I Feel, I'm In Love

By mayratrin_

202K 7K 240

Arisa Felice Agatha, telah berjanji tak akan lagi mencintai Kevin. Namun nyatanya, ia kembali mencintai pria... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
BUKAN UPDATE
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Pengumuman
27
28
29
30

26

4.4K 191 43
By mayratrin_

FYI, ini chapter TERPANJANG dari 26 chapter loh!
Jadi, mohon kerjasamanya ya
Hargai tulisan ini...
Happy reading, dear...
👄
– – – – – – – – – – – – – – – – – – –

"Ah.. Kalo kamu pergi bakalan berkurang dong squad kita.." rengek Keila dipelukan Arisa.

Arisa menepuk-nepuk pelan bahu Keila, "alay deh, orang cuma pergi seminggu doang kok," ucapnya.

Keila mengurai pelukannya. Kini ganti Dean yang merentangkan tangannya, berjalan pelan mendekati Arisa dengan wajah sedih yang dibuat-buat. Arisa tertawa melihat tingkah Dean, ia pun melakukan hal yang sama, merentangkan tangan dengan wajah mengejek Dean. Dean semakin mendekati Arisa sebelum sebuah tangan terulur ditengah-tengah mereka membuat Arisa dan Dean tidak jadi berpelukan dan malah memandang kearah sang empunya tangan dengan malas.

"Khusus kamu nggak boleh peluk-peluk Arisa. Arisa itu pacar saya, tau!" ucap orang tersebut.

Arisa menahan tawanya melihat tingkah protektif sang pacar–Renan–sedangkan Dean mencibir Renan.

Namun kemudian gerutuan Dean berganti dengan senyum licik yang tidak disadari oleh siapapun, dengan cepat, Dean mendekap Arisa dan menggoyangkan tubuh mereka bersamaan ke kanan dan ke kiri.

"Ah.. Pacar lo protektif banget sih.." ucap Dean sengaja memperbesar volume suaranya bermaksud menyindir Renan.

Renan yang tidak terima Arisa nya dipeluk Dean segera menjauhkan keduanya dan menarik Arisa mendekat sedekat-dekatnya dengan tubuhnya dan menghalangi akses Dean dengan Arisa.

"Saya bisa kurangi nilai kamu di mata kuliah saya, lho!" ucap Renan.

"Lah.. Emang situ ngajar di kelas saya?" tanya Dean dengan senyum mengejek.

Renan yang baru sadar bahwa ia tidak mengajar Dean pun dibuat geram, "tapi saya bisa kasih rekom jelek kamu ke dosen-dosen lainnya dan mempersulit kelulusanmu nanti," ucap Renan akhirnya.

Dean berdecak, merasa kalah dan memilih tak melanjutkan perdebatan. Arisa, Keila dan Lisi pun tertawa.

Arisa terkejut melihat Lisi dan Dean sudah berada dihadapannya, sejak kapan keduanya ada didepan rumah Arisa?

Sebelum Arisa mengeluarkan sepatah kata pun, Lisi menyela, "kami butuh penjelasan."

Arisa pun akhirnya mempersilahkan keduanya masuk dan duduk diruang tamu.

"Kok kayak sidang tuduhan pencurian ayam tetangga gini sih, tegang banget. Oiya, mau minum apa kalian?" tanya Arisa, ia sudah berdiri hendak ke dapur membuatkan minuman untuk kedua sahabatnya.

Dalam pikirannya, Arisa berpikir keras apakah mereka melihatnya keluar dari mobil Renan atau apakah mereka melihatnya mencium pipi Renan.

"Kita sahabat kan? Ceritain apa yang kamu tutupi dan apa aja yang nggak kami ketahui." ucap Lisi.

Arisa menggigit bibir bawahnya, mungkin inilah saatnya ia menceritakan semuanya, lagipula Renan akan melamarnya minggu depan, jadi tidak apa-apa kan kalau diceritakan sekarang meskipun belum resmi dilamar didepan orang tuanya?

"Aku.. Dan mas Renan–ah, maksudnya, Pak Dio.. Kami punya hubungan.." Arisa melihat kearah kedua sahabatnya, namun tidak ada ekspresi terkejut disana.

Selang beberapa detik, Dean menyaut, "ah.. Sudah kuduga.. Kamu selalu bawa makanan tiap hari buat dia, kenapa aku nggak pernah nanya ke kamu buat apa ya.. Eh ternyata..." ucap Dean.

"Kami.. Udah jalan beberapa minggu ini.. Tadi, Pak Dio ngelamar aku.." ucap Arisa. Ia melihat sekilas cincin yang melingkar dijari manisnya kemudian memperlihatkannya pada Lisi dan Dean dengan senyum penuh kebahagiaan.

"Minggu depan, aku pulang ke Surabaya bareng Pak Dio. Pak Dio mau memperkenalkan diri sekaligus melamar aku ke orang tua-ku.." lanjut Arisa.

Arisa melihat ke kedua sahabatnya, ekspresi mereka sangat datar, tidak ada ekspresi menggebu-gebu ingin menghakimi dari keduanya membuat Arisa harap-harap cemas. Ternyata pepatah diam itu mematikan, memang benar adanya.

Setelah beberapa saat menunggu dan Arisa sudah sangat cemas menanti kata-kata apa yang akan keluar dari mulut Lisi pun akhirnya membuka mulutnya lagi, "Lisi.. Dean.. Ngomong dong.. Jangan diem aja.. Aku malah takut jadinya kalo kalian diem aja kaya gini.. Kalo kalian marah ungkapin aja sepuas kalian, marahin aku, maki-maki aku, aku gapapa, aku terima.. Daripada liat kalian diem terus kaya gini.."

"Kenapa kamu nggak ceritain ke kita berita bahagia kaya gini?" tanya Lisi, akhirnya ia membuka suara.

Arisa menghembuskan nafas panjang sebelum bibirnya terbuka akan menjelaskan segalanya pada Lisi dan Dean.

"Aku berniat ngasih tau kalian setelah Pak Dio datang menemui orang tua-ku untuk melamar, aku pengen bikin kejutan," ucap Arisa, "kalau kalian mau marah, gapapa, silahkan kalian marah-marahin aku," lanjutnya.

"Aku nggak marah, Arisa. Aku cuma sedikit kecewa aja, kalian sudah berhubungan selama berminggu-minggu tapi kamu nggak ada cerita ke kita," ucap Lisi lalu memegang kedua bahu Arisa dan memaksa Arisa untuk menatapnya, "kamu bahagia?"

Arisa hanya mengerjapkan matanya, kemudian mengangguk pelan.

"Aku ikut bahagia kalau kamu bahagia," ucap Lisi.

Arisa mengangguk dan kemudian mencondongkan tubuhnya sehingga keduanya berpelukan, "makasih udah mau ngerti, Lisi.."

"Anything for you, babe."

"Udah gih, sana masuk!" ucap Dean.

Arisa mengangguk, dan mengambil alih koper yang sebelumnya dipegang oleh Keila.

"Semoga lancar ya.." ucap Keila tulus pada Arisa dan Renan.

"Amin.. Doain terus ya.." jawab Arisa.

Renan menggandeng tangan Arisa dan tersenyum pada ketiga sahabat Arisa.

"Pak Dio! Semangat ya! Semoga sukses!" ucap Dean sembari mengepalkan tangannya memberi semangat.

Renan tersenyum dan mengangguk, "kami berangkat, ya," ucapnya kemudian mendapat anggukan dari Lisi, Keila dan Dean. Ketiganya pun melambaikan tangannya.

Setelah beberapa menit pesawat lepas landas, "mas.."

"Hmm.."

"Papa aku galak, loh."

"Terus?"

"Yaaa.. Cuma mau ngasih tau sih, jaga-jaga biar nggak kaget kalo papa tiba-tiba jadi nggak bersahabat. Soalnya, terakhir kali, papa nggak setuju aku pacaran sama mantan aku."

Renan mengacak-acak rambut Arisa, "itu karna kamu masih kecil."

Arisa tak menyauti perkataan Renan dan sibuk cemberut karna rambutnya yang dibuat berantakan oleh Renan.

"Mas.."

"Apalagi, sayang?"

"Mas Renan punya mantan berapa?"

"Buat apa tanya kaya gitu?"

"Aku pengen tau aja.. Berapa, mas?"

Renan tampak berpikir, "nggak tau, nggak pernah ngitung."

"Yah.. Lebih dari 5?"

"Kayanya sih lebih."

"10?"

"Hmm.. Mungkin lebih," ucap Renan tak yakin.

"Wow.. Mantan aku aja cuma 3. Kok mantannya mas lebih banyak dari aku?!" ucap Arisa pura-pura cemberut, "mantan yang paling berkesan yang mana?" lanjut Arisa.

"Yang paling berkesan? Hmm.." Renan nampak berpikir sejenak, "yang paling berkesan nggak pernah jadi mantan."

Arisa masih memproses ucapan Renan, "maksudnya?"

"Ada satu cewek yang paling berkesan, tapi kami nggak pernah pacaran, jadi dia bukan mantan," jawab Renan singkat.

"Namanya?"

"Gina."

Arisa membulatkan bibirnya, "sekarang dia dimana? Mas masih kontak-kontakan sama dia?"

"Kamu ini kepo banget ya.. Nanti cemburu loh," ucap Renan sembari menjawil hidung Arisa.

"Ih.. Biarin.. Aku kan pengen tau tentang mas Renan.." ucap Arisa, "jadi?"

"Huh.. Kami udah putus komunikasi udah lama, aku nggak tau kabar dia sekarang, mungkin udah nikah." ucap Renan, "kalo kamu, mantan nomor berapa yang paling berkesan?" Renan memiringkan tubuhnya menghadap Arisa agar lebih fokus.

"Hmm.. Nggak ada."

Renan menyipitkan matanya, "masa? Yakin?"

Arisa mengikuti gaya Renan sebelumnya saat sedang berpikir, "mantan yang terakhir, yang nomor tiga, mungkin?"

"Kenapa ragu-ragu gitu jawabnya?"

"Soalnya dia udah bikin kenangan buruk, bikin kenangan yang indah jadi ternodai dan bikin nggak berkesan lagi," jawab Arisa.

Arisa mulai menerawang dan melanjutkan bicaranya, "awalnya hubungan kami nggak direstui sama papa, tapi aku ngotot karna aku percaya dia bakalan jadi pacar terakhir aku sampai akhirnya papa nyerah dan mulai merestui kami. Tapi beberapa bulan kemudian, ternyata ucapan papa dan kekhawatiran papa beneran terjadi, dia... Dia ngelakuin kesalahan fatal. Aku... Mergokin dia sama wanita lain saat mereka, ehm ekhem, saat mereka begitu."

Renan membelalakkan matanya tak percaya, "kamu mergokin mereka?" tanya Renan yang dibalas anggukan oleh Arisa.

"Waktu mereka main?" tanya Renan lagi, yang dibalas anggukan lagi oleh Arisa. "Wah parah.. Benar-benar brengsek cowok itu. Namanya siapa? Tinggal dimana dia sekarang?"

Arisa menaikkan kedua alisnya, "mas Renan mau aku jawab pertanyaannya?"

"Iyalah, sayang.."

"Namanya Kevin, dia tinggal disini, di Jakarta."

Kevin? batin Renan.

"Mau tau lebih banyak nggak?" pancing Arisa, ia ingin menggoda Renan sebenarnya, namun menceritakan masa lalunya agar Renan tau sepertinya tidak masalah, karna memang sebenarnya Arisa mulai mencoba untuk terbuka dengan Renan apapun itu.

Tanpa menunggu jawaban Renan, Arisa pun melanjutkan ceritanya, "mas Kevin itu, dulunya tetanggaku di Surabaya. Terus dia pindah kesini sama istrinya. Tau nggak, mas? Mas Kevin itu cinta pertama aku loh.." goda Arisa.

"Tunggu dulu, kamu bilang tadi, dia pindah ke Jakarta sama istrinya? Maksudnya dia nikah setelah kalian putus? Nikah sama selingkuhannya yang kamu pergokin itu?" bukannya cemburu, Renan malah larut dengan cerita Arisa, dan malah fokus untuk menelaah setiap kata yang Arisa ucapkan.

Arisa menggelengkan kepalanya, "Dia nikah dari sekitar 5 tahun yang lalu—"

"Tunggu-tunggu. Jadi maksudnya gimana ini? Dia udah nikah dari lama tapi kalian pacaran, maksudnya gimana ini?" sahut Renan.

"Mas Renan... Dengerin dulu aku ngomong.. Jangan dipotong dulu deh, aku belum selesaiin ceritanya.." jawab Arisa gemas melihat Renan yang kebingungan, walaupun sebenarnya ia sedikit kesal Renan tidak terlihat cemburu sama sekali, "awas cemburu ya.."

"Aku suka sama dia dari umur 5 tahun. Aku mulai ngelupain dia waktu tau dia nikah, waktu itu aku umur 14 tahun. Terus 3 tahun kemudian, tepatnya di hari ulang tahunku yang ke 17, aku ketemu dia lagi, dan saat itu juga aku baru tau kalau istrinya sudah meninggal. Terus karena keseringan komunikasi, mungkin, akhirnya kami dekat, terus pacaran walaupun sempat ada drama-drama sedikit, tapi nggak perlu aku ceritain lah ya hehe.."

"Terus kenapa papamu nggak merestui?" tanya Renan.

"Kata papa, dia terlalu tua buat aku, status dudanya juga jadi faktor papa nggak setuju. Selain itu kata papa, cara hidup kami berbeda, dan aku baru tau maksudnya berbeda itu apa ketika masalah itu muncul. Terkadang aku mikir dia ngelakuin itu juga karna dia butuh untuk memenuhi kebutuhan biologisnya kan, tapi terkadang aku juga nggak bisa membuatnya terlihat se-wajar itu," Arisa bercerita sambil memandangi pemandangan diluar jendela pesawat.

"Tapi nggak seharusnya dia ngelakuin itu diluar ikatan pernikahan." sahut Renan dengan suara sedikit tegas membuat Arisa menolehkan kepalanya dan kembali bertatapan dengan Renan, "apalagi ketika dia punya kamu," lanjut Renan.

Renan mengusap lembut rambut Arisa, "aku senang kamu lepas dari dia." Renan tersenyum pada Arisa.

"Mas Renan kok biasa-biasa aja sih denger ceritaku? Pasangan-pasangan biasanya kan banyak yang nggak suka tuh kalo udah bahas-bahas mantan."

Renan sedikit tertawa, "terus aku harus marah-marah, gitu? Toh dia sudah berstatus mantan. Yang penting sekarang, besok, dan seterusnya, kamu sama aku," ucap Renan, kemudian ia mengelus pipi Arisa sekilas dengan ibu jarinya, "aku suka kamu bisa terbuka sama aku."

Arisa tersenyum sambil mengangguk perlahan.

***

Bel dirumah Arisa berbunyi dengan nyaring. Membuat ketiga orang yang sedang duduk bersama di ruang makan menjadi hening.

"Pah, mah, itu Mas Renan sudah datang, laki-laki yang aku ceritain kemarin. Aku harap papa dan mama melihatnya bukan dari fisik atau sejarah harta kekayaan, tapi lihat dia dari hati dan kesungguhannya untuk bisa bertemu dengan papa dan mama. Dan juga, papa, aku mohon, jangan galak-galak ya, pah.." ucap Arisa pada kedua orang tuanya. Kemudian ia berjalan keluar untuk membuka pintu.

Dia disana, berdiri dengan gagahnya. Memakai kemeja berwarna merah maroon dan sepatu fantovel hitam mengkilap yang membuatnya semakin menawan.

Renan tersenyum, membuat Arisa ikut tersenyum.

"Mas Renan ganteng seperti biasa," ucap Arisa tulus.

"Aku tau."

Arisa berdecih, kemudian tertawa, "Mas Renan semangat ya, kamu pasti bisa lewati malam ini dengan sukses."

Renan mengangguk, "demi dapetin kamu."

Arisa memalingkan wajahnya karna merasa pipinya sudah mulai memunculkan semburat berwarna pink.

"Blushing ya?" goda Renan.

Arisa menatap Renan dengan kesal, "udah ah, malu tau!"

Renan tertawa sebentar, kemudian ia mulai menautkan jari-jarinya dengan jari tangan Arisa, menggenggamnya seolah untuk saling menyalurkan kekuatan.

"Ayo masuk," ucap Arisa kemudian menuntun Renan masuk kedalam rumahnya. Mereka berjalan menuju ruang tengah, dimana mama dan papanya menunggu.

Arisa masuk bersama Renan, membuat kedua orangtuanya berdiri dari duduknya.

"Pah, mah.." panggil Arisa sambil tersenyum, tanpa ada yang mengetahui bahwa tangannya yang masih bergandengan dengan Renan mulai mengencang pertanda gugup, kecuali Renan.

Renan yang mengetahui kegugupan Arisa menggunakan tangannya yang bebas untuk mengelus tangan Arisa, Arisa menoleh pada Renan yang sudah memandangnya dengan tersenyum, Arisa pun membalas senyumannya. Kedua orang tua Arisa melihat adegan tersebut dengan pandangan yang berbeda, mamanya tersenyum bahagia, sedangkan papanya masih dengan wajah datar, sebelum beliau berdehem membuat keduanya kembali pada posisi awal.

Renan melepas gandengannya dan berjalan maju untuk mencium tangan mama Arisa, mamanya tersenyum dan dengan senang hati mengulurkan tangannya pada Renan. Setelah itu Renan mengadahkan tangannya pada papa Arisa, yang malah disambut dengan tatapan datar. Mamanya yang menyadari hal tersebut langsung menyenggol bahu suaminya dan memberikan kode dengan matanya, membuat papa Arisa mengulurkan tangannya yang segera dicium oleh Renan.

"Jadi, kamu yang namanya Renan?" sahut papanya langsung setelah Renan melepaskan tangannya.

Renan berdiri tegak dan memundurkan langkahnya sedikit, "benar, pak. Saya Renan, saya kekasihnya Arisa," jawab Renan.

"Kamu–"

"Nak Renan, Arisa, ayo duduk, kita ngobrol sambil duduk," sela mama Arisa sebelum papa Arisa berkata.

Renan dan Arisa duduk setelah digiring oleh mamanya, sedangkan papanya mengikuti untuk duduk disisi lainnya yang berdekatan dengan Renan.

"Berapa usiamu?" tanya papa Arisa langsung tanpa membuang banyak waktu.

"29, pak. April nanti, 30."

Papa Arisa pun menganggukkan kepalanya, "kamu nggak merasa terlalu tua untuk Arisa?"

Arisa dan mamanya pun serentak membelalakkan matanya mendengar pertanyaan sarkastik dari papa Arisa.

Kedua ujung bibir Renan tertarik, "definisi tua untuk setiap orang berbeda, pak. Tergantung dari apa yang kita jalani atau dari pandangan orang lain. Mungkin bagi bapak, saya terlalu tua untuk Arisa. Namun bagi saya yang menjalaninya, usia hanya sebuah angka dalam sebuah hubungan, pak. Tergantung dari sikap dan kedewasaan setiap pasangan," jawab Renan.

Arisa dan mamanya tersenyum lega mendengar jawaban Renan. Sedangkan papanya mengangguk-anggukan kepalanya lagi, "kamu single, duda, atau masih punya istri?"

"Saya single, pak."

"Jadi.. Kerja apa kamu?"

"Saya dosen di universitas tempat Arisa belajar, pak."

"Dosen, ya? Hmm.. Setiap hari bertemu banyak mahasiswi cantik dong ya? Sudah berapa banyak mahasiswi yang kamu tiduri–ah, maksud saya, yang kamu kencani?"

Lagi-lagi, Arisa dan mamanya dibuat terbelalak. "Pah.." ucap Arisa lirih berusaha menegur papanya.

Renan menoleh pada Arisa dan tersenyum sambil mengangguk sekilas, menandakan bahwa ia baik-baik saja dan tak masalah dengan pertanyaan tersebut.

"Bisa dibilang saya sering dan selalu bertemu dengan banyak mahasiswi dan dosen wanita disana, mereka memang cantik, sangat cantik malah, haha. Tapi, hanya Arisa satu-satunya yang saya kencani, karna ternyata, hati dan mata saya memilih putri bapak. Hanya Arisa, pak."

Renan mengambil nafas sejenak, "maka dari itu, pak, bu. Kedatangan saya kesini, saya ingin meminta restu untuk membawa hubungan ini ke tahap yang lebih serius."

***

"Sudah kubilang, papa aku galak, mas Renan sih nggak percayaan," ucap Arisa yang sedang duduk disamping kursi pengemudi.

Hari yang cerah setelah melewati malam panjang yang menegangkan.

Setelah melalui banyak percakapan dan sesi tanya-jawab menegangkan lainnya, akhirnya papa Arisa berhenti sejenak setelah menginterogasi Renan. Papanya menghela nafas kasar, "kamu bahagia?" tanya papanya pada Arisa.

Arisa mengangguk mantap, "kamu yakin ini bukan untuk sebuah pelarian dari peristiwa kemarin?" tanya papanya kembali.

"Nggak, pa. Aku sudah ikhlas tentang itu. Sama hal nya seperti Mas Renan, aku serius dengan hubungan ini. Aku cinta sama Mas Renan, pa." jawab Arisa mantap dan memandang manik mata papanya dengan tegas.

Papanya diam sejenak, matanya terpejam sejenak. "Baiklah.."

Arisa, Renan dan mama Arisa masing-masing memasang wajah tak percayanya.

"Serius, pah?" tanya Arisa histeris.

"Pastikan untuk membawa orang tuamu kesini," ucap papanya pada Renan.

"Pasti, pak." Renan tersenyum senang.

"Ah, hampir saya lupa. Biarkan Arisa menyelesaikan kuliahnya dulu, setelah itu, baru saya perbolehkan kamu untuk mempersunting anak saya," ucap papa Arisa pada Renan.

Renan mengangguk, masih dengan senyum mengembang diwajahnya, "terima kasih, pak."

"Saya merestui kalian, tapi bukan berarti saya akan membiarkan kamu menyakiti anak saya hingga dia menangis. Jika sampai kamu menyakiti Arisa, saya hancurkan kamu."

"Untung aja jadi dikasih restu, coba kalo nggak, sia-sia perjalanan jauhmu kesini, mas," ucap Arisa lagi.

Keduanya saat ini sedang berada didalam mobil untuk berjalan-jalan. Renan lah yang mengajak Arisa untuk menemaninya berkeliling di Kota Pahlawan tersebut.

Masih ada 3 hari lagi sebelum waktunya mereka kembali ke Jakarta. Dan selama 3 hari itu pula, keduanya selalu saja pergi keluar mengelilingi Surabaya dan mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah Renan datangi. Sepertinya suasana hati mereka sedang cerah. Ya, memang begitu.

***

"Selamaattt... Seneng banget deh gue dengernya. Padahal elu yang diseriusin tapi gue yang baper.." ucap Keila kembali berlagak dengan berlogat gue-lo.

Saat ini, keempat sahabat tersebut sedang duduk di satu meja, sedang asyik memakan makanannya masing-masing sambil mengobrol.

"Berarti tinggal gue sama Dean aja dong yang masih jomblo–" ucapan Keila terpotong suara Dean yang menyela begitu saja.

"Lo aja kali. Gue mah udah punya." sahut Dean.

"Hah? Sumpah?" teriak Arisa, Lisi, dan Keila.

Setelah beberapa saat, Lisi dan Keila terus berbicara mendesak Dean untuk mengaku, hanya Arisa yang tidak melakukannya. Pandangannya fokus pada satu arah.

Tidak jauh dari kantin, terdapat beberapa pria terlihat sedang mengobrol. Setelah diperhatikan, ternyata salah satu pria tersebut adalah Renan! dan...

Arisa menaikkan sebelah alisnya, ia seperti pernah melihat salah satu pria yang sedang berbicara dengan Renan, tapi ia lupa melihat pria itu dimana. Setelah berpikir keras, ia baru ingat bahwa pria tersebut adalah Arga Rayhan, sekertaris Kevin yang tampan. Yang waktu itu ia lihat dikantor Kevin sebelum peristiwa nahas itu terjadi.

Mas Renan kenal sama sekertarisnya Mas Kevin? Ada hubungan apa mereka? tanya Arisa dalam hatinya.

Dan masih ada satu pria lagi disana, namun pria itu memunggungi Arisa, membuat Arisa tidak dapat melihat wajahnya. Namun tiba-tiba pria tersebut menyampingkan tubuhnya seperti sedang melihat-lihat, membuat Arisa dapat melihat wajahnya.

Dan lebih terkejutnya lagi, Arisa tau bahwa pria tersebut adalah Kevin! Ya, Kevin Perwira! Laki-laki yang mati-matian ia hindari! Refleks, Arisa mengambil ponselnya yang semula berada diatas meja dan langsung pergi menuju arah yang berlawanan dengan gerumbulan pria tersebut tanpa mengucapkan apa-apa pada sahabat-sahabatnya membuat ketiganya keheranan dan sedikit panik dengan sikap Arisa.

Kenapa dia ada disini? Dan ketemu sama Mas Renan? Buat apa?! batin Arisa.

Aku nggak mau berurusan lagi sama dia. Aku belum siap. Aku belum siap untuk bertemu dengan Mas Kevin. Kenapa akhir-akhir ini aku harus melihatnya? Kenapa? Arisa masuk ke salah satu bilik toilet, mengunci pintunya dan duduk diatas kloset, mempertanyakan segala hal pada dirinya sendiri dan Tuhan yang ia percaya dapat mendengar segala cuitannya.

***

Arisa-Renan?
atau
Arisa-Kevin?

Halooo... Kutunggu vote dari kalian... Eits, komennya jangan lupa.....

Oh iya gengs, terima kasih untuk kalian yg sudah membaca dan mendukung cerita ini🙏🏻 Terima kasih untuk kalian yg mau nyempetin waktunya untuk komen, aku senengggg banget kalo ada yg komen ceritaku hehe... Terima kasih untuk kalian yg sudah nge-follow aku🙏🏻 Buat yg belum follow, buru di follow yaaa

Dan biar pada semangat, aku kasih fotonya Oppa deh hehe...

Pssttt... Aku punya kejutan buat kalian loh! Apaan?
Tunggu saja yhaa!!! Cmiww


.

Continue Reading

You'll Also Like

907K 13.5K 22
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
1.4M 12.9K 23
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
458K 32.5K 35
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
2.7M 289K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...