You, Again.

By JazzAtta1

10.7K 1.1K 124

Seperti inilah, jika seorang putri jatuh cinta. More

Talk
You.
Closer
Mine
Election
Drunk
Protective
The Past
Choices
Late?
Both of Us (Final)

Hiding

2K 150 16
By JazzAtta1

Jam di dinding itu terus berdendang, tetapi kenapa tidak juga dia berhenti pada waktu yang gadis itu tunggu. Matanya sudah lelah untuk terus memandang keluar jendela itu lalu harus meletakan kembali perhatian pada jam sialan itu.

Dia tidak pernah mengerti kenapa dia justru lebih memilih untuk duduk disini dan menunggu sesuatu yang sangat bodoh. dia bertanya-tanya sampai kapan dia akan terus begini, melakukan hal yang sebenarnya tak terlalu berguna setiap pagi. Tapi...

Ia benar-benar harus melihatnya lagi.

Dia tidak boleh melewatkannya lagi pagi ini. Dia itu sudah melewatkannya kemarin.

Terkadang dia berpikir, apa yang akan di katakan teman-temannya, jika mereka tau dia melakukan hal yang memalukan seperti ini. Bahkan ini seperti narkoba dengan dosis yang tinggi. Dia seperti kertegantungan akannya.

DIa adalah ratu sosial di sekolahnya, gadis populer yang mempunyai banyak teman yang selalu mengelilinginya. Dan satu-satunya yang selalu menjadi incaran para laki-laki keren di sekolah. Selalu mendapatkan semua yang diamau hanya dengan menjentikkan jari. Dia bahkan bisa melakukan semua yang dia mau tanpa harus mengangkat bokong dari tempat duduknya.Popularitas yang dia dapatkan sekarang ini, semata-mata hanya hasil dari jerih payahnya menjadi ketua team cheerladers di sekolah.

Siapa saja akan selalu bersorak ketika dirinya diangkat keatas dan di biarkan terbang dengan indah. Meneyerukan namanya dengan penuh semangat. Dia suka itu.

Lantas apa yang akan mereka katakan jika mereka mengetahui kegiatannya saat ini?

Ini mungkin gila untuk di katakan. Tetapi dia selalu menemukan dirinya terbangun lebih pagi hanya untuk melihat orang itu yang selalu berjalan melewati pekarangan rumah dengan tenangnya

Orang itu.. adalah seorang gadis.

Rambut hitam yang tak pernah bosan menghipnotisnya. Bahkan dia bisa membuat sekujur tubuh gadis melemah hanya dengan melihatnya melintas. Walaupun dari kejauhan, dia terlihat begitu mempesona. Wajahnya yang begitu teduh, namun kedua matanya yang tajam secara bersamaan meluluh lantakkan hatinya dengan mudah. Dia tidak bisa membayangkan, akan seperti apa reaksinya jika dia mengetahui bahwa ada seorang gadis sepertiku yang selalu memperhatikannya setiap pagi. Walaupun hanya dalam hitungan detik.

Mungkin dia akan mengatakannya gila, atau stalker yang menyeramkan. Tetapi apa itu bisa memposisikannya pada tempat yang salah? DIa menyalahkan aura tenang namun mempesona yang di miliki gadis itu. Kedua bola mata yang indah, juga senyuman lembut yang siapa saja akan meleleh di buatnya.

Tiffany tidak akan pernah merasa cukup akan itu. Akan kehadiran gadis yang sudah sebulan lamanya terus melintas di pekarangan rumahnya di jam yang sama setiap pagi. Namun Tiffany harus menahan dirinya jika sudah di penghujung minggu, karna dia tidak akan bisa melihatnya jika hari libur tiba. Sangat gila untuk di katakan tetapi dia selalu merindukan gadis itu untuk lewat di depan rumahnya.

Dan dia, dengan seluruh kewarasannya, akan terus menunggu setiap pagi.

Dia benar-benar sekarat untuk mengetahui nama gadis itu. Namun siapa dia di antara debu debu kecil yang hanya bisa memperhatikan dari jendela kamarnya? Dia merasa begitu sampah mengetahui hal ini. Dia adalah salah satu orang yang paling di segani, namun dia juga begitu menjijikan dirasanya.

Tiffany memang selalu mendapatkan pujian bahwa dia cantik dari orang-orang di sekitarnya. Namun dia tidak pernah sekalipun mengatakan orang lain juga cantik, kecuali gadis itu. Dia terus mengutukh hatinya yang tak pernah mau menghapus wajah itu dari ruangann memori hatinya.

Ini sudah lewat tujuh menit, tapi kemana dia?

Ia tak pernah menarik pandangannya dari pekarangan rumah, bahkan menghiraukan panggilan ibunya yang terus menyuruhnya untuk sarapan dari bawah tangga.

Sialan, aku kelaparan! sebaiknya kau cepat lewat!

Benar saja, setelah itu, Tiffany harus mengembangkan senyumnya saat gadis itu mulai melintas di halaman rumahnya. Tiffany menyadari perbedaan yang ada pada gadis itu. Mimik muka yang terpampang menggambarkan jika dia sedang murung. Senyum itu tidak di lihatnya pagi ini. Itu membuat Tiffany harus mengangkat kedua alisnya ketika gadis itu menendang batu kerikil dengan sepatunya.

Dia merasa bodoh karena khawatir akan keadaan seseorang yang bahkan dia saja tidak mengenalnya.

Ada apa dengannya hari ini?

"Tiffany!"

Gadis itu menoleh sebentar sebelum memutar kedua bola matanya, dia lebih memilih berbalik dan mempercepat langkahnya.

Menghindari pria itu yang kini berlari di belakangnya,

namun tetap saja. Pria itu kini menarik satu tangannya sedikit kasar,

"What the actual fuck, Minho-ya!"

"Please, aku bisa menjelaskannya padamu. Aku bersumpah tidak ada yang terjadi anatara aku dan Sulli!"

Lagi-lagi Tiffany hanya bisa memutar kedua bola matanya, dia benar-benar muak mendengar semua kebohongan yang kekasihnya katakan saat ini. Dia dengan jelas-jelas, melihat sendiri pria itu tengah bercumbu dengan siswi kelas 11 bahkan di pestanya sendiri.

"Benarkah? katakan pada anak ingusan itu, jangan coba-coba lagi untuk melangkah ke ruangan cheers atau aku dan teman-temanku akan menghabisinya!"

"Dan kau, sebaiknya mulai sekarang tidak perlu menampangkan wajahmu di hadapanku lagi."Lalu gadis itu berbalik dan meninggalkan pria itu yang ternganga dalam kesalnya yang menjalar.

"Yah. Ada apa dengan wajahmu, Tiffany?"Tanya gadis berambut coklat emas itu sembri menyeruput kopi paginya. Berkumpul di kantin sebelum jam pelajaran di mulai memang salah satu kebiasaan kelompok cheers ini setiap pagi. Dengan banyak pasang mata yang memperhatikan mereka dan memuji kecantikan yang mereka punya di dalam hati.

Siapa saja pasti akan sangat terpana ketika melihat satu persatu pesona yang di miliki para anggota cheerleaders itu. Kecantikan bak dewi yang baru saja turun dari kahyangan. Benar-benar memabukkan.

"Sebaiknya kita keluarkan saja si ingusan Sulli itu!"

"Wae?"Tanya Jessica langsung, ketika mendengar penyataan sahabatnya.

"Ada apa dengannya, Tiff?"Sambar Yuri heran,

"Si jalang itu bercumbu dengan Minho di pestaku!"

"WHAT!?"

"Dia benar-benar tidak tau diri, apa kita harus menghabisinya!?"Seru Yuri sembari mengepalkan satu tangannya di atas meja. Dia benar-benar tidak suka jika ada orang lain yang bermain-main dengan sahabat-sahabatnya di perkumpulan dewi ini.

"Yah. Kita gantung saja kepalanya di tiang bendera!"Tukas Yoona tiba-tiba, membuat yang lainnya menatapnya heran,

"Yah. Jangan konyol, Yoong. Kau brutal sekali."Jawab Sooyoung sembari tertawa,

"Jadi, apa yang akan kau lakukan? Padahal, dia lumayan membuat penampilan team kita tampak bagus."Kini Syoung bertanya pada ketua team mereka sekaligus, sahabatnya.

Tiffany hanya terdiam kosong, namun tatapannya penuh kebencian.

"Tampak bagus? akan ku tunjukkan padamu apa yang lebih bagus."

"Minta maaf sekarang juga!"Tiffany masih mencengkram rambut bagian belakang gadis itu dengan keras. Dia bisa merasakan kemarahan yang membakar ulu hatinya. Dia berada di kelas lain dengan sahabat-sahabatnya mengelilingi satu meja yang merupakan tempat duduk Sulli.

Orang orang yang tengah memperhatikan mereka hanya bisa terdiam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagian dari mereka malah menyeringai senang, karna akhirnya gadis itu yang sudah di bicarakan seantero sekolah sebagai salah satu perempuan gampangan akhirnya kena juga dengan ratu di sekolah ini.

"Yah. Lebih baik kau buka mulutmu sebelum kau habis disini."Jessica melipatkan kedua tangannya di dada,

Sementara gadis itu hanya tertunduk diam,

"Sialan!"Tiffany lalu melepaskan cengkramannya, mengambil semua barang-barang gadis itu yang ada di atas meja lalu melemparkannya dengan bebas keluar jendela kelas.

Bahkan ketua kelas ini, tidak berani ikut campur dalam masalah mereka. Ia hanya tidak mau berurusan dengan Tiffany dan genk cheersnya yang terkenal angkuh, namun mempesona di waktu yang bersamaan.

"Aku bisa melakukan hal lebih buruk dari ini."Kata Tiffany dengan nada mengancam sembari meraih wajah gadis itu dengan kasar,

"Sudahlah, Tiff. Kita harus segera kembali ke kelas."Ujar Syoung yang hanya bisa menggelengkan kepalanya,

"Kita belum selesai, Arra!?"Kata Yoona sembari menggebrak meja Sulli dengan keras. Namun, sebelum mereka sempat berbalik,

"Hey Hey hey. Apa yang kalian lakukan di kelas ini!? cepat kembali ke kelas kalian sendiri!"Suara pria paruh baya itu seketika memenuhi ruangan ini,

Tiffany lalu memutar kedua bola matanya, sembari membalikkan tubuhnya untuk menatap guru jelek itu baginya. Namun, sebelum dia sempat membuka mulutnya. Pemandangannya lebih dulu menangkan seseorang yang berjalan mengekor di belakang gurunya,

Seketika itu dia bisa merasakan darahnya yang begitu berdesir. Waktu yang berjalan di sekitarnya seperti berhenti. Kericuhan yang ada di ruang hatinya kini seketika hening. Dia ternganga setelah menyadari siapa gadis itu sekarang.

Rambut hitam pekat yang menghipnotis, kulit putih susu yang begitu mempesona. Pahatan wajah yang begitu sempurna itu kini dapat di lihatnya begitu jelas. Sepasang bola mata tajam yang teduh yang selalu ada di dalam mimpinya.

Dia adalah gadis itu, gadis yang selalu di perhatikannya setiap pagi. Seseorang yang tidak di kenalnya, namun juga tidak pernah meninggalkan ruang fikirannya dalam waktu yang lama.

"Kita ada murid pindahan, jadi kalian harus tenang."

Tiffany dan sahabat-sahabatnya belum beranjak dari posisi mereka sampai gadis itu mulai tersenyum,

"Selamat pagi. Namaku, Kim Taeyeon."

Tiffany bisa merasakan detak jantungnya yang tak kunjung kembali dalam irama yang normal. Dia menatap kosong ke depan sembari menghiraukan aktifitas sahabatnya di waktu istirahat ini. Raganya boleh saja disini, namun seperti terasa bahwa jiwanya masih tertinggal di kelas itu. Jantungnya seperti ketinggalan disana. Kacau.

"Selamat pagi, aku, Kim Taeyeon."

Sementara keadaan kelas itu seketika hening, tertuju pada siswi baru itu yang mempunyai senyum hangat yang tertera di bibirnya.

Tanpa siapapun sadari, alam sadar Tiffany sudah ricuh saat itu. Lututnya terasa lemas bahkan hanya untuk menopang berat tubuhnya.

"Hey kalian! cepat kembali ke kelas masing-masing!"Suara guru mereka memecah keheningan.

Dan di saat itu, Tiffany bisa merasakan sekali lagi ruang hatinya yang ribut. Kedua bola mata indah itu akhirnya bertemu dengannya.

Dia bisa merasakan jantungnya yang melewatkan setiap detakannya. Dia bisa merasakan panas dingin yang menyiksa.

"Ayo, Tiff. Si gendut itu berisik."Bisik Yuri lalu menarik satu lengannya. Gadis-gadis itu lalu berjalan keluar dengan ekspresi biasa. Namun tidak dengan Tiffany.

Ketika akhirnya dia berpapasan langsung, dia hanya bisa merasakan hatinya yang seperti akan meledak. Namun dia begitu pintar untuk menutupi itu semua dengan ekspresi datar. Mungkin kakinya telah melangkah keluar ruangan, namun dia tau. Kaki dan hatinya tidak sejalan.

"Tiff! Tiff!"Lamunan gadis itu seketika buyar setelah menyadari sahabatnya kini tengah melambaikan tangan di hadapan wajahnya.

"Ada apa denganmu hari ini..."Tukas Jessica sembari menggelengkan wajahnya pelan,

"Menurutmu, anak baru itu, seperti apa orangnya?"

Kini temannya yang lain langsung terkekeh mendengar pertanyaan itu keluar langsung dari mulut seorang gadis seperti Tiffany.

"Yah. Kalau kau penasaran, kenapa kau tidak mencari taunya sendiri?"

"Haruskah?"Tiffany justru mengembangkan senyumnya membuat temannya yang lain berhenti tertawa dan memandangnya terkejut.

"Yah. Jjinja. Ada apa denganmu.."

"Hey! Bukankah itu dia!?"Tanpa berpikir lagi, Tiffanys segera memalingkan wajahnya pada arah pandangan Yoona. Banyak pasang mata yang memang kini sedang memperhatikan gadis baru itu. Namun hanya ada satu yang memandangnya bagaikan perhiasan indah yang biasa di dapan di saat haru-hari bahagia.

Tiffany tidak bisa menahan senyum liar di bibirnya ketika gadis berambut hitam itu mulai melangkah masuk ke area kantin yang lumayan luas. Dia hanya seorang diri, namun dia terlihat sangat rileks akan itu.

Bagaimana dia bisa berdiri disana, terlihat sederhana namun membuatku gila akan figurnya!

"Sica-ya."

"Oh"

"Apa kau percaya pada cinta pandangan pertama?"

Gadis brunette itu lalu memandang sahabatnya sebentar sebelum akhirnya meledak tertawa. "Yah. Apa pendengaranku baik-baik saja?" "Atau kau memang sedang sakit?"

Tiffany lalu mengerucutkan lucu bibirnya sembari melayangan bantal sofa rumahnya kepada gadis itu. Dia benar-benar tidak suka jika omongannya terdengar seperti candaan bagi orang lain. Dia sedang mengalami waktu yang sulit karna tidak bisa menyingkirkan bayangan gadis berambut hitam bermata memikat itu dari pikirannya.

"Arra. Arra. Mianhae."Lanjut Jessica setelah puas tertawa dan menyadari perubahan mood sahabatnya. Mereka berdua, memang tengah menghabiskan waktu bersama di kamar tidur Tiffany malam ini. Jessica memutuskan untuk memginap karna hari sudah terlalu larut dan Nyonya Hwang tak memperbolehkannya pulang sendirian. Jalanan sudah terlalu sepi, katanya.

"Aku tidak percaya."

"Wae?"Tanya Tiffany penasaran memandangnya,

"Karna kau mungkin hanya suka dari penampilannya. kita belum mengetahui dalamnya. Jika seseorang itu mempunyai wajah yang cantik sekalipun, jika hatinya jelek. Makan jeleklah dia."

Pernyataan itu membuat Tiffany memicingkan matanya. "Bukankah kita seperti itu?"

"Yah! Kita hanya berbuat jahat pada jalang-jalang itu, selebihnya kita selalu rendah hati pada orang-orang lemah."

Memang benar, walaupun kelompok mereka terkenal angkuh dan terdengar sangat jahat. Sebenarnya mereka hanyalah sekumpulan sahabat kecil yang bergabung dalam satu team cheers. Mereka masih seperti anak muda kebanyakan, menyukai pesta, berbelanja, menghabiskan waktu bersama dan berbicara tentang banyak hal. Masih banyak sekali di luar sana yang bisa mereka cari tau. Namun, jauh di dalam ruang hati gadis-gadis yang terkenal sombong itu, mereka sebenarnya mempunyai hati yang baik. Mereka bisa membedakan yang mana hal buruk atau tidak. Mereka masih bisa menyaring tentang apa yang akan mereka katakan.Terutama pada anak kucing, atau serigala.

"Lagipula, ada apa dengan semua omong kosong itu, Tiff? Kau tidak pernah mempercayai cinta sebelumnya."

"Oke. Mungkin terlalu cepat untuk mengatakan cinta. Tapi aku rasa aku benar-benar menyukai orang itu."

Kali ini Jesscia hanya bisa diam memperhatikan sahabatnya yang kini tengah memandang kosong ke arah jendela sembari mengembangkan senyumnya. DIa tidak pernah melihat sisi Tiffany yang seperti ini, dia seperti tersesat akan pikirannya sendiri yang kini mengontrol dirinya.

"Aku sebelumnya tidak pernah percaya pada quotes- quotes sampah yang mengatakan, bahwa melihat seseorang yang kita cintai dari jauh saja sudah cukup. Maksudku, bagaimana bisa!? tidak masuk akal. Kita harus melihatnya lebih dekat untuk itu. Namun, setelah aku bertemu dengannya. Aku semakin percaya."



Hari-hari selanjutnya, berjalan seperti biasa bagi Tiffany. Namun semuanya terasa begitu berbeda, jika dia bisa melihat gadis itu di pandangannya. Tiffany akan menyempatkan dirinya untuk lewat di depan kelas gadis itu hanya untuk melihatnya tengah duduk dengan tenang. Walaupun hanya melalui celah pintu yang kecil, dirinya akan tetap tersenyum lebar ketika mendapati sosok itu dengan wajah teduhnya.

Bahkan dia rela untuk tidak mengikuti beberapa pelajaran hanya untuk memperhatikan gadis itu sedang berolahraga dengan kelasnya di tengah lapangan. Tiffany akan berdiam di sisi lain balkon sekolah sembari menaruh penuh perhatiannya pada gadis itu. Ada rasa yang menggebrak hatinya untuk mengenal lebih lanjut tentang gadis itu. Namun, dia yang terkenal angkuh, sombong dan dingin itu seketika menjadi kucing pemalu hanya karna seorang gadis yang masih misterius baginya. Jangankan untuk melangkah mendekat padanya, dia bisa merasakan kakinya yang mati rasa ketika dia berpapasan langsung dengan gadis berambut hitam itu.

Dia tidak bisa menghentikan perasaan menggebu itu. Jantungnya terasa mau lolos dari tempatnya hanya karna gadis itu ada di dekatnnya.

Dia merasa sudah gila, karna menjadi seperti ini. Bahkan para sahabat menyadari perubahan yang terjadi pada ketua mereka. Akhir-akhir ini, Tiffany memang sering izin untuk tidak mengikuti latihan cheers yang rutin mereka laksanakan setiap minggu. Dirinya akan menghabiskan waktu untuk bisa melihat sosok itu dari dekat ketika dia sedang bersama teman-teman barunya.

Tiffany sempat memikirkan tentang apa yang akan di katakan para sahabatnya, jika mereka mengetahui bahwa dia telah jatuh untuk seseorang yang bahkan ia belum pernah menatap matanya secara langsung, apalagi untuk berbicara dengannya. Bagaimana jika mereka tau, ratu lapisan sosial di sekolah ini, sudah tergila-gila dengan gadis sederhana yang misterius namun mempunyai mata yang hangat secara bersamaan?

Kini, dirinya bahkan tengah memperhatikan lagi, sosok itu yang sekarang tengah berada di seberang sana. Membaca buku dengan tenang sembari membalikan halaman. Sementara orang-orang sekitar tengah memperhatikannya heran. Mereka hanya sedikit terkejut menemukan sosok Tiffany berada dalam perpustakaan. Seorang ratu, berada di markas anak-anak cupu di sekolahan. Bagaimana bisa?

Mereka mungkin akan membeku di tempat jika mengetahui alasan yang sebenarnya.

Sementara Tiffany yang kini bahkan tidak menyadari bahwa buku yang di gunakan untuk menutupi wajahnya kini terbalik. Membuat beberapa orang terkekeh pelan. Sementara dia, hanya terus tenggelam akan sosok itu.

Dia terkadang merasa seperti stalker gila yang tengah memperhatikan idolanya dari jarak jauh. Dia sempat berpikir bahwa dirinya harus menghentikan semua hal-hal yang tidak masuk di akal itu. Orang itu bahkan tidak pernah melihatnya, namun disinilah dia, tenggelam akan sosoknya terus-menerus.

Setelah kau, seharusnya neraka akan menjadi lebih mudah. Benarkan, Kim Taeyeon?

"Harusnya aku tau!!"Tukas Sooyoung keras sembari tertawa lalu duduk di samping sahabatnya yang kini tengah memejamkan matanya karna terkejut akan kehadirannya yang tiba-tiba.

"Kau menyukai si Kim Taeyeon itu, kan!?"

Tiffany membulatkan matanya, "Kau benar-benar..."

"Yah. Akui saja. Kau tertangkap basah sedang memperhatikan fotonya barusan, kan? Apa kau yang mengambil semuanya? Tapi bagaimana bi–"

"OH! KAU MENGAMBIL GAMBARNYA DIAM-DIAM KAN!?"

"SIAL! Sebaiknya kau menyimpan ini diam-diam atau kau akan mati. Arra?"

"Ooo. Busowo."

"Tenang saja, semua aman. Tapi serius, kenapa kau tidak mengakuinya saja dari awal kalau itu dia?"

"Kau gila? apa yang akan di katakan orang lain jika mereka mengetahuinya?"

"Kenapa? Kau takut orang-orang akan mengejekmu? Kurasa tidak. Kim Taeyeon itu memang imut dan wajahnya lucu. Semua orang juga menyukainya, aku juga."

"YAH! Jangan berani-beraninya, Sooyoung."

Gadis itu kini tengah duduk di bangku taman yang terletak tidak jauh dari tempatnya tinggal. Rambut hitam panjangnya di tiup angin, dia bisa merasakan angin sejuk sore hari yang menghangatkan. Keputusannya untuk mampir ke taman ini sepulang sekolah memang tepat. Selain karna dirinya butuh untuk menjernihkan kembali pikirannya, dia juga ingin bersantai di tengah kesibukannya akhir-akhir ini.

Taeyeon juga sedang tidak ingin mendengarkan omong kosong ayah tirinya yang akan menyambutnya setelah ia memasuki rumah itu lagi.

Tidak hanya itu, dirinya bahkan tidak jarang akan mendapatkan kekerasan fisik yang di lakukan ayah tirinya. Di balik balutan seragamnya, sebenarnya tersimpan banyak luka memar yang berada di bagian-bagian tubuhnya yang ia dapatkan dari pria paruh baya itu. Yang baru beberapa bulan ini menikahi ibunya.

Dia mulai mendapatkan perlakuan kasar ketika ibunya mulai sering meninggalkan kota dengan alasan pekerjaan. Dia benar-benar membenci situasinya yang sekarang. Namun di samping itu, dia tidak bisa menyalahkan ibunya karena ini. Dia hanya tidak bisa untuk melihat wanita itu bersedih lagi karena merasa kesepian. Jadi dia lebih memilih untuk diam dan menyimpan semua perlakuan kasar ayah tirinya sebagai rahasia.

Semua luka yang di dapatkannya tidak lain hanya karena sebuah hal yang sepele. Entah karena dia pulang larut, atau mengatakan hal yang salah. Dia sebagai anak perempuan, tidak bisa melakukan apa-apa selain terkadang melawannya dengan beberapa perkataan kasar. Dia menyadari betul, bahwa pria itulah yang kini tengah membiayai finansial keluarganya. Jadi, dia memilih untuk bungkam dan menjalani semuanya.

Walaupun begitu banyak beban yang kini menghimpit rongga dadanya. Sakit yang dirasakannya seperti hal yang biasa. Yang tidak lagi mampu menggoyahkan dinding pertahanannya. Dia sudah menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Dia bukan lagi anak gadis yang manja yang akan menangis pada mendiang ayahnya dulu untuk bisa di belikan banyak hal.

Taeyeon kini adalah seorang gadis yang mempunyai pendirian yang kuat. Dan karakter yang tegar. Dia jarang menangis, terkecuali dia mulai teringat mendiang ayah kandungnya yang dulu sangat mencintainya. Dia mempunyai pribadi yang baik dan hati yang hangat. Dia tidak akan membiarkan orang-orang terdekatnya merasakan sakit seperti apa yang di alaminya sekarang. Dia tidak pernah membiarkan masalah pribadinya mempengaruhi perlakuan baiknya terhadap orang lain. Dia hanyalah Taeyeon, gadis sederhana yang tidak pernah meluputkan senyumnya terhadap siapapun. Sekalipun dia merasakan sakit teramat sangat setiap waktu.

"Jadi, kau akan terus berusaha menghindarinya?"Sosok Sunny lalu duduk di sampingnya sembari menyerahkan ice cream yang baru saja di belinya untuk Taeyeon. Gadis itu lalu dengan senang melahapnya,

"Mau bagaimana lagi? Aku sudah lelah untuk mencoba sabar untuk pria itu."

"Baiklah, jika menurutmu itu yang terbaik."

"Sunny-ah, Apa kau tau Tiffany Hwang?"

"UHUK!!"

"YAH. SIAPA YANG TIDAK MENGENALNYA!?"Tukas Sunny cepat pada teman barunya itu,

"Sebenarnya, orang seperti apa dia?"

"Biar ku pikirkan. Dia itu ketua team cheers dimana isinya adalah anak-anak dari orang kaya yang digit angka di banknya melebihi batas wajar. Terkenal angkuh dan sombong. Dia tidak akan membiarkan siapapun menghalangi jalannya. Prinsipnya, dia akan menyingkir semua orang yang berusaha menjatuhkannya. Sebaiknya, kau jauh-jauh darinya dan teman-temannya. Arrachi?"

Taeyeon hanya mengangguk pelan, "Dia cantik."

Kali ini Sunny kembali tersedak, "YAH!"

"Aku serius, jangan biarkan kecantikannya membuatmu kehilangan akal sehat. She is evil."

Benarkah kau seseorang yang seperti itu, Tiffany Hwang?

Jika begitu, aku seharusnya tidak membiarkanmu menginap di pikiranku untuk waktu yang lama.





"Tiffany! kau seharusnya melihat pujaan hatimu tadi!"Teriak Sooyoung dari arah lain menghampiri Tiffany yang kini tengah menikmati makan siangnya.

"YAH! TUTUP MULUTMU!"Balasnya sembari memerikan tatapan kematian.

"Mian. Mian."

"Ada apa?"

"Si Kim Taeyeon itu, barusan dia membela teman sekelasnya yang terancam di keluarkan dari sekolah dengan beradu argumen bersama guru sejarah. Dia bahkan menghabisi Mr. Tucky ke akar-akarnya dan membuktikan bahwa gadis itu tidak bersalah seperti apa yang telah di tuduhkan padanya, bahwa dia telah mengambil amplop berisi uang miliknya."

"Dia benar-benar definisi dari kesempurnaan."Tambah Sooyoung dengan mata yang berbinar.

Diam-diam Tiffany menarik sudut bibirnya untuk tersenyum. Dia merasa tidak salah karena telah jatuh hati untuk sosok itu. Setidaknya dia mulai mengetahui Kim Taeyeon lebih jauh, walaupun dari mulut orang lain.

"Tapi, aku baru mengetahui ini dari beberapa siswa."

"Ayah kandungnya telah meninggal beberapa tahun lalu karena kecelakaan yang juga melibatkan Taeyeon di dalamnya. Dia selamat, namun karena melindunginya. Ayahnya harus pergi dan meninggalkannya juga ibunya yang kini telah menikahi orang lain."

"Tapi, yang ku dengar, dia tinggal bersama ayah tirinya, dan ibunya pergi meninggalkan kota."

Perkataan Sooyoun barusan mampu menghapus senyum Tiffany dan membuatnya terdiam seketika. Dia memandang makan siangnya sembari banyak sekali pertanyaan-pertanyaang yang kini berlari di fikirannya.

Dia adalah gadis sederhana yang berani, kuat namun rusak di waktu yang bersamaan.

Ini benar-benar buruk. Tiffany merasa harus segera mengeluarkan nama itu dari kepalanya. Dia hanya tidak bisa membiarkan nama Kim Taeyeon terus berlarian di ruang fikirannya dan membuatnya susah untuk melakukan berbagai hal tanpa bayangannya yang tidak pernah absen.

Dia kini harus berlari di tengah lorong yang sepi. Karena memang dirinya kini tengah telat. Bel sudah berbunyi sekitar setengah jam lalu, namun dia baru saja selesai memarkirkan mobilnya. Kini dengan nafas tersengal, dia berusaha meraih kelasnya sembari merutuki banyak hal di dalam hati.

Mempunyai seseorang yang kau suka seperti kau mendapatkan batu kerikil di dalam sepatumu, dan itu benar-benar mengganggu. Lalu kau mencoba untuk menggoyangkan sepatumu dan kau yakin bahwa batu itu telah keluar. Namun di saat kau mencoba untuk berjalan lagi, kau akan berkata. Oh tidak. Dia masih disana. Di dalam sepatu yang bisa kau sebut sebagai fikiranmu.

Tanpa di sadarinya, seorang gadis kini tengah sibuk memperhatikan kertas yang ada di tangannya tanpa memperhatikan angin dingin lorong yang sepi. Terkecuali seorang Tiffany yang kini tengah berlari cepat,

"BRUK!"

Benar saja. Mereka berdua kini sama sama terjatuh dengan kertas-kertas itu yang berserakan di sekeliling mereka.

Keduanya mencoba untuk mengembalikan kesadaran mereka setelah benturan yang lumayan keras itu antara bahu mereka. Namun, Tiffany minta di bunuh di tempatnya saja. Ketika mendapati sosok itu yang kini ada di depannya. Di depan kedua matanya.

Seseorang yang tidak pernah membiarkan hidupnya tenang akhir-akhir ini. Yang selalu memancing konser yang meledak di dalam ruang hatinya. Yang selalu bisa membuat jantungnya seperti lompat dari tempatnya.

Dia bisa melihat kedua bola mata coklat itu yang sangat di kaguminya dengan jarak yang sangat dekat. Dan itu benar-benar memabukkan. Dia hanya tidak bisa membuka mulutnya sekarang.

Sementara bagi gadis yang lainnya, sosok yang telah menginap di fikirannya selama beberapa hari terakhir. Kini tepat berada di depannya. Terlihat sangat cantik seperti biasa. Walaupun orang-orang terus mengatakan hal yang kurang bagus, tetap saja. Ia hanya tidak bisa memperdulikan itu,



Semenjak pertama aku bertemu dengannya. Aku mulai melihatnya di segala hal.

Continue Reading

You'll Also Like

91.8M 2.9M 134
He was so close, his breath hit my lips. His eyes darted from my eyes to my lips. I stared intently, awaiting his next move. His lips fell near my ea...
1.7M 17.5K 3
*Wattys 2018 Winner / Hidden Gems* CREATE YOUR OWN MR. RIGHT Weeks before Valentine's, seventeen-year-old Kate Lapuz goes through her first ever br...
29.1M 921K 49
[BOOK ONE] [Completed] [Voted #1 Best Action Story in the 2019 Fiction Awards] Liam Luciano is one of the most feared men in all the world. At the yo...
44.4M 1.3M 37
"You are mine," He murmured across my skin. He inhaled my scent deeply and kissed the mark he gave me. I shuddered as he lightly nipped it. "Danny, y...