The Boy With A Fake Smile

By indahmuladiatin

27.5M 1.5M 223K

#1 in Teenfiction # 1 in Fiksiremaja #1 in Fiksi #1 in Love (SELESAI) FOLLOW DULU SEBELUM BACA Dia Kenneth Al... More

Prolog
BAB 1 - The Unlucky Day
BAB 2 - I'm Not Alone
BAB 3 - Changed
BAB 4 - The Star
BAB 5 - Who Is He?
BAB 6 - The Mysterious Guy
BAB 7 - Bad Rumors
BAB 8 - Beautiful Rain
BAB 9 - Where Is He?
BAB 10 - Worried
BAB 11 - Annoying Holiday
BAB 12 - Jealous (?)
BAB 14 - Refrain
BAB 15 - She is Elyza
BAB 16 - Kenneth Aldebaran
BAB 17 - He's Mine
BAB 18 - Like a Star
BAB 19 - Sad Moment
BAB 20 - The Angel
BAB 21 - I Hate You
GIVEAWAY NADW!!!
BAB 22 - Sick
BAB 23 - The Secret
BAB 24 - Fake Smile
BUKAN UPDATE
BAB 25 - Give up? It's Not Me
BAB 26 - An Answer
BAB 27 - Become Better
BAB 28 - Commotion
BAB 29 - In Hospital
BAB 30 - Good Moment
BAB 31 - Gita's Secret
BAB 32 - The Winner
OA LINE TBWAFS
BAB 33 - New Idol
BAB 34 - Anger
BAB 35 - Do you Remember Me?
BAB 36 - Say Sorry
BAB 37 - No One Understands
BAB 38 - I Don't Wanna Go
BAB 39 - Stay With Me, Please
BAB 40 - Haunted by Guilt
BAB 41 - Still Waiting
BAB 42 - Missing You
BAB 43 - Little do you Know
BAB 44 - Happy Graduation
BAB 45 - See You
Pengumuman
BAB 46 - I'm Okay
BAB 47 - Emergency Time
BAB 48 - Indecision
BAB 49 - Pulse
Giveaway!!!
BAB 50 - The Wedding
Picture & Pengumuman
PENGUMUMAN
CERITA BARU
Q n A (1)
Attention
INFO GRUP INPLAYERS
JOINT GRUP INPLAYERS
He Always be the Legend
He Always be the Legend (2)
Spoiler Layout
Anatomi, Fisiologi, dan Si Mata Biru
PRE ORDER TBWAFS

BAB 13 - Beach With The Star

466K 28.8K 4.2K
By indahmuladiatin

Halohaaa.. update lagi...

Jangan lupa follow ig aku yaa^^ akan ada info po nadw

Ig : indahmuladiatin

Langsung aja happy reading guys.. hope you like this chapter

🍬🍬🍬

Caramel menguap, matanya masih berat tapi Bella sudah menyeretnya ke pantai. Katanya ingin melihat sunrise. Kalau boleh jujur, dia lebih memilih untuk bergulung di bawah selimut daripada melihat awan dengan gradiasi warna yang indah itu.

"Mata lo buka!" omel Bella.

Caramel merengek kecil. Dia benar-benar ngantuk. "Mbel! gue ke kamar aja yaa?" pintanya. Tangannya tetap ditahan oleh Bella sampai akhirnya dia pasrah dan ikut menonton langit maaih dengan mata setengah terpejam.

Pagi ini setelah sarapan Caramel dan Bella langsung menghampiri komplotan Faris. Wajah Caramel masih kesal sejak pagi tadi. Sampai sekarang rasanya dia belum ikhlas tidurnya diganggu.

Bella memukul bahu Caramel. "Ra! ini mata gue yang salah apa gimana sih?"

Caramel menoleh dengan wajah bingung. "Apaan?"

"Masa gue liat Kak Bara sekarang?" tanya Bella dengan wajah kaget.

Caramel mendengus pelan, memangnya dia sebodoh itu. Tangannya mengibas di depan wajah Bella. "Nggak ngaru! gue masih kesel sama lo!"

Bella melotot kesal dan mendorong kepala Caramel agar menoleh ke arah yang sama. "Siapa yang mau bujuk lo dodol! itu Kak Bara emang di sini!" omelnya kesal.

Caramel menyipitkan matanya. Mulutnya terbuka lalu tertutup lagi seperti ikan. Wajahnya jelas kaget. Ini Bali bukan Jakarta. Kenapa Bara dan teman-temannya ada di sini. Cowok itu memandangnya dari jauh tapi tidal ada ekspresi di wajah itu.

Kepala Caramel langsung menunduk. "Mbel! ini masih di Bali kan?" bisiknya sambil menyikut perut Bella yang masih sama kagetnya.

"Kayanya masih," jawab Bella.

Caramel berdecak kesal, dia langsung berbalik. "Menurut lo dia liat gue nggak?"

Bella melirik kesal Caramel. Bodohnya keterlaluan. "Yaa kalo dia nggak buta pasti dia liat lo!" sewotnya.

Faris menghampiri Caramel dan Bella. "Ayo yang lain udah nunggu!"

Caramel meringis kecil. "Eh hehe kayanya gue nggak jadi deh."

"Ehh nggak-nggak, kita jadi Ris!" potong Bella. "Cuekin aja! kita main sama si Faris!" bisiknya pada Caramel.

Caramel melirik takut ke arah Bara. Dia berdecak kesal dan mengangguk pasrah. Lagipula kenapa dia harus menghindar. "Ayo!" ajaknya setelah berusaha untuk tetap santai.

"Kara!!" panggil Defan.

Caramel menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kenapa Defan harus memanggilnya. Harusnya cowok itu pura-pura tidak melihat. Dia menghela nafas dan berbalik sambil memasang senyum seperti biasa.

"Hey!" sapanya sambil melambaikan tangan.

"Wah kebetulan yaa ketemu di sini?" tanya Defan setelah mereka mwnghampiri Caramel.

Bara melirik kesal Defan. Tadi pagi dia di seret oleh teman-temannya. Entah ide darimana, sampai semua sudah bersiap untuk liburan ke Bali. Bahkan pakaiannya juga sudah disiapkan. Setelah tiba di sini dan melihat Caramel dia baru mengerti. Ini sudah direncanakan oleh teman-temannya. Untung dia tetap menggunakan soflens tadi.

"Iya kebetulan banget yaa?" tanya Caramel.

"Wah jadi yang rambut pendek ini siapa?" tanya Defan.

Bella tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Bella."

"Bella, nama yang manis sama kaya orangnya," lanjut Roni.

Bella meringis kecil sambil menatap Caramel dengan pandangan bertanya dan geli. Masalahnya dia tidak mengenal orang-orang ini.

"Mereka temen-temennya Bara sama Bang Rafan di bengkel," kata Caramel.

Bella membulatkan mulutnya. Pantas kalau Caramel bilang ini seperti kumpulan boy band. Dia tersenyum untuk menyapa semuanya.

"Ayo Raa.. jadi kan?" tanya Faris.

"Jadi dong, ayo!" ajak Caramel. "Emm maaf yaa gue sama Bella mau main dulu sama mereka. Bye!"

Bara sejak tadi hanya diam. Kedua lengannya bersedekap dengan wajah malas. Cewek itu jelas menghindar. Mata cokelatnya bahkan tidak berani menatap matanya. Dahinya mengernyit, mungkin karena Caramel sudah kembali dengan Bayu.

"Diem aja Ken?" tanya Defan gemas.

Bara mengangkat alisnya. "Mau ngapain?"

Roni meringis sambil menggaruk kepalanya sendiri. "Udah-udah ayo gabung sama mereka aja!"

Akhirnya Defan dan yang lain ikut bermain dengan Caramel. Bara memilih duduk di dekat pantai. Lumayan untuk berjemur. Matanya terpejam menikmati hangat sinar matahari yang membakar kulitnya. Dia lupa kapan terakhir kali dia berlibur seperti ini.

Rafan duduk di samping Bara. "Kapan lagi liburan?"

Bara mendengus pelan. Matanya masih terpenjam.

"Si Gita mana? kata Defan dia ikut," tanya Rafan.

Bara membuka matanya. Cahaya matahari menyilaukan mata. Matanya menyipit. "Jalan sama saudara lo."

Rafan menepuk keningnya sendiri. Mulai lagi saudara kembarnya itu. "Kenapa lo izinin? tu anak hobinya modusin cewek."

Bara mengangkat bahunya. "Mending sama si Arkan daripada Beni."

Caramel tertawa riang dengan Defan. Mereka berjalan menghampiri Bara dan Rafan yang sibuk berjemur. Yang lain masih asik bermain meskipun matahari sudah semakin terik.

"Bagus kan?" tanya Caramel.

"Banget Ra! harusnya gue foto tadi," kekeh Defan.

Caramel duduk di samping Rafan dan menceritakan keindahan bawah laut yang baru saja dia lihat. "Abang harus liat!"

"Males," jawab Rafan sebelum bangkit. "Fan lo mau nyari makan kan?"

Defan mengerjapkan mata sekilas dan langsung mengangguk mengerti. "Yoi laper banget gue!" katanya sambil merangkul bahu Rafan. "Woy kita tinggal yaa!"

"Ehh gue ikut!!" ucap Caramel. Terlambat, abangnya sudah menjauh dengan Defan. Dia melirik Bara yang masih cuek dengan mata terpejam. Kenapa dia jadi berduaan dengan cowok ini.

Caramel berdeham pelan. "Lo mau di sini aja? gue mau balik ke sono."

"Silahkan," jawab Bara.

Jawaban cuek itu membuat Caramel tercengang. Bara ini kenapa sih. Kenapa jadi cuek sekali. Kemarin memang galak tapi tidak secuek ini. Dia cemberut kesal. "Yaudah!" ketusnya. Dia berdiri tapi karena posisinya tidak benar akhirnya dia terjatuh dengan kaki yang tertekuk.

"Aduh," ringisnya.

Bara membuka mata, melihat Caramel kesakitan dia hanya mendengus pelan. Dia bangun dan menarik kaki Caramel. "See? lo cuma bisa duduk di sini."

"Gue nggak apa-apa. Cuma sakit dikit," ketus Caramel.

Bara memukul pelan kaki Caramel sampai cewek itu mengaduh kesakitan. "Sakit dikit?"

Caramel melotot kesal. "Bara!!!" teriaknya sambil menerjang Bara dengan berbagai serangan. Kenapa cowok ini hobi sekali membuatnya kesal hanya dengan hal yang sederhana. Semua serangan brutal itu bisa ditangkis dengan mudah oleh Bara.

Usaha itu terhenti saat Bara memegang kedua tangan Caramel. Matanya menatap mata cokelat dengan binar mata menyala itu. Dia tahu Caramel kesal karena wajah cewek ini sudah memerah. "Lo kasar ya?" tanyanya santai.

Caramel kembali tercengang. "Lo duluan yang nyari gara-gara!"

Bara menghela nafas panjang. Dia membuka kausnya sampai Caramel langsung menutup mata. "Lo mau ngapain?"

Bola mata Bara berputar jengah. "Nggak usah mikir macem-macem!"

Caramel membuka satu matanya dan dia lihat Bara masih menatapnya dengan alis bertaut. Alis hitam tebal itu benar-benar membuat Caramel ingin mengusapnya. Matanya terpaku pada badan Bara yang terbentuk. Tidak ada lemak berlebih di sana. Gila, cowok ini sengaja pamer badan.

"Puas ngeliatin gue?" tanya Bara dengan senyum geli.

Caramel mengerjapkan mata. Wajahnya memanas. "Siapa yang liatin? pede banget!"

Bara mendengus geli dan berbaring tengkurap. "Jangan berisik, gue mau tidur bentar," katanya sebelum memejamkan mata. Satu yang membuatnya senang ada di dekat Caramel. Dia bisa tidur dengan nyenyak.

Caramel takjub melihat punggung Bara. Ada tato berbentuk sayap di sana. Percayalah, cowok itu terlihat seperti angel. Siapa sebenarnya cowok ini. Apa benar-benar manusia.

"Lo manusia bukan sih?" gumam Caramel.

"Menurut lo?" tanya Bara masih dengan mata terpejam.

"Emm mungkin nggak lo vampir?"

Bara menahan tawa gelinya. Darimana pemikiran aneh itu tiba. Dasar bodoh, sudah jelas-jelas dia sedang berjemur sekarang. Bukankah kata orang vampir takut dengan matahari. "Mungkin," jawabnya.

Caramel langsung menutupi lehernya. "Jangan ambil darah gue!"

Setelah selesai bermain Bella langsung menghampiri Caramel yang sejak tadi bertopang dagu menunggu dengan Bara yang sudah tertidur pulas.

"Wah angel?" gumam Bella saat mendekat. "Ehh dia tidur?"

Caramel menganggukan kepala. "Jangan berisik!"

Bella duduk di samping Caramel dan ikut menatap wajah tenang Bara. "Uh kalo diliat dari deket makin cakep yaa?"

Caramel langsung menutupi mata Bella. "Nggak usah liat-liat lo!!"

"Ehh lo siapa ngelarang?" tanya Bella dengan wajah gelinya.

Suara-suara berisik itu membuat Bara mengerang kecil. Matanya terbuka perlahan. Dia berdecak kesal. Baru ingin tidur nyenyak.

"Tuh kan bangun!" omel Caramel.

Bara mengacak rambutnya kesal. Dia bangkit kembali memakai kausnya dan berdiri untuk pergi sebelum tangannya di tahan Caramel. "Apa?"

"Kaki gue sakit loh, nggak niat nyariin gue tongkat?" sindir Caramel.

Bara jongkok di depan Caramel. "Naik!" suruhnya.

Caramel merangkul leher Bara dengan wajah cemberut. Untung cowok ini peka. Kalau tidak, alamat dia harus menyeret kaki padahal jaraknya lumayan jauh. Dipapah Bella juga tidak mungkin. Lagian ini salah abangnya yang pergi begitu saja tadi.

"Ikhlas nggak lo?" tanya Caramel.

Bara tidak menjawab pertanyaan itu. Mereka menghampiri Rafan dan Defan yang ternyata sudah bergabung dengan Gita dan Arkan.

"Kenapa lagi lo Ra?" tanya Arkan.

Bara menurunkan Caramel dan membantu cewek itu duduk di kursi. "Keseleo tuh kaki."

"Ra! sikap ceroboh kamu tuh kapan ilangnya?" omel Rafan dengan wajah kesal. Keterlaluan, setiap hari ada saja bagian tubuh yang terluka. Bahkan di tas Caramel selalu ada banyak plaster untuk berjaga-jaga.

Caramel hanya cemberut mendengar omelan dari Rafan. Pandangannya jatuh pada Gita yang sedang tersenyum hangat seperti biasa. Oh jadi Gita ikut,  yaa tentu saja. Bara pasti mengajak Gita.

"Hey Ra, lo nggak liburan bareng Bayu?" tanya Gita.

Mendengar nama Bayu disebut, Rafan dan Arkan langsung menoleh pada Caramel dengan mata tajam seperti elang. Saat ini Caramel jadi merasakan perasaan mangsa yang sedang di buru.

"Bayu?" tanya Arkan.

"Iya pacarnya Kara," jawab Gita.

"Siapa bilang?" tanya Rafan.

Gita mengerutkan keningnya. "Yaa Kara lah."

Caramel semakin keringat dingin ditatap begitu dengan abang-abangnya. Aduh ini semua karena jawaban spontan kemarin. Dia mengusap dahinya sendiri. Matanya melirik Bella yang hanya berdiri pasrah tidak bisa membantu. "Emm gini.. yaa itu.. j-jadi sebenernya Bayu itu mantan gue."

"Hah mantan?" tanya Gita dengan wajah bingung.

Caramel menenggelamkan wajahnya di meja. Dia benar-benar malu sekarang. "Iya Bayu mantan gue Kak, maaf bohong."

Gita mengerjapkan mata sebelum senyumnya kembali mengembang. "Ohh terus kenapa kemaren bilang dia pacar lo?"

Caramel mengangkat wajah untuk melihat ekspresi orang-orang di sekitarnya. Rafan dan Arkan masih menunggu jawaban dengan mata tajam. Kalau Bara tetap saja terlihat tenang seperti biasa. "G-gue masih suka sama dia, iyaa gitu hehe maklum Kak udah pacaran satu tahun."

"Apa?" desis Rafan menyeramkan.

Arkan langsung maju untuk menjitaki kepala Caramel. "Dasar dodol! jadi lo nangis pas kita mukulin dia gara-gara itu?!"

"Huaa ampun Bang!" mohonnya.

Bara menghela nafas dan melindungi kepala Caramel dari jitakan Arkan. "Udah jangan pada ribut!"

Caramel langsung bangkit dan berlindung di belakang Bara. Tidak peduli kakinya sakit yang penting dia tidak perlu bertatapan langsung dengan mata-mata abangnya.

"Ngapain kamu ngumpet di belakang Bara? sini!" suruh Rafan.

"Huaaa Bara tolongin gue!" rengek Caramel.

"Ini apaan sih? si Kara ngaku begitu gara-gara.." ucapan Bella terputus karena Caramel langsung menutup mulut Bella dengan lengannya.

"Mbel! awas lo!" bisik Caramel.

Rafan menarik lengan Bella agar berdiri di sampingnya. "Gara-gara apa?" tanyanya tajam.

Bella mengerjapkan mata, ditatap tajam begitu siapa yang tidak salah tingkah. Ini Rafan, salah satu cowok idaman cewek satu sekolah. "Ehh nggak Bang, bener tadi kata Kara."

Rafan tahu Bella sedang bohong karena tangan yang sedang dia pegang ini dingin dan mata itu juga selalu melirik Caramel. "Lo ikut gue," katanya sambil menarik Bella pergi.

"Ehh kemana Bang?" tanya Bella panik.

Caramel juga ikut panik. Abangnya itu jago dalam hal menginterogasi orang. Pasti nanti Bella akan bicara jujur. Tangannya menarik-narik baju Bara. "Itu Umbel gimana?" tanyanya panik.

"Ck Rafan nggak bakal macem-macem," jawab Bara.

Gita langsung berdiri dan menarik tangan Defan dan Arkan. "Ayo nyusul  yang lain!"

Caramel berdecak kesal karena lagi-lagi dia ditinggal berdua dengan Bara. Masalahnya sekarang ini dia sedang bohong jadi rasanya dia ingin berlari kabur kalau mata hitam itu menatapnya.

"Mau makan apa?" tanya Bara.

"Apa aja," jawab Caramel. "Jangan yang ada udangnya, gue alergi."

"Tau," jawab Bara. Dia mengamati buku menu dan langsung memanggil pelayan untuk memesan makanan.

Caramel makan dengan cepat agar dia bisa kembali bergabung dengan yang lainnya. Sesekali dia melirik Bara yang makan dengan tenang tanpa terpengaruh sama sekali.

"Gue udah selesai," kata Caramel.

Mata hitam Bara menatap tenang wajah Caramel. "Kalo mau pergi silahkan."

"Yaa emang gue mau pergi, lo juga nggak usah sungkan buat nyusul Kak Gita," sewot Caramel.

Bara mengerutkan keningnya. "Kenapa lo bawa-bawa Gita?"

"Terus gue harus bawa siapa? Kak Raya pacar lo kalo di sekolah?" tanya Caramel.

Kening Bara semakin berkerut. Ini dia yang sedang bodoh atau Caramel yang sedang sensitif. "Lo pms ya?"

"Iya! awas lo kena amukan macan!" damprat Caramel dengan wajah kesal. Dia bangkit dari tempat duduknya dan meletakan uang di meja. "Ini buat makanan gue," katanya sebelum pergi.

Caramel memilih kembali ke resort karena mood bermainnya sudah hilang. Dia berjalan perlahan agar tidak terjatuh lagi. Sebenarnya dia senang Bara di sini tapi dia juga kesal. Jangan tanya kenapa dia bisa sekesal ini pada cowok itu. Alasannya juga tidak jelas.

"Loh Kara kamu kenapa?" tanya Chika panik.

"Nggak Kak hehe abis jatoh tadi," jawab Caramel santai.

Chika memapah Caramel sampai duduk di sofa dekat Raka yang sibuk membaca buku. "Abang! kenapa sih kalau liburan nggak pernah total? tinggalin dong laptop sama buku!"

Raka menghela nafas dan menutup bukunya. "Kenapa kamu marah begitu?"

"Siapa yang marah?" tanya Caramel.

Chika terkekeh geli dan menunjuk wajah Caramel. "Wajahmu itu, keliatannya kesel banget."

Caramel menyentuh wajahnya sendiri. Jadi kelihatan jelas yaa. Dia menyandarkan badannya ke sandaran sofa dengan mata terpejam. Kakinya menendang udara sekitar. Mungkin benar sebentar lagi dia akan datang bulan sampai moodnya buruk sekali.

"Itu apa sih ngamuk begitu?" tanya bunda.

Caramel membuka matanya. "Ndaa pernah nggak si Bunda marah gara-gara masalah nggak jelas? marah aja gitu pengen ngamuk?"

"Ehh?" bunda berpikir sejenak. "Pernah nggak yaa?"

"Bunda sering begitu, kamu lihat saja kalau Ayah didekati perempuan. Padahal hanya rekan bisnis," jawab Raka dengan cuek.

Bunda melotot kesal dan menyubit lengan putra tertuanya ini. Dasar terlalu jujur.

"Bunda begitu?" tanya Chika.

"Enggak dong, Bunda itu kalau marah elegan," jawab bunda dengan wajah bangga.

"Elegan apa?" tanya Raka dengan pandangan geli. Dia berdiri dan mengacak rambut Caramel. "Obati lukamu," katanya sebelum pergi.

"Ishh heran, waktu itu ngidam apa yaa?" tanya bunda pada diri sendiri.

Caramel jadi tertawa melihat wajah kesal bundanya. "Iya Kara juga penasaran. Bunda tuh ngidam apa pas hamil Bang Raka. Kenapa bisa dingin gitu sih?"

Chika mengangguk setuju. Dari dulu dia berteman dengan Raka dia juga heran kenapa Raka bisa sedingin itu.

"Bunda lupa."

"Jangan-jangan Bunda ngidam es batu?" kekeh Caramel.

"Memang," jawab ayah yang baru saja masuk. "Dulu saat hamil Abang, Bundamu ini bisa menghabiskan banyak es batu."

Mata Caramel membulat. Ngidam yang aneh. Dia tertawa geli. "Wah pantes!"

Ayah tersenyum dan mengusap puncak kepala putrinya. "Kata Raka kamu jatuh?"

Caramel menganggukan kepala. Dia mengangkat kakinya. "Keseleo Yah."

Pelan ayah memeriksa kaki Caramel. "Dikompres ya?"

"Iyaa," jawab Caramel. Jadilah sore ini dia hanya diam duduk di tengah ayah dan bunda sambil mengompres kaki. Kadang ayah memijat pelan kakinya. Ayahnya yang terhebat.

Caramel menyandarkan kepalanya di bahu ayah sampai jatuh tertidur pulas.

Malam ini Bella belum juga kembali sama seperti si kembar. Caramel tahu mereka semua pasti sedang berkumpul di satu tempat tapi dia tidak berniat untuk menyusul. Setidaknya tunggu moodnya membaik.

Bella pulang dengan Rafan dan Arkan. Dia langsung masuk ke dalam kamar menyusul Caramel yang sudah berbaring di ranjang dengan novel tebalnya.

"Darimana lo?" tanya Caramel.

"Main sama yang lain," jawab Bella.

"Ehh jadi gimana? lo bilang jujur sama Bang Rafan?" cecar Caramel.

Bella mengusap tengkuknya dengan wajah tidak enak. "Sorry banget Ra! Abang lo ngancem gue."

Caramel mendesah kesal. Iya dia sudah tahu kalau Rafan pasti berhasil. Dia mendongak dengan wajah pasrah. "Lo diancem apa sama Bang Rafan?"

Wajah Bella bersemu merah. "Abang lo emang bener-bener gila!" dia mendekati telinga Caramel. "Masa dia bilang kalo nggak ngaku dia bakal nyium gue!" bisiknya.

Caramel tercengang. Mulutnya terbuka dengan wajah kaget. "Hah?? Bang Rafan bilang gitu?? lo yakin itu bukan Bang Arkan? mereka kan mirip?"

Bella mendengus kesal, dia menjatuhkan dirinya di ranjang. "Nahh gue kira juga gue salah orang!"

"Terus?" tanya Caramel.

"Apalagi dodol? yaa gue ngaku lah! kalo ancemannya beneran gimana?" sewot Bella.

Caramel tertawa tapi jenis tawa yang prihatin. Dia jadi tidak enak karena sudah membuat Bella ada di posisi serba salah. "Maaf yaa? hehe yaudah kita tidur! besok kita lanjut main."

🍬🍬🍬

Pagi ini Caramel kembali bermain karena kakinya sudah membaik. Di pantai dia bermain dengan Bella, Defan, Roni dan Thomas.

Caramel menoleh saat teman-temannya melihat pemandangan di belakang punggungnya. Dia melihat Bara sedang menggendong Gita dan tertawa bersama. Dia menggelengkan kepala. Tidak boleh marah, itu hak Bara.

"Hey," sapa Gita sambil turun dari punggung Bara. "Sorry telat, ni anak kebo banget!"

"Kebalik neng," jawab Bara.

Gita tertawa geli dan merangkul bahu Bara. "So? kita main apa hari ini?"

"Apa aja si gue," jawab Roni.

Bara menoleh pada Caramel. Dia menunjuk baju cewek itu. "Lo nggak ada baju yang lebih sopan?"

Caramel menatap bajunya sendiri. Ini juga yang tadi dibicarakan bunda tapi karena malas mengganti bajunya akhirnya dia nekat. Untung ayah dan abang-abangnya tadi belum melihatnya. "Kenapa? yang penting gue nggak pake bikini."

Bara berdecak kesal. Dia menggenggam tangan Caramel dan menyeretnya menjauh.

"Ehh mau ngapain?"

"Ganti dulu baju lo!" suruh Bara.

"Nggak mau!" tolak Caramel sambil menarik tangannya dari genggaman Bara.

"Lo mau jadi tontonan?" tanya Bara. Melihat Caramel diam saja akhirnya dia gemas dan langsung membopong cewek itu seperti sedang membawa karung beras. Tidak pedulu Caramel berteriak marah.

Bara menurunkan Caramel di depan resort. "Ganti baju! gue tungguin disini."

"Isshh ribet banget!" keluh Caramel sebelum masuk. Dia berpapasan dengan Raka yang langsung menarik lengannya.

"Baju apa ini?" tanya Raka.

"Iyaa ini mau ganti Bang, jangan omelin Kara lagi karna Kara udah kenyang diomelin Bara," kata Caramel.

Raka sedikit kaget mendengar Bara ada disini. Dia langsung keluar untuk melihat adik laki-lakinya itu.

"Bang Raka?" panggil Bara.

Raka tersenyum dan menepuk bahu Bara. "Terima kasih sudah melindungi Kara."

Bara hanya tersenyum tanpa menjawab karena dia juga bingung ingin menjawab apa.

Caramel keluar dengan kaus longgar seperti gayanya sehari-hari. "Puas? udah gue mau main!"

"Saya pamit Bang," ucap Bara sebelum menyusul Caramel.

Mereka kembali bermain voli pantai. Caramel satu tim dengan Bara, Gita dan Defan. Karena ini olahraga yang Caramel sukai jadi gerakannya lincah tanpa gangguan.

"Abang-abang lo kemana?" tanya Defan.

"Masih molor tadi," jawab Caramel.

"Ehh malem ini kita party yo?" usul Roni.

"Ayo, Ra lo dateng yaa sama Bella?" tanya Defan.

Caramel mengacungkan jempolnya. "Pasti!" katanya dengan cengiran yang lucu. Defan tertawa dan mengukurkan tangan untuk mengusap puncak kepala Caramel tapi Bara sudah duluan memukul lengan itu.

"Tangan lo dijaga," kata Bara.

Malam ini sesuai kesepakatan mereka membuat party kecil di cafe dekat hotel tempat Bara dan teman-temannya menginap. Party adalah hal biasa bagi mereka.

Defan dan Roni sudah sibuk menyiapkan minuman yang baru saja dibeli Thomas. Bara berdecak kesal melihat antusiasme teman-temannya ini. "Lo minum boleh, asal jangan ajak Starla!" ancamnya.

"Uhh ngeri Bang!" kekeh Roni.

Bola mata Bara berputar. Caramel itu polos cenderung bodoh. Kalau diberikan minuman cewek itu pasti menerima tanpa curiga. Bahkan mungkin tidak tahu apa yang sudah diminum.

Caramel datang dengan Bella. Keduanya tersenyum menghampiri Bara dan yang lainnya. "Bang Rafan sama Bang Arkan nggak bisa ikut, lagi main ke rumah saudara deket," jelas Caramel karena hanya datang berdua.

Bella mengajak Caramel duduk di samping Gita yang tadi sibuk dengan ponselnya. Gita tersenyum. "Kita pesen minuman aja, nggak usah minum itu."

"Kenapa?" tanya Bella.

"Karena kalian anak kecil," jawab Roni.

"Enak aja! kita udah remaja tau!" balas Caramel. Dia mengambil satu gelas. "Ini apa sih? kenapa sirup warnanya gelap?"

Bara langsung merebu gelas itu. "Pesen yang lain aja."

"Nggak mau! gue mau itu," bantah Caramel.

Bara meminum minuman di gelas itu sampai habis lalu memberikan gelas itu pada Caramel. "Udah abis," katanya santai.

Caramel cemberut kesal. Dia menoleh pada yang lain, ekspresi mereka sama, menahan senyum geli. Memalukan. Sekarang dia diperlakukan seperti anak kecil.

"Gue mau minum yang tadi diminum Bara!" ucap Caramel sambil mengulurkan gelas kosong itu.

"Ra disini ada susu cokelat enak," pancing Bara.

Caramel langsung menoleh. "Dimana? ayo ke sono!" ajaknya.

Untung gampang untuk membujuk Caramel. Bara menghela nafas lega. Dia tersenyum tipis. Daripada Caramel penasaran dengan minuman ini. "Ayo ke sana!"

Caramel mengangguk dengan antusias dan mengikuti Bara tanpa ada rasa curiga. Mereka berjalan keluar cafe sampai kawasan dekat pantai. Meskipun sudah malam pantai masih ramai.

"Tunggu sini bentar," kata Bara. Dia pergi ke mini market terdekat untuk membeli makanan agar Caramel tidak rewel minta kembali ke cafe itu.

"Abis darimana sih?" tanya Caramel kesal.

Bara memberikan plastik pada Caramel. "Nih susu cokelatnya."

"Ehh ini sih gue juga sering beli," keluh Caramel.

"Enak nggak?" tanya Bara.

Caramel menganggukan kepala. "Enak."

"Yaudah berarti gue nggak bohong, ayo ke sana!" ajak Bara sambil mendorong pelan bahu Caramel.

Bara menunjuk batu-batuan tinggi yang ada di pinggir pantai. Bentuknya seperti bukit. "Pernah ke sana?"

Caramel menatap tempat gelap itu. "Nggak, jangan ke sana deh takut gue gelap banget!"

Bara berdecak kesal. Caramel ini memang benar-benar penakut. Cewek ini selalu saja punya cerita horor di berbagai tempat. Tangannya menggenggam tangan Caramel. "Ada gue!"

Dia mengajak Caramel pergi ke atas. Pelan-pelan dia menuntun cewek itu agar tidak jatuh. Harap maklum. Jalanan lurus tanpa batu saja Caramel bisa jatuh. Apalagi jalanan begini.

Mereka tiba di puncak. Dari atas sini lampu terlihat indah. Tidak terlalu menyeramkan ternyata. Bara menunjuk ke atas. "Liat, ada bintang!"

Caramel mendongak, mulutnya terbuka takjub. Benar, di sini indah. Hamparan bintang dengan ditemani suara-suara ombak. Perfect. Ditambah ada Bara di sini.

"Nama lo," gumam Bara. Dan nama gue, batinnya.

Caramel menoleh pada Bara. Jempolnya mengacung. "Keren!" ucapnya dengan cengiran lucu.

"Udah selesai pmsnya?" sindir Bara.

Caramel langsung memukul bahu Bara. Dasar perusak suasana. Dia duduk di atas batu dan mengambil satu kotak susu. "Jangan minta yaa!"

"Abisin!" kata Bara.

Mereka hanya diam menatap pemandangan langit malam yang indah. Tidak ada obrolan, hanya ada suara-suara samar dari bawah sana dan ombak yang semakin kencang.

Caramel tersenyum menatap bintang-bintang. Dulu ayah sering mengajaknya menatap bintang di puncak dengan bunda. Meskipun ayah adalah orang yang super sibuk tapi ayah selalu menyempatkan waktu untuk semua anaknya. Kata ayah pertumbuhan anak tidak akan terulang. Nanti setelah anak-anaknya besar belum tentu bisa menghabiskan waktu bersama.

Pandangannya jatuh pada Bara yang menatap bintang dengan senyum yang belum pernah dia lihat. Senyum yang berbeda. "Lo suka bintang ya?"

Bara mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya.

"Ehh lo sama Kak Gita cocok yaa?" pancing Caramel.

Bara tersenyum geli. Dia menoleh pada Caramel. "Terus?"

"Kenapa nggak pacaran?"

"Percaya kalau gue bilang dia udah kaya saudara gue?" tanya Bara masih menatap Caramel.

Caramel menggelengkan kepalanya. Faktanya Bara dan Gita bukan saudara. "Gue bakal lebih percaya kalau jawaban lo itu kalian nggak bisa pacaran soalnya Kak Gita udah punya pacar."

Dia menepuk pelan bahu Bara. "Mending tembak sebelum Kak Gita serius sama pacarnya."

Bukannya menjawa Bara justru tersenyum geli dan menjitak kepala Caramel. "Ini petuah? njeh kanjeng ratu. Doain aja gue bisa sama Gita."

Caramel mengusap kepalanya. Tidak, dia tidak mau berdoa begitu. Munafik namanya kalau dia berdoa begitu. Kalaupun harus berdoa dia akan meminta agar Bara bisa dengannya bukan dengan Gita. Dia kembali sibuk dengan susu cokelatnya dan mengabaikan Bara.

Tangan Bara terulur di depan Caramel. "Udah malem."

"Gue masih mau di sini," tolak Caramel.

Bara menunjuk hidung Caramel yang memerah. "Lo udah mau pilek, ayo balik di sini dingin."

"Nggak, gue ngerasa anget," jawab Caramel cepat. Dia masih betah di sini. Dengan bintang. Dengan Bara.

Dahi Bara mengernyit. Dua tangannya menangkup wajah Caramel. "Ini anget? pipi lo dingin gini! udah ayo!"

"Ehh tapi lo anget," kata Caramel.

"Ini bukan kode lo minta dipeluk kan?" tanya Bara dengan pandangan geli.

Wajah Caramel memanas. Dia memegang tangan Bara yang masih menangkup wajahnya. "Maksud gue tangan lo anget! udah ah ayo balik!"

Caramel berpegangan pada tangan Bara agar tidak jatuh. Bara mengantarnya ke resort karena sudah malam. "Aduh gue kenyang!"

"Yaa lo abis berapa kotak susu?" tanya Bara geli.

Kekehan Caramel membuat cewek itu terlihat semakin manis. "Hehe sorry gue nggak bisa bagi-bagi."

"Masuk sana!" suruh Bara.

"Umbel gimana?"

"Pastu udah balik, Gita nggak bakal biarin dia ikut minum," jawab Bara santai.

Caramel membulatkan mulutnya. "Oke, lo nggak balik?"

"Balik abis lo masuk," jawab Bara.

"Yaa ya gue tau pasti lo takut gue nyungsep kan? oke fine gue masuk! bye Bara thanks buat bintang tadi," katanya sebelum berbalik masuk ke resort.

"Starla!" panggil Bara.

Caramel menoleh dengan wajah bingung.

"Baca buku yang sama nggak pernah bagus, lo tau akhirnya gimana. Tapi semoga lo sama Bayu bisa belajar," kata Bara.

Caramel terdiam. Matanya mengerjap. Dia tahu maksud ucapan Bara. Kepalanya hanya mengangguk sebelum dia berbalik. Harusnya dia tidak bilang begitu. Terlebih di depan Bara. Kenapa rasanya dia menyesal bohong pada Bara.

Bara mengehela nafas panjang. Kalau memang Caramel ingin kembali pada cowok itu. Itu haknya. Dia tidak boleh jadi penghalang karena Rafan pasti tetap kekeh menentang Caramel. Dia berbalik dan pergi menyusul teman-temannya. Sepertinya minum bisa membuatnya tenang.

🍬🍬🍬

Rafan Arkan 😍

Caramel Starla : Jess Conte

Kenneth Aldebaran : Alvaro Mel

Umbrella : Lucy hale

Rafan : Finn Harries

Arkan : Jack Harries

Ini sih yg aku bayangin.. hehe kalian punya imajinasi tersendiri nggak apa2 kita bebas berimajinasi... okeeee?

Maaf kalau part ini kurang greget.. jujur aku lagi gak nemuin feel.. lagi angot2an nulisnya 😭😭😭 ini bahayanya kalo mood nulis hilang.. susah ngumpulinnya 😭 doain semoga tumbuh lagi ide2nyaa 😘😘😍

See you in the next chapter 😘😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

24.6M 1.9M 54
[SUDAH TERBIT - sebagian part sudah dihapus] #1 in Teen Fiction [11-02-18] "Karena beku adalah cara gue bertahan" _________ "Kalo si Kutub Es itu nat...
4.3M 259K 28
Pernah membayangkan cowok paling keren di seluruh penjuru sekolah tiba-tiba saja membenci kalian tanpa sebab? Itulah yang dirasakan Syakilla saat Mar...
2.8M 158K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
3.7M 294K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...