Soft Of Voice

Galing kay chusniahne

78K 10K 1.6K

[COMPLETED] Sama seperti sayap yang patah, dia tak akan bisa membawa burung yang sama untuk melihat dunia leb... Higit pa

PROLOGUE
ONE
TWO
THREE
FOUR
FIVE
SIX
SEVEN
EIGHT
NINE
TEN
ELEVEN
TWELEVE
THIRTEEN
FOURTEEN
FIFTEEN
SIXTEEN
SEVENTEEN
EIGHTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
THIRTY
NOT AN UPDATE, BUT INI PENTING GENGS
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
FOURTY
FOURTY ONE
FOURTY TWO
BACA AJA DULU
FOURTY THREE
FOURTY FOUR
SEQUEL + PROMOTE
FOURTY FIVE
INFO
FOURTY SIX
QUESTION
PENTING!!
FOURTY SEVEN
FOURTY EIGHT
SPOILER SEQUEL + PROMOTE
FOURTY NINE
INFO END ㅡ HIATUS
INFO
FIFTY
EPILOGUE
CURHAT BENTAR
INFO PENTING
EP ㅡ 1
[!] NANYA NIH PENTING
EP ㅡ 2
SEQUEL
NOTE !

THIRTY NINE

1.2K 199 59
Galing kay chusniahne

3rd pov

"Choi Haneul."

Ahrim menatap bayinya lekat dari balik tembok kaca. Tangannya kembali terangkat dan menyentuh kaca yang terasa dingin, telunjuk Ahrim bergerak. "Mama tunggu dirimu kepelukan Mama, Haneul."

Tangis kembali mewarnai keheningan itu, Seungcheol ikut menitihkan air mata. Tak lama, bayi dalam inkubator tersebut juga ikut menangis. Tangisnya sangatlah pelan, membuat alat bantu pernapasannya bergerak ringan, membuat alat pendeteksi jantungnya berdetak lebih cepat. Membuat Ahrim dan Seungcheol kaget dan panik. Tangis Ahrim semakin menjadi. "Seungcheol! Kumohon panggilkan dokter, kumohon!!"

Seungcheol ikut panik dan segera berlari memanggil dokter Kwon. Ahrim masih panik dan masih menyentuh tembok kaca dengan dua tangannya. Air mata Ahrim menggenang di seluruh pipinya. Dokter Kwon dan beberapa suster datang memeriksa keadaan bayi keduanya. Seungcheol segera memeluk Ahrim dari samping kanan, kedua tangan Ahrim yang tadi menyentuh kaca segera dipindahkannya menuju lengan kanan Seungcheol yang merengkuh erat leher Ahrim.

Selang beberapa menit, dokter Kwon datang menemui Ahrim dan Seungcheol yang terlihat khawatir. "Tuan dan Nyonya Choi. Putri kalian baik-baik saja."

"Tapi kenapa dia menangis, Dok?" Ahrim bertanya dengan penuh ke khawatiran. Seungcheol mencoba meredakannya dengan menepuk pelan punggung Ahrim. Seungcheol dengan khawatir pula menatap dokter Kwon yang justru tersenyum cerah.

"Mungkin karena ikatan batin dengan kalian berdua. Bayi kalian menangis karena ikut merasakan bagaimana sedihnya kalian," kata dokter Kwon dengan senyum merekah, membuat Ahrim dan Seungcheol ikut tenang. "Bayi kalian baik-baik saja. Kondisinya membaik dua hari ini. Dan Nyonya Choi, aku harap kau jaga kesehatanmu. Jangan banyak pikiran. Saya permisi."

Seungcheol dan Ahrim mengangguk. Secercah senyum tercipta di wajah keduanya. Seungcheol kembali memeluk erat Ahrim, mencium puncak kepalanya dengan penuh cinta.

---

Ahrim sudah mulai sehat, hari ini dia diperbolehkan keluar rumah sakit. Tapi bayi keduanya belum boleh dibawa keluar karena masih dalam pengawasan. Kini Ahrim dan Seungcheol pulang ke apartemen mereka, di mana Junghwa juga tinggal di sana selama beberapa hari ini. Apartemen itu sudah rapi seperti semula, tapi tidak dengan keadaan Junghwa. Tidak juga ada batang hidung sosok Junghwa. Entah bagaimana wanita itu keluar dari apartemen.

"Junghwa!" Seungcheol berteriak memanggil nama wanita yang sedang mengandung tersebut. Tidak ada jawaban atau sahutan dari Junghwa. Tidak ada tanda-tanda wanita itu ada di apartemen. Seungcheol dengan hati-hati masih memapah Ahrim menuju kamar tidur.

"Di mana Junghwa, Seungcheol?" Ahrim berkata dengan nada yang bergetar. Seungcheol menidurkan Ahrim di ranjang. Membelai rambut wanita itu sambil menarik selimut untuk menutupi badan Ahrim yang ringkih. Sebuah kecupan manis bersarang di kening Ahrim sebelum Seungcheol menjawab pertanyaan Ahrim.

"Tidak tahu Ahrim. Aku hanya menungguimu sejak kau koma, aku tidak memikirkan wanita itu." Seungcheol tersenyum sambil duduk di pinggir ranjang. Tangan kiri Seungcheol diletakkannya di sebelah kanan Ahrim, membuat Ahrim terkurung di tangan dan badan Seungcheol. Lelaki itu juga menatap Ahrim sambil tersenyum manis.

"Hubungi dia Seungcheol, aku khawatir sesuatu terjadi padanya."

Seungcheol menghela napas berat sambil mengangguk. Seungcheol mengambil ponselnya pada nakas dekat ranjang. Saat yang sama, Jisoo menelpon Seungcheol. Membuat lelaki itu berubah masam dan mengangkat telepon dari lelaki yang menjaga istrinya selama beberapa bulan itu. "Ada apa Jisoo?"

Panggilan itu berhasil membuat Ahrim menatap Seungcheol dan berusaha untuk duduk dari tidurnya.

"Ada berita Seungcheol."

"Berita apa?" Wajah Seungcheol masih terlihat marah. Lelaki itu membantu Ahrim yang berusaha untuk duduk dan menyandarkannya pada kepala ranjang.

"Aku melihat Junghwa di rumah sakit. Jika kau ingin tahu kau bisa datang ke rumah sakit dekat apartemen ku yang sempat dijadikan Ahrim tempat tinggal."

Pernyataan Jisoo berakhir dengan tanda tanya di pikiran Seungcheol maupun Ahrim. Keduanya saling tatap. "Apa yang terjadi, Seungcheol?"

Seungcheol hanya menggeleng. Dia juga tidak tahu betul apa yang sedang terjadi dengan Junghwa. "Darimana kau tahu Jisoo?"

"Aku sedang di rumah sakit, menjenguk kawanku. Tapi aku tidak sengaja bertemu dengan Junghwa yang sepertinya melahirkan."

Pernyataan itu berhasil membuat Seungcheol kaget bukan kepalang. "Aku akan ke sana Jisoo."

"Baiklah." Sambungan telepon terputus. Membuat Seungcheol langsung berdiri dan bersiap untuk pergi.

"Mau ke mana Seungcheol?" Ahrim bertanya dengan nada yang menyelidik, membuat Seungcheol langsung duduk di tempatnya semula. Lupa akan Ahrim yang ada di sana.

"Aku harus ke rumah sakit, Ahrim. Kata Jisoo, Junghwa melahirkan." Ahrim kaget dengan hal tersebut. Belum pulih dirinya usai melahirkan, Junghwa juga melahirkan di usia yang belum semestinya?

"Ijinkan aku untuk ikut Seungcheol," kata Ahrim meraih tangan Seungcheol yang berdiam di pahanya. Membuat Seungcheol langsung menolak. Menggelengkan kepalanya cepat.

"Tidak Ahrim, keadaanmu belum pulih betul." Seungcheol terlihat marah dan tidak suka dengan permintaan Ahrim.

"Apakah kau tega meninggalkanku di sini seorang diri dengan keadaan seperti ini?" Raut wajah Seungcheol berubah, begitu Ahrim berkata demikian. Benar juga apa kata Ahrim, jika Ahrim ditinggalkan seorang diri di apartemen, lantas siapa yang akan menjaganya, lantas siapa yang akan dimintainya pertolongan jika ada sesuatu yang dibutuhkan oleh Ahrim. Tapi jika Ahrim ikut, ini akan menjadi masalah besar. Seungcheol terlihat frustasi, dia berdecak sambil menatap Ahrim yang masih pucat.

"Aku juga ingin melihat keadaan Junghwa, Seungcheol." Kini tangan kanan Ahrim berada di pipi Seungcheol. Ibu jarinya bergerak membelai pipi lembut itu, membuat pola abstrak sambil menatap Seungcheol penuh harapan. Memberikan kenyamanan pada hati Seungcheol. Lelaki itu memejamkan matanya, merasakan sentuhan lembut dari tangan Ahrim, membuat hatinya seketika hangat. Seungcheol tersenyum, tangan kirinya bergerak diatas tangan kanan Ahrim di pipinya, menggenggamnya erat enggan untuk lepas.

"Tapi keadaanmu belum membaik Ahrim, ini akan jadi masalah jika kau ada di sana." Seungcheol kini menggenggam tangan kanan Ahrim dengan kedua tangannya. Mengecupnya sebelum meletakkannya kembali di pipinya. Ahrim meraih tangan kanan Seungcheol dengan tangan kirinya. Menautkan jemari mereka dan menggenggamnya erat.

"Aku tahu, Seungcheol. Tapi apakah keadaanku akan terus buruk jika aku menemui Junghwa? Jika dia melahirkan, itu artinya aku dan Junghwa sama-sama menjadi seorang ibu. Ibu dari bayi premature, Seungcheol. Dan kau adalah ayah dan papa dari dua bayi sekaligus." Penjelasan Ahrim cukup membuat Seungcheol tak berkutik. Ahrim menghela napasnya berat. Raut wajahnya berubah. "Aku tahu aku tidak rela jika kau dibagi seperti ini, Seungcheol. Sejujurnya aku hanya ingin kau untuk diriku, bukan untuk Jung──"

Perkataan Ahrim terhenti seketika ketika bibir Seungcheol menyentuh bibir Ahrim. Kaget. Ahrim terbelalak sempurna. "Aku memang hanya untukmu, Sayang. Jangan bicara macam-macam."

Seungcheol berkata demikian tanpa melepaskan bibir keduanya sehingga Ahrim bisa merasakan bagaimana hangat napas Seungcheol di bibirnya. Tak menunggu lama, Seungcheol melumat bibir Ahrim dengan lembut. Bukan berpagut, hanya melumat. Seungcheol melepaskan lumatannya setelah beberapa saat mereka berciuman. "Baiklah jika kau ingin ikut. Tapi ingat dan turuti apa yang aku katakan."

Ahrim tersenyum lalu mengangguk. Seungcheol segera membantu Ahrim untuk duduk dan memakai sandalnya. Dengan cekatan pula Seungcheol segera membopong Ahrim. Membuat pekikan kaget Ahrim terdengar. "Kenapa kau membopongku, Seungcheol. Turunkan aku!"

"Nanti di lift saja." Ahrim tak banyak protes dengan apa yang dilakukan oleh Seungcheol. Dia terima saja dengan perlakuan suaminya itu. Membuat pipi Ahrim merona seketika.

Benar saja, Seungcheol lantas menurunkan Ahrim ketika mereka sampai di elevator lantai dua puluh. Ahrim sesekali meringis kesakitan karena bekas luka jahitannya yang belum mengering sepenuhnya. Seungcheol masih setia untuk memapah Ahrim yang belum kuat betul untuk berdiri. Sesekali Seungcheol mencuri ciuman di kepala Ahrim yang membuat Ahrim merona karena perlakuan manis Seungcheol tersebut. Tak lama mereka sampai di basement tempat mobil Seungcheol terparkir. Mereka segera melesat menuju rumah sakit yang telah diinstruksikan oleh Jisoo tadi. Sedikit lebih jauh dari rumah sakit tempat Ahrim dirawat memang. Tapi Ahrim cukup tahu bahwa rumah sakit tempat Junghwa melahirkan sekarang adalah rumah sakit yang cukup mutakhir dalam segala bidang dan hal. Mulai dari ahli medis mereka yang berpengalaman dan memiliki kemampuan baik, alat yang lengkap dan cekatan, serta tempat yang nyaman. Sering kali rumah sakit itu bekerja sama dengan rumah sakit pusat kota Seoul yang menjadi tempat Ahrim melahirkan beberapa saat yang lalu.

Ahrim menghela napas berat, membuat Seungcheol menatapnya. "Aku merindukan Haneul, Seungcheol."

"Usai menjenguk Junghwa kita jenguk putri kita, oke?" Ahrim mengangguk setelah mendengar perkataan Seungcheol. Ahrim sangat merindukan putrinya meskipun dia sama sekali belum bisa menyentuh tubuh ringkih nan merah yang masih berada dalam inkubator itu. Ikatan mereka begitu kuat, begitu pula dengan Seungcheol.

Mereka sampai di rumah sakit tersebut dan segera menuju meja receptionist tapi mereka mengurungkan niatnya ketika berpapasan dengan Jisoo yang akan keluar dari rumah sakit. "Jisoo!"

Pekikkan lembut Ahrim membuat Jisoo terhenti. Membuat Ahrim dan juga Seungcheol terhenti. Dengan lekat Jisoo menatap Ahrim, terbesit rasa sakit di hatinya. Jisoo tahu bahwa Ahrim sedang sakit sekarang, dia juga baru saja usai melahirkan bayi yang juga dirawatnya selama beberapa bulan terakhir. Jisoo mendekat, tersenyum miris sambil memeluk Ahrim. Ahrim tersenyum, membalas pelukan persahabatan keduanya dengan tulus. Menyisakan tatapan tidak suka pada Seungcheol.

"Bagaimana keadaanmu Ahrim?" tanya Jisoo usai melepaskan pelukan keduanya dan tersenyum pada Seungcheol.

"Aku baik-baik saja. Bayiku sudah lahir Jisoo, kau bisa menjenguknya di rumah sakit tempat biasa kau mengantarkan aku check up beberapa kali kemarin."

"Untuk apa aku menejenguknya?"

"Apakah kau tak ingin menjenguk anakku? Kau juga papanya, Jisoo, kau ikut mengurusnya dan mengurusku selama aku bersamamu." Perkataan Ahrim barusan membuat benteng kebencian di dalam hati Seungcheol runtuh seketika. Dia merasa bersalah kembali atas apa yang telah dilakukannya. Seungcheol berjalan mendekati Jisoo lantas memeluknya erat.

"Apa-apaan ini Seungcheol?" Jisoo tertawa dan membalas pelukan Seungcheol tak kalah erat.

"Ahrim benar Jisoo. Maafkan aku, kau harus menjaga putri dan istriku selama dia jauh dariku. Choi Haneul putrimu juga."

"Nama yang indah," kata Jisoo seraya pelukan mereka terlepas. Jisoo tersenyum menatap Ahrim dan Seungcheol. "Oh iya. Kalian akan menemui Junghwa bukan? Aku tadi melihatnya di bangsal ibu dan anak kelas satu. Dia terlihat bersama seseorang tapi aku tak tahu siapa dia. Lelaki."

Hal itu lantas membuat Seungcheol dan Ahrim mengerutkan kening bersamaan. Siapa lelaki yang bersama Junghwa?

"Junghwa bersama lelaki? Siapa dia?" Ahrim bertanya pada Jisoo juga Seungcheol. Keduanya mengangkat kedua bahu mereka tanda tidak tahu.

"Aku rasa Junghwa tidak memiliki kakak atau adik, Seungcheol." Jisoo berkata sambil diangguki oleh Seungcheol. Pertanyaan mengitari kepala ketiganya. "Lebih baik kalian memastikannya. Sepertinya bayi Junghwa juga lahir premature sama seperti Ahrim. Aku harus segera pergi."

"Hati-hati Jisoo." Jisoo mengangguk lalu pergi meninggalkan Ahrim dan Seungcheol dengan helaan napas perih di hatinya. Memang sudah seharusnya Jisoo tidak berharap banyak pada Ahrim karena wanita itu teramat mencintai Seungcheol. Jisoo berlalu ketika Ahrim dan Seungcheol berjalan menuju bangsal ibu dan anak kelas satu seperti yang dikatakan oleh Jisoo.

Seungcheol bertanya pada salah seorang suster yang dijawab dengan cepat. Seungcheol dan Ahrim berjalan pelan menuju sebuah ruangan yang sedikit terbuka, memperlihatkan Junghwa yang terbaring lemah dengan kondisi yang buruk dan seorang lelaki yang duduk membelakangi pintu. Membuat Ahrim dan Seungcheol tak dapat melihat siapa lelaki yang sedang menggenggam erat tangan Junghwa tersebut. Hal ini sukses membuat keduanya mengerutkan kening.

"Kau baik-baik saja, Sayang?" tanya lelaki yang dijawab dengan anggukan dan senyuman manis oleh Junghwa tersebut. Seungcheol tak terlihat marah sama sekali, bahkan dia terdiam untuk mendengar percakapan keduanya. Junghwa membelai lembut tangan lelaki tersebut. Wajahnya jauh dari kata muram, justru Junghwa terlihat bahagia saat bersama lelaki tersebut

"Aku baik-baik saja, Sayang. Tapi rencana kita gagal total." Junghwa berdecak, membuat lelaki itu ikut berdecak. Rencana. Hal ini membuat Ahrim dan Seungcheol saling tatap dan saling melempar pertanyaan. Perlahan Seungcheol dan Ahrim masuk tanpa suara.

"Bagaimana keadaan bayi kita, Sayang? Baik-baik saja bukan? Aku tidak akan memaafkan Seungcheol ataupun Ahrim, Junghwa."

"Perusahaan Choi hilang sekarang dari tangan kita, semuanya karena Ahrim, Sayang."

Hal itu sukses membuat Ahrim kaget dan Seungcheol juga heran. Keduanya tidak paham dengan apa yang sedang dibahas oleh Junghwa dan lelaki itu. "Benar-benar semuanya Junghwa? Apakah Seungcheol masih percaya itu anaknya?"

"Aku rasa masih percaya, Sayang. Aku akan membuatnya menyesal telah meninggalkanku sendirian di apartemennya. Aku tak akan membiarkan pernikahanku dengan Seungcheol batal."

"Dan biarkan aku bertemu putraku sekarang. Aku akan segera kembali dan beri tahu Seungcheol bahwa kau disini karenanya. Buat dia merasa bersalah dan kasihan padamu. Aku akan kembali." Junghwa mengangguk. Lelaki tersebut berdiri lalu mencium kening Junghwa dengan sangat manis. Sebelum berbalik dia sempat mencium bibir Junghwa dan melumatnya singkat.

Lelaki itu segera berbalik dan langsung terdiam di tempat melihat Ahrim dan Seungcheol ada di sana. Junghwa ikut kaget melihat siapa yang hadir di kamar mereka. Lelaki itu dan Ahrim saling tatap menatap cukup lama. Badan Ahrim lemas seketika menatap manik mata itu lagi. Jantung Ahrim berdetak lebih cepat. Hatinya teriris melihat siapa yang ada di depannya dan apa bahan pembicaraannya dengan Junghwa. Seungcheol sama kagetnya, dia terlihat sangat geram. Selama ini Junghwa telah menipunya.

"Ahrim." Lelaki itu mendekati Ahrim namun Ahrim mundur selangkah, membuat lelaki itu terhenti.

Ahrim menghela napas. Air matanya menetes sejak tadi. "Wonwoo."

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

271K 21.3K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
62.4K 5.6K 33
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
37K 4K 16
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
771K 37.1K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...