2A3: Attention ✔✔

By yourkidlee

7.1M 801K 206K

Ketika yang dijuluki Mean Girl idaman para cowok ketemu si Bad Boy pujaan hati para cewek. Pasti bakal rame b... More

ATTENTION
Hanindya Hayunggi
Aryan Amir Malik
PROLOG
0.1 - Motor Mogok
0.2 - Menantang
0.3 - Usaha Aryan
0.4 - Tembok Besar Hanin
0.5 - Keren Juga Ya...
0.6 - Heboh Sendiri
0.7 - Pancingan Gagal?
0.8 - Ambyar dan Senyum Malu
0.9 - Agen Riena
0.10 - Dominic Crew
0.11 - Patah?
0.12 - GALAU
0.13 - Jagoan Yang Kuat, Katanya
0.14 - Di Balik Selimut
0.15 - Stalk Her IG
0.16 - Byebye Fever Rasa Koyo Cabe
0.17 - Mau Nyender
0.18 - Cerah
0.19 - Harimau Yang Jadi Kucing Anggora (1)
0.20 - Jaket Abu Abu
0.21 - War?
0.22 - Topeng Cantik
0.23 - Kangen
0.24 - Harum
0.25 - Bekas
0.26 - Good Luck
0.27 - Pencerahan Ala 2A3
0.28 - Mr Simon
0.29 - Boss vs Ketua
0.30 - Amukan Hanin
0.31 - Mau Bilang Cinta Tapi Takut Salah
0.32 - Berdebar
0.33 - Hanindya Malik
0.34 - Setan Kasmaran
0.35 - "Kita Pacaran Aja"
0.36 - Berhenti
0.37 - The Attention
Special!
[SPECIAL] Instagram Update
38. Kangen
0.39 - Panik
0.40 - Plester Demam (lagi)
0.41 - The Bomb
0.42 - Melebur
0.43 - Agen Joy Beraksi
0.44 - Pertemanan Absurd
0.45 - The H stands for Harimau
ATTENTION!
0.46 - Gunting Batu Kertas [END]

0.19 - Harimau Yang Jadi Kucing Anggora (2)

125K 15K 4.4K
By yourkidlee

Hanin terdiam sendiri. Mendadak kembali malu, mengatupkan bibir dan memekik dalam batinnya. Ia kemudian menggelengkan kepala.

"Nggak, nggak. Suruh pergi," tolak Hanin sekali lagi. Kini melipat kedua tangan di atas meja dan membenamkan wajah di sana.

"Ih kenapa sih? Cerita dong," paksa Yena menggoyangkan lengan Hanin.

Tapi Hanin tetap menggeleng keras kepala. Gadis itu memejamkan mata, merasa pipinya memanas mengingat kejadian kemarin.



**


Hanin melengos, memberikan lirikkan tajam ketika turun dari mobil silver yang mengantar mereka ke rumahnya. Aryan yang memasang wajah –sok- polosnya berdiri tenang menunggu Hanin membuka pagar rumah yang tertutup.

"Bilangin temen lo suruh cepet kesini," kata Hanin galak, membuka pagar rumah dan berjalan masuk lebih dulu.

Aryan tak mau dengar, dengan masa bodoh mengikuti Hanin.

"Nggak usah masuk."

Aryan mendecak kecil, "gue lagi pusing."

"Tiduran di teras."

"Busettt."

Aryan melotot, menatap gadis itu tak percaya dengan dibuat-buat. Membuat Hanin mencibir dan membuka kunci pintu rumah yang ia bawa. Tapi kemudian melirik saat Aryan terbatuk-batuk serak dan beberapa kali mengusap hidungnya.

"Ck, elo tuh beneran apa akting sih?" tanya Hanin sebal, berbalik memandang cowok itu.

Aryan mengangkat wajah dengan kening berkerut, "apanya?" tanyanya kali ini benar-benar tak paham.

Hanin melengos, "makanya, kalau sakit tuh diem. Mingkem. Nggak usah banyak tingkah," omel gadis itu membuat Aryan mendelik kecil. Hanin menggeram, gemas sendiri. "Ikut sini," katanya galak, berbalik dan jalan cepat.

Aryan mengernyit, "ada ya, cewek PMS duapuluh empat per tujuh kayak dia," gumamnya menggerutu kecil mengekori Hanin memasuki rumah bernuansa peach itu.

Aryan diam-diam mengusap perutnya, menghela nafas pelan mencoba menguatkan diri. Ia mengusap hidung gatalnya lagi, terbatuk kecil kini kembali merasa tak enak badan. Tapi cowok itu dengan keras kepalanya merasa dirinya harus terlihat baik-baik saja sekarang. Ia kini belagak memerhatikan rumah luas Hanin yang terasa sekali feminim dan menjeyukkan dengan banyak tanaman rumah di sudut-sudut ruang dan beberapa pajangan girly di beberapa titik ruang.

"Duduk situ, gue ganti baju dulu," kata Hanin menunjuk sofa di ruang tengah yang bersatu dengan ruang tamu tanpa sekat. Sofa ruang tengah lebih besar dengan ambal bulu tebal di bawahnya.

Aryan menurut saja. Entah kenapa mengikuti ucapan Hanin tadi kalau ia tak harusnya banyak tingkah lagi.

Cowok itu memutuskan menaruh ransel di sofa dan duduk di ambal, menempelkan punggung ke sofa rumah Hanin. Ia melirik, memerhatikan Hanin masuk ke salah satu pintu kamar. Pemuda itu kini jadi diam, menyandarkan kepala ke sofa di belakangnya dan tanpa sadar mulai memejamkan mata.

Tak butuh waktu lama, Hanin sudah keluar dengan kaos oblong biru dan legging hitam sebetis. Matanya melebar, menemukan pemuda itu nampak tertidur di depan sofa. Ia jadi berjalan perlahan melewati Aryan, menuju dapur. Cewek itu mengambil botol air mineral dan gelas, lalu berjalan menaruhnya di meja pinggir sofa. Berikutnya ia kembali ke kamar, sudah sibuk sendiri beberapa kali bolak balik dengan langkah pelan tak mau mengganggu pemuda itu yang makin terlelap.

Sampai kemudian Hanin menarik pelan meja ke dekat Aryan. Ia membuka selimut yang ia bawa dari kamar, perlahan menyelimuti tubuh cowok itu.

Merasakan gerakan, Aryan membuka mata perlahan. Ia mengerang kecil, mendengus dan mengangkat wajah. Alisnya terangkat ketika tangan Hanin dengan perlahan dan hati-hati menarik plester demam di kening Aryan untuk melepaskannya. Cowok itu diam, mempersilahkan Hanin yang mengusap-usap kening Aryan dengan sapu tangan kering.

"Hanin," panggil Aryan serak saat Hanin berbalik kini menuangkan air putih ke dalam gelas. "Boleh jujur nggak?"

Hanin yang awalnya hanya menjawab dengan deheman jadi mengernyit dan menoleh.

Aryan menghembuskan nafas pelan, "sorry," katanya agak merasa tak enak. "Gue... laper."

Hanin mengangkat alis, membalikkan tubuh menghadap cowok itu sepenuhnya. "Loh? Tadikan makan di UKS?"

Aryan meringis kecil, "diabisin Jeje sama Yogi. Gue belum makan sama sekali."

Hanin mendelik, refleks ingin mengomel lagi. Tapi ia menelan ucapannya, melengos kasar sambil mengambil gelas dan menyodorkan pada Aryan. "Lagi nggak ada apa-apa. Gofood aja ya?"

Aryan menerima minum itu, mengangguk saja sambil meneguknya. Membuat Hanin diam-diam terpana cowok ini mendadak jadi penurut dan kalem. Ia bahkan tanpa sadar jadi mengusap rambut Aryan, merasakan hangat samar di sana.

Aryan kembali menyandarkan kepala ke sofa ketika Hanin mulai memesan makanan lewat hapenya. Pemuda itu memandangi Hanin lekat. Cewek ini mungkin terlihat sangar dan berani, tapi nyatanya dia punya sisi lembut yang meluluhkan. Yena juga pernah bilang Hanin bagaikan Guardian Angel-nya 2A3. Gadis itu yang pasti maju jika temannya disakiti.

Hanin tuh sebenarnya baik banget.

Kalau kayak gini gimana nggak bikin sayang?


Hanin menolehkan kepala, "mau gue kompres nggak? Tadi di apotek lupa beli plester demamnya."

Sesaat, Aryan tak menjawab. Justru menatap gadis itu dalam membuat Hanin agak merasa jengah dan agak menggerakkan bola mata tak menatap Aryan tepat. Aryan mengerjap, masih tak mengalihkan dari sepasang mata kecokelatan Hanin.

Pemuda itu bersuara serak.


"Kalau lo nggak suka sama gue kenapa lo sepeduli ini sih?"


"Hm?" Hanin menegak, melebarkan mata kaget tiba-tiba ditanya begitu.

Kelopak mata Aryan meneduh, perlahan menegakkan tubuh dan menatap gadis ini serius. "Susah banget ngaku kalau lo udah mulai perhatian?" tanyanya membuat Hanin merasa tersudut begitu saja.

Hanin diam sesaat, tapi berdehem berusaha menguasai diri memasang wajah datar. "Paan sih lo. Gue gini-gini punya hati. Masa orang sakit tetep gue biarin? Apalagi di rumah gue," elaknya lalu mengalihkan wajah, meraih gelas kosong di tangan Aryan dan belagak ingin mengisinya lagi.

"Masih mikir kalau gue cuma modus ke kakak lo?" tanya Aryan serak, membuat gerakkan Hanin terhenti. Aryan menatapi itu, kemudian menghela nafas panjang.

"Kalau kita nggak ketemu pagi itu... Elo masih tetap kayak gini?"

Hanin mengernyit samar. Tapi gadis itu tetap berusaha terlihat tenang, membuang muka menaruh gelas di atas meja.

"Apa elo masih percaya pas gue bilang bayaran atas bantuan gue pagi itu adalah kakak lo?" tanya Aryan serius, memandang Hanin lurus yang kini tak balas tatapannya.

Aryan terbatuk sesaat, kemudian menghela nafas. Tangan kirinya maju, meraih lengan gadis itu dan menariknya pelan membuat Hanin mau tak mau berbalik dan tertarik pelan agak terjatuh pada tubuhnya agar gadis itu berhadapan dengannya kini.

Hanin agak gugup, segera menjauhkan diri tetapi lengan kanan Aryan justru melingkari pinggangnya dan menahan gadis itu hingga menguncinya kini.

"Dengerin gue."

Hanin terdiam mendengar suara tegas serius itu. Jantungnya seakan meledak dengan tenggorokkan kering tak mampu bicara mau tak mau membalas tatapan Aryan yang dalam.

"Kali ini gue jujur, nggak main-main lagi," kata Aryan dengan suara serak beratnya, "kakak lo cantik. Gue cowok, dan normalnya gue emang seneng ngeliat dia," katanya membuat Hanin diam-diam menggigit bibir. "Dan lo nggak sadar kan? Walau senyum ke kakak lo, gue justru berkali-kali ngeliat ke elo..."

Hanin melebarkan mata, mangkin dibuat bungkam.

"Kalau lo pikir gue deketin lo justru karena kakak lo... nyatanya justru terbalik. Gue sengaja dengan alasan kakak lo, agar bisa ngedeketin lo," ucap Aryan mengaku serius. "Bahkan sejak awal gue bilang sama Jeka untuk berenti ngincar lo. Karena yang memang narik perhatian gue pagi itu elo."

Pundak tegang Hanin melemas perlahan, membalas tatapan Aryan yang lurus padanya. "Tapi lo selalu main-main," katanya balas ingin menyalahkan.

"Gue beneran tulus."  Aryan seakan tak mau setengah-setengah, langsung menembak membuat Hanin kembali mematung.

Rahang Aryan tanpa sadar mulai mengeras, punggungnya tak lagi bersandar kini. Masih dengan lengan mengurung tubuh Hanin, pemuda itu agak memajukan wajah menatap Hanin lekat. Mengacuhkan jantungnya yang bertalu keras tak karuan, Aryan mengerjap pelan dan mengulum bibir ke dalam sesaat sebelum kembali berucap.

"Coba sekali aja, jangan mikir gue cuma modus..." pinta cowok itu serak dengan intonasi rendah yang dalam.

Hanin merasa bulu kuduknya meremang, walau berikutnya tubuhnya justru merasa melemah. Seperti terbius, gadis itu kini tak mengalihkan pandangan. Membalas tatapan Aryan dengan kerlipan meneduh. Ia merasa jadi makin sulit mengambil nafas, ketika merasa Aryan dengan perlahan mendekat. Darahnya seperti melaju naik, membuat wajahnya memanas dan tegang. Saat matanya tanpa sadar melirik, melihat pemuda itu menggigit bibir kecil.

Ujung hidung mereka bersentuhan pelan, membuat Aryan berhenti kini. Pemuda itu diam, memandangi wajah memerah Hanin sedekat ini. Kelopak mata gadis itu menyayu, mengerjap lemah. Sampai kemudian terpejam ketika Aryan agak memiringkan wajah dan menempelkan bibirnya pada bibir ranum gadis itu.

Tubuh Hanin seakan tersetrum. Ia merasa seperti tak sadarkan diri, melayang ringan tak menjauhkan tubuh. Beberapa detik Aryan melepaskan tautan bibirnya dan agak menjauh, memberi jarak tipis. Ia nampak mengambil nafas sesaat, lalu kembali memiringkan kepala kini menekan bibir lembut gadis itu.

Di luar dugaan, Aryan justru tak agresif. Gerakannya lembut, sama sekali tak buru-buru. Seakan lihai, pemuda itu menuntun Hanin dengan perlahan. Ia beberapa kali mencubit lembut bibir atas Hanin, memberi saat gadis itu untuk beradaptasi. Membuat Hanin secara naluri agak membuka bibirnya, menyambut pemuda itu yang terus maju dengan perlahan dan lembut.

Cowok ini bukan hanya good kisser. He's a great kisser.

Bahkan secara firasat, Aryan tau ini bukan yang pertama untuk Hanin merasakan gadis ini tak begitu kaku. Aryan hanya beberapa kali mengusap punggung tangan Hanin, meredakan ketegangan cewek itu. Ia juga dengan pengertian melepaskan tautan bibir agar gadis itu mengambil nafas, walau detik kemudian pemuda itu melanjutkan tak ingin berhenti. Tubuh Hanin sendiri sudah di luar kendali, menikmati perlakuan pemuda ini yang tak pernah ia rasakan sebelumnya pada siapapun.


Sampai Hanin mengerang samar, terbatuk kecil. Membuat Aryan berhenti dan menjauhkan diri. Ia membuka mata, memandang Hanin yang kini jadi menegakkan tubuh dan mengalihkan wajah, terbatuk-batuk.

Hanin seakan tersadar. Ia membelalak sendiri, memegang bibir basahnya dengan punggung tangan. Gadis itu menoleh, menjauh dan menatap Aryan dengan mata melebar.

Mengerti gerakan itu, tangan Aryan perlahan lepas dari tubuh Hanin. Pemuda itu berdehem kaku, memperbaiki posisi duduk. Ia mengerjap-ngerjap, memasang wajah polos walau bibirnya dikulum ke dalam beberapa kali.

Hening.

Suara panggilan dari luar membuat keduanya jadi sama-sama terlonjak satu sama lain. Aryan agak salah tingkah kini, belagak mencari hape Hanin dan melihat layar hapenya menyala.

"Ah, gojeknya udah datang kayaknya..." kata Aryan serak, canggung setengah mati.

Hanin tak mau hilang kesempatan. Cewek itu yang sudah hampir meledak di tempat segera meloncat dan berlari pergi meninggalkan pemuda itu yang refleks tersenyum tertahan.


Hanin segera berlari keluar rumah. Cewek itu memekik kecil dan sudah mengibas-ngibaskan telapak tangan ke lehernya yang merasa panas.

"Mbak, ini-"

"Makasih, makasih," potong Hanin gugup, menerima uluran plastik putih. Ia seperti tak sadar ketika mengambil makanan dan langsung berbalik.

"Mbak, ongkirnya-"

"Eh, oh ya. Aduhhhh," Gadis itu memukul pelan kepalanya sendiri, merutuki diri sendiri. Dengan tangan gemetar menjulurkan beberapa lembar uang.


Hanin menghela nafas panjang beberapa kali sebelum kembali ke dalam rumah. Gadis itu mengangkat dagu, mencoba menguasai diri. Ia berdehem dan berusaha tenang memasuki rumah. Langsung berbelok ke dapur ketika Aryan menoleh.

Hanin sama sekali tak menggerakkan kepala, fokus mengambil mangkuk.

Eh bentar.

Bubur ayamnya kan dah di dalam mangkuk gabus... mau diapain lagi? Bahkan sudah ada sendok di dalamnya.

Hanin mengumpat, merasa malu sendiri. Ia mendecak, kini agak merunduk melangkah menghampiri Aryan yang kembali terbatuk-batuk kecil sambil memperbaiki posisi duduk.

Aryan mengangkat alis melihat Hanin duduk di sisi meja terjauh darinya. "Kok jauh banget?" tanyanya tersenyum samar.

Hanin menoleh, mendecak sebal. Belum sempat menyahut Aryan sudah melanjutkan.

"Gue makannya gimana?"

Eh?

Oh ya.

Hanin mengerjap. Lagi-lagi gagal fokus.

Ia dengan gugup jadi beranjak dan mendekat kembali ke tempatnya tadi. Kini ia jadi fokus membuka plastik bubur ayam. Walau sadar pemuda di sampingnya memandangi tiap gerakkannya.


"Macan kalau lagi malu jadi pendiem ya."


Hanin mengumpat. Dengan gugup mendecak sebal. Ia hanya bisa memberikan lirikkan tajam, kembali merunduk menyiapkan bubur.

Aryan tertawa tertahan, berdehem. "Kalau mau tampar, tampar aja," katanya tenang membuat Hanin melirik, "tapi kayaknya lo masih ambyar jadi besok gue siap kok kalau diamuk."

Hanin rasanya gatal ingin melempar bubur hangat ini ke wajah cowok itu. Tapi lagi-lagi badannya bergerak di luar kendali.

Yang ada, ia malah merutuk sambil merunduk menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Merengek kecil merasa sangat malu.

Si harimau ini kini jadi kucing anggora yang salah tingkah.

Kali ini Aryan tak bisa menahan diri. Pemuda itu terkekeh senang, merasa hatinya melambung tinggi. Ia mendekat, mengacak lembut puncak kepala Hanin yang terus merunduk menyembunyikan wajah.

"Gue dapat obat dari Mbak Indah tuh kalau lo mau, entar ketularan kayaknya," katanya penuh arti, membuat Hanin makin ingin menguburkan dirinya saat ini juga di dasar bumi terdalam.





Continue Reading

You'll Also Like

Protect By Rose

Teen Fiction

7.6M 740K 46
[Selesai] [Tolong jangan plagiat] "Kenapa lo terus-terusan nyusahin sih?" Perempuan berponi dengan rambut dicepol itu menyengir. "Kita kan tetangga...
2.7M 153K 39
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
4M 237K 60
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
7.1M 137K 14
Sudah diterbitkan oleh Grasindo. Tersedia di toko buku seluruh Indonesia. Untuk pembelian secara online, klik link di bio instagram : gal.gia Ini ada...