sambil menyalami bunda.

Bunda terdiam cukup lama. Saat melihat anak laki-laki ini tersenyum rasanya wajah itu terlihat tidak asing. Apalagi saat tangannya menyentuh tangan itu, ada perasaan yang benar-benar aneh. "Ayo mampir. Tante ingin ngobrol banyak dengan kamu."

"Oh maaf Tante saya ada urusan pekerjaan, lain kali mungkin," tolak Bara dengan halus.

Caramel mengerutkan keningnya. "Bunda kenapa?" tanyanya melihat mata bunda yang berkaca-kaca.

Bunda mengerjapkan mata. "Kamu mengingatkan Tante dengan anak laki-laki Tante yang sudah lama tidak Tante lihat. Senyumnya sama seperti kamu. Ganteng juga sama kaya kamu," kekeh bunda sambil tersenyum.

Bara terkekeh kecil. "Wah berarti wajah saya pasaran."

Bunda ikut terkekeh. "Yaudah pulangnya hati-hati yaa? jangan ngebut."

"Iya Tante. Terima kasih," kata Bara. sebuah perhatian kecil yang sangat ingin dia dapatkan dari ibu

Caramel masih memasang wajah bingungnya. Sikap bunda itu aneh. Kenapa tibatiba mau menangis karena melihat Bara. "Aneh deh, padahal yang jarang diliat kan cuma Bang Raka itu juga enggak ada seminggu."

Bara tertawa geli dan menyalakan mesin motor Defan. Motor yang selalu jadi kendaraannya selama menjadi Bara. "Gue balik dulu."

"Yapp bye, take care!" pesan Caramel.

Caramel langsung masuk ke dalam rumah dan menghampiri bunda di dapur. Dia menghentikan langkahnya saat mendengar obrolan serius bunda dengan tante Putri. Badannya merapat pada dinding agar bisa mendengar lebih jelas.

"Rasanya udah lama kenal sama anak itu," kata bunda.

"Perasaan aja kali," jawab tante Putri.

"Ada apa?"

Caramel menoleh kaget mendengar suara Raka. Ternyata abangnya sedang ada di rumah. Tadi dai memang tidak melihat garasi. Pelan dia menarik lengan Raka agar menjauh dari dapur. Mungkin Raka tahu alasan bunda.

"Bang tadi Kara pulang sama Bara," kata Caramel.

"Terus?"

"Bunda ketemu Bara dan kenalan, tapi ada yang aneh. Masa Bunda tadi kaya mau nangis gitu? aneh kan? terus tadi Kara denger Bunda ngerasa nggak asing sama Bara," jelas Caramel.

Bukannya bingung Raka justru tersenyum. Tidak perlu hal rumit untuk mempertemukan seseorang. Tanpa direnakan bunda sudah bertemu dengan putranya. Ini bukan sebuah kebetulan karena ini memang sudah berjalan sebagaimana mestinya.

Raka meminum segelas jus yang tadi dibuat oleh Meri. "Kenapa dia mengantar kamu?"

"Kara pacaran sama Bara Bang," jawab Caramel dengan senyum senang.

Raka tersedak, dia terbatuk beberapa kali. "Apa? kamu dan Bara?"

Caramel menganggukan kepalanya. "Iya dong, hehe nggak apa-apa kan Bang? bantuin bilang sama Ayah ya Bang?"

Raka menghela nafas panjang. Jadi benar kata daddy tentang besanan itu. Kalau daddy tahu sudah pasti daddy akan tertawa senang karena ucapannya benar. Kenapa bisa kebetulan sekali. Tanpa perjodohan. Dua bintang dari dua keluarga ini dipertemukan.

🍬🍬🍬

See you in the next chapter guys 😘😘


Tonton video Bara dan Defan di ig @kennethaldebaran

Jangan lupa follow @caramelstarla juga 😘

Continue Reading

You'll Also Like

752K 66.4K 88
|SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVAT. FOLLOW DULU AKUNNYA BARU BISA BACA| SUDAH DIBUKUKAN DAN TIDAK ADA DI TOKO BUKU OFFLINE. NURAGA SERIES 1 Sifat hangat da...
Different By ping

Teen Fiction

10.8M 557K 55
CERITA TELAH DITERBITKAN Kiara Ifania : 1. Cantik ✔ 2. Pinter ✔ 3. Polos ✔ 4. Imut ✔ 5. Rokok ✘ Karrel Antonio : 1. Ganteng ✔ 2. Pinter ✘ 3. Nakal ✔ ...
4.3M 259K 28
Pernah membayangkan cowok paling keren di seluruh penjuru sekolah tiba-tiba saja membenci kalian tanpa sebab? Itulah yang dirasakan Syakilla saat Mar...
True Stalker By fly

Teen Fiction

33M 1.2M 27
TERBIT 📖 - Aku adalah stalker. Itu sebuah hobi? Bisa dibilang begitu. Tetapi, aku hanyalah seorang gadis SMA yang duduk di bangku kelas X. "L...