I Feel, I'm In Love

By mayratrin_

202K 7K 240

Arisa Felice Agatha, telah berjanji tak akan lagi mencintai Kevin. Namun nyatanya, ia kembali mencintai pria... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
BUKAN UPDATE
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Pengumuman
28
29
30

27

4.1K 167 21
By mayratrin_

Arisa keluar dari dalam bilik wc, berkaca untuk menata wajah dan penampilannya sebentar, kemudian berjalan keluar kamar mandi. Baru saja ia berbelok setelah melewati pintu kamar mandi, matanya membulat sempurna membuat keningnya berkerut.

"Arisa.."

Arisa memundurkan langkahnya sedikit demi sedikit.

Arisa mengambil ponselnya yang semula berada diatas meja dan langsung pergi menuju arah yang berlawanan dengan gerumbulan pria tersebut tanpa mengucapkan apa-apa pada sahabat-sahabatnya membuat ketiganya keheranan dan sedikit panik dengan sikap Arisa.

Kevin mengarahkan pandangannya ke asal suara teriakan-teriakan yang menyebut nama 'Arisa'. Disana, ia melihat Dean, Lisi, dan Keila sedang meneriaki seseorang dengan nama 'Arisa'. Kevin ingat betul wajah teman-teman Arisa, dan instingnya pasti tidak salah, mereka memang sedang memanggil Arisa, Arisanya.

Dengan cepat Kevin mengedarkan pandangannya, disana, ia mendapati seorang gadis yang berjalan cepat dengan menenteng ponselnya tanpa menghiraukan panggilan teman-temannya.

Tanpa banyak waktu, Kevin berlari mengikuti Arisa. Lalu kemudian ia berhenti karna mengetahui Arisa masuk kedalam toilet wanita. Kevin memutuskan untuk menunggu dan bersandar di dinding dekat pintu kamar mandi.

Sembari menunggu Arisa keluar, pikirannya terus berkecamuk. Sekarangkah waktunya ia harus menemui Arisa dan menjelaskan semuanya pada Arisa? Bagaimana jika Arisa masih sangat membencinya? Bagaimana jika Arisa tidak mau mendengarkan penjelasannya? Bagaimana jika nanti Arisa memakinya dan menamparnya? Tapi ia sudah sampai disini, mau sampai kapan menjadi seorang pengecut?

Ketika Kevin masih beradu dengan pikirannya, gadis yang ditunggu-tunggu pun akhirnya muncul. Arisa membulatkan matanya karna terkejut.

"Arisa.."

Kevin menyadari Arisa yang berjalan perlahan menjauhinya, matanya menatap sendu pada Arisa. Ia benar-benar merindukan gadisnya. Kevin menelan salivanya, mencoba tersenyum walaupun sudah jelas bahwa senyuman itu tidak akan terlihat.

Beberapa saat mereka terdiam seperti itu, "aku merindukanmu," ucap Kevin.

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Arisa. Kevin memajukan langkahnya sedikit, ia benar-benar berusaha keras untuk tersenyum, dan saat senyum itu terlihat, sangat tipis dan samar, "sangat."

Arisa semakin memundurkan langkahnya ketika Kevin mendekat. "Jangan mendekat, tolong."

"Maaf."

Arisa masih terdiam ditempatnya.

"Aku sungguh minta maaf. Tolong maafkan aku, Arisa."

Kevin mengacak rambutnya frustasi, "kita perlu bicara, Arisa."

Arisa terdiam sebentar, kemudian ia menggelengkan kepalanya, "semuanya sudah selesai."

Kevin menggeleng kuat, "belum, Arisa. Belum, sebelum kamu mau memaafkan aku," ucapnya.

Arisa menarik salah satu sudut bibirnya, "aku sudah maafin mas Kevin."

"Sungguh?"

Arisa mengangguk. Kemudian ia membalikkan badannya hendak meninggalkan Kevin, namun tangannya di cekal oleh Kevin, membuatnya kembali menghadap Kevin. Tangannya sedikit menyentak cekalan Kevin membuat Kevin menarik tangannya.

"Masih ada yang harus kita bicarakan, Arisa."

Arisa berdecih, "kita sudah selesai, dengan atau tanpa penjelasanmu. Yang penting sekarang, mas Kevin bisa hidup tenang karna aku sudah mengikhlaskan semuanya, dan aku sudah memaafkan mas Kevin bahkan sebelum kamu memintanya."

Kevin memejamkan matanya sebentar dengan menarik nafas dalam, "tolong, Arisa. Setidaknya biarkan aku menjelaskan semuanya," pinta Kevin.

Arisa tersenyum tipis dan menggeleng, dengan cepat ia membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Kevin.

***

Hari ini, Arisa absen membawakan bekal untuk Renan. Sudah hampir 2 minggu setelah pertemuannya dengan Kevin dikampus, dan sudah selama itu pula Arisa selalu dilanda banyak pertanyaan yang membuatnya bingung.

Saat ini, Renan sedang mengantar Arisa pulang dengan mobilnya. Namun sebelum itu, Renan membawa Arisa ke sebuah restoran untuk makan malam bersama.

Renan menyentuh punggung tangan Arisa yang tengah berada diatas meja, "akhir-akhir ini kamu nggak semangat, ada apa, sayang?" tanya Renan setelah pelayan yang mencatat pesanan mereka meninggalkan meja.

Arisa tersenyum, "aku baik-baik aja kok."

Keduanya pun menghabiskan makan malam mereka dalam diam.

"Arisa.." panggil Renan membuat Arisa memfokuskan pandangannya pada Renan.

"Aku ingin segera memperkenalkan kamu ke orang tua-ku. Kamu nggak keberatan, kan?" tanya Renan.

Arisa menaikkan kedua alisnya, "ke keluarganya mas Renan?" tanya Arisa tergagap.

"Keberatan, ya?"

"Ah.. Uhm.. Enggak kok, aku nggak keberatan.." ucap Arisa, "tapi aku harus minta izin dulu sama mama-papa buat ikut mas Renan ke Jogja," lanjutnya.

"Aku sudah minta izin sama mereka. Kita berangkat hari Jumat nanti," Renan tersenyum.

Arisa yang mendengarkan hanya tersenyum kecil.

Arisa melamun setelah percakapan tadi, pikirannya melayang-layang.

Kenapa aku ini?! Hanya karna seorang Kevin, kenapa perasaanku bisa seperti ini? Tapi mas Renan adalah pria yang baik, pria dihadapanku ini pasti sangat mencintaiku hingga sangat serius dengan hubungan ini. Aku.. Aku mencintai mas Renan kan? Ah, apakah aku sudah benar-benar mencintai mas Renan? batin Arisa yang sedang berdebat masalah hatinya.

Sebelumnya, Arisa sangat yakin bahwa ia mencintai Renan dan bukan sebuah pelarian semata, namun setelah kehadiran Kevin, kembali menggoyahkan hatinya. Jadi sebenarnya, selama ini apakah ia sudah benar-benar mencintai Renan? Ataukah hatinya masih untuk Kevin?

Di lain sisi, Renan sedang menatap Arisa secara menyeluruh. Ini bukan gadisnya yang biasanya, bukan Arisa yang biasa dia kenal, Arisa terlihat sangat terbebani, oleh suatu masalah yang tak Renan ketahui.

Aku mulai merasa takut, dengan bayangan bahwa kamu akan segera pergi meninggalkanku, batin Renan disaat keduanya hanya saling menutup mulut dengan berselimut keramaian para pengunjung resto lainnya.

***

Sore itu, langit Jogja sepertinya sedang tidak ingin berkompromi. Langit berawan gelap menyelimuti seluruh kota selama berjam-jam, ditambah hujan yang terus turun membuat aroma khas setiap turun hujan menguar.

Ada banyak orang yang mengatakan bahwa bau hujan sangat menenangkan, namun nyatanya hal tersebut tak berlaku untuk orang-orang yang sedang dalam perasaan dilema. Contohnya saja, Arisa. Arisa menatap langit yang terus menerus menangis, sesekali ia menjatuhkan pandangannya untuk melihat genangan air.

Apa yang aku lakukan ini, sudah benar, kan? tanya Arisa dalam hatinya.

Renan masih sibuk dengan ponselnya, sesekali mendekatkan ponselnya ditelinga untuk berbicara dengan seseorang. Renan merangkul pundak Arisa membuat Arisa menoleh dan sedikit mendongakkan kepalanya untuk menatap Renan.

"Adikku, katanya dia sudah didekat sini, kita tunggu sebentar lagi, ya?" ucap Renan.

Arisa mengangguk. Tak berapa lama, Renan melepas rangkulannya membuat Arisa kembali tersadar kedunia nyata dan menyadari Renan yang mulai berjalan. Dari tempatnya berdiri, Arisa melihat Renan bersalaman dengan seorang pria kemudian mereka berpelukan dan saling menepuk pundak seperti teman lama yang melepas rindu.

Renan mengajak pria tersebut menghampiri Arisa.

"Ini Arisa," ucap Renan pada pria tersebut.

"Oh jadi ini cewek yang pernah kamu ceritain ke bapak sama ibu?!" pria tersebut terlihat sangat senang. Renan pun mengiyakan pertanyaannya.

"Halo kakak ipar!" pria tersebut melambaikan tangannya, kemudian menyodorkan tangannya pada Arisa, "aku Ryan, adiknya mas Renan."

Arisa menjabat tangan Ryan, "Arisa," Arisa tersenyum.

"Ya udah jangan lama-lama salamannya.." Renan memisahkan tangan Ryan dari Arisa.

"Hahaha.. Posesif banget, mas.." Ryan tertawa keras, "yaudah, yuk kakak ipar, kita ke mobil," Ryan menarik tangan Arisa dan hendak menggiring Arisa berjalan menuju mobil, sebelum tangannya dicekal oleh Renan.

"Kamu adik kurang ajar, ya.. Udah tau ini barang banyak, nggak dibantuin. Malah gandengan sama cewek orang, punya mas-nya sendiri lagi. Sini! Bantu bawa koper!" ucap Renan. Renan tidak sepenuhnya marah, hanya saja ia sedikit tidak suka Arisa dipegang-pegang oleh pria lain, meski adiknya sekalipun.

Ryan pun melepaskan gandengannya dan kembali ketempat Renan dengan tertawa, lalu mereka bertiga pun menuju mobil yang terparkir.

Diperjalanan, didalam mobil Ryan tak henti-hentinya bicara. Renan yang mengemudi, Ryan duduk disebelah Renan dan Arisa dibelakang. Ryan orangnya sangat ramah. Dari caranya berbicara mulai dari di bandara hingga mereka berada didalam mobil, membuat Arisa yakin bahwa Ryan orang yang periang, mudah bergaul, dan supel. Ryan juga cukup tampan, tapi tidak setampan Renan, rasanya seperti tidak ada yang bisa menandingi ketampanan Renan.

Arisa pikir Ryan adalah mahasiswa dan seusia dengannya, tapi ternyata Ryan 5 tahun lebih tua dari Arisa, dia bahkan sudah bekerja. Arisa tidak bisa menyangkanya karna Ryan memang terlihat masih seperti remaja labil yang suka tebar pesona dan memacari banyak wanita sekaligus. Dan karna kecakapan bicaranya, Ryan pun meminta nomor telpon Arisa tanpa bersusah payah. Padahal Renan berada tepat disebelahnya dengan sesekali berdecih karena kelakuan Ryan. Setidaknya berkat Ryan, mood Arisa sedikit naik.

Mereka pun sampai di rumah Renan. Rumahnya sederhana dan bersih, rumah dengan ciri khas Jogja, dibagian depannya terdapat beberapa ukiran-ukiran kayu, diteras rumahnya terdapat satu set meja beserta kursi kayunya, serta memiliki halaman depan dan samping yang luas.

Ketika memasuki pintu rumah, Arisa dan Renan sudah disambut hangat oleh kedua orang tua Renan–Riyadi dan Yanti–yang sebelumnya sedang duduk dikursi ruang tamu. Bahkan ketika Arisa ingin mencium tangan Yanti, Yanti langsung saja memeluk Arisa, padahal itu adalah pertemuan pertama mereka.

Setelah saling memperkenalkan diri, Yanti segera menyuruh Renan untuk mengantar Arisa ke kamar tamu yang letaknya tak jauh dari kamar yang merupakan kamar milik Renan.

"Ayo masuk," ucap Renan pada Arisa sembari menggeret koper milik Arisa.

Arisa memasuki kamar tersebut dan duduk ditepi tempat tidur dengan sprei berwarna biru muda. Renan meletakkan koper Arisa didepan lemari pakaian, "kalau mau mandi, kamar mandinya di dekat dapur, ya.." ucap Renan.

Arisa mengangguk. Renanpun menghampiri Arisa dan mengusap punggung tangan Arisa lembut, "kenapa? Capek, ya? Mau langsung istirahat?" tanya Renan.

Arisa menggeleng dan tersenyum, mereka hanya saling berpandangan beberapa saat sebelum Arisa memutus kontak mata mereka dengan menolehkan kepalanya.

Renan pun berdiri, "aku kekamarku dulu, ya. Bentar lagi kita makan malam, kalau perlu sesuatu, bilang aja sama ibu atau Ryan, oke?"

Arisa mengangguk dan tersenyum. Renan mengusap rambut Arisa dan keluar dari kamar.

Arisa memilih untuk menata pakaiannya dan segera beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah selesai mandi, saat membuka pintu kamar mandi, Arisa mendengar suara berisik dari arah dapur. Saat menengok sedikit, Arisa melihat Yanti sedang sibuk memasak disana. Dengan rambut yang masih basah, Arisa segera pergi kekamarnya untuk meletakkan baju kotor dan segera kembali menuju dapur.

Arisa mengambil kesempatan ini untuk lebih dekat dengan ibu Renan.

"Tante.. Masak apa?" tanya Arisa yang masih sedikit gugup.

"Eh, cantik.. Jangan panggil tante to, panggil Ibu aja, sama kaya Renan dan Ryan.." ucap Yanti.

"Eh, i-iya.." Arisa tersenyum kikuk dengan mengusap tengkuknya yang tidak gatal, "ehm.. Ibu masak apa? Baunya harum banget.." Arisa berjalan mendekat.

"Ini lho, masakin makanan kesukaannya Ryan, ayam kecap," jawab Yanti.

Arisa pun membulatkan bibirnya dan mengangguk, "ada yang bisa Arisa kerjakan, bu?"

"Oh, ndak usah, ini udah hampir selesai, cantik duduk aja disana," ucap Yanti dengan sesekali tersenyum pada Arisa.

Arisa pun menoleh ke arah meja makan. Meja makannya masih kosong, bahkan peralatan makan pun belum ditata.

Dengan cepat, Arisa pun memutar otak, "Arisa bantu tata alat makannya ya, bu?" tanya Arisa.

Yanti menghentikan aktifitasnya sebentar dan menoleh ke arah meja makan, "oh iya, kelupaan, sekalian bawa nasinya ke meja makan, ya nduk? Bisa, to?"

"Bisa, bu," Arisa mengangguk dan tersenyum lebar.

Ia segera memindahkan nasi dan menata peralatan makannya. Setelah semuanya siap, Yanti meminta tolong Arisa untuk memanggil Renan dan Ryan.

Arisa memutuskan untuk memanggil Ryan terlebih dahulu, setelah Ryan beranjak dari kamarnya, Arisa berjalan menuju kamar Renan. Ia mengetuk pintu dan memanggil nama Renan beberapa kali, namun tidak ada balasan dari sang empunya kamar. Arisa pun memberanikan diri membuka pintu. Kepalanya menyembul dibalik pintu yang hanya terbuka sedikit. Kepalanya diputar dari kanan ke kiri, matanya menelusuri setiap inchi ruangan itu, namun ia tak melihat sosok Renan disana.

Arisa memberanikan diri untuk masuk ke kamar Renan, apa salahnya melihat isi kamar Renan? Arisa berkeliling memperhatikan setiap benda diruangan Renan. Tidak ada yang spesial dari kamar Renan. Namun matanya tertarik pada sebuah bingkai foto yang diletakkan diatas nakas.

Arisa mendekati nakas dan mengambil bingkai foto tersebut. Didalam foto itu terdapat 2 anak kecil laki-laki yang saling mengalungkan lengan sambil tersenyum senang kearah kamera. Arisa menebak bahwa itu adalah Renan dan Ryan. Itu mudah saja ditebak, salah satu anak kecil tersebut sangat tampan dimata Arisa, sekarang mana ada anak kecil setampan itu kalau bukan Renan, pacarnya? Arisa pun tersenyum beberapa saat sambil melihat foto tersebut.

"Menemukan sesuatu yang menarik?"

Arisa membalikkan badannya terkejut karna tiba-tiba saja ada orang dibelakangnya. Dan dengan cepat Arisa menutup kedua matanya dengan tangannya, dan memutar badannya kesamping karna Renan yang muncul dihadapannya hanya menggunakan celana boxer tanpa memakai atasan apapun hingga menampilkan tubuh atletis idaman kaum hawa. Arisa bahkan sempat melihat perut kotak-kotak milik Renan.

"Dari mana? Kok nggak ada dikamar? Kenapa nggak pakai baju?" tanya Arisa yang masih menutupi matanya.

"Habis mandi. Kan kamar mandinya ada diluar kamar," jawab Renan.

Arisa hanya membulatkan bibirnya, "eh tapi kok aku nggak denger ada suara orang mandi?"

"Kamu terlalu sibuk didapur sama ibu, makanya nggak denger," jawab Renan, "udah, buka matanya," tambahnya.

"Nggak mau, Mas Renan nggak pakai baju," tiba-tiba saja ia teringat bagaimana bentuk tubuh Renan tadi, membuat pipinya menampilkan semburat berwarna pink.

"Sekarang sudah pakai baju, buka aja matanya, sayang.."

Arisa pun menjauhkan tangannya dari matanya dan membuka matanya. Ia menemukan wajah Renan yang hanya beberapa centi dengan wajahnya, sangat dekat. Arisa bahkan dapat mencium aroma mint pasta gigi. Jantungnya berpacu dengan cepat, Arisa menelan salivanya dengan susah payah. Mereka hanya saling bertatapan untuk beberapa lama, hingga deheman seseorang dari arah pintu mengejutkan keduanya dan membuat Renan menjauhkan wajahnya.

Arisa menolehkan kepalanya kikuk, pipinya sudah merona, sedangkan Renan menggaruk tengkuknya. Ryan berdiri disana, ia tertawa untuk beberapa saat melihat tingkah malu-malu Arisa dan Renan.

"Pacaran terus.. Kalo mau ngapa-ngapain itu pintunya dicek dulu, udah ketutup belum, udah dikunci belum.." Ryan pun terkikik.

"Sialan lo," timpal Renan.

"Dipanggil ibu tuh, makan malam," ucap Ryan yang langsung melenggang pergi dari kamar Renan.

Renan menatap Arisa yang masih kikuk, ia tersenyum dan langsung menggenggam salah satu tangan Arisa. Arisa menatap Renan.

"Keruang makan yuk, udah ditunggu yang lainnya," ucap Renan masih tersenyum pada Arisa.

Arisa mengangguk dan membalas senyuman Renan.

Keduanya pun datang keruang makan masih dengan bergandengan tangan. Kedua orang tua Renan dan Ryan yang melihat itu pun tersenyum penuh arti.

Keluarga Renan sangat ramah terhadap Arisa. Kedua orang tua Renan menceritakan masa kecil Renan dan Ryan dengan semangat, begitu juga Arisa yang menceritakan keluarganya. Makan malampun akhirnya terasa sangat menyenangkan. Setelah menyelesaikan makan, Arisa membantu membereskan meja dan mencuci piring bersama Yanti.

Setelah menyelesaikan piring terakhirnya dan mencuci tangan, Yanti mengajak Arisa ke teras rumah yang terdapat satu set kursi dan meja kayu. Ternyata disana sudah ada Riyadi, Renan dan Ryan yang sedang bermain catur beralaskan lantai. Arisa dan Yanti memilih duduk diatas kursi berdua. Mereka memandang Renan dan ayahnya yang sedang bermain catur untuk beberapa saat.

"Ibu seneng banget akhirnya Renan memperkenalkan pacarnya ke Ibu.." ucap Yanti tanpa mengalihkan perhatiannya.

Arisa yang merasa diajak berbicarapun menatap Yanti walaupun perhatian beliau masih pada Renan dan Riyadi.

"Sudah lama Renan ndak memperkenalkan pacarnya. Terakhir kali, cuma Gina, itupun mereka ngakunya cuma temen, ndak lebih," ucap Yanti, kemudian beliau berbalik menatap Arisa, "waktu Renan cerita tentang kamu dan kepulangannya, ibu seneng banget.. Walaupun belum pernah bertemu tapi ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk hubungan kalian. Dan alhamdulillah, ibu masih sempet ketemu sama kamu, cantik.." beliau tersenyum.

Arisa membalas senyuman Yanti, "Arisa juga seneng bisa bertemu sama ibu, sama bapak, sama mas Ryan juga.."

"Renan dan Ryan itu anak yang baik, ibu selalu menginginkan dan mendoakan yang terbaik untuk mereka berdua, termasuk dalam urusan jodoh, ibu berharap mereka bertemu dengan orang yang mereka cintai dan juga mencintai mereka sepenuh hati," ucap Yanti menerawang kearah Arisa.

Tiba-tiba saja, hatinya merasa sesak dan tenggorokannya terasa tercekat mendengar penuturan Yanti, entah untuk alasan apa Arisa pun tak tau.

"Nak cantik mencintai Renan, kan?" tanya Yanti tiba-tiba.

Pertanyaan Yanti berhasil membuat Arisa tergagap, Arisa melirik sekelilingnya dengan gelisah. Ini semua karna Kevin! teriak batinnya.

Padahal belum lama, ia bisa dengan lantang mengucapkan cinta pada Renan, namun hanya dengan kedatangan Kevin, kenapa pernyataan seperti itu rasanya sulit keluar dari bibirnya.

"Iya, Arisa cinta sama mas Renan," kalimat itu spontan keluar dari bibirnya. Yang keluar dari bibir Yanti adalah sebuah pertanyaan, maka mau tak mau Arisa harus menjawabnya, kan?

Yanti pun tersenyum puas, beliau menarik dan membawa salah satu tangan Arisa keatas pangkuannya, beliaupun menggenggam tangan Arisa.

"Cantik mau kan berjanji sama ibu?" tanya Yanti.

Belum sempat Arisa menjawab, Yanti telah lebih dulu melanjutkan ucapannya, "kamu harus janji sama ibu, akan selalu mencintai Renan dan selalu berada disamping Renan apapun yang terjadi, ya?" tanya Yanti, matanya berbinar seolah sangat mengaharapkan jawaban yang membuatnya puas.

Arisa hanya menatap Yanti untuk beberapa saat, sebelum akhirnya ia tersenyum dan mengangguk. Arisa ingin menyenangkan Yanti, mana mungkin Arisa tega menjatuhkan harapan Yanti?

Yanti tersenyum bahagia sambil mengelus tangan Arisa yang digenggamnya.

Bagaimana bisa aku dengan mudah menjanjikan sesuatu yang bahkan aku sendiri belum bisa memastikannya?! rutuk Arisa dalam hati.

***



Haloooo..... 👋🏻👋🏻👋🏻
Pssttt... Puncak konfliknya sebentar lagi lho.. ups keceplosan

Pantengin terus aja ya hehehe

Sorry ya, kejutannya diundur hingga waktu yang tidak ditentukan hehehe
sekali lagi maapkeun huhu 🙏🏻😭 

Jangan lupa subscribe—eh salah, maksudnye, jangan lupa vote dan komen.... hehehe

.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 126K 49
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
2.4M 23.5K 27
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
792K 6.7K 8
(Sedang dalam proses revisi, di publikasikan berkala) Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya k...
2.1M 30.9K 46
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...