Soft Of Voice

By chusniahne

78.1K 10K 1.6K

[COMPLETED] Sama seperti sayap yang patah, dia tak akan bisa membawa burung yang sama untuk melihat dunia leb... More

PROLOGUE
ONE
TWO
THREE
FOUR
FIVE
SIX
SEVEN
EIGHT
NINE
TEN
ELEVEN
TWELEVE
THIRTEEN
FOURTEEN
FIFTEEN
SIXTEEN
SEVENTEEN
EIGHTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
THIRTY
NOT AN UPDATE, BUT INI PENTING GENGS
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FOURTY
FOURTY ONE
FOURTY TWO
BACA AJA DULU
FOURTY THREE
FOURTY FOUR
SEQUEL + PROMOTE
FOURTY FIVE
INFO
FOURTY SIX
QUESTION
PENTING!!
FOURTY SEVEN
FOURTY EIGHT
SPOILER SEQUEL + PROMOTE
FOURTY NINE
INFO END ㅡ HIATUS
INFO
FIFTY
EPILOGUE
CURHAT BENTAR
INFO PENTING
EP ㅡ 1
[!] NANYA NIH PENTING
EP ㅡ 2
SEQUEL
NOTE !

TWENTY SEVEN

1.1K 191 31
By chusniahne

"Tanyakan saja pada istrimu ini Seungcheol!! Jika dia tidak hamil aku berani bertaruh dirimu untuknya!!"

Bentakan Junghwa baru saja membuatku sedikit sesak dan membuatku semakin takut. Air mata terus mengalir tak terbendung dari sudut mataku. Wajah Seungcheol berubah masam dan tak bermakna. Kedua alisnya tertaut, menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Seluruh badanku memburu karena tatapannya. Sungguh jika bisa aku mati sekarang, aku akan lebih memilih untuk mati.

"Benarkah itu Ahrim? Kau hamil?" Nada suara Seungcheol berubah rendah dan bergetar. Matanya menatapku seakan aku adalah mangsa terakhirnya yang belum sempat dia santap. Matanya memerah dan berair, aku tak tahu mengapa, tapi aku merasakan kesedihan disana. Tubuhnya terus berjalan mendekatiku. Tangannya meraih pipiku mengusapnya pelan dan halus. Aku harap dia mau mendengarkan penjelasanku.

Kutatap mata Seungcheol yang sangat dekat denganku, aku tersenyum diantara tangis menyedihkanku. Sekali lagi kutatap mata suamiku itu, Junghwa yang ada diujung ruangan hanya bisa terdiam dan menatap kami tak percaya. "Benarkah kau hamil?"

Dengan berat hati kuanggukkan kepalaku, kulihat secercah harapan di mata Seungcheol. "Anakku?"

Aku tersenyum dan menangis sejadinya ketika Seungcheol bertanya demikian. Aku ditariknya dalam pelukannya, direngkuhnya erat. Aku menganggukkan kepalaku. "Iya Seungcheol ini anak kandungmu! Ini adalah anak kita!"

Entah dari mana aku mendapatkan  keberanian untuk mengungkapkan segala kebenaran yang berusaha aku tutupi beberapa minggu belakangan. Kudengar Seungcheol menangis terharu atas jawabanku. Aku ikut menangis. Tangan kanannya bergerak untuk mengusap kepalaku, dan tangan kirinya terus mendekap pundakku.

Seungcheol tak henti-hentinya menciumi puncak kepalaku. Aku tersenyum diantara tangis histerisku. Dari ujung mataku kulihat Jisoo yang tersenyum lebar dan Junghwa yang naik darah. Seungcheol melepas pelukan kami, bergerak untuk berjongkok. "Biarkan Papa memberimu salam."

"Ahrim! Kutanya sekali lagi apakah kau hamil!" Suara Seungcheol menggelegar hingga membuatku tersadar dari bayangan semu yang membahagiakanku untuk sejenak itu. Kutatap wajah Seungcheol yang saat ini sudah beberapa meter di depanku. Wajahnya memerah karena marah, matanya ikut memerah karena emosinya tersulut. Bibirnya gemetaran karena tak kuat menahan besarnya amarah yang telah mencapai ubun-ubun itu.

"Aku bisa menjelaskannya Seungcheol!" Kulangkahkan kakiku mendekatinya, berusaha meraih lengannya namun dijauhkannya.

"Aku tanya untuk terakhir kalinya Ahrim! Apakah kau hamil?!!" Tepat. Tepat saat pertanyaan dengan nada bentakannya itu dilayangkan kepadaku, tepat saat itu pula segala harapanku hancur. Hatiku remuk berkeping-keping. Tepat saat itu pula tangisku pecah. Menunduk menyembunyikan wajah sembabku akibat tangisku tadi.

"Seungcheol ini bukan seperti apa yang kau pikirkan." Jisoo mulai membuka kata. Dia berusaha membantuku tapi aku yakin semuanya akan percuma. Jisoo mendekati Seungcheol. Ditatapnya wajah lelaki yang mulai naik darah itu. Seungcheol ikut menatap lelaki ber-specs dengan bingkai hitam tersebut.

"Bukan seperti apa yang aku pikirkan kau kata?" Seungcheol berulang kali menarik napasnya. Menatap sahabat lawasnya dengan seksama. Dan ...

"Keparat kau Jisoo!" Jisoo tersungkur karena bogeman mentah dari Seungcheol. Aku berteriak dan sontak berlari menuju Jisoo yang kesakitan. Tak hanya sudut bibirnya saja yang berdarah dan terasa perih, tapi juga lengannya yang secara tak sengaja terkena ujung dinding. Jisoo merintih kesakitan, tangan kirinya reflek mengusap darah segar yang mengalir dari sudut bibirnya itu.

"Apa-apaan kau ini Seungcheol!" Aku berdiri dan naik darah. Sikap Seungcheol sungguh jauh diluar dugaanku. Manik mata Seungcheol mengikuti manik mataku yang sembab. Matanya merah dan tak bisa diartikan pandangan nya itu.

"Kau membelanya?" Seungcheol meraih tanganku dan membawaku berdiri. Mencengkeramnya disana dengan sangat erat hingga rasa sakit menyerang lenganku. Kucoba melepaskan cengkeraman erat itu tapi terlalu erat. Kurasakan kram menyerang, tapi Seungcheol sama sekali tak melepaskannya.

"Ini sakit Seungcheol! Kumohon lepaskan!" Aku setengah berteriak tepat di depan wajah Seungcheol. Benar, memang Seungcheol melepaskan cengkeramannya tapi terlalu keras pula. Badanku terhuyung hingga hampir jatuh. Beruntung Jisoo sudah berdiri dan mendekap badanku.

"Apa yang kau lakukan Seungcheol! Kau bisa membahayakan bayi yang dikandungnya!" Jisoo berteriak membelaku.

"Apa? Bayi kau katakan? Biarkan saja bayi itu gugur, dia juga bukan bayi keturunanku!" Aku terbelalak mendengar pernyataan Seungcheol baru saja. Perkataan pedasnya cukup menohok hati dan pikiranku.

"Benar! Katakan Ahrim apakah kau hamil anak Jisoo?" Nada tinggi Junghwa sukses mendominasi apartemen yang Seungcheol miliki ini.

"Iya! Aku memang hamil!" Akhirnya aku berteriak. Tepat di depan keduanya. "Tapi bukan anak dari Jisoo kalian tahu!"

"Lalu anak siapa?" Seungcheol merendahkan suaranya. Membuat hatiku teriris secara perlahan. "Bukan anakku kan? Aku tidak pernah berhubungan apapun denganmu kecuali tadi malam dan itu tidak akan membuatmu langsung hamil selama dua bulan bukan? Anak siapa!!" Seungcheol kembali berteriak.

"Tidak penting ini anak siapa Seungcheol kau tahu! Aku tidak akan pernah memberi tahumu siapa ayah dari anak ini sampai waktu yang kutunggu tiba!"

Plak.

Rasa panas dan sakit seketika menjalar di seluruh bagian wajahku terutama pipi kiriku. Tangan kuat Seungcheol sukses menamparku dengan kerasnya. Sama seperti diriku yang tercengang karena perlakuannya baru saja. Junghwa, Jisoo dan seorang wanita yang tengah berdiri di depan pintu apartemen juga tercengang.

"Apa maksud perlakuanmu ini Seungcheol!" Teriak wanita itu. Kali ini Seungcheol yang sukses tercengang. Dia membalikkan badannya dan menatap Mamanya dengan mata terbelalak. Jisoo dan Junghwa juga terlihat kaget dengan kehadiran tak terduga Mama membuat kami semua terdiam seperti patung. "Kenapa kau menampar menantuku. Dan kenapa Junghwa ada disini?"

Mama mendekatiku yang masih terdiam dengan tangan kiri memegang pipi kiriku yang panas sambil menangis. Aku tak berani menatap matanya. "Mama tanyakan saja pada menantu Mama ini. Dia hamil anak Jisoo, Ma!!"

Seperti yang aku duga, Mama terbelalak tidak percaya dengan ini semua. "Benarkah kau hamil anak Jisoo, Ahrim?"

"Aku bisa menjelaskan semuanya, Ma." Kutatap dalam mata Mama Mertuaku itu. Dia memang sedikit marah, tapi matanya sama sekali tak menunjukkan bahwa dia marah kepadaku. Dia mengangguk dan menarikku pergi.

"Aku akan mendengarkan penjelasan Ahrim dulu, dan kau Seungcheol," kata Mama menunjuk tepat di depan wajah Seungcheol. Meskipun lelaki itu marah, tapi dia tetap terlihat takut dengan Mama. "Jelaskan pada Mama kenapa ada Junghwa yang hamil disini."

Mama langsung membawaku pergi dari apartemen ini, diikuti Jisoo yang berjalan pelan di belakang kami. Aku tak tahu harus mengatakan apa dengan Mama selama perjalanan. Aku hanya menunduk sambil menangis. Jisoo mengendarai mobil yang Mama tumpangi, Mama duduk di belakang bersamaku. Aku tahu wanita paruh baya yang masih awet muda ini tak bisa marah denganku. Dia mengusap rambutku. "Apakah kau mau menjelaskan kepada Mama tentang semuanya, Sayang? Meskipun Mama tahu itu akan menyakitkan Mama dan dirimu sendiri? Tak ada yang kau tutupi?"

"Iya, Ma." Aku sesegukan menjawab permintaan Mama. Memang aku harus mengungkapkan semuanya kepada Mama, tak ada satupun fakta yang aku tutupi. Jisoo membawa kami menuju café tempat kami biasa nongkrong, karena hanya di sana café yang memiliki tempat privat. Jisoo memarkirkan mobil yang telah dibawa Mama tepat di depan café. "Jisoo kau ikut kami ya, bantu aku menjelaskan semuanya sama Mama."

Jisoo mengangguk sambil menahan sakit. Mama sudah memesan tempat privat tersebut untuk kami. Tak lupa Mama memesan makanan dan minuman. "Mari Jisoo." Mama tersenyum pada Jisoo diikuti anggukan sopan lelaki yang masih menahan sakit itu.

Kami telah masuk ke sebuah ruangan privat yang berada diujung café. Ruangan ini berdindingkan kaca bening berlukiskan pemandangan kota Seoul. Semuanya terdiam kecuali Jisoo yang berusaha menghilangkan darah segarnya yang masih mengalir. "Apakah kau baik-baik saja, Jisoo?"

"Baik-baik saja, Tante."

"Kau serius?" Jisoo hanya mengangguk tanda dia baik-baik saja. "Kau bisa menceritakannya sekarang, Ahrim."

Aku menghela napas sebelum memulai ceritaku. "Aku memang hamil, Ma."

"Anak Jisoo?"

"Bukan. Anak Seungcheol, Ma." Pernyataanku cukup membuat Mama tercengang. Dia menutup mulutnya dan membelalakkan matanya.

"Kau serius?" Tangan kanan mama bergerak menuju perutku. "Ini cucu Mama?"

Aku tersenyum. "Iya, Ma. Ini cucu Mama."

"Cerita sebenarnya cukup panjang, Tante." Jisoo membuka mulut.

"Apakah kau tahu semuanya Jisoo?"

"Iya, hanya aku yang tahu Tante. Mungkin sahabat Ahrim juga, Yein."

"Bagaimana bisa?"

"Sejak kami bulan madu, Ma. Aku membantu Jisoo yang dikejar-kejar preman." Aku menghela napasku sebelum melanjutkan. "Kami sering bersama dan Seungcheol ... bersama Junghwa."

Mama kaget mendengar aku menyebut Junghwa juga ada diantara bulan madu kami. Sebelum Mama protes, aku sudah menghentikannya dengan menyentuh lengannya. "Ijinkan aku melanjutkannya dulu, Ma."

"Baiklah, Sayang."

"Malam itu, Seungcheol datang dalam keadaan mabuk berat karena Junghwa mengatakan bahwa Junghwa tidak mencintai Seungcheol lagi. Dan disana Seungcheol berhubungan denganku, Ma."

"Benarkah? Anak ini ada ketika Seungcheol dalam keadaan mabuk berat karena Junghwa?" Aku menganggukkan kepalaku tanda pembenaran. "Gadis itu memang merusak segalanya, Mama harus berbuat sesuatu padanya, Ahrim."

"Ma, bukan itu cara yang tepat. Kita perlu membuktikannya."

"Membuktikan apa Ahrim?"

"Apakah Tante lihat bahwa Junghwa sedang hamil?" Jisoo akhirnya membuka mulut setelah beberapa saat terdiam dengan kesibukannya membersihkan lukanya.

Kulihat dia kesulitan untuk memasangkan plester luka di sudut bibirnya. "Bisa kubantu Jisoo." Jisoo mendongak. Mama juga melihatku. Tanpa aba-aba, aku meraih plester yang ada di tangan Jisoo dan memasangkannya dengan tepat. Kutatap matanya setelah selesai memasangkannya. "Maafkan suamiku atas lukamu ini Jisoo."

Jisoo hanya tersenyum, mama menyahuti. "Apa? Lukamu karena Seungcheol?"

"Iya, Ma."

"Ini tak apa, Tante. Aku tahu sifat asli sahabatku itu seperti apa." Jisoo tertawa.

"Tapi ini keterlaluan Jisoo, biar Mama bicara pada Seungcheol, Ahrim."

"Ma, dengarkan dulu alasanku kenapa aku tak segera memberi tahu Seungcheol dan membiarkan semua ini."

Mama terdiam. Kulanjutkan penjelasan Jisoo tadi yang sempat tertunda. "Aku dan Jisoo, juga salah satu kawanku, Yein, sedang menyelidiki kebenaran tentang kehamilan dan ayah dari anak yang di kandung Junghwa, Ma."

"Iya, Tante. Sudah beberapa minggu belakangan kami bekerja tapi tak mendapatkan hasil yang memuaskan."

"Junghwa cukup rapat menyembunyikan semuanya, Ma."

"Kenapa kau menyelidikinya? Apakah Junghwa hamil anak Seungcheol?"

"Itu yang diakui Junghwa, Ma. Tapi ..."

"Selama mereka pacaran, Seungcheol dan Junghwa belum pernah tidur bersama begitu pula saat di Paris, Tante. Itu artinya anak yang Junghwa kandung bukanlah anak dari Seungcheol."

"Bagaimana kau bisa tahu selama mereka di Paris mereka tak pernah tidur bersama?"

"Jisoo adalah kepala hotel itu, Ma." Aku mencoba menjelaskan apa yang ingin Mama tahu. "Dia sering melihat Junghwa keluar hotel ketika malam tiba."

"Benarkah itu?" Mama bertanya pada Jisoo dan Jisoo hanya menjawabnya dengan anggukan.

"Junghwa memang gadis yang tidak baik, beruntung aku tidak jadi menikahkan keduanya. Ahrim, apakah Mama kamu tahu tentang ini?"

"Apakah orang tuamu tahu tentang ini semua?"

Bahkan aku lupa masalah keduanya. Aku bahkan lupa bahwa aku masih memiliki mama dan papa yang bisa aku beritahu, pun adik kandungku yang masih ada di luar negeri. "Belum, Ma."

Mama mengusap lembut lenganku. "Lalu bagaimana kau akan bertindak sekarang?"

"Aku akan tinggal di unit apartemen milik Jisoo yang tak terpakai, Ma. Malam ini aku akan mengambil semua barangku di apartemen Seungcheol."

Continue Reading

You'll Also Like

433K 44.3K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
120K 1K 6
isinya jimin dan kelakuan gilanya
217K 33.1K 60
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
1M 82.5K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...